• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menemukan Nilai-Nilai dalam Cerita Pendek

Dalam dokumen sma10bhsind KompetensiBerbahasa Syamsuddin (Halaman 107-115)

Berita di Surat Kabar

B. Menemukan Nilai-Nilai dalam Cerita Pendek

Tentu kalian pernah membaca cerpen. Siapa pengarang cerpen, yang karya-karyanya kalian sukai? Kalian barangkali mengenal nama- nama, seperti Ahmad Tohari, Nh. Dini, Seno Gumira Ajidarma, dan Jenar Mahesa Ayu. Mereka adalah pengarang-pengarang cerpen yang namanya sudah terkenal. Apakah kalian ingin terkenal seperti mereka? Kalian dapat menjadi cerpenis terkenal jika rajin dan tekun berlatih. Dengan terus berlatih menulis cerpen, kalian akan makin

terampil sehingga harapan kalian untuk bisa terkenal seperti mereka akan dapat terwujud.

Di bawah ini, disajikan sebuah cerpen karya temanmu, Rina Lizza R. Silakan kalian baca cerpen itu di dalam hati! Sambil membaca, buatlah catatan di buku tulis kalian, tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Sekarang, silakan kalian mulai membaca cerpen ini!

Pak Tua

Rina Lizza

Tubuhku menciut diselimuti udara yang dingin pagi itu. Kugosok-gosokkan jemariku dan kurapatkan dekapan mantel bututku. Tadi malam hujan cukup deras. Pantas, udara pagi ini jadi begitu dingin. Kulihat beberapa orang berjalan tergesa-gesa, berusaha mengusir hawa dingin di tubuhnya. Seorang ibu melilitkan syal hangat berwarna merah jambu di leher anaknya. Terlintas perasaan iri di benakku: Aku tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.

”Hei, jangan melamun! Pikirkan akan ke mana kita hari ini.” Sebuah suara mengusik lamunanku. Dengan enggan kuangkat badanku dan berjalan terseok-seok mengikuti langkah pria yang tadi membentakku. Kata orang, dia bekas konglomerat, tak ada yang tahu nama aslinya. Hanya saja, orang-orang memanggilnya dengan sebutan Pak Tua.

”Pak, memangnya kita mau ke mana sekarang?” suaraku terdengar parau, seperti habis dicekik, aku nyaris tak mengenali suaraku sendiri. Kutunggu jawaban Pak Tua, tapi yang kudengar hanya helaan napasnya, ”Aku tak tahu,” ujarnya enggan. Kutatap punggungnya dari belakang, dekat, tetapi terasa amat jauh. Aku selalu merasa ia adalah orang tua yang kesepian. Di balik asap rokoknya kutemukan tatapan kosong dan raut penuh kesedihan. Walau begitu, aku tak pernah berani bertanya masa lalunya sebab aku pun punya masa lalu yang tak bisa kujelaskan.

Akhir-akhir ini, kami selalu bangun lebih awal, kata Pak Tua, sekarang ini jika tidak rajin kita akan tersikut pendatang baru. Selain

Gambar 6.1Mengikuti langkah Pak Tua

itu, kami sengaja berlatih beberapa bait puisi dan lagu baru yang sedang in. Untuk anak tujuh tahun sepertiku, bukan hal sulit untuk menghafal beberapa lagu sekaligus. Lagi pula selagi aku masih balita, ibu selalu mengajariku menghafal ayat-ayat kitab suci sehingga aku telah terbiasa menghafal.

”Hei, sudah berapa kali aku bilang? Jangan melamun! Lihat, antrean sudah panjang,” suaranya lebih mirip ancaman di telingaku. Karena tiga kali teguran berarti

jatah makan hari ini berkurang. Deretan mobil-mobil seperti tak ada ujungnya, kami menghampiri satu per satu. Jika beruntung, kami mendapat lebih dari sepuluh ribu rupiah seharinya.

Begitulah rutinitas kami setiap hari, bangun, bekerja lalu saat malam menjemput, kami kembali ke tempat Pak Tua. Sungguh hari- hari yang berat. Peluh di tubuhku adalah lapisan kulitku yang kedua. ”Kau tahu? Aku tak suka melihatmu melamun begitu. Wajahmu saat melamun, selalu mengingatkan aku akan anakku, aku sangat merindukannya,” ujarnya sendu, matanya terus menerawang entah ke mana, sedangkan tangannya tak pernah lepas dari rokok kreteknya. ”Sudahlah, cepat makan, kalau sudah dingin, lauknya tak enak.”

”Bapak juga jangan melamun karena wajah Bapak saat melamun mirip wajah ayahku.”

Ah, apa yang aku katakan? Sekilas kulihat Pak Tua terkejut mendengar ucapanku barusan. Padahal aku hanya bermaksud menghiburnya, tapi sepertinya ia tak suka mendengarnya.

”Nama anakku sama dengan namamu, Henry. Ia juga seusia dengan- mu. Bedanya, sekarang ini mungkin ia sedang makan enak di rumah orang kaya. Ia anak yang baik dan pintar, tapi sayang ibunya gila.” ”Maksud Bapak, ibunya kurang waras? Dia istri Bapak, lantas kenapa sekarang Bapak di sini, tidak bersama anak dan istri Bapak?” ”Kau masih kecil, tak akan mengerti. Di dunia ini seringkali uang menjadikan seseorang gelap mata, lupa segalanya. Perempuan itu gila, bukan otaknya yang terganggu, tapi nuraninya. Ia gila harta. Bapak di sini karena Bapak bukan hamba uang, mungkin pekerjaan Bapak sebagai seorang seniman telah membuat Bapak kehilangan anak dan istri Bapak. Sudahlah hari sudah larut, besok kita harus bekerja lagi.”

Ia mengakhiri ceritanya dengan desahan panjang seperti biasa, namun kali ini desahannya terasa lebih pilu. Kata-katanya tadi sedikit pun tidak aku pahami. Aku sendiri merupakan anak terbuang. Ibu tak menginginkan aku dan membuangku saat masih balita ke panti asuhan. Aku tak suka tempat itu karena itulah aku ada di sini sekarang. Aku terus berpikir tentang kata-kata Pak Tua yang tak aku pahami, hingga tak terasa aku tertidur dan saat kubuka mataku, matahari sudah tinggi di ujung cakrawala.

Aneh, hari ini tak ada suara Pak Tua yang membangunkanku, mungkin ia kelelahan semalam. Kubuka mataku perlahan, berusaha menyambut pagi dengan semangat yang baru. Tapi, apa yang kutemukan justru membuat semangatku rontok. Orang banyak berkerumun di sampingku, suara mereka berisik sekali, ada apa ini? ”Adik kenal dengan Bapak ini?” Petugas polisi berseragam lengkap menanyaiku dengan wajah serius.

”Ya, memangnya ada apa dengannya? Mengapa orang-orang mengerumuninya?”

”Ia ditemukan meninggal semalam. Mungkin adik tahu penyebabnya?”

Apa? Tak mungkin. Ia masih bercakap-cakap denganku tadi malam. Polisi tadi pasti sedang bergurau. Aku menerobos kerumunan orang yang mengelilingi Pak Tua. Apa yang aku lihat membuatku tak ingin mempercayai mata kepalaku sendiri. Ia tergeletak, ia telah tiada. Aku menangis sejadi-jadinya. Ia adalah orang yang selama ini telah menggantikan posisi ayah di hatiku.

Di sampingnya, berlutut seorang wanita muda yang cantik. Sepertinya ia sudah menangis sedari tadi. Ingatanku mengatakan bahwa aku mengenalinya.

”Ibu?” kataku perlahan.

”Nak, itukah kau? Ke mana saja kau selama ini? Mengapa kau lari dari panti asuhan? Ibu mencarimu, Nak!”

”Bohong! Untuk apa ibu ada di sini? Untuk mengajakku kembali ke panti asuhan lagi?”

”Ini ayahmu, Nak. Yang terbaring di sini adalah ayah kandungmu. Ibu bersalah, ibu khilaf. Tapi, semua sepertinya sudah terlambat.”

Aku tak mengerti ucapan ibu, tapi hanya satu yang aku pahami, Pak Tua ternyata adalah ayahku. Mengapa ia harus bersusah payah mencari dan merindukan anaknya? Padahal Henry yang selama ini ia cari selalu berada di sampingnya. Ayah, ini anakmu, bangunlah, Ayah! Jangan mati, ini anakmu! Oh, Tuhan berikan kami kesempatan sekali lagi. Ayah, aku selama ini pun telah menganggap engkau sebagai ayahku.

Sumber: Pikiran Rakyat, 17 Juli 2005

Bagaimana pendapatmu tentang cerita ”Pak Tua” tersebut? Apakah kalian dapat menceritakan kembali cerpen tersebut?

Hal yang perlu kalian lakukan agar kalian dapat menceritakan kembali isi cerpen tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tulislah pokok-pokok peristiwa pada cerpen tersebut! 2. Tuliskan siapa yang mengalami peristiwa-peristiwa tersebut! 3. Ceritakan peristiwa-peristiwa tersebut secara urut!

4. Jika diperlukan, kalian dapat menambahkan petikan dialog tokoh-tokohnya.

1. Ceritakan kembali isi cerpen ”Pak Tua” dengan menggunakan kalimatmu sendiri!

2. Dapatkah kalian menyebutkan tokoh-tokoh pada cerpen itu? a. Siapakah yang berkedudukan sebagai tokoh protagonis? b. Siapakah yang berkedudukan sebagai tokoh antagonis? c. Adakah tokoh yang berkedudukan sebagai tokoh tritagonis?

Jika ada, sebutkan! ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

No Peristiwa Tempat Waktu 1. 2. 3. 4. 5.

3. Di manakah peristiwa-peristiwa pada cerpen itu terjadi? Kapan peristiwa-peristiwa itu terjadi?

Tuliskan jawabanmu dengan format seperti ini di buku tulismu!

4. Temukan keterkaitan unsur intrinsik dalam cerpen tersebut terhadap kehidupan sehari-hari. Tunjukkan dengan teks yang mendukung dan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.

Berikan pendapatmu tentang masalah ini!

1. Diskusikan nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut! 2. Di dalam cerpen tersebut dikisahkan tentang seorang anak yang ”dititipkan” oleh ibunya di panti asuhan. Bagaimana pendapatmu tentang peristiwa tersebut? Mungkinkah hal seperti itu terjadi saat ini?

3. Jika kalian mengalami kejadian yang dialami tokoh ”Aku”, apa yang akan kamu lakukan?

1. Bersama teman sebangkumu, silakan kamu tirukan adegan dalam cerpen itu!

a. Anak laki-laki berjalan mengikuti laki-laki tua dengan langkah pelan.

b. Seorang anak mengamen di jalan-jalan.

c. Seorang wanita menangis melihat jenazah suaminya. 2. Ucapkan petikan dialog di bawah ini dengan suara yang jelas!

a. ”Hei, jangan melamun!”

b. ”Pak, memangnya kita mau ke mana sekarang?”

c. ”Hei, sudah berapa kali aku bilang? Jangan melamun! Lihat, antrean sudah panjang!”

d. ”Kau tahu? Aku tak suka melihatmu melamun begitu. Wajahmu saat melamun selalu mengingatkan aku akan anakku, aku sangat merindukannya.”

e. ”Bapak juga jangan melamun karena wajah Bapak saat melamun mirip wajah ayahku.”

f. ”Maksud Bapak, ibunya kurang waras?” ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Pelatihan 4

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

C. Membaca Ekstensif Teks Nonsastra

Apabila ingin memperoleh suatu kesan umum dari suatu buku nonfiksi (sejarah, biografi, ilmu pengetahuan, seni, dan lain-lain) dengan cepat, kita dapat melakukannya dengan jalan meneliti halaman judul, kata pengantar, daftar isi, dan indeks. Kita akan memperoleh suatu pandangan yang lebih baik jika kita mengikuti langkah ini dengan membuka-buka halaman buku tersebut dengan cepat, melihat pada bab dan subbab, gambar, peta, skema, dan diagram.

Dengan cara tersebut, menurut pendapat Henry Guntur Tarigan, kita dapat mempelajari sifat hakikat dan jangkauan buku tersebut, susunan atau organisasinya, dan sikap umum sang penulis, serta pendekatannya terhadap bahan atau subjek pembicaraan.

Marilah kita membaca teks berikut secara runtut!

Teks 1

Swakelola, Menjadikan Sampah Berdaya Guna

Pengolahan sampah dengan sistem swakelola sudah dirintis sejak bebera tahun lalu. Sistem pengolahan sampah seperti ini jelas mengurangi tugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kodia Denpasar. Hingga saat ini, diperkirakan lebih dari 172 kelompok yang telah melakukan penanganan sampah secara swakelola. Menariknya, beberapa pengolahan sampah di Denpasar melakukan daur ulang sampah organik menjadi pupuk. Seperti yang dilakukan di Sanur kaja, Sanur Kauh, dan Tegal Kerta, Denpasar Barat. Pengolahan sampah yang dilakukan masyarakat di tiga tempat ini menjadikan sampah sebagai barang yang berharga.

I Made Sunarta, pimpinan depo pengolahan sampah terpadu Cemara di Sanur Kaja yang ditemui Senin (4/6) kemarin, mengatakan pengolahan sampah yang dilakukan di deponya menggunakan sistem fermentasi untuk mengubah sampah menjadi pupuk organik. Langkah awal yang mesti dilakukan adalah memisahkan sampah plastik dengan non plastik (organik). Sampah organik ini akan diproses menjadi pupuk melalui proses fermentasi berhari-hari.

Sunarta mengatakan sampai saat ini pihaknya sudah mampu mengolah sampah yang berada di wilayah Desa Sanur Kaja dan beberapa wilayah terdekat di sekitarnya. Depo yang dikelolanya sejak empat tahun lalu ini sudah mampu mengolah sampah sebanyak 15 ton per hari, sedangkan untuk wilayah Sanur Kaja, produksi sampahnya baru mencapai 10 ton per hari. Sampah yang diproses di depo tersebut dari sampah hotel, restoran, dan rumah tangga.

Sedikitnya terdapat 12 orang pekerja yang setiap hari melakukan proses pengolahan sampah ini. Keduabelas tenaga tersebut sudah termasuk tenaga penjemput sampah di masing-masing tempat. ”Sistem pengolahan sampah seperti ini sejatinya bisa mengurangi

pembuangan sampah ke TPA. Selain itu, sampah yang diproses akan mendatangkan uang melalui pupuk organik hasil pengolahan sampah dimaksud,” ujar Sunarta.

Hal yang sama juga dilakukan warga Sanur Kauh. Sampah diolah menjadi pupuk organik. Langkah ini dikembangkan dengan menggunakan kompos dan bahan lain yang ramah lingkungan, sehingga menghasilkan produk berguna bagi pertanian. Sampah diolah di depo Pala Sari Desa Pakraman Intaran, Sanur Kauh. ”Masyarakat Sanuh Kauh menghasilkan sampah berkisar 6 sampai 7 ton per hari. Hany saja baru 3 ton yang bisa ditangani melalui depo yang diresmikan Februari 2007 lalu,” ujar I Made Dana.

Sementara itu, Walikota Denpasar A.A. Puspayoga mengakui sampah di Denpasar sehari-hari semakin banyak, namun belum mampu dikelola secara maksimal karena keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki. Apa yang dilakukan masyarakat Desa Sanur sudah mampu membantu pemerintah dalam mengatasi permasalahan sampah.

Swakelola penanganan juga berlangsung di Bandung. Desa Adat Seminjak, misalnya, memiliki usaha jasa kebersihan mengangkut sampah. Bendesa Adat Seminjak Wayan Mara belum lama ini

Sumber: Dokumen Penerbit

Gambar 6.2Tempat Pembuangan sampah

mengatakan, usaha ter-sebut dirintis dalam upaya membuka lowongan pekerjaan bagi krama. Usaha ini mampu mem-beri kontribusi bagi desa adat. Bermodalkan sejumlah tenaga kebersihan dan beberapa kendaraan pengangkut sampah, usaha ini sudah berjalan sejak beberapa tahun lalu. Para pemakai jasa ini adalah krama itu sendiri dan kalangan pariwisata yang belum terjangkau Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Bandung. ”Kami memiliki tiga truk pengangkut sampah dan sejumlah tenaga kebersihan yang semuanya krama Seminjak,” katanya. Sampah-sampah rumah tangga, hotel, restoran, bar, vila, dan bungalo dikumpulkan, kemudian diangkut menggunakan truk ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Ke depan, diupayakan akan ada pengelolaan sampah di LC

Sunset Road bekerja sama dengan DKP. Dari usaha pengelolaan sampah itu diharapkan mampu menghasilkan pupuk organik.

Sumber: Bali Pos, Selasa, 5 Juni 2007

Teks 2

Pemanfaatan Sampah Menjadi Tenaga Listrik

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Gedebage akan mulai dikerjakan akhir Desemper 2007. Penanganan sampah melalui pemanfaatan teknologi tinggi (WTE) atau mengolah

sampah menjadi energi listrik, merupakan solusi tepat penanganan sampah hingga tuntas. Hal tersebut diungkapkan Wali Kota Bandung, H. Dada Risada, S.H. M.Si. ketika menerima laporan Dirut PD Kebersihan mengenai kesiapan pembangunan PLTSa, Jumat (9/11) di ruang rapat Pendopo Jalan Dalem Kaum. Menurut Dada, peletakan batu pertama pembangunan PLTSa direncanakan pada 31 Desember 2007.

Diungkapkan, semua unsur satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait dan pengembang, PT BRIL telah menyatakan kesiapannya. Terkait dengan kesiapan tersebut, Dada telah menerima laporan secara rinci mengenai langkah-langkah PT BRIL dalam pembangunan PLTSa. Di antaranya pada 15 November 2007 PT BRIL akan menyelesaikan penguasaan lahan, penandatanganan MoU dengan PDAM untuk suplai air dari pengolahan air kotor Bojong- soang ke PLTSa Gedebage, serta menyelesaikan izin menggunakan dan peruntukan tanah (IPPT) dari Dinas Tata Kota (DTK).

Selanjutnya, diungkapkan Dada, PT BRIL akan menyelesaikan amdal lalu lintas dan bajir melalui koordinasi dengan Dinas Perhubungan dan Pengairan Kota Bandung (30 Desember 2007). Dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian kerja sama PD Kebersihan Kota Bandung dengan PT BRIL (15 Desember 2007), serta penyelesaian izin pematangan tanah dan IMB (21 Desember 2007).

”Sementara untuk rencana peletakan batu pertama pembangunan PLTSa dijadwalkan pada 31 Desember 2007,” kata Dada.

Pada kesempatan itu, Dada mengatakan, penanganan sampah Kota Bandung melalui pemanfaatan teknologi tinggi WTE, me- rupakan solusi tepat penanganan sampah tuntas dan permanen atau tidak akan menyisakan persoalan. Sebab teknologi ini sudah dilakukan beberapa negara maju, seperti Amerika, Belanda, Jerman, dan Cina.

Selesaikan Masalah

Teknologi ini mampu menyelesaikan masalah sampah kota-kota besarnya, bahkan abu sisa pembakarannya secara ilmiah bisa batu bara untuk keperluan bangunan rumah.

”Tentu saja Kota Bandung sebagai kota teknologi dengan banyak perguruan tinggi, termasuk ITB, ingin tampil sebagai pelopor penggunaan WTE di Indonesia. Karena cara-cara lama dengan sistem

sanitarian landfil, apalagai open dumping, sangat berisiko tinggi. Prabrik WTE ini yang pasti bukan tempat pembuangan sampah, tetapi tempat pengobatan sampah nonpolutan yang berwawasan lingkungan” papar Dada.

Sementara itu, Kepala Bappeda Kota Bandung, Drs. H. Tjetje Subrata, S.H., M.M. mengatakan, kebijakan pembangunan PLTSa Gedebage tidak lurus dicurigai. Sejak awal pemkot berupaya kasar

agar PLTSa benar-benar aman bagi warga. Bahkan, mencarikan teknologi tinggi untuk mengatasi kemungkinan adanya dampak yang ditimbulkan.

”Itulah sebabnya kita meminta ITB untuk melakukan kajian, termasuk pelaksanaan amdalnya. Proses ini meyakinkan kita untuk pengambilan keputusan untuk tetap menggunakan WTE,” ujar Tjetje.

Sumber: Galamedia, 10 November 2007

Pokok-pokok apa yang disampaikan pada kedua teks tersebut? Kedua teks tersebut menguraikan cara mengolah sampah. Untuk mengetahui perbedaan isi kedua teks tersebut, kalian perlu mem- bandingkannya.

1. Catatlah pokok-pokok isi setiap sumber teks tersebut di buku tulismu dalam tabel seperti di bawah ini!

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Pelatihan 6

No. Teks 1 Teks 2

1. 2. 3. 4. 5.

2. Catatlah rujukan sumber tertulis tersebut! a. Di surat kabar apa teks tersebut dimuat?

b. Kapan teks tersebut diterbitkan atau dimuat di surat kabar tersebut?

Dalam dokumen sma10bhsind KompetensiBerbahasa Syamsuddin (Halaman 107-115)