• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 3. Tabel Sinkronisasi RPJMN dengan Indikator Pelaksanaan Tujuan 16 SDGs/TPB dan Instrumen Hak Asasi Manusia (dalam lampiran)

Target Goal 16.1

Secara signifikan mengurangi segala bentuk kekerasan dan angka kematian di mana pun.

SASARAN NASIONAL RPJMN 2015-2019 INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA 1.1. Meningkatnya upaya keberlanjutan

pembangunan sosial yang ditandai dengan terkendalinya kekerasan terhadap anak, perkelahian, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan meningkatnya keamanan yang tercermin dalam rendahnya konflik horizontal dan rendahnya tingkat kriminalitas

1. Angka korban kejahatan pembunuhan per 100.000 penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin.

2. Jumlah kasus kejahatan pembunuhan pada

satu tahun terakhir.

3. Kematian disebabkan konflik per 100.000

penduduk terpilah berdasarkan jenis kelamin, umur dan penyebab kematian. 4. Kematian disebabkan konflik per

100.000 penduduk.

5. Proporsi penduduk yang mengalami kekerasan secara fisik, psikologi atau seksual dalam 12 bulan terakhir. 6. Proporsi penduduk yang menjadi korban

kejahatan kekerasan dalam 12 bulan terakhir.

7. Proporsi penduduk yang merasa aman berjalan sendirian di area tempat tinggalnya.

UDHR (Universal Declaration Human Right) Pasal 3

Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu.

Pasal 5

Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina.

ICCPR (International Covenant on Civil and Politic

Rights) Pasal 6.1, 7, 9.1

ICERD (International Convention on The Elimination

of All Forms on Racial Discrimination) Pasal 5, 5.b

CRC (Convention on the Rights of the Child ) Pasal 6.1, 6.2, 19.1, 19.2, 38.2, 38.3

CRPD (Convention on the Right of Person with

Disability) Pasal 10, 16.1, 16.2, 16.3

ICRMW (International Convention on the protection

of the Migrant Worker) Pasal 9, 10, 16.1, 16.1

ICPPED (International Convention for the Protection

of All Persons from Enforced Disappearance) Pasal

1.1, 1.2, 2, 5

UNDRIP (United Nations Declaration on the Rights

of Indigenous Peoples) Pasal 7.1, 7.2, 22.2

DEVAW (Declaration on the Elimination of Violence

Against Women) Komentar 1

CPPCG (Convention on the Prevention and

Punishment of the Crime of Genocide) Komentar 1

Target SDGS 16.2.

Menghentikan perlakuan kejam, eksploitasi, perdagangan, dan segala bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak. SASARAN NASIONAL RPJMN 2015-2019 INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA 2.1 Menurunnya prevalensi kekerasan

terhadap anak pada tahun 2019 (2013: 38,62% untuk anak laki-laki dan 20,48% untuk anak perempuan)

1. Proporsi anak umur 1-17 tahun yang mengalami hukuman fisik dan/atau agresi psikologis dari pengasuh dalam sebulan terakhir.

2. Proporsi rumah tangga yang memiliki anak umur 1-17 tahun, yang mengalami hukuman fisik dan/atau agresi psikologis dari pengasuh dalam setahun terakhir. 3. Prevalensi kekerasan terhadap anak

laki-laki dan anak perempuan.

4. Angka korban perdagangan manusia per 100.000 penduduk menurut jenis kelamin, kelompok umur dan jenis eksploitasi.

5. Proporsi perempuan dan laki-laki muda umur 18-29 tahun, yang mengalami kekerasan seksual sebelum umur 18 tahun.

6. Proporsi perempuan dan laki-laki muda umur 18-24 tahun, yang mengalami kekerasan seksual sebelum umur 18 tahun.

UDHR Pasal 3

Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai individu.

Pasal 4

Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang. Pasal 5

Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina. ICCPR Pasal 7, 8.1, 8.2, 8.3.a, 9.1

ICESCR (International Covenant on Economic,

Social and Cultural Rigts) Pasal 10, 10.3

ICERD Pasal 5, 5.b

CRC Pasal 19.1, 19.2, 20.1, 33, 34, 34.a, 34.b, 34.c, 35, 36,

CEDAW (Internationl Convention on Elimination of

All Forms of Discrimination Againts Women) Pasal 6

CRPD Pasal 16.1, 16.2, 16.3, 27.2

CAT (Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) komentar 1

ICRMW Pasal 10, 11.1, 11.2, 16.1, 16.2 UNDRIP Pasal 7.1, 7.2, 17.2, 22.2

CTOC (United Nation Convention against

Target SDGs 16.3

Menggalakkan kedaulatan hukum di tingkat nasional dan internasional dan menjamin akses yang sama terhadap keadilan bagi semua. SASARAN NASIONAL RPJMN 2015-2019 INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA

3.1 Jumlah orang atau kelompok masyarakat miskin yang memperoleh bantuan hukum litigasi sebanyak 3.021 orang dan non litigasi sebanyak 3.654 orang pada tahun 2019.

1. Proporsi korban kekerasan dalam 12 bulan lalu, yang melaporkan kepada pihak berwajib atau pihak berwenang yang diakui dalam mekanisme resolusi konflik.

2. Proporsi korban kekerasan dalam 12 bulan terakhir, yang melaporkan kepada polisi.

3. Jumlah orang atau kelompok masyarakat miskin, yang memperoleh bantuan hukum litigasi dan non litigasi. 4. Jumlah pelayanan peradilan bagi

masyarakat miskin melalui sidang di luar gedung pengadilan; pembebasan biaya perkara; dan Pos Layanan Hukum. 5. Proporsi tahanan terhadap seluruh

tahanan dan narapidana.

6. Proporsi tahanan yang melebihi masa penahanan terhadap seluruh jumlah tahanan.

UDHR Pasal 6

Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.

Pasal 7

Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi, yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini.

Pasal 8

Setiap orang berhak atas pemulihan yang efektif dari pengadilan nasional, yang kompeten untuk tindakan-tindakan, yang melanggar hak-hak dasar, yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.

Pasal 10

Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas peradilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.

ICCPR Pasal 2.3., 2.3.a, 2.3.b, 2.3.c, 14.1, 14.2, 14.3, 14.3.a, 14.3.b, 14.3.c, 14.3.d, 14.3.e, 14.3.f, 14.3.g, 14.4, 14.5, 14.6, 14.7, 16

ICERD Pasal 5, 5.a, 6 CRC Pasal 12.2 CEDAW Pasal 15.1, 15.2 CRPD Pasal 13.1, 13.2

Goal 16.4 SDGs

Pada tahun 2030 secara signifikan mengurangi aliran dana gelap maupun senjata, menguatkan pemulihan dan pengembalian aset curian dan memerangi segala bentuk kejahatan yang terorganisasi.

SASARAN NASIONAL RPJMN 2015-2019 INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA 1. Total nilai aliran dana gelap masuk dan

keluar negeri (dalam US$). 2. proporsi senjata api dan senjata

ringan yang disita, yang terdaftar dan terlacak, yang sesuai dengan standar internasional dan ketentuan hukum.

CTOC komentar 1

Target 16.5

Secara substansial mengurangi korupsi dan penyuapan dalam segala bentuknya.

SASARAN NASIONALRPJMN 2015-2019 INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA 5.1 Meningkatnya Indeks Perilaku Anti

Korupsi (IPAK) menjadi 4.0 pada tahun 2019 (2015: 3.6)

1. Proporsi penduduk yang memiliki paling tidak satu kontak hubungan dengan petugas, yang membayar suap kepada petugas atau diminta untuk menyuap petugas tersebut dalam 12 bulan terakhir.

2. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK). 3. Proporsi pelaku usaha yang paling

tidak memiliki kontak dengan petugas pemerintah dan yang membayar suap kepada seorang petugas, atau diminta untuk membayar suap oleh petugas-petugas, selama 12 bulan terakhir.

ICESCR Pasal 2.1

UNCAC (United Nation Convention Against

Target 16.6

Mengembangkan lembaga yang efektf, akuntabel, dan transparan di semua tingkat.

SASARAN NASIONALRPJMN 2015-2019 INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA 6.1 Meningkatnya persentase opini

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan pada tahun 2019 untuk Kementerian/Lembaga: 95%., Provinsi: 85%, Kabupaten: 60%, Kota: 65% (2015 untuk Kementerian/ Lembaga: 74%, Provinsi: 52%. Kabupaten: 30%, Kota: 41%). 6.2. Meningkatnya persentase Skor B

atas Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) untuk Kementerian/Lembaga:85%., Provinsi: 75%, Kabupaten/Kota: 50% pada tahun 2019 (2015 untuk Kementerian/ Lembaga: 60,24%, Provinsi: 30,30%. Kabupaten/Kota: 2,38%).

6.3. Meningkatnya penggunaan

E-procurement terhadap belanja

pengadaan menjadi 80% pada tahun 2019 (2013: 30%).

6.4. Meningkatnya persentase instansi pemerintah yang memiliki nilai Indeks Reformasi Birokrasi Baik untuk Kementerian/Lembaga menjadi 75%., Provinsi: 60%, Kabupaten/Kota: 45% pada tahun 2019 (2015 untuk K/L: 47%, Provinsi: N/A, Kabupaten/Kota: N/A). 6.5. Meningkatnya persentase Kepatuhan

pelaksanaan UU Pelayanan Publik untuk Kementerian: 100%, Lembaga: 100%, Provinsi: 100%, Kabupaten/Kota: 80% pada tahun 2019.

1. Proporsi pengeluaran utama pemerintah terhadap anggaran yang disetujui. 2. Persentase peningkatan opini Wajar

Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/ Kota).

3. Persentase peningkatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKIP) Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Provinsi/ Kabupaten/Kota). 4. Persentase penggunaan E-procurement

terhadap belanja pengadaan. 5. Persentase instansi pemerintah

yang memiliki nilai Indeks Reformasi Birokrasi Baik Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Provinsi/ Kabupaten/Kota).

6. Proporsi penduduk yang puas terhadap pengalaman terakhir atas layanan publik. 7. Persentase Kepatuhan pelaksanaan UU

Pelayanan Publik Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Provinsi/ Kabupaten/Kota). ICCPR Pasal 2.2 ICESCR Pasal 2.1 ICERD Pasal 2.2 CRC Pasal 4 CEDAW Pasal 3 Target 16.7

Menjamin pengambilan keputusan yang responsif, inklusif, partisipatif dan representatif di setiap tingkatan.

SASARAN NASIONAL RPJMN 2015-2019 INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA 7.1. Meningkatnya keterwakilan

perempuan di DPR dan DPRD (Hasil Pemilu 2014 untuk DPR: 16,6%). 7.2. Meningkatnya keterwakilan

perempuan sebagai pengambil keputusan di lembaga eksekutif (Eselon I dan II) (2014: Eselon I = 20,66% dan Eselon II = 16,39%). 7.3. Meningkatnya Indeks Lembaga

Demokrasi menjadi 71 pada tahun 2019 (2015: 66,87).

7.4. Meningkatnya Indeks Kebebasan Sipil menjadi 87 pada tahun 2019 (2015: 80,30).

7.5. Meningkatnya Indeks Hak-hak Politik menjadi 68 pada tahun 2019 (2015: 70,63).

1. Proporsi jabatan (menurut kelompok umur, jenis kelamin, disabilitas dan kelompok masyarakat) di lembaga publik (DPR/DPRD, pelayanan publik, peradilan) dibanding distribusi nasional.

2. Persentase keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

3. Persentase keterwakilan perempuan sebagai pengambilan keputusan di lembaga eksekutif (Eselon I dan II). Proporsi penduduk yang percaya pada pengambilan keputusan yang inklusif dan responsif menurut jenis kelamin, umur, difabilitas dan kelompok masyarakat.

4. Indeks Lembaga Demokrasi. Indeks Kebebasan Sipil. Indeks Hak-hak Politik.

UDHR Pasal 21.1

Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negaranya, secara langsung atau melalui

wakil-wakil yang dipilih dengan bebas. ICCPR Pasal 25, 25.a, 25.b, 25.c ICERD Pasal 5, 5.c

CRC Pasal 12.1

CEDAW Pasal 7, 7.a, 7.b, 7.c CRPD Pasal 4.3

ICRMW Pasal 41.1, 41.2, 42.1, 42.2, 42.3 UNDRIP Pasal 5, 18

UNFCCC (United Nations Framework Convention

on Climate Change) Pasal 4.1, 4.1.i, 6, 6.a, 6.a.i, 6.a.ii,

6.a.iii, 6.b, 6.b.i, 6.b.ii

CBD (Convention on Biological Diversity) Pasal 8, 8.j, 14.1, 14.1.a

Target SDGs 16.8

Memperluas dan meningkatkan partisipasi negara berkembang di dalam lembaga tata kelola global.

SASARAN NASIONAL RPJMN 2015-2019 INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA Tidak diatur dalam RPJM, namun

merupakan pengembangan dari Indikator Global yang dikembangkan

Proporsi keanggotaan dan hak pengambilan keputusan dari negara-negara berkembang di organisasi internasional.

UDHR Pasal 28

Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Deklarasi ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.

ICCPR Pasal 1.1 ICESCR Pasal 1.1

Target SDGs 16.9

Pada tahun 2030, memberikan identitas yang sah bagi semua, termasuk pencatatan kelahiran.

SASARAN NASIONAL RPJMN 2015-2019 INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA 1.1. Meningkatnya cakupan pelayanan

dasar kepemilikan akte lahir untuk penduduk 40% berpendapatan terbawah menjadi 77,4% pada tahun 2019.

1.2. Meningkatnya persentase anak yang memiliki akte kelahiran menjadi 85% pada tahun 2019 (2015: 75%)

1. Poporsi anak umur di bawah 5 tahun, yang kelahirannya dicatat oleh lembaga pencatatan sipil, menurut umur. 2.. Persentase kepemilikan akte kelahiran

untuk penduduk 40% berpendapatan terbawah.

3. Persentase anak yang memiliki akte kelahiran.

UDHR Pasal 15.1 ICCPR Pasal 24.2, 24.3 ICERD Pasal 5, 5.d, 5.d.iii CRC Pasal 7.1, 7.2 CEDAW Pasal 9.1, 9.2 CRPD 18.1, 18.1.a, 18.1.b, 18.2 UNDRIP Pasal 6, 33.1

Target SDGs 16.10

Menjamin akses publik terhadap informasi dan melindungi kebebasan mendasar, sesuai dengan peraturan nasional dan kesepakatan internasional.

SASARAN NASIONAL RPJMN 2015-2019 INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA 10.1. Jumlah kasus terverifikasi atas

pembunuhan, penculikan dan penghilangan paksa, penahanan sewenang-wenang dan penyiksaan terhadap jurnalis, awak media, serekat pekerja dan pembela HAM dalam 12 bulan terakhir

10.1 (a) Jumlah penangaan pengadian pelanggaran HAM

10.1 (b) Jumlah penanganan pengaduan pelanggaran HAM perempuan terutama kekerasan terhadap perempuan

10.2 Jumlah negara yang mengadopsi dan melaksanakan konstitusi, statutory dan/atau jaminan kebijakan untuk akses publik pada informasi 10.2 (a) Tersedianya Badan Publik yang

menjalankan kewajiban diatur dalam UU No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan informasi publik 10.2.(b) Presentase penyelesaian sengketa

informasi pubik melalui mediasi dan/ atau judikasi non litigasi

10.2. (c ) Jumlah kepemilikan sertifikat Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumenasi (PPID) untuk mengukur kualitas PPID dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan

UDHR Pasal 3

Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu.

Pasal 5

Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina. Pasal 12

Tidak seorang pun boleh diganggu urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat menyuratnya dengan sewenang-wenang; juga tidak diperkenankan melakukan pelanggaran atas kehormatan dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti ini.

Pasal 19

Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas.

ICCPR Pasal 6.1, 7, 9.1, 19.1, 19.2 ICERD Pasal 5, 5.b, 5.d, 5.d.ix, 5.d.viii CRC Pasal 13.1, 14.1, 15.1, 16.1, 16.2, 17, 17.d, 17.3 CRPD Pasal 10, 14.1, 14.1.a, 14.1.b, 15.1 CAT Komentar 1 ICRMW Pasal 9, 10, 13.1, 13.2, 16.4 ICPPED Pasal 1.1, 1.2, 2, 5 UNDRIP Pasal 7.1, 16.1, 16.2 DEVAW Komentar 1

Target SDGs 16.a

Memperkuat lembaga-lembaga nasional yang relevan, termasuk melalui kerjasama internasional, untuk membangun kapasitas di semua tingkatan, khususnya di negara berkembang, untuk mencegah kekerasan serta memerangi radikalisme dan terorisme

SASARAN NASIONAL RPJM INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA Tersedianya lembaga hak asasi manusia

(HAM) nasional yang independen, yang sejalan dengan Paris Principles.

ICCPR art 2.2 ICESR Pasal 11.1

Target SDGs 16.b

Menggalakkan dan menegakkan undang-undang dan kebijakan yang tidak diskriminatif untuk pembangunan berkelanjutan. SASARAN NASIONAL RPJM INDIKATOR PELAKSANAAN INSTRUMEN HAK ASASI MANUSIA

1. Proporsi penduduk yang melaporkan mengalami diskriminasi dan pelecehan dalam 12 bulan lalu berdasarkan pada pelarangan diskriminasi menurut hukum HAM Internasional.

2. Jumlah kebijakan yang diskriminatif dalam 12 bulan lalu berdasarkan pelarangan diskriminasi menurut hukum HAM Internasional.

UDHR Pasal 2

Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini, dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.

Pasal 21.1

Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negaranya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.

Pasal 21.2

Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negaranya.

Pasal 22

Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional,

dan sesuai dengan pengaturan serta sumber daya setiap negara.

Pasal 25.1

Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya, yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.

ICCPR art 2.1, 2.2, 25, 25.a, 25.b, 25.c ICESR Pasal 2.1, 2.2, 9, 11.1, 11.2

ICERD Pasal 1.1, 1.4, 2.2, 5, 5.a, 5.c, 5.e, 5.e.i, 6 CRC Pasal 2.1, 2.2, 4, 19.1, 19.2, 26.1, 26.2

CEDAW Pasal 1, 2, 2.a, 2.b, 2.c, 2.d, 2.e, 2.f, 2.g, 3, 7, 7.a, 7.b, 7.c, 11.2, 11.2.c, 13, 14.2, 14.2.a, 15.1, 15.2, 15.3, 15.4 CRPD Pasal 4.1, 4.1.a, 4.1.b, 4.1.c, 4.2, 13.1, 13.2, 28.2, 28.2.b, 28.2.c

ICRMW Pasal 7, 27.1, 43.1, 43.1.c, 84 UNDRIP Pasal 3, 5, 15.2, 20.1, 20.2, 21.1, 21.2

Tabel 4. Tabel Pengakuan Terhadap Masyarakat Adat (Putusan MK Nomor: 35/

PUU-X/2012 tentang Pengujian UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 1

angka 6, Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 67)

Pengakuaan Terhadap Masyarakat Adat

Putusan MK Nomor :35/PUU-X/2012 tentang Pengujian UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 1 angka 6, Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pasal 67

Pertimbangan Hukum Hal Amar Putusan

[3.12.3]

Dengan perlakuan hutan adat sebagai bagian dari hutan Negara, masyarakat hukum adat secara potensial, atau bahkan dalam kasus-kasus tertentu secara faktual, kehilangan haknya atas hutan sebagai sumber daya alam untuk kehidupannya, termasuk hak tradisionalnya, sehingga masyarakat hukum adat mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dari hutan sebagai sumbernya.

169 1. Mengabulkan Permohonan Untuk Sebagian: 1.1. Kata “Negara” ada Pasal 1 angka 6 Undang

Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945

1.2. Kata “Negara” pada Pasal 1 angka 6 Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, sehingga pengertian hutan adat adalah hutan yang berada

dalam wilayah masyarakat hukum adat.

1.3. Pasal 4 ayat (3) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “penguasaan

hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang undang”.

1.4. Pasal 4 ayat (3) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “penguasaan

hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang undang”.

1.5. Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”.

1.6. Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”.

1.7. Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945.

1.8. Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

1.9. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945.

1.10. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

1.11. Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945 1.12. Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang

Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga maksud Pasal 5 ayat (3) menjadi “Pemerintah

menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya”.

2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

3. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya

[3.12.4]

1. Keadaan sebagaimana diuraikan di atas sebagai akibat berlakunya norma yang tidak menjamin kepastian hukum dan menimbulkan ketidakadilan terhadap masyarakat hukum adat dalam kaitannya dengan hutan sebagai sumber kehidupan masyarakat adat.

2. Subjek hukum dalam Undang-Undang Kehutanan memperoleh kejelasan mengenai hak-haknya atas hutan. Sedangkan masyarakat hukum adat berada dalam posisi yang lemah karena tidak diakuinya hak-hak mereka secara jelas dan tegas ketika berhadapan dengan negara dengan hak menguasai yang sangat kuat.

170

[3.13.1]

1. Keberadaan hutan adat dalam kesatuannya dengan wilayah hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat adalah konsekuensi pengakuan terhadap hukum adat sebagai Living Law 2. Pengakuan tercantum pada Putusan Mahkamah Nomor 3/

PUU-VIII/2010 bertanggal 16 Juni 2011, Paragraf 3.14.4, Pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, menyebutkan sebesar-besar kemakmuran rakyatlah yang menjadi ukuran utama bagi negara dalam menentukan pengurusan, pengaturan atau pengelolaan atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Penguasaan Negera juga harus memerhatikan hak-hak individu dan kolektif yang dimiliki masyarakat hukum adat (hak ulayat), hak masyarakat adat, dan hak konstitusional lainnya

3. Berdasarkan Prinsip 22 Rio Declaration on Environment and

Development menyatakan Masyarakat hukum adat mempunyai

peranan penting dalam pengelolaan dan pembangunan lingkungan hidup karena pengetahuan dan praktik tradisional. Oleh karenanya negara harus mengenal dan mendukung entitas, kebudayaan, dan kepentingan mereka serta memberikan kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pencapaian pembangunan yang berkelanjutan.

4. Hubungan antara hak menguasai negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat.

Terhadap hutan negara, negara mempunyai wewenang penuh untuk mengatur dan memutuskan persediaan, peruntukan, pemanfaatan, pengurusan serta hubungan-hubungan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara

Terhadap hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauh mana isi wewenang yang tercakup dalam hutan adat. Hutan adat berada dalam cakupan hak ulayat karena berada dalam satu kesatuan wilayah masyarakat hukum adat, yang peragaannya didasarkan atas leluri (traditio) yang hidup dalam suasana rakyat Para warga suatu masyarakat hukum adat mempunyai hak membuka hutan ulayatnya untuk dikuasai dan diusahakan tanahnya bagi pemenuhan kebutuhan pribadi dan keluarganya. Tidak dimungkinkan hak yang dipunyai oleh warga masyarakat hukum adat ditiadakan atau dibekukan sepanjang memenuhi syarat dalam cakupan pengertian kesatuan masyarakat hukum adat

Pengakuan Terhadap Kepercayaan di KTP

Putusan MK Nomor: 97/PUU-XIV/2016 tentang Pengujian UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Pasal 61 dan Pasal 64

Pertimbangan Hukum Hal Amar Putusan

[3.13.1]

1. Hak dasar untuk menganut agama, yang di dalamnya mencakup hak untuk menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, adalah bagian dari hak asasi manusia dalam kelompok hak-hak sipil dan politik. Artinya, hak untuk menganut agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan salah satu hak dalam kelompok hak-hak sipil dan politik yang diturunkan dari atau bersumber pada konsepsi hak-hak alamiah (natural rights).

2. Apabila norma-norma hukum dasar (konstitusi) dihubungkan secara sistematis, yang dapat dipahami, adalah Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 berisi pengakuan terhadap hak setiap manusia untuk memeluk agama dan hak untuk meyakini kepercayaan. Pengakuan tersebut membawa implikasi bahwa memeluk agama dan meyakini kepercayaan merupakan hak yang melekat pada setiap orang. Sebagai konsekuensinya, Pasal 29 UUD 1945 muncul dengan rumusan, bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.

3. Pengakuan atas hak beragama dan menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana disebutkan dalam konstitusi bersesuaian dengan semangat rumusan kebebasan beragama seperti yang tercantum dalam DUHAM dan ICCPR.

138-140 1. Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. 2. Menyatakan kata “Agama” dalam Pasal 61 ayat (1)

dan Pasal 64 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan

Dokumen terkait