• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum

3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTP

Dugaan nilai rataan WTP dari responden didapatkan dari distribusi WTA responden. Tabel 2 menunjukkan rataan WTP responden.Dugaan nilai rataan WTP responden adalah sebesar Rp 49 433 per bulan per rumah tangga.

Tabel 2 Besaran WTP Responden

No Nilai WTP (Rp/bulan/RT) Frekuensi (orang) Frekuensi Relatif Mean WTP (Rp/Bulan) 1 10000 1 0.033 333.333 2 12000 1 0.033 400 3 15000 1 0.033 500 4 20000 13 0.433 8666.667 5 24000 1 0.033 800 6 30000 3 0.100 3000 7 40000 1 0.033 1333.333 8 48000 1 0.033 1600 9 60000 4 0.133 8000 10 64000 1 0.033 2133.333 11 180000 1 0.033 6000 12 250000 2 0.067 16666.667 Total 30 1 49433.333

Hubungan tingkat WTA dan WTP yang diinginkan responden (dalam Rp/bulan/RT) dengan jumlah responden, baik yang bersedia menerima tingkat

WTA dengan yang bersedia mengeluarkan tingkat WTP digambarkan oleh kurva perpotongan permintaan WTP dan penawaran WTA. Terlihat pada Gambar 17, semakin tinggi nilai WTA yang ditawarkan maka semakin banyak responden yang bersedia menerima, sedangkan pada WTP, ada kecenderungan semakin kecil nilai WTP maka semakin banyak responden namun pada Gambar 17 nilai WTP menyebar sehingga pada nilai minimum WTP tidak ditemukan berjumlah banyak pada nilai WTP yang kecil, seperti Rp 10 000 hanya terdapat 1 responden. Kurva yang dibentuk, terlihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Kurva perpotongan WTP dan WTA

Terdapat titik potong antara kurva WTP dan WTA pada nilai Rp 62 950. Perpotongan ini sebagai nilai keseimbangan antara permintaan warga yang tinggi akan kompensasi hingga menyentuh nilai maksimum Rp 400 000 dan rendahnya kesanggupan masyarakat mengeluarkan uang untuk memenuhi kebutuhan air dengan nilai minimum Rp 10 000. Terlalu jauhnya rentang nilai minimal WTP dan maksimal WTA menghasilkan titik potong pada nilai Rp 62 950 yang berfungsi memberikan nilai kompensasi per bulan yang seimbang dengan rataan kemampuan masyarakat rela mengeluarkan uang untuk memperoleh air bersih untuk kebutuhanya. Bila nilai kerelaan masyarakat mengeluarkan uang per bulanya untuk memperoleh air kecil, sedangkan nilai kompensasi yang diberikan kepada masyarakat tinggi mengikuti rataan keinginan WTA masyarakat, maka akan terjadi pemborosan sebab kompensasi yang besar tidak diimbangi dengan alokasi pendapatan masyarakat per individu untuk mengkonsumsi air. Sebaliknya bila nilai kerelaan masyarakat mengeluarkan uang per bulanya tinggi untuk memperoleh air, sedangkan nilai kompensasi yang diberikan kepada masyarakat rendah, maka kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi air tidak terpenuhinya.

Faktanya yang terjadi di Desa Kutajaya, tidak ada kompensasi dari PT. Amerta Indah Otsuka kepada masyarakat atas kehilangan hak air mereka. Warga Desa Kutajaya menginginkan adanya kompensasi atas kehilangan hak air mereka. Kompensasi yang pernah diberikan PT. Amerta Indah Otsuka berupa dua macam,

yaitu kompensasi pembangunan (seperti pembangunan sumur PT. Amerta Indah Otsuka diawal pembangunan perusahaan dan kebisingan yang ditimbulkan akibat pembangunan lanjutan sumur ke-2) dan kompensasi musibah (kompensasi yang diberikan setiap terjadi musibah seperti kejatuhan peralatan berat atau bahan bangunan perusahaan kepada rumah warga). Kompensasi tersebut dinilai tidak tepat sasaran sebab warga menginginkan kompensasi atas hak air mereka yang hilang.Oleh sebab itu, nilai titik potong sebesar Rp 62 950 perbulan untuk setiap rumah tangga RT 07 RW 04 Desa Kutajaya dinilai sudah mencukupi WTP dan keinginan WTA warga.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Nilai WTP

Variabel respon (dependent) adalah nilai WTP yang diberikan setiap responden sedangkan variabel penjelas (independent) yang diduga memengaruhi nilai WTP tersebut terdiri dari tanggungan, pendidikan, pendapatan, lama tinggal, jarak tinggal, dan konsumsi air.

Tabel 3 Faktor-Faktor Pengaruh Nilai WTP

Variabel B Sig VIF

Constant 1.911 .176 Tanggungan .014 .886 1.220 Pendidikan .157 .045 1.179 Pendapatan .353 .004 2.214 Lama tinggal .115 .400 1.632 Jarak rumah -.062 .364 1.108 Konsumsi air .807 .000 2.035 R2 87.3% F-Statistik 26.383 Sig 0.000

Seluruh variabel dalam pengujian menggunakan ln. Penggunaan ln dimaksudkan agar rentang besaran antar variabel menjadi merata. Besaran variabel berbeda-beda dan dalam penghitunganya menyebabkan ketidak akuratan. Alasan lain adalah agar range besaran antara variabel menjadi dekat.

Tabel 3 menjelaskan variabel yang memiliki pengaruh nyata adalah variabel pendidikan, pendapatan, dan konsumsi air. Variabel pendidikan, pendapatan dan konsumsi air berturut-turut memiliki P-value sebesar 0.045, 0.005 dan 0.000 yang berarti bahwa ketiga variabel memilliki pengaruh nyata terhadap peluang responden bersedia membayar untuk memperoleh kebutuhan air pada taraf kepercayaan 90% dan taraf nyata 10%.

Nilai koefisien pendidikan bernilai positif berarti dengan bertambahnya tingkat pendidikan responden maka responden bersangkutan akan menyadari tingkat kepentingan air dan menaikan tingkat kerelaanya mengeluarkan uang untuk memperoleh air bersih sebesar 0.157%. Pendapatan bernilai positif berarti

dengan bertambahnya pendapatan responden sebesar 1% maka responden bersangkutan akan berfikir bahwa air bersih untuk mencukupi kebutuhan secara volume dan kualitas yang bagus adalah berharga sehingga responden akan mempertimbangkan meningkatkan kerelaan pendapatanya tersebut disalurkan untuk memperoleh kebutuhan air sebesar 0.353%. Adapun nilai koefisien konsumsi air bernilai positif sebesar 0.807 yang berarti dengan bertambahnya konsumsi air responden sebesar 1% maka tingkat kerelaan membeli air bersih akan naik sebesar 0.807%.

Pengujian multikolinieritas dapat dilihat pada nilai VIF pada output regresi pada Tabel 3. Nilai VIF semua variabel bernilai kurang dari 10, sehingga tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinieritas antar variabel.

Nilai sig pada F-stat bernilai 0.000 berarti lebih kecil dibandingkan taraf nyata yaitu 10%. Dengan demikian, maka variabel independen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel dependent yang membentuk model dengan baik.

Hasil pengolahan data diperoleh bahwa model yang dihasilkan memiliki R2 yang bernilai 87.3%. Nilai tersebut berarti keragaman WTP responden sebesar 87.3% dapat dijelaskan oleh model, sisanya 12.7% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Secara kolektif, seluruh variabel-variabel berpengaruh nyata terhadap model.

Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah :

ln WTPi= 1.911 - 0.014 ln TGGNi+ 0.157 ln PDDKi + 0.353 ln PNDPTi

+ 0.115 ln LMTGLi - 0.062 ln JRRMHi + 0.807 ln KNSMAIR

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Nilai WTA

Variabel respon (dependent) adalah peluang responden memilih ketersediaan menerima kompensasi atau nilai WTA atas berkurangnya volume air dan tercemarnya air akibat kegiatan produksi PT. Amerta Indah Otsuka sedangkan variabel penjelas (independent) yang diduga memengaruhi nilai WTP tersebut terdiri daritanggungan, pendidikan, pendapatan, lama tinggal, jarak tinggal, dan terganggu.

Tabel 4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi WTA

Variabel B Sig VIF

Constant 14.633 .000 Tanggungan .346 .000 1.292 Pendidikan -.201 .000 1.124 Pendapatan -.269 .000 1.409 Lama Tinggal -.036 .566 1.405 Jarak Rumah .016 .683 1.239 Terganggu .555 .000 1.376 R2 94.5% F-Statistik 54.066 Sig .000

Tabel 4 menjelaskan variabel yang memiliki pengaruh nyata adalah variabel tanggungan, pendidikan, pendapatan, dan terganggu. Variabel-variabel dengan nilai P-value dibawah 10% berarti bahwa variabel ini memilliki pengaruh nyata terhadap peluang responden bersedia mendapatkan kompensasi atas kehilangan hak kepemilikan air bersih.

Seluruh variabel independent dan depdendent menggunakan ln dalam pengujianya. Penggunaan ln dimaksudkan karena adanya perbedaan besaran antar variabel. Untuk meratakan ragam antar variabel, baik variabel dependent dan independent digunakan ln terlebih dahulu sebelum diuji. Alasan lain adalah agar

range besaran antara variabel menjadi dekat.

Variabel tanggungan memiliki nilai P-value 0.000 yang berarti variabel tanggungan memiliki pengaruh nyata dalam model WTA pada taraf nyata 10%. Nilai koefisien bernilai positif sebesar 0.346 berarti dengan bertambahnya tanggungan responden (anak, istri, cucu, dsb.) sebesar 1% maka responden akan menaikan keinginan terhadap kompensasi karena harus memenuhi kebutuhan seluruh tanggunganya sebesar 0.346%. Tanggungan menjadi variabel yang signifikan memengaruhi tingkat WTA. Variabel pendidikan menunjukkan hasil signifikan dengan nilai sig sebesar 0.000 dan berpengaruh nyata dalam model. Naiknya tingkat pendidikan responden sebesar 1% akan menurunkan keinginan untuk mendapatkan kompensasi sebesar 0.201%. Ini dikarenakan dengan naiknya tingkat pendidikan, maka responden akan bergantung pada keunggulan pendidikanya yang dimiliki untuk memperoleh air bersih dibandingkan bergantung kepada kompensasi perusahaan. Variabel pendapatan juga menunjukkan hasil signifikan ditunjukkan dengan nilai P-value sebesar 0.000. Nilai koefisien bernilai negatif sebesar -0.269 berarti dengan bertambahnya pendapatan sebesar 1% maka keinginan responden untuk memperoleh kompensasi berkurang sebesar 0.269%. Kondisi ini dikarenakan responden dengan kenaikan pendapatan akan bergantung kepada pendapatanya untuk memperoleh air bersih dibandingkan bergantung kepada kompensasi. Variabel tingkat terganggu juga menunjukan hasil yang signifikan atau berpengaruh nyata terhadap model dengan nilai P-value sebesar 0.000. Nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0.555% memiliki arti bahwa setiap kenaikan sebesar 1% tingkat terganggu oleh perusahaan terhadap responden, maka akan menaikan tingkat keinginan dikompensasi oleh perusahaan sebesar 0.555%.954

Model yang dihasilkan dalam analisis ini adalah :

ln WTAi= 14.633+ 0.346 ln TGGNi – 0.201 ln PDDKi – 0.269 ln PNDPTi – 0.036 ln LMTGLi – 0.016 ln JRKRMH + 0.555 ln TGGUi

Rekomendasi Alternatif Analytical Hierarchy Process (AHP)

Penentuan solusi sumber air yang memenuhi kebutuhan masyarakat RT 07 RW 04 Desa Kutajaya menggunakan analisis AHP. Solusi yang ditawarkan ke responden terdapat 3 pilihan, yaitu membeli air kembali dari PT. Amerta Indah Otsuka (BELI), beralih ke aliran PDAM (PDAM), atau menggunakan teknologi filtrasi air (FILTER). Ketiga pilihan solusi ini dipilih dari kondisi lingkungan dan dampak terhadap masing-masing responden. Ketiga pilihan solusi tersebut

terdapat 4 faktor yang saling memengaruhi, yaitu biaya, kualitas, kuantitas, kuantitas, dan kepraktisan. Faktor-faktor tersebut berlaku bagi ketiga pilihan solusi. Seluruh responden diwawancarai dengan menanyakan alternatif yang dipilih ditinjau dari faktor yang mendukungnya dan dari faktor masing-masing ditanyakan apakah alternatif solusi yang dirasa paling menggambarkan keinginanya.

Alternatif yang mayoritas dipilih dari tiga alternatif adalah alternatif solusi membeli air kembali dari PT. Amerta Indah Otsuka (BELI). Alternatif ini dipilih dengan persentase 36.5% responden. Adapun faktor yang paling memengaruhi seluruh alternatif adalah faktor kualitas dengan persentase 36.7%.

Alternatif BELI dipilih mayoritas responden dengan faktor kualitas sebagai faktor yang paling mempengaruhi pemilihan alternatif BELI. Responden memberi kecenderungan memilih alternatif BELI dengan meyakini faktor kualitas air yang ditawarkan lebih baik dibandingkan alternatif solusi lainya. Demikian dikarenakan sumber air PT. Amerta Indah Otsuka yang sebelumnya milik warga dan sudah bertahun-tahun digunakan warga dengan mengetahui kualitas unggul yang dimiliki sumber air bersihnya. Setelah pengalihan hak kepemilikan air menjadi milik PT. Amerta Indah Otsuka, warga kehilangan kualitas airnya. Maka dengan solusi alternatif BELI warga mendapatkan kembali hak kepemilikan airnya beserta kualitasnya.

Tabel 5 Alternatif Solusi Air Bersih

Solusi Bobot Prioritas

Membeli air bersih dari PT. Amerta Indah Otsuka .366 1

Berlangganan PDAM .331 2

Menggunakan teknologi filtrasi air .303 3

Minat warga untuk beralih kepada aliran PDAM tidak terlalu besar dikarenakan stigma PDAM yang mahal dan sulit prosedur penginstalasinya. Ini diakui mayoritas responden yang mengaku tetap bertahan menggunakan sumur dengan alasan PDAM mahal dan sulit prosedur instalasinya. Begitupun alternatif filtrasi air tidak terlalu diminati karena kurangnya pengetahuan warga mengenai teknologi filtrasi air. Adapun ketidakpraktisan dari filtrasi air yang menghalangi minat warga untuk menggunakan teknologi tersebut. Terakhir, tidak seluruh responden mengalami kekeruhan air yang harus memaksa responden memfilterkan air sumurnya untuk mendapatkan air bersih dan jernih. Seluruh responden mengalami kekurangan air maka solusi filtrasi air tidak tepat mengembalikan kekurangan air.

Faktor yang mayoritas dipilih responden sebagai faktor yang paling memengaruhi alternatif solusi maupun seluruh alternatif adalah faktor kualitas. Seluruh responden mengakui menginginkan kualitas air yang baik dibandingkan kuantitas sebab air dengan volume yang banyak namun keruh apalagi tercemar, tidak dirasa akan berguna. Faktor kualitas juga dipengaruhi pengakuan mayoritas responden yang sudah tinggal di Desa Kutajaya sebelum adanya PT. Amerta Indah Otsuka dan mengetahui kualitas air bersih yang dimiliki oleh air tanah di daerah tersebut. Adapun faktor kepraktisan diminati responden dibawah faktor

kualitas. Faktor kepraktisan diinginkan warga untuk mendapatkan air bersih dan tidak ingin melewati birokrasi berbelit. Tingginya dipilih faktor kepraktisan sekaligus menandakan kurang minatnya warga terhadap solusi alternatif PDAM dan filtrasi air yang dinilai warga memiliki proses birokrasi yang panjang dan tidak praktis dalam penggunaanya.

Tabel 6 Faktor Alternatif Solusi Air Bersih

Faktor Solusi

BELI PDAM FILTER

Biaya .060 0.55 .058

Kualitas .118 .119 .130

Kuantitas .077 .062 .058

Kepraktisan .110 .095 .058

Keterangan :

BELI : Membeli sumber air bersih dari PT. Amerta Indah Otsuka PDAM : Berlangganan aliran air PDAM

FILTER : Menggunakan teknologi filtrasi air Analisis Alternatif dari Sudut Pandang Syariah

Analisis persepsi menghasilkan 73% atau 22 responden mengalami kerugian dengan adanya PT. Amerta Indah Otsuka. Kerugian yang responden rasakan bervariasi dan tersebar, seperti kerugian volume air berkurang, air keruh, hingga kebisingan yang disebabkan perusahaan. Maka sehubungan dengan cukup besarnya jumlah responden yang merasa dirugikan, seluruh responden menginginkan adanya kompensasi atas hak air bersih mereka yang hilang dan tidak pernah digantikan oleh perusahaan.

Analisis persepsi mengantar kepada pengujian tingkat willingness to pay

(WTP) dan willingness to accept (WTA) beserta faktor-faktor yang memengaruhi tingkat WTP dan WTA seluruh responden. Seluruh responden mengaku tidak pernah mendapatkan kompensasi atas hak kepemilikan air bersih mereka yang hilang. Kompensasi hanya terjadi dua kali, yaitu kompensasi pembangunan dan kompensasi per kejadian musibah. Setelah melakukan wawancara secara bidding, nilai WTA didapatkan variasi nilai kompensasi sebesar Rp 50000, Rp 100000, Rp 150000, Rp 300000, hingga Rp 400000. Didapatkan nilai rata-rata WTA sebesar Rp 231 666.67 per bulan per rumah tangga yang diinginkan responden. Di lain pihak, nilai WTA yang tinggi tidak diimbangi WTP yang besar diperoleh nilai rataan WTP sebesar Rp 49 433 sehingga titik perpotongan antara kurva WTA dan WTP berada di nilai Rp 62 950. Titik perpotongan ini sebagai titik seimbang tingkat keinginan responden dengan kesanggupan responden.

Analisis AHP menghasilkan alternatif solusi untuk membeli air kembali dari PT. Amerta Indah Otsuka. PT. Amerta Indah Otsuka sendiri tidak memberikan fasilitas kepada warga untuk mendapatkan air bersih, tidak seperti PT. Tirta Jaya Aqua yang memberikan fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus) kepada masyarakat yang bersebelahan langsung dengan perusahaan. Hal ini dikeluhkan mayoritas responden karena tidak ada alternatif mendapatkan air bersih disaat

sumur mengering atau air keruh. Demikian bila ditinjau dari hulu permasalahan hingga nilai titik potong kurva WTP dan WTA sebagai nilai kompensasi, nilai titik potong kurva WTP dan WTA tersebut dapat dialokasikan PT. Amerta Indah Otsuka sebagai pencairan dana terhadap warga setiap bulanya atau menjadikanya sebuah fasilitas senilai jumlah kompensasi warga Desa Kutajaya untuk memperoleh air bersih seperti fasilitas MCK atau pengisian air minum di galon yang diperuntukkan warga dapat membeli air di PT. Amerta Indah Otsuka. Kedua solusi ini diharapkan mengembalikan hak memperoleh air bersih warga dan memberikan kesejahteraan kepada warga.

Diambil kesimpulan bahwa seluruh analisis saling memengaruhi. Hilir solusi dari penelitian ini adalah analisis dengan maqashid syariah. Secara bahasa

Maqashid Syari‟ah terdiri dari dua kata yaitu Maqashid dan Syari‟ah. Maqashid

berarti tujuan, Maqashid merupakan bentuk jama‟ dari maqsud yang berasal dari suku kata Qashada yang berarti menghendaki atau memaksudkan, Maqashid

berarti hal-hal yang dikehendaki dan dimaksudkan. Menurut konsepnya, maqashid syariah berarti aturan-aturan yang diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi pedoman oleh manusia dalam mengatur hubungan dengan Tuhan, dengan manusia baik sesama Muslim maupun non Muslim, alam dan seluruh kehidupan.

Kategori hukum maqashid syariah terdapat tiga, yaitu Al-Dharuriat

(kebutuhan primer), Al-Hajiat (kebutuhan sekunder), dan Al-Tahsiniat (kebutuhan pelengkap). Air sebagai kebutuhan primer yang dibutuhkan seluruh makhluk hidup, terutama manusia digolongkan kepada Al-Dharuriat. Urgensi untuk terpenuhinya hak kepemilikan air bersih tergolong tinggi karena terkait hajat hidup tiap individu. Hidup matinya makhluk hidup bergantung pada air sebagaimana tumbuhan akan layu lalu mati bila tidak mendapatkan air. Begitupun manusia dapat terancam keberlangsungan hidupnya tanpa air. Maka hilangnya hak kepemilikan air bersih yang dialami masyarakat RT 07 RW 04 Desa Kutajaya sudah menyentuh hilangnya Al-Dharuriat dan berpengaruh terhadap hajat hidup.

Menurut Al-Ghazali, ada lima unsur utama yang harus dipelihara untuk menegakkan maslahah Al-Dharuriat yaitu unsur menjaga jiwa, agama, akal, nasab atau keturunan, dan harta. Kelima prinsip ini dikenal dengan Kulliyat Al- Khams (lima prinsip universal). Bila beberapa atau bahkan salah satu unsur tidak dapat dijaga atau terancam, maka akan terjadi ketidak stabilan maslahah Al- Dharuriat dan maqashid syariah. Prinsip jiwa dan harta mendapatkan dampak langsung dengan adanya kesulitan masyarakat RT 07 RW 04 Desa Kutajaya mendapatkan hak air setelah adanya PT. Amerta Indah Otsuka.

Prinsip jiwa bisa terancam bila kebutuhan dasar untuk keberlangsungan hidup, yaitu air sulit didapatkan untuk keperluan konsumsi, mandi, mencuci, dan lain-lain. Terancamnya prinsip jiwa karena tidak terpenuhinya air dapat terus berlangsung bahkan semakin buruk dampaknya bila tidak ada kompensasi yang didapatkan warga atas hak air yang hilang. Jumlah nilai rekomendasi kompensasi yang didapatkan dari pertpotongan analisis kurva WTP dan WTP senilai Rp 62 950 per bulan per rumah tangga cukup memenuhi kebutuhan dan keinginan warga yang tinggi akan kompensasi dan rendahnya tingkat kerelaan masyarakat mengeluarkan uang untuk mendapatkan air kembali.

Adapun prinsip harta juga mendapatkan dampak langsung atas kesulitan mendapatkan hak kepemilikan air. Pendapatan responden yang sedianya dialokasikan untuk berbagai kebutuhan lainya harus disisihkan sebagian untuk

membeli air bersih. Selain teralokasinya dan a, sebagian responden mengalami kerugian usaha diakibatkan air sumurnya sudah keruh dan terkontaminasi. M. Selamat dan Teguh, dua pengusaha industri tahu rumahan dipaksa menghentikan penggunaan air sumur untuk memproduksi tahu sebab tahu yang dihasilkan dengan air sumur terkontaminasi limbah zat besi yang berbahaya bagi konsumen. Agar usaha tahunya tetap bertahan, mereka berlangganan air PDAM dengan pembayaran per bulanya rata-rata sebesar Rp 200 000 atas penggunaan air PDAM. Nilai willingness to pay keduanya dipaksa naik akibat keruhnya air sumur.

Kedua prinsip ini bila terus dilanggar akan berkolerasi mengancam prinsip lainya, yaitu keturunan, akal, dan agama. Mengkonsumsi air yang keruh dan terkontaminasi limbah perusahaan dalam jangka panjang akan membahayakan kesehatan individu dan keturunan dimasa yang akan mendatang. Prinsip akal akan terkena dampak dengan diawali tidak memiliki jiwa yang sehat. Prinsip jiwa yang tidak terpenuhi mengakibatkan prinsip akal yang tidak terpenuhi karena akal yang sehat tidak akan optimal bila tidak memiliki jiwa yang sehat. Salah satu responden, M. Badri, kerap depresi hingga dibawa berobat oleh anak sulungnya. Kondisi depresi ini diakibatkan kondisi kolam ikan dan air sumurnya yang tercemar dan tidak mampu memenuhi kebutuhan air bersih. Kondisi depresi ini berdampak buruk pula ke rumah tangga, istri responden sudah setahun tidak menetap di rumah karena tidak tahan dengan kondisi keuangan dan depresi suaminya.

Prinsip agama terancam karena air yang digunakan untuk bersuci atau berwudhu tidak layak untuk digunakan bersuci dan dikategorikan kepada makruh. Dianalogikan dengan air mendidih yang digunakan untuk berwudhu. Air tidak membatalkan wudhu namun dengan keadaan air mendidih membatalkan syara‟ untuk berwudhu. Air yang mendidih akan mencederai yang berwudhu dan walaupun tidak ada larangan untuk tidak berwudhu dengan air mendidih namun menghindarinya lebih diutamakan. Air yang sudah berubah dari kondisi asalnya, yaitu air mutlaq yang keluar dari bumi atau turun dari langi yang sudah berubah rasa, bau, dan warnanya dari kondisi air mutlaq dikhawatirkan akan lebih banyak mendatangkan mudharat bila digunakan apalagi untuk jangka panjang. Kondisi air oleh 17 responden mengakui bahwa air sumur mereka keruh. Air yang keruh atau sudah berubah warnanya walau masih dapat digunakan untuk bersuci namun hukumnya makruh karena air yang digunakan berpotensi mendatangkan keburukan dari kandunganya yang sudah tidak ssebagai air mutlaq.

Adapun prinsip keturunan sama halnya dengan prinsip lain menjadi terancam. Prinsip keturunan terancam karena keturunan atau calon keturunan dari semua responden mengalami kekurangan air ataupun kekeruhan air. Kondisi ini mengkhawatirkan karena keturunan sama halnya akan mengalami empat prinsip yang terancam oleh orangtuanya. Kesehatan yang terancam karena konsumsi air yang dapat memberikan dampak yang buruk bagi calon keturunan. Sudah terdapat lima responden yang mengharuskan berobat karena mengkonsumsi air yang keruh dan tercemar.

Solusi alternatif menurut analisis AHP yaitu membeli air kembali dari PT. Amerta Indah Otsuka (BELI) bila ditinjau dari maqashid syariah menurut konsep Al-Ghazali yang dipelajari peneliti selama perkuliahan di Program Studi Ekonomi Syariah, memenuhi lima prinsip maqashid syariah. Prinsip jiwa terpenuhi karena

prinsip jiwa terjamin dengan adanya kembali hak kepemilikan air. Prinsip jiwa harus terjamin keberlangsungannya agar mampu melaksanakan prinsip-prinsip lainya sebab kesehatan menentukan keberlangsungan hidup. Badri, salah satu responden yang mengalami kekeruhan air paling buruk dibandingkan responden lainya berulang kali mengingatkan betapa pentingnya air dibandingkan uang.

Bila prinsip jiwa sudah terpenuhi maka prinsip harta dapat teratasi. Walaupun terdapat alokasi pendapatan untuk membeli sumber air bersih, akan tetapi terdapat urgensi memperoleh air bersih untuk kebutuhan sehari-hari dan mengingat sudah dibangun perusahaan maka tidak memungkinkan untuk perusahaan menghentikan produksi. Ditinjau dari nilai willingness to pay

responden, seluruh responden sudah mampu mengeluarkan sebagian pendapatan untuk memperoleh air bersih. Kondisi ini berbeda dibandingkan sebelum adanya PT. Amerta Indah Otsuka karena sebelum adanya perusahaan warga tidak memiliki nilai WTP terhadap air bersih karena mudahnya memperoleh air bersih di sumur masing-masing.

Adapun prinsip lainya, yaitu prinsip akal, agama, dan keturunan akan terjamin kembali. Prinsip jiwa terpenuhi karena jiwa yang sehat akan

Dokumen terkait