FIQH PRIORITAS DALAM WARISAN PEMIKIRAN KITA
MENGENAI HARAMNYA ORANG YANG SEDANG IHRAM MEMBUNUH LALAT
Barangkali pertama-lama kita patut memberikan perhatian terhadap persoalan ini. Yaitu riwayat yang shahih, berasal dari Abdullah bin Umar r.a. yang diriwayatkan oleh Ibn Abu Nu'aim yang berkata, "Ada seorang lelaki datang kepada Ibn Umar dan pada saat itu saya sedang duduk. Lelaki itu bertanya kepadanya tentang darah nyamuk." Dalam riwayat yang lain disebutkan: "Lelaki itu bertanya kepadanya tentang haramnya membunuh lalat." Maka Ibn Umar berkata kepadanya: "Berasal dari manakah engkau ini?" Lelaki itu menjawab, "Berasal dari Irak." Ibn Umar berkata lagi: "Ha, lihatlah lelaki ini. Dia bertanya tentang darah nyamuk, padahal mereka telah membunuh anak Rasulullah saw!! Padahal aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, ,Kedua anak ini --al-Hasan dan al-Husain-- merupakan hiburanku di dunia." Dalam riwayat yang lain disebutkan: "Penduduk Irak bertanya tentang lalat, padahal mereka telah membunuh cucu Rasulullah saw..." 1
Al-Hafiz Ibn Hajar ketika memberikan penjelasan hadits ini di dalam Fath al-Bari mengatakan, "Ibn Umar meriwayatkan hadits ini dengan penuh keheranan terhadap semangat penduduk Irak yang menanyakan perkara kecil, tetapi mereka melanggar perkara yang besar." 2
Ibn Battal berkata, "Ada satu pelajaran yang dapat kita ambil dari hadits tersebut, yaitu bahwa seseorang harus mendahulukan perkara agama yang lebih penting bagi
Bahan Tarbiyyah Online – Mendidik Jiwa Muslim 185
kepada dirinya tentang darah nyamuk, padahal dia meninggalkan istighfar dari dosa besar yang dilakukannya; yaitu dengan memberikan bantuan terhadap pembunuhan al-Husain. Ibn Umar mencela orang tersebut, dan mengingatkan peristiwa itu karena besar dan tingginya kedudukan al-Husain di sisi Nabi saw." 3
Ketidaksenangan Ibn Umar bukanlah terhadap orang yang bertanya itu, tetapi dia bermaksud mengingkari trend pemikiran pada suatu kelompok manusia yang hendak memperdalam perkara-perkara yang kecil, dan menyibukkan diri mereka di situ, dan pada masa yang sama mereka mengabaikan perkara-perkara yang besar.
Apa yang terjadi pada masa Ibn Umar juga terjadi pada anaknya, Salim, juga dengan penduduk Irak. Mereka bertanya kepadanya tentang sebagian perkara kecil, padahal dalam saat yang sama mereka terjebak dalam perkara-perkara besar, yakni pembunuhan dan penumpahan darah antara sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Dia memberikan peringatan yang sangat keras terhadap hal itu dengan menyampaikan suatu hadits yang shahih: "Setelab kepergianku janganlah kamu menjadi kafir kembali, di mana sebagian dan kamu membunuh sebagian yang lain."
Muslim meriwayatkan dalam kitab al-Fitan, dari Salim bin Abdullah bahwasanya dia berkata, "Wahai penduduk Irak, apakah sebenarnya yang membuat kamu bertanya
tentang perkara-perkara yang kecil, dan yang menjadikan kamu melakukan dosa besar. Aku mendengar ayahku, Abdulla ibn Umar berkata, Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya fitnah akan muncul dari sini --sambil tangan beliau saw menunjuk ke arah timur-- di mana dua tanduk setan akan muncul dari sana." Sekarang ini sebagian kamu membunuh sebagian yang lain, dan sesungguhnya Musa pernah salah bunuh, kemudian Allah SWT berfirman, "... dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah
mencobamu dengan beberapa cobaan..."
Di antara warisan fiqh prioritas dalam warisan pemikiran kita ialah sebuah risalah yang sangat cemerlang, yang diriwayatkan oleh al-hafizh Ibn 'Asakir dalam riwayat hidup Abdullah bin al-Mubarak, dari Muhammad bin Ibrahim bin Abu Sukainah yang berkata, "Abdullah bin al-Mubarak mendiktekan kepadaku bait-bait syair ini di Tarsus, ketika itu aku meminta izin kepadanya untuk keluar. Dia memperdengarkan bait-bait syair itu bersamaku kepada al-Fudhail bin 'Iyadh pada tahun seratus tujuh puluh." Dalam riwayat yang lain disebutkan pada tahun seratus tujuh puluh tujuh. Wahai para ahli ibadah di al-Haramain, kalau kamu menyaksikan kami, maka kamu akan mengetahui bahwa sesungguhnya kamu bermain-main dalam ibadah. Kalau orang-orang membasahi pipinya dengan air mata yang mengucur deras, maka dengan pengorbanan kami, kami mengucurkan darah yang lebih deras. Kalau kuda orang-orang kepenatan dalam perkara yang batil, maka sesungguhnya kuda-kuda kami penat dalam melakukan penyerbuan dan peperangan di pagi hari. Bau wewangian menjadi milikmu, sedangkan bau wewangian kami, adalah debu-debu jalanan dan debu-debu itu lebih wangi. Telah datang kepada kami sabda Nabi kami. Sabda yang benar, jujur dan tidak bohong. Tidak sama debu kuda-kuda Allah di hidung seseorang dan asap api yang menyala-nyala; Inilah kitab Allah yang berbicara kepada kami, Bahwa orang yang mati syahid tidak diragukan lagi tidak sama dengan orang yang mati biasa.
Bahan Tarbiyyah Online – Mendidik Jiwa Muslim 186
Ibrahim berkata, "Kemudian aku pernah berjumpa dengan al-Fudhail bin 'Iyadh yang membawa tulisan itu di masjid al-Haram. Ketika membacanya, kedua matanya mengucurkan air mata sambil berkata, 'Abu Abdurrahman benar ketika dia
memberikan nasihat kepadaku.'", Ibrahim berkata lagi: "Apakah kamu termasuk salah seorang yang menulis riwayat ini?" Dia menjawab, "Ya." Ibrahim berkata kepadanya, "Tulislah riwayat tersebut sebagai orang yang pernah melihat peristiwa itu dan
yang membawa tulisan dari Abu Abdurrahman kepada kami. Kemudian al-Fudhail mendiktekan kepada kami: Manshur bin al-Mu'tamir meriwayatkan kepada kami, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah saw, 'Wahai Rasulullah, ajarkan kepadaku suatu amalan yang aku dapat memperoleh pahala orang-orang yang berjihad di jalan Allah.' Maka Rasulullah saw menjawab, 'Apakah engkau dapat melakukan shalat dan puasa secara
terus-menerus?' Lelaki itu menjawab, 'Wahai Rasulullah, aku terlalu lemah untuk melakukan hal itu.' Maka Nabi saw bersabda, 'Demi yang diriku berada di tangan-Nya, kalau kamu mampu melakukan hal itu maka kamu tidak dapat mencapai angkatan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Atau kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya kuda yang berperang akan mendapatkan pahala, sehingga berbagai kebaikan dituliskan untuknya."
Kisah di atas disebutkan dalam salah satu seminar tentang pemikiran Islam di Aljazair, lalu salah seorang tokoh juru da'wah menolaknya, dan tidak membenarkan bahwa cerita itu memiliki dasar yang benar. Karena bagaimana Ibn al-Mubarak
menamakan ibadah di al-Haramain sebagai suatu permainan? Yang jelas, kisah itu benar. Ibn 'Asakir menyebutkan kisah itu berikut sanadnya dalam riwayat hidup Abdullah bin al-Mubarak, kemudian dikutip oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam tafsirnya, di akhir surat Ali 'Imran,4 yang mengaku kebenaran kisah tersebut. Al-Hafiz al-Dzahabi juga menyebutkan riwayat hidup Ibn al-Mubarak dalam ensiklopedianya, Siyar A'lam an-Nubala' 5 Dalam kisah itu tidak ada pernyataan yang bertentangan dengan
aqidah Islam dan nash-nashnya, bahkan Ibn al-Mubarak mempergunakan dalil dari al-Qur'an dan sunnah Nabi saw dalam menggubah syairnya, sebagaimana dikuatkan oleh ahli ibadah dan zuhud, al-Fudhail, yang pernah didikte oleh Ibn al-Mubarak. Tokoh kita, al-Bahi al-Khuli, menyebutkannya dalam bukunya yang terkenal, Tadzkirah ad-Du'at, dan memberikan komentar atas kisah itu sebagai berikut: "Ibn al-Mubarak menulis perkataan.ini untuk sahabatnya, al-Fudhail, pada saat jihad belum menjadi fardhu ain. Walaupun demikian dia menilai ibadahnya sebagai suatu permainan, pada hal ibadah itu dilakukan di tempat yang paling mulia di muka bumi ini. Tahukah kamu apa yang akan dikatakan oleh Ibn al-Mubarak kalau jihad telah menjadi fadhu ain? Dan apa yang akan dikatakan olehnya tentang ibadah di luar masjid al-Haram?" 6
Tetap Bergaul dengan Masyrakat ketika Terjadi Kerusakan Moral ataukah Mengucilkan Diri dari Mereka?
Di antara warisan pemikiran para ulama terdahulu yang dapat kita ikuti sekarang ini ialah topik pembahasan mengenai persoalan manakah yang lebih utama bagi seorang
Bahan Tarbiyyah Online – Mendidik Jiwa Muslim 187
Muslim pada saat terjadinya fitnah dan menyebarnya kemaksiatan dan kerusakan. Apakah dia harus ikut serta menceburkan diri dalam masyarakat ataukah berusaha untuk memperbaikinya, atau memencilkan diri dari mereka dan menyelamatkan diri sendiri.
Orang-orarg sufi... kebanyakan lebih memilih tindakan yang kedua. Sedangkan ulama rabbani dan pejuang lebih mementingkan jalan para nabi. Yakni tetap bergaul dan berusaha memperbaiki mereka dengan penuh kesabaran dalam menerima siksaan yang dilakukan oleh manusia.
Ibn Umar meriwayatkan dari Nabi saw,
"Orang beriman yang tetap bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka adalah lebih baik daripada orang yang tidak mau bergaul dengan mereka dan tidak bersabar atas gangguan mereka." 7
Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam buku Ihya'-nya memberikan komentar di sekitar keuntungan dan kerugian memencilkan diri dan tetap bergaul dengan mereka.
Topik lainnya yang juga menjadi pembahasan mereka ialah tentang dunia dan kekayaannya. Manakah yang lebih utama kita menggeluti dunia dan kemewahannya, ikut serta melakukan kesibukan dalam urusan dunia bersama mereka dan ikut
merasakan kenikmatannya dengan tetap memperhatikan batas-batas yang ditetapkan oleh Allah SWT; ataukah kita memalingkan diri darinya dan menjauhinya, serta menjauhi orang kaya, perhiasan dunia, dan harta kekayaannya?
Kebanyakan orang sufi lebih memilih tindakan yang kedua, akan tetapi ulama rabbani yang benar dari ulama umat ini lebih memilih tindakan yang pertama; sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi. Seperti Nabi Yusuf, Dawud, dan Nabi Sulaiman, serta para tokoh senior sahabat Rasulullah saw, seperti Utsman, Abdurrahman bin Auf, Talhah, Zubair, Sa'ad, dan lain-lain
Al-Allamah Abu al-Faraj ibn al-Jawzi (w. 597 H.) menolak sikap para sufi yang mencela dunia secara mutlak, dan menganggapnya sebagai suatu keburukan dan bencana, serta tidak mau memilikinya dan mencarinya walaupun kekayaan itu halal. Ibn al-Jawzi dalam buku kritiknya, Talbis Iblis, mempergunakan dalil yang berasal dari al-Qur'an, sunnah Rasulullah saw, petunjuk para sahabat, dan kaidah-kaidah syari'ah agama.