KAJIAN PUSTAKA
2) Mengelola emosi dengan Model A-B-C
Burns (1998, dalam Safaria dan Saputra 2012: 132) mengemukakan model ABC yang termasuk dalam bagian terapi kognitif sebagai salah satu cara untuk mengelola emosi. Teknik ini bisa dikatakan efektif karena emosi dan pikiran sangat berhubungan erat. Jika kita memiliki pikiran-pikiran positif, emosi kitapun menjadi positif dan begitu juga sebaliknya. Model A-B-C dapat dipahami melalui bagan berikut ini:
xxxix
Langkah-langkah mengelola emosi dengan model A-B-C ialah sebagai berikut:
(a) Pencatatan pikiran negatif: digunakan untuk melatih diri dalam mengenali dan mencatat pikiran-pikiran yang sifatnya mencela atau mengkritik diri sendiri. adapun langkah-langkah menulis catatan harian pikiran negatif: buat tabel yang berisi enam kolom dan pada masing-masing kolom isikan judul kolom yaitu situasi, emosi, pemikiran-pemikiran otomatis, distorsi kognitif, tanggapan rasional, dan hasil akhir emosi. Pada kolom situasi, tuliskan kejadian aktual yang menimbulkan emosi negatif, kemudian, tentukan nama emosi yang sedang anda rasakan dan berikan presentase emosi. Tuliskan pemikiran otomatis yang ada, kemudian pilih tipe distorsi kognitif yang terjadi (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya). Buatlah tanggapan
A Perisitiwa Pencetus B Interpretasi Negatif B Interpretasi Positif C Kecemasan, takut, menyalahkan diri, dll. C Optimis, tidak putus asa, dll.
xl
rasionalnya dan identifikasi kembali persentase emosi yang dialami.
(b) Membuat lembar kesenangan: setelah membuat catatan kognitif, buatlah daftar kegiatan yang menimbulkan rasa senang dan rasa puas dengan membuat kolom yang berisi judul-judul pada tiap kolom yaitu: kegiatan untuk kepuasan, dengan siapa melakukan, kepuasan yang diramalkan, dan kepuasan aktual.
(c) Memvisualisasikan keberhasilan: membuat daftar keuntungan dari suatu yang akan dihadapi dan cenderung bersifat tidak menyenangkan. Langkah-langkahnya yaitu dengan membuat daftar pikiran positif terhadap semua yang akan dihadapi, tuliskan sebanyak-banyaknya pikiran positif tesebut. Khayalkanlah hal-hal tersebut sebelum tidur dan usahakanlah dengan kondisi yang rileks.
(d) Teknik self control dan self management: teknik ini terdiri atas pencatatan diri, evaluasi diri, dan pengukuhan diri. Pencatatan diri dilakukan dengan cara mencatat segala perilaku baik yang positif maupun negatif dengan tujuan agar individu sadar terhadap perilakunya dan memaknai proses terjadinya perilaku tersebut. Evaluasi diri ialah memberikan nilai kepada diri sendiri antara 50-100 pada setiap perilaku. Penilaian ini bertujuan agar individu dapat
xli
menilai perilakunya sendiri. Yang terakhir ialah pengukuhan diri. Pengukuhan diri ini bertujuan untuk mempertahankan perilaku yang sudah baik.
(e) Teknik problem solving: ada tujuh tahap dalam proses pemecahan masalah, yaitu:
(1) Indentifikasi masalah: memahami permasalahan secara jelas dan obyektif.
(2) Menetapkan tujuan pemecahan masalah: tentukan tujuan dalam memecahkan masalah, termasuk merumuskan harapan-harapan.
(3) Mengembangkan berbagai alternatif solusi sebanyak mungkin: cari alternatif solusi yang benar-benar bisa dilakukan.
(4) Mengevaluasi alternatif solusi yang ada: evaluasilah alternatif solusi yang paling mungkin untuk mencapai tujuan.
(5) Memilih alternatif solusi terbaik: pilih satu alternatif yang terbaik.
(6) Menerapkan solusi tersebut: terapkan dan motivasilah diri sendiri agar dapat menerapkan solusi yang ada dengan menyeluruh.
(7) Evaluasi penerapan solusi: menimbang kelemahan dan kelebihan dari solusi yang telah diterapkan.
xlii
c. Aspek-aspek kemampuan mengelola emosi
Kemampuan mengelola emosi merupakan salah satu dari kelima aspek kecerdasan emosi (menyadari emosi, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan) yang pada hakikatnya saling berkaitan antara aspek yang satu dengan aspek yang lain (Goleman, 1999: 41). Penelitian ini berfokus pada salah satu aspek kecerdasan emosi yaitu aspek mengelola emosi. Menurut Goleman (1999: 42, 115-166) aspek-aspek mengelola emosi meliputi:
1) Pengendalian diri: menjaga agar emosi dan impuls yang merusak tetap terkendali.
2) Sifat dapat dipercaya: memelihara norma kejujuran dan menunjukkan integritas.
3) Sifat bersungguh-sungguh: menunjukkan integritas dan sikap bertanggung jawab dalam mengelola diri sendiri. 4) Adaptabilitas: keluwesan dalam menghadapi perubahan. 5) Inovasi: mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan,
pendekatan, dan informasi-informasi baru.
Secara hierarkis, menyadari emosi merupakan salah satu bagian dari mengelola emosi (Goleman, 1999: 41). Jika ditinjau dari definisi mengelola emosi yang dikemukakan oleh Goleman (2007: 58) terdapat satu unsur yang sangat penting dalam mengelola emosi yaitu mengungkapkan emosi secara tepat.
xliii
Dalam penelitian ini, peneliti menyimpulkan aspek-aspek kemampuan mengelola emosi sebagai berikut:
1) Menyadari emosi: Mengenali emosi sendiri dan pengaruhnya.
Orang dengan kecakapan ini mampu:
(a) Mengetahui emosi mana yang sedang dirasakan berserta alasannya.
(b) Mengetahui bagaimana perasaan mempengaruhi kinerja.
2) Mengungkapkan emosi dengan tepat. Orang dengan kecakapan ini mampu: (a) Mengungkapkan emosi secara verbal (b) Mengungkapkan emosi secara nonverbal.
3) Menunjukkan adaptabilitas: keluwesan dalam menghadapi perubahan.
Orang dengan kecakapan ini mampu:
(a) Terampil menangani pesatnya perubahan situasi.
(b) Siap mengubah tanggapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan.
4) Menunjukkan sifat bersungguh-sungguh: menunjukkan integritas dan sikap bertanggung jawab dalam mengelola diri sendiri.
xliv (a) Mematuhi komitmen.
(b) Bertanggung jawab untuk memperjuangkan tujuan mereka.
(c) Cermat dalam bekerja.
5) Menunjukkan sifat dapat dipercaya: memelihara norma kejujuran dan menunjukkan integritas.
orang dengan kecakapan ini mampu: (a) Bertindak menurut etika.
(b) Membangun kepercayaan lewat keandalan diri. (c) Berpegang pada prinsip secara teguh.
B. Mahasiswa Sebagai Individu Pada Masa Dewasa Awal 1. Definisi masa dewasa awal
Hurlock (1990: 246) mengemukakan bahwa istilah adult berasal dari kata kerja Latin yang berarti “tumbuh menjadi kedewasaan”, akan tetapi adult berasal dari kata kerja lampau yaitu adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna” atau “telah menjadi dewasa”. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Menurut Jahja (2011: 246) masa dewasa awal adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif. Kisaran usia masa dewasa awal ialah 21-40 tahun. Masa dewasa adalah masa seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Masa dewasa sering dikatakan sebagai
xlv
masa yang sulit karena pada masa ini individu yang dahulu bergantung pada orangtua, harus belajar untuk mandiri.