• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses pembentukan kebijakan SDGs –yang berjalan di tingkat nasional– tentu menjadi tolak ukur implementasi hingga tataran teknis di daerah, baik Provinsi maupun Kota/Kabupaten. Belum lagi, kalau memperhatikan dengan seksama fakta, bahwa kebijakan tentang HAM dan SDGs masih belum menjawab problem mendasar terkait “interrelasi” antara HAM dan SDGs yang secara teoritis telah dipaparkan di atas. Dari hasil pencermatan secara mendalam, paling tidak ada 3 (tiga) problem mendasar yang terlihat.

Pertama, integrasi kebijakan HAM dan SDGs/TPB. Sebagai tindak lanjut ratifikasi instrumen HAM internasional di bidang HAM, pemerintah telah menyusun kebijakan tentang HAM, yang dilanjutkan dengan penyusunan program kerja di tingkat nasional maupun daerah. Namun, lahirnya kebijakan nasional tentang SDGs/TPB,

belum diintegrasikan ke dalam kebijakan HAM. Dengan kata lain, kebijakan HAM dan SDGs/ TPB masih berdiri secara terpisah, seolah tidak ada relasi substantif di antara keduanya. Pada bidang HAM, pemerintah menetapkan Rencana Aksi Hak Asasi Manusia untuk periode 2015 – 20191 sedangkan terkait SDGs/TPB, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan yang Berkelanjutan, di mana kedua rencana aksi tersebut sebenarnya mengarah pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (“RPJMN”) 2015 – 20192.

Saat ini pemerintah sedang menyusun road map atau peta jalan Sustainable Development Goals (SDGs) alias Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yang diharapkan selesai pada tahun ini.3 Dalam wawancara yang dilakukan pada bulan Januari 2019, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang P.S. Brodjonegoro mengungkapkan, bahwa peta jalan SDGs 2017-2030 ini akan membantu penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Indonesia yang dibuat lima tahun sekali. Peta jalan ini diharapkan akan dapat segera dirampungkan, sehingga tujuan-tujuan dalam SDGs/TPB dapat tercapai sesuai dengan target pada tahun 2030 nanti.

Peluang untuk mengintegrasikan kebijakan HAM dan SDGs/TPB sudah terbuka, karena pada tahun 2019, RPJMN dan RANHAM akan berakhir, dan saat ini pemerintah sedang menyusun RPJMN 2020-2025 dan RAN HAM 2020-2025. Momentum ini merupakan kesempatan terbaik untuk melakukan penyelarasan kebijakan HAM dan SDGs/TPB, dengan sarana pembangunan. Pencapaian negara terhadap HAM dan SDGs/TPB yang selaras dan sejalan tentu membutuhkan integrasi kebijakan di antara keduanya.

Kedua, “buntut” dari terpisahnya kebijakan HAM dan SDGs/TPB adalah masalah mendasar terkait kelembagaan. Mengacu pada hasil evaluasi RANHAM 2015-2019, yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, yang memandang adanya permasalahan kordinasi di tingkat Kementerian dan Pemerintah Daerah dalam mewujudkan agenda program pembangunan. Fungsi dan peran Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) pada tingkat nasional dan Badan Perencanaan Daerah pada tingkat daerah tidak hanya berperan sebagai perencana dan pengawas, namun juga harus bisa memastikan pelaksana pada tingkat Kementerian pada tingkat nasional dan Dinas pada tingkat daerah dapat melakukan koordinasi dengan baik untuk mencapai tujuan yang ditargetkan.

Peran lembaga, seperti: Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak

1 RANHAM ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2015 Tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. 2 Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden No 59 Tahun 2017 menyebutkan: “Dengan Peraturan Presiden ini ditetapkan sasaran nasional

periode tahun 2017 sampai tahun 2019 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, yang selaras dengan TPB sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.”

3 “Peta Jalan SDGs Ditargetkan Selesai Tahun Ini”, Hadijah Alaydrus, 21 Januari 2019, diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/ read/20190121/9/880734/peta-jalan-sdgs-ditargetkan-selesai-tahun-ini, diakses pada 1 April 2019 pukul 1830 WIB.

Indonesia, Komisi Informasi Publik, Komisi Ombudsman dan instansi sejenisnya, memiliki peran untuk melakukan kajian dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Lembaga-lembaga komisioner terkait dapat berperan membantu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, untuk turut terlibat secara aktif dalam menyusun rencana aksi dan melakukan pengawasan.

Berdasarkan informasi yang kami peroleh, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bekerjasama dengan United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO) telah mengembangkan instrumen monitoring pencapaian SDGs/TPB. Pengembangan instrumen ini dilakukan dengan harapan dapat mendorong implementasi SDGs/TPB secara lebih inklusif dan partisipatif, agar dapat mencapai seluruh target dan memenuhi seluruh indikator SDGs/TPB di tahun 2030 yang akan datang4. Menteri PPN/ Bappenas sendiri, merupakan anggota dari Sekertariat Bersama RANHAM, yang bertugas: mengkordinasikan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan RANHAM di Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah serta menyampaikan laporan capaian pelaksanaan RANHAM di Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah kepada Presiden setiap tahun5. Terlihat jelas, signifikansi peran dari Kementerian PPN/Bappenas yang memiliki fungsi dan kewenangan untuk menjadi “rumah bersama” bagi kebijakan, program dan pelaksanaan dari substansi HAM dan SDGs/TPB.

Problem mendasar yang ketiga, adalah partisipasi publik, khususnya oleh masyarakat sipil. Salah satu klaim yang menyatakan, bahwasanya SDGs/TPB lebih baik dari program sebelumnya, yakni MDGs, adalah terkait metode partisipatif dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan. Hampir semua Rencana Aksi dan program yang disusun oleh pemerintah memasukan klausul partisipasi masyarakat, namun tidak jelas di mana porsi masyarakat dalam berpartisipasi dalam menjalankan program tersebut. Setidaknya masyarakat ikut terlibat secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam program-program yang disusun oleh pemerintah.

Pada proses perencanaan dan evaluasi kita bisa belajar dari Wonosobo, yang memasukan element masyarakat –khususnya perwakilan kelompok rentan, dalam menyusun dan mengevaluasi program-program kebijakan, untuk mewujudkan Wonosobo menjadi Kota Ramah HAM. Pada proses pelaksanaan kita bisa belajar dari program bantuan hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional di bawah Kementerian Hukum dan HAM RI, di mana negara menyediakan alokasi anggaran khusus bagi organisasi bantuan hukum, yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam proses pemberian bantuan hukum. Tentu saja sebelum melibatkan masyarakat, pemerintah harus memastikan tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat melalui berbagai kegiatan pemberian informasi dan pengkaderan, sehingga muncul kesadaran dalam masyarakat untuk terlibat dalam upaya pemajuan HAM melalui program SDGs/TPB, sebagaimana yang dilakukan oleh masyrakat di Talangsari.

4 Komnas Ham, https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2018/3/30/511/pendekatan-ham-untuk-mencapai-sdgs.html, diakses pada 25 Mei 2019.

Dokumen terkait