• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABU UBAID DAN MUSANNA DI IRAK 129 pasukan Persia, namun bala bantuan dari semua kekuatan di Seme-

ABU UBAID DAN MUSANNA DI IRAK

6. ABU UBAID DAN MUSANNA DI IRAK 129 pasukan Persia, namun bala bantuan dari semua kekuatan di Seme-

nanjung Arab dan di luarnya yang sekarang bergabung, sudah cukup mewakili. Di antaranya bala bantuan yang diminta oleh Musanna ketika ia masih di Ullais, termasuk Bajilah, Azd, Kinanah dan kabilah-kabilah Arab yang lain yang telah memenuhi seruan Abu Bakr; ada Banu Namir, orang-orang Nasrani yang datang bersama Anas bin Hilal dan kaum Nasrani Taglib yang juga datang bersama Ibn Mirda al-Fihr at- Taglabi, dan para pemacu kuda. Selain mereka ada pula beberapa kabilah Arab lain yang tinggal di Irak. Mereka semua melihat posisi Arab yang berhadapan dengan orang asing Persia. Mereka berteriak: Kita berperang bersama golongan kita. Tidak sedikit dari kaum Nasrani Irak yang dipersatukan oleh ikatan etnis bergabung dalam barisan Muslimin dan ikut berperang.

Perjalanan pasukan Persia hendak menghadapi pasukan Muslimin

Mehran mengirim utusan kepada Musanna dengan pesan: "Kalian menyeberang ke tempat kami, atau biarkan kami menyeberang ke tempat kalian." Musanna belum lupa apa yang telah menimpa Abu Ubaid ketika ia menyeberangi sungai dan berhadapan dengan Bahman. Umar mengimbaunya setelah peristiwa jembatan itu untuk tidak me- nyeberangi sungai sebelum mencapai kemenangan. Oleh karena itu ia membalas seruan Mehran dengan mengatakan agar mereka yang me- nyeberang. Sekarang pihak Persia yang menyeberang ke Buwaib de- ngan mempersiapkan tiga barisan masing-masing dengan seekor gajah.

Musanna pun menyambut mereka dengan kudanya yang diberi nama Syamus, yang dinaikinya hanya untuk berperang. Selesai perang kembali dikandangkan. Kuda itu diberi nama Syamus karena sangat penurut. Dengan kudanya itu Musanna memeriksa barisan demi barisan sambil memberi semangat dan perintah dengan sebaik-baiknya. Pada setiap panji ia berhenti sambil berkata: "Saya mengharapkan sekali pasukan kita jangan sampai dihancurkan oleh kita sendiri. Apa yang akan menyenangkan hati saya hari ini berarti juga akan menyenangkan hatimu semua." Kata-katanya itu disambut baik oleh mereka. Meng- ingat waktu bulan Ramadan, ia berseru kepada pasukan Muslimin: "Saudara-saudara. Kalian semua sedang berpuasa, tetapi puasa dapat melemahkan badan kita. Saya berpendapat lebih baik kalian iftar1 su- paya dengan makanan kalian lebih kuat menghadapi musuh. Memenuhi

sarannya itu mereka semua beriftar. Musanna mendengar dengungan suara yang diulang-ulang dari pihak Persia yang makin mendekat. "Yang kalian dengar itu menandakan mereka pengecut. Maka tetaplah kalian diam, dan berbicaralah dengan berbisik."

Mereka memperhatikan apa yang dikatakan Musanna itu. Segala yang diperbuatnya atau dikatakannya yang ditujukan kepada mereka, semua mereka sambut tanpa ada kritik. Malah ia makin dekat di hati mereka. Kata Musanna lagi:

"Saya akan bertakbir tiga kali. Maka siap-siaplah kalian, kemudian pada takbir yang keempat serentak seranglah."

Panji-panji sudah disiapkan semua sambil menunggu serangan ke- pada musuh. Itulah saat yang sangat dinanti-nantikan dengan harapan mendapat kemenangan.

Pertempuran Buwaib

Tetapi baru Musanna mengucapkan takbir pertama, pihak Persia sudah mendahului menyerang, yang dibalas segera dengan serangan serupa. Akibat serangan pihak Persia itu beberapa barisan pasukan Muslimin dari Banu Ijl jadi kacau. Musanna mengutus orang kepada mereka dengan pesan: "Salam Komandan kepada kalian, janganlah kalian mempermalu pasukan Muslimin hari ini." Sekarang Banu Ijl memperkuat diri dan seperti pasukan yang lain mereka juga mulai bersama-sama melakukan serangan terhadap pasukan Persia dengan barisan mereka yang sudah lebih teratur. Kedua pihak sekarang terlibat dalam pertempuran sengit, yang berlangsung sampai sekian lama. Musanna melihat bahwa pertarungan ini akan makin dahsyat dan akan memakan waktu lebih lama. Ia sedang memikirkan cara untuk mencapai kemenangan. Terpikir olehnya akan menyerang komandan Persia itu dan menghalaunya dari tempatnya atau membunuhnya. Untuk me- laksanakan rencananya ini ia memanggil Anas bin Hilal an-Namiri, kemudian memanggil Ibn Mirda al-Fihr at-Taglabi. Kepada mereka masing-masing ia berkata: "Anda orang Arab sekalipun tak seagama dengan kami. Kalau Anda melihat saya sudah menyerang Mehran, ikutlah menyerang bersamaku." Musanna mulai menyerang Mehran dengan gempuran yang benar-benar telak sehingga ia tergeser dari tempatnya dan masuk ke barisan sayap kanan. Pihak Persia melihat apa yang terjadi, mereka menghunjam hendak melindungi pemimpin mereka. Kedua barisan tengah sekarang bertemu dan debu pun membubung tinggi, sehingga sudah tak diketahui lagi pihak mana yang menang.

6. ABU UBAID DAN MUSANNA DI IRAK

Ketika debu-debu itu terkuak selintas dan pasukan Muslimin melihat barisan kanan Persia sudah mundur, mereka langsung digempur oleh barisan kanan dan barisan kiri. Mereka mengelak ke arah pinggir sungai hendak menyelamatkan diri. Dalam pada itu Musanna terus mengerahkan pasukannya dan mengutus orang kepada mereka dengan mengatakan: "Adat kalian seperti bunyi peribahasa: Belalah agama Allah, Dia akan menolong kalian." Pasukan Muslimin tambah bersemangat menggempur barisan musuh sampai ke pusatnya.

Kemenangan pasukan Muslimin

Pasukan Persia sudah tak dapat lagi menahan kekuatan itu. Mereka sudah porak poranda dan berbalik mundur melarikan diri hendak me- nyeberangi jembatan. Melihat mereka sudah berantakan - demikian- Musanna cepat-cepat mendahului mereka ke jembatan dan mereka dihalau kembali dari jembatan. Mereka makin kacau-balau. Satu regu naik ke pantai sungai dan yang lain menggempur mereka. Barisan ber- kuda Muslimin kini mengepung mereka yang sedang kacau dan ketika itulah mereka digempur habis-habisan. Demikian rupa pasukan Persia itu dalam ketakutan, sehingga seorang prajurit dari pasukan Muslimin dapat membunuh beberapa orang dari mereka tanpa ada yang mampu balik membunuh, sehingga peristiwa di Buwaib ini dinamai "Peristiwa Puluhan," karena setiap satu orang dari seratus orang pasukan Mus- limin dapat membunuh sepuluh orang anggota pasukan Persia. Titik kelemahan musuh terus diikuti dan dihujani dengan pukulan-pukulan mematikan sampai malam.

Paginya mereka terus dikejar lagi sampai malam. Oleh karena itu nyawa melayang di medan perang Buwaib ini lebih banyak daripada di tempat mana pun. Anggota pasukan Persia yang terbunuh sudah men- capai seratus ribu, mayatnya tergeletak di medan pertempuran sampai busuk dan hanya meninggalkan timbunan tulang belulang, sampai se- lama bertahun-tahun tanpa dikuburkan. Baru kemudian tertimbun oleh tanah setelah dibangunnya kota Kufah. Kemenangan pasukan Muslimin di Buwaib ini meyakinkan sekali.

Kecintaan anggota pasukan Muslimin yang serentak kepada Mu- sanna menjadi salah satu penyebab kemenangan itu, bahkan itulah penyebab utamanya. Mereka sudah menyaksikan ia terjun ke dalam pertempuran dengan gagah berani dan penuh keyakinan. Yang lain pun mengikutinya bertempur habis-habisan. Maka Allah telah memberi pertolongan kepada mereka. Mereka yang dulu pernah lari dari Per-

tempuran Jembatan, sekarang bertempur mati-matian tanpa peduli- kan maut untuk menebus kekalahan yang dulu tercoreng di kening mereka.

Sementara Musanna sedang mengatur barisan untuk menghadapi pertempuran dilihatnya ada yang maju keluar dari barisan hendak me- nyerbu pasukan Persia, tetapi oleh Musanna ia diketuk dengan tombak sambil berkata: "Jangan meninggalkan tempatmu! Jika datang lawanmu di medan perang, bantulah kawanmu dan jangan mempertaruhkan diri." Orang itu menjawab: "Saya memang pantas untuk itu." Kemudian ia kembali ke tempatnya dalam barisan. Para perwira dan prajurit-prajurit yang lain memang mempunyai peranan luar biasa yang patut dibangga- kan. Tatkala pertempuran sedang sengit-sengitnya, Mas'ud bin Harisah — saudara Musanna — menyerbu ke tengah-tengah medan. Dia jatuh terkapar dan teman-temannya merasa sudah tak berdaya — sebelum pihak Persia dapat dikalahkan. Hal ini dilihatnya saat ia sudah dalam sekarat. "Saudara-saudara Bakr bin Wa'il!" katanya. "Angkatlah ben- dera kalian, semoga Allah mengangkat kalian! Kejatuhanku ini jangan sampai membuat kalian kehilangan semangat!" Sebelum ia terkena itu ia pernah befkata kepada mereka: ."Hati kalian jangan cemas hanya karena melihat saya sudah terkena sasaran. Tentara itu datang dan pergi. Pertahankanlah garis barisan kalian. Manfaatkanlah kemampuan mereka yang di belakang kalian." Juga Anas bin Hilal an-Namiri orang Nasrani itu, bertempur sampai ia menemui ajalnya. Seorang budak Nasrani Banu Taglab datang menyerang Mehran dan berhasil mem- bunuhnya kemudian merampas kudanya. Ia lalu pergi sambil berden- dang: "Saya budak Taglabi. Saya yang membunuh pemimpin Persia."

Sesudah Musanna dapat mengejar pasukan Persia di jembatan dan dapat mencegah mereka menyeberang, Arfajah bin Harsamah meng- giring satu regu pasukan berkuda Persia sampai ke Furat. Setelah mereka merasa terjepit mereka mengadakan perlawanan dan menyerang Arfajah dan anak buahnya. Maka terjadilah lagi pertempuran sengit, tetapi berhasil mereka dilumpuhkan. Salah seorang dari mereka berkata kepada Arfajah: "Bawalah benderamu mundur ke belakang!" Tetapi Arfajah menjawab: "Siapa yang paling berani dari kalian, majulah!'' Lalu diserangnya mereka, dan mereka lari ke arah Furat. Tetapi tak seorang pun yang sampai ke sana dalam keadaan hidup. Dari pihak Muslimin yang luka-luka dan terbunuh juga tidak sedikit, termasuk dari Banu Namir, Banu Taglab dan dari kabilah-kabilah Arab yang lain di Irak. Sungguhpun begitu, kemenangan telah memahkotai mereka, dan

6. ABU UBAID DAN MUSANNA DI IRAK

nama-nama mereka tercatat kekal dalam sejarah. Dalam pandangan Tuhan mereka tetap hidup.

Setelah pertempuran pun usai, Musanna merangkul Mas'ud, sau- daranya, dan Anas bin Hilal orang Nasrani itu dengan perasaan amat sedih, tanpa membedakan agama kedua orang itu. Pasukan Muslimin yang gugur disalatkan oleh Musanna, kemudian katanya: "Sungguh kesedihan saya terasa sudah lebih ringan karena mereka telah me- nyaksikan Pertempuran Buwaib. Mereka pemberani, sabar dan tabah, tak kenal putus asa dan tak pernah mundur. Mati syahid adalah suatu penebusan dosa."

Petang itu selesai pertempuran pasukan Muslimin duduk-duduk dengan perasaan gembira. Musanna berkata: "Saya sudah berperang melawan orang-orang Arab dan bukan Arab di masa jahiliah dan Islam. Seratus orang Arab di masa jahiliah dulu bagi saya lebih berat daripada seribu orang Arab sekarang, dan seratus orang Arab sekarang bagi saya lebih berat daripada seribu orang bukan Arab. Allah telah melumpuh- kan kekuatan mereka, membuat tipu daya mereka menjadi tak berdaya. Janganlah kalian gentar melihat segala gemerlapan mereka itu. Tak ada kesulitan yang tak dapat diatasi. Mereka seperti binatang, jika sudah terdesak atau kehilangan arah, ke mana pun kamu bawa mereka akan ikut." Di antara mereka ada yang bercerita bagaimana Musanna me- rebut jembatan itu dari pasukan Persia, yang mengakibatkan hancurnya mereka. Tetapi Musanna tidak membiarkan orang itu meneruskan ceritanya dengan membantah bahwa itu adalah hasil kerjanya dan ia menyatakan penyesalannya dengan mengatakan: "Saya benar-benar tidak berhasil, tetapi Allah masih melindungi saya dari bencana dengan mendahului mereka ke jembatan sehingga saya dapat mempersulit gerak mereka. Saya tidak akan kembali dan kalian jangan kembali dan jangan meneladani saya. Saudara-saudara, itu adalah langkah saya yang salah. Tidak seharusnya orang mengganggu siapa pun kecuali orang yang sudah tidak dapat menahan diri."

Kata-kata yang keluar dari mulut seorang panglima yang menang perang besar ini telah menghapus arang yang tercoreng di kening pasukan Muslimin karena peristiwa di jembatan itu, membuktikan tentang keberanian Musanna dan keterusterangannya memvonis dirinya sendiri — sama dengan keberaniannya memimpin pertempuran dahsyat dan menerjunkan diri ke dalamnya. Kalau dia seorang yang senang membangga-banggakan diri dan dimabuk pujian, tentu ia tak akan mengeluarkan kata-kata itu. Dia melihat pasukan Persia yang berbalik 133

dari jembatan itu membunuhi pasukan Muslimin dan mati-matian ingin membalas dendam. la merasa sedih sekali atas kematian beberapa orang prajuritnya, dan menyesali perbuatannya, dan barangkali sejauh apa yang berlaku karena tindakan musuhnya yang mati-matian sehingga kemenangan berbalik ke pihaknya. Di samping itu, ia berani menyata- kan kesalahannya, supaya yang lain tidak mengalami seperti dia.

Dalam Perang Buwaib itu pasukan Muslimin mendapat rampasan perang yang tidak sedikit, terdiri dari sapi, kambing dan tepung terigu, yang kemudian dikirimkan di tangan orang-orang yang datang dari Medi- nah kepada keluarga-keluarga yang ditinggalkan di perbatasan Seme- nanjung Arab, dan kepada keluarga-keluarga yang tinggal di Hirah yang sudah lebih dulu ke Irak sebelum terjadi Perang Buwaib dan pertem- puran di jembatan. Perempuan-perempuan yang tinggal di perbatasan Semenanjung itu melihat kedatangan kafilah berkuda yang membawa perbekalan mereka kira ada serangan musuh. Di depan anak-anak mereka segera bersiap-siap dengan batu dan tiang-tiang. Tetapi Amr bin Abdul-Masih yang bersama kafilah itu berkata: "Istri-istri pasukan ini seharusnya demikian." Kaum lelaki itu meminta jaminan keamanan dari perempuan-perempuan itu dan membawakan kabar gembira kepada mereka tentang kemenangan dan menyerahkan segala yang dibawa kepada mereka, dengan mengatakan: "Inilah rampasan perang pertama."

Musanna mengeluarkan perintah kepada para perwira dan anak buahnya. Mereka berangkat melalui Sawad hingga sampai ke Sabat, yang dari Mada'in sudah terlihat. Pasukan Persia di depan berlarian lintang pukang. Pada gilirannya Musanna pun berangkat mengadakan serangan ke Khanafis dan Anbar pada hari pasar kedua kota itu. Di kedua tempat ini pasukannya mendapat rampasan yang tidak sedikit pula. Pasukan Muslimin sekarang sudah sampai di Tigris dan mengada- kan serangan ke desa Bagdad sampai ke Tikrit. Setiap serangan itu mereka membunuh pasukan tentara, menawan keluarga mereka dan mengambil harta yang ada sehingga tak terhitung banyaknya. Dengan demikian barulah seluruh Irak mau tunduk sekali lagi. Hasil rampasan itu oleh Musanna dibagi-bagikan, dan penduduk negeri lebih diutama- kan daripada semua kabilah. Seperempatnya diberikan untuk daerah Bajilah sesuai dengan pesan Umar, dan yang tiga perempat dikirimkan kepada Amirulmukminin di Medinah.

Keadaan di bawah Musanna sekarang sudah stabil kembali seperti pada masa Khalid bin Walid. Kaum Muslimin yang tersebar di Sawad Irak juga ikut menikmati hasil rampasan perang itu. Selama tinggal di

6. ABU UBAID DAN MUSANNA DI IRAK 135