• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 PESTA MUDA MUDI, BAGAI PISAU BERMATA DUA

4.3. Mengapa remaja perlu diperhatikan

Masa remaja adalah sebuah masa transisi dari usia anak-anak menuju pada usia kematangan atau dewasa. Hurlock, 1992 dalam Haryanto 2010 menyebutkan bahwa remaja atau dengan bahasa latin

adolensence memiliki arti tubuh atau tumbuh menjadi dewasa.

Pengertian tersebut memiliki arti yang cukup luas mencakup kematangan mental, fisik dan emosional sosial. Sedangkan WHO mengartikan remaja sebagai mereka yang berusia 10-19 tahun. sementara PBB mengartikan anak muda adalah mereka yang berusia

15-24 tahun. ini kemudian disatukan terminologi kamu muda (young

people) yaitu berusia 10-24 tahun.

Berdasarkan UNFPA, 2007 dalam laporan publikasi

path.org menyebutkan bahwa sekitar 1 milyar manusia, hampir 1

diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja. dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Dari publikasi tersebut juga disebutkan bahwa banyak diantara mereka yang sudah aktif secara seksual dan diantara mereka juga banyak yang sudah menikah.Dari laoran tersebut terungkp bahwa setiap tahun sekitar 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan. 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta remaja terinfeksi penyakit menular seksual yang bisa diobati.

Melihat dari sisi konsep Continuum of care, sebenarnya remaja mendapat porsi yang sama yang perlu mendapatkan perhatian. Hal ini juga memiliki pengaruh terhadap kesehatan ibu dan anak. Artinya bahwa untuk mendapatkan kondisi kesehatan ibu dan anak yang baik, perlu mepersiapkan remaja yang berkualitas. diawal juga disampaikan mengenai bagaimana remaja masih kurang dalam memperhatikan status kesehatannya.

Gambar. 4.3. Continuum of care Sumber. www.

Dari hasil diskusi dengan remaja tersebut, nampak bahwa banyak permasalahan remaja yang harus diperhatikan. Kehamilan Pra nikah sudah banyak dijumpai, terbukti dengan beberapa perkawinan yang terjadi di Desa Nunuk, sang mempelai wanita sudah dalam keadaan hamil. Selain itu, Data yang tercatat di kantor urusan agama menyebutkan bahwa kasus pernikahan dini di Kecamatan Pinolosian cukup tinggi. Pengakuan Informan C menyebutkan bahwa teman satu kelasnya sudah ada 4 orang anak yang sudah dalam keadaan hamil. Bahkan penuturan salah satu informan menyampaikan bahwa remaja usia sekolah di SMA sudah banyak yang pernah melakukan hubungan seks. Hal ini menguatkan bahwa pergaulan yang bebas diantara remaja sudah sedemikian seriusnya.

Aturan remaja di Desa nunuk secara normatif memang seperti pada umumnya. Para orang tua melarang anaknya untuk pacaran. Remaja putri diharuskan untuk berada dirumah tepat pukul 9 malam. Lebih jauh lagi bahwa para remaja di larang untuk melakukan hubungan suami istri karena sangat bertentangan dengan ajaran agama. Desa Nunuk yang mayoritas pemeluk agama Islam masih memegang teguh aturan dan norma agama dalam kehidupan sehari-hari. namun bagaimana dengan kondisi sebenarnya di Desa nunuk ? kasus hamil diluar nikah masih ternyata masih kerap ditemui dengan usia yang masih belia. Ada sesuatu hal yang menjadi perhatian peneliti ketika ada pernikahan dalam keadaan hamil. Resepsi pernikahan dilakukan seperti pada umumnya. Pernikahan pada pasangan hamil diluar nikah tidak ada beda dengan pernikahan yang memang belum hamil. Perasaan malu karena sudah hamil tidak nampak. Pada saat penelitian ini dilangsungkan, peneliti menemukan pernikahan yang dilangsungkan seperti pada umumnya namun sang mempelai wanita telah hamil 2 bulan.

Kejadian ini sebenarnya menunjukkan bahwa pergaulan antar remaja sudah mengarah pada pergeseran norma kesusilaan. Artinya

interaksi antar remaja putra dan putri kian bebas. selain itu, hal ini juga menunjukkan betapa lemahnya pengawasan orang tua terhadap pergaulan sang anak. Aturan dan denda seolah bisa mencegah perilaku remaja tetapi kenyataannya masih belum menjadi suatu aturan yang di patuhi. Berdasarkan observasi peneliti terlihat bagaimana remaja putri masih berada diluar rumah padahal sudah lewat dari jam 9 malam. Pacaran yang seharusnya di larang, masih mendapatkan toleransi bersyarat. Harus tau diri, harus sewajarnya, harus tahu batasan. Namun belum tentu kewajaran dan batasan antara orang tua dan anak sama. Informasi yang dilihat melalui televisi, internet dan media lain akan menggeser nilai-nilai dan norma yang ada pada diri remaja. Batasan orang tua tidak boleh berciuman, berpegangan tangan, dan berpelukan apakah sama dengan batasan anak remaja saat ini. hal ini menjadi pertanyaan besar. bisa jadi hal tersebut menjadi hal yang biasa dikalangan remaja. Salah seorang ibu yang memiliki anak perempuan ditanya mengenai batas kewajaran menurut versi remaja, berikut komentarnya

“...Kalau menurut orang tua itu ndak wajar. Yang wajar ya ngobrol saja. Ndak boleh sering-sering ketemu. Seminggu sekali kalau ketemu. Kalau boncengan ndak apa-apa jangan ke tempat yang sepi. Kalau malam saya ndak kasih. Kecuali sama saudara laki-laki...”

Hasil diskusi dengan kelompok remaja didapati dari 5 remaja putri, 3 orang diantaranya memiliki pacar. rata-rata usia remaja putri tersebut masih usia sekolah. Usia yang seharusnya digunakan untuk hal-hal positif. Salah seorang pendatang dari lamongan memiliki pendapat tentang bagaimana pergaulan remaja di desa nunuk.

“ ...kalau disini anak saya tidak boleh keluar, untung anaknya ndak suka keluar rumah mas jadi ya saya ndak kuatir. Pulang sekolah ya langsung tidur. Kalau sore ya begini membantu orang

tua di warung. Kemarin itu ada temannya datang ngajak pesta muda mudi tapi anak saya ndak mau. Kalau disini ya banyak yang hamil duluan. Saya liat jam 10 jam 11 anak-anak remaja putri masih keleleran di jalan. Di dekat sungai itu beberapa hari yang lalu ada anak-anak mabuk...”

Pernyataan tersebut menunjukkan kekhawatiran dari seorang ayah terhadap kerasnya pergaulan remaja yang semakin jauh dari nilai-nilai kesopanan dan agama. Tidak berlebihan bila seorang ayah sangat mengkhawatirkan pergaulan anaknya. Bagaimana bebasnya interaksi antar remaja tercermin dari banyaknya kasus kehamilan diluar nikah. Pernyataan ibu dewi juga memiliki pemahaman yang sama terhadap proteksi kepada sang anak. Ia menuturkan :

“...Jam sembilan malam harus dirumah, SMP dan SMA ndak boleh pacaran. Saya bilang begini, mamak sama bapak ndak melarang kamu bergaul, jangan berlebihan karena kalau berlebihan nanti sekolahnya ndak selesai...”

Pernikahan dini pada usia sekolah memiliki dampak yang serius. Seperti lingkaran setan, pernikahan dini akan berpengaruh pada permasalahan sosial, ekonomi, dan kesehatan. Masalah yang mudah terlihat adalah pendidikan anak yang terputus. Dalam beberapa kasus diatas menjelaskan bagaimana kehamilan pada saat ia dibangku sekolah akan memupuskan harapan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Akibatnya adalah sang anak tidak bisa mengejar apa yang dicita-citakan. Sisi lain yang bisa dilihat adalah bagaimana anak yang menikah di usia dini umumnya tidak memiliki penghasilan yang cukup. Tidak jarang mereka masih mengandalkan orang tuanya dalam memenuhi kehidupannya. Hal ini juga akan menjadi permasalahan bagi keluarga tersebut. Bisa jadi hal tersebut akan menjadi pemicu pertengkaran yang dapat menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.

Tabel 4.1. Data Pernikahan di Bawah Usia 20 tahundi KUA Pinolosian Bolaang Mongondow Selatan.

Tahun Jumlah Usia ≤ 20 Usia >20 L % P % L % P % 2015* 24 5 20,83 11 44,83 19 79,16 13 54,17 2014 84 10 11,90 33 38,38 74 88,09 51 69,71 total 108 15 13,89 44 40,74 93 86,11 64 59,26 *Januari-9 Mei 2015

Tahun 2014 di KUA Kecamatan Pinolosian tercatat perempuan yang menikah dibawah usia 20 tahun mencapai angka 38,38%, dan pada tahun 2015 sepertinya terjadi kenaikan prosentasenya yaitu mencapai 44,83%.

Pada saat diskusi dengan kelompok ibu-ibu, mereka menjelaskan bahwa saat mereka menikah dulu juga pilihan sendiri bukan dijodohkan. Demikian juga dengan kondisi saat ini, pernikahan dilakukan atas dasar pilihan sendiri, orang tua hanya mengikuti saja.

Ketika ditanya pandangan terhadap maraknya pernikahan usia muda yang kadang masih sekolah dan hamil duluan, tidak terlihat diraut wajah mereka bahwa hal tersebut menjadi masalah besar. Dengan tenang mereka menjawab kalau ada yang hamil maka orang tua tidak bisa menolak. Meskipun sudah diatur dalam Perdes terkait denda bagi yang hamil di luar nikah, tetap saja orang tua yang membayar denda tersebut dan resepsi pernikahan tetap terselenggara. Pernikahan karena hamil di luar nikah bukan hal yang memalukan. Pesta pernikahan dengan kondisi pengantin perempuannya hamil tetap diselenggarakan dengan meriah melibatkan perangkat desa dan masyarakat. Ketua panitia resepsi pernikahan adalah Kepala Dusun dengan penanggungjawab Sangadi.

Imfatul tria, 2011 menjelaskan bagaimana hubungan antara pernikahan usia dini dengan kesehatan ibu dan anak. Pernikahan usia muda memiliki korelasi dengan kejadian kematian ibu. Anak perempuan usia 15 sampai 19 tahun memiliki resiko dua kali lebih besar dibandingan kelompok usia 20-24 tahun. Hal ini disebabkan karena pada usia tersebut, panggul serta organ reproduksi masih belum siap untuk melahirkan. Sedangkan berdasarkan outlook volume 16 januari 1999 edisi khusus keselamatan ibu menyebutkan bahwa persalinan membawa resiko morbiditas dan mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan dengan wanita yang berusia 20 tahun.

Penelitian tentang studi kohort tumbuh kembang anak tahun 2012, terlihat bahwa ada hubungan antara usia ibu dengan kejadian

stunting atau pendek. Berdasarkan penelitian tersebut, semakin muda

usia seorang wanita untuk menikah maka akan mempengaruhi status kesehatan sang anak. Hal ini akan berakibat pada kejadian stunting. Bila demikian, pernikahan usia muda akan memiliki potensi untuk melahirkan anak yang pendek. apabila tidak segera mendapatkan perhatian serius dikhawatirkan akan timbul generasi dengan tinggi badan yang kurang ideal.

Hasil diskusi dengan remaja terungkap bahwa pemahaman anak remaja putri terhadap permasalahan konsumsi makanan pada remaja masih kurang. Mereka kurang memperhatikan konsumsi makanan yang ia makan. Hal tersebut berpengaruh kepada status gisi remaja tersebut. Sehingga potensi remaja yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) menjadi lebih besar. data riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi Wanita Usia Subur (WUS) dengan KEKyaitu WUS dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cmterjadi peningkatan. Proporsiibu hamil usia 15-19 tahun dengan KEK dari 31,3% pada tahun 2010 menjadi 38,5% pada tahun 2013. Tren peningkatan serupa juga terjadi pada WUS usia 15-19 tahun yang

tidak hamil, yang proporsinya meningkat dari 30,9% pada tahun 2010 menjadi 46,6% pada tahun 2013.

Tidak hanya itu, dalam kasus konsumsi miras dan penyalahgunaan obat, kejadian yang mengakibatkan kematian pernah terjadi. penyebabnya adalah konsumsi miras yang berlebihan mengakibatkan kondisi yang tidak stabil dalam berkendara menggunakan sepeda motor, sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa, penyalahgunaan obat sudah memberikan efek sangat buruk bagi perkembangan mental remaja. salah satu informan mengalami keadaan yang sangat memprihatinkan. Ia tidak bisa fokus dengan apa yang dipikirkannya. Seringkali dalam pembicaraan dengan kawannya, ia tidak bisa berkomunikasi dengan baik karena yang ia bicarakan terkadang “tidak nyambung” dengan temannya. Kejadian tersebut sudah selayaknya menjadiperhatian serius. Tidak bisa dibiarkan begitu saja karena hal ini akan menjadi “bom waktu” bagi kabupaten yang terbilang masih sangat baru.

Dokumen terkait