• Tidak ada hasil yang ditemukan

10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; 11. Mendapatkan pembebasan bersyarat;

12. Mendapat cuti menjelang bebas; dan

13. Mendapat hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka melaksanakan hak-hak narapidana tersebut pemerintah juga menerapkan beberapa peraturan yaitu :

1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyakarakatan;

2) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemaysarakatan;

3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 tentang SyaratSyarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan;

4) Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi;

5) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.01.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.HN.01.PK.05.06 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.01.PK.04.10 tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat dan diubah lagi dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.HN02.PK.05.06 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua Atas 50 Peraturan Menteri

59

Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.01.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat;

6) Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HN.04.PK.0.05.04 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Kemudian Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan PP No. 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Selanjutnya Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM RI No. M.HH-13.PK.01.05.06 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan PP No. 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan; 7) Surat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan No: PAS.PK.01.01.05.06.124 Tahun 2013 tentang Perihal Petunjuk Pelaksanaan Surat Edaran Menteri Hukum dan HAMRI No : M.HH-04.PK.01.05.06 tahun 2013. Surat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan No. PAS.PK.01.05.06.124 Tahun 2013 Perihal Crash Program dalam rangka pengendalian hunian;

8) Surat Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY No ; W14.PK.01.05.06.3043 tanggal 15 Juli 2013 Perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan PP No. 99 tahun 2012; dan

9) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat.

60

Sebagaimana diketahui bahwa remisi atau pengurangan masa pidana merupakan hak dari setiap terpidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, khususnya Pasal 14 ayat (1) huruf i yang menentukan bahwa Narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana. Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 1 ayat (6) PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan).

Dasar hukum pemberian remisi di Indonesia yaitu :

1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;

2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;

3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;

4) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;

5) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 tahun 1999 tentang Remisi; 6) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 120 tahun 1955 tanggal 23 Juli 1955

tentang Ampunan Istimewa;

7) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HN-01.PK.02.02 Tahun 2010 Tentang Remisi Susulan;

8) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.HN.02.01 Tahun 2006 tentang Remisi Umum Susulan;

61

9) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor 04.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 14 Mei 1988 tentang Tambahan Remisi bagi Narapidana yang menjadi Donor Organ Tubuh dan Donor Darah;

10) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 174 tahun 1999 tentang Remisi;

11) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia Nomor M.10.HN.02.01 tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus;

12) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Nomor M.04-HN.04.01 Tahun 2000 tentang Remisi Tambahan Bagi Narapidana dan Anak Pidana;

13) Surat Edaran Nomor E.PS.01-03-15 tanggal 26 Mei 2000 tentang Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi Pidana Penjara Sementara; dan

14) Surat Edaran Nomor W8-PK.04-01-2586 tanggal 14 April 1993 tentang Pengangkatan Pemuka Kerja.

Remisi diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM. Pemberian Remisi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Demikian ketentuan Pasal 1 ayat (2) dan (3) Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi.

Pihak yang berhak memperoleh remisi adalah sebagai berikut:

1) Narapidana dan Anak Pidana (Pasal 14 ayat [1] huruf i dan Pasal 22 ayat [1] UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan), dan

2) Narapidana dan Anak Pidana yang tengah mengajukan permohonan grasi sambil menjalankan pidananya serta Narapidana dan Anak Pidana Asing (Pasal 11 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi).

62

Persyaratan agar dapat mengajukan remisi adalah sebagai berikut Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan:

1) Narapidana atau Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi apabila: a. Berkelakuan baik; dan

b. Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

2) Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, terdapat penambahan persyaratan, yaitu narapidana tersebut diberikan Remisi apabila:

a. Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;

b. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakuan tindak pidana korupsi; dan

c. Telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/ atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar:

a. Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau

b. Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, Yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme.

63

Di Indonesia terdapat lima jenis Remisi, yang tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi serta Pasal 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-01.PK.02.02 Tahun 2010 tentang Remisi Susulan, yang meliputi :

1) Remisi Umum: diberikan pada hari peringatan kemerdekaan RI, 17 Agustus;

2) Remisi Umum Susulan: Remisi Umum yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang pada tanggal 17 Agustus telah menjalani masa penahanan paling singkat 6 (enam) bulan dan belum menerima putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;

3) Remisi Khusus: diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan. Jika terdapat lebih dari satu macam hari besar keagamaan dalam setahun untuk suatu agama tertentu, maka akan dipilih hari besar yang paling dimuliakan oleh penganut agama yang bersangkutan

1. Remisi Khusus Susulan: Remisi Khusus yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang pada hari besar keagamaan sesuai dengan agama yang dianutnya telah menjalani masa penahanan paling singkat 6 (enam) bulan dan belum menerima putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap;

2. Remisi Tambahan: kedua Remisi di atas dapat ditambah apabila Narapidana atau Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana:

a. Berbuat jasa kepada Negara;

b. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara atau kemanusiaan; dan

c. Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.

Berdasarkan sub bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa remisi merupakan salah satu hak narapidana. Berbeda dengan masa pemerintahan Hindia Belanda yang menganggap remisi

64

sebagai anugerah,52 dalam sistem pemasyarakatan remisi telah berubah menjadi hak narapidana. Remisi merupakan salah satu sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan.53 Remisi tidak wajib diberikan kepada setiap narapidana. Pemberian remisi harus memenuhi syarat tertentu. Secara prinsip, remisi hanya diberikan kepada narapidana yang berkelakuan baik dan melakukan perbuatan yang membantu kegiatan lembaga pemasyarakatan selama menjalani pidana.

Akibat-akibat hukum pemberian remisi sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999, dan beberapa peraturan lainnya yang mendukung, dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) Pengurangan masa pidana, dijalani atau diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana;

2) Pemberian remisi berarti pengurangan masa pidana penjara, yang seharusnya dijalani oleh para Narapidana.

3) Pengurangan masa pidana yang dapat menyebabkan pembebasan seketika, dengan persyaratan diberikan kepada Narapidana yang setelah dikurangi remisi umum maupun remisi tambahan, masa pidana yang harus dijalani ternyata mengakibatkan masa pidananya habis, bertepatan pada saat pemberian remisi yaitu 17 Agustus pada tahun yang bersangkutan.

4) Masa Pembebasan bersyarat menjadi lebih singkat. Pembebasan bersyarat diberikan kepada Narapidana yang telah menjalani masa pidananya 2/3 (dua pertiga) sekurang-kurangnya telah menjalani pidananya selama 9 (Sembilan)

52 R. Achmad S. Soemadipradja dan Romli Atmasasmita, Op.cit., hlm. 28 53 Bagian menimbang huruf a Keppres Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi.

65

bulan. Maka dengan pemberian remisi akan mengurangi masa pidana dari Narapidana yang bersangkutan, sehingga mengakibatkan masa pembebasan bersyarat menjadi lebih singkat.

Dokumen terkait