• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengomentari Buku Cerita yang Dibaca

Dalam dokumen Atikah Anindyarini Sri Ningsih (Halaman 71-73)

Pelajaran 5 Pentingnya Menjaga Kesehatan

C. Mengomentari Buku Cerita yang Dibaca

Anak-anak pasti suka sekali jika membaca buku cerita yang berisi tentang dunia anak-anak maupun sebuah dongeng. Buku cerita biasanya berisi tentang nasihat, contoh-contoh kebaikan, dan keteladanan. Akan tetapi, tidak sedikit juga anak-anak remaja yang suka membaca buku cerita anak sekadar untuk hiburan.

Setelah membaca sebuah buku cerita, tentunya kalian dapat menentukan kelebihan dan kekurangan buku tersebut. Kalian dapat menyorotinya dari segi isi dan bahasa. Segi isi meliputi unsur-unsur intrinsik cerita yang meliputi tema, alur, penokohan, latar, sudut pandang, dan amanat serta ilustrasi gambar yang digunakan. Adapun dari segi bahasa meliputi keruntutan dan kekomunikatifan kalimat dalam buku cerita tersebut.

Bacalah dengan saksama cerita berikut ini! Judul buku : Teman dalam Kegelapan Tahun terbit : 2006

Kota terbit : Jakarta

Penerbit : Penerbitan Sarana Bobo

Teman dalam Kegelapan (Oleh: Aprilia Beta Suandi) "Bangunlah, matahari pagi yang cerah

telah datang menjemputmu. Ia mengucap- kan selamat pagi."

Aku tersenyum, lalu membuka mataku. Tapi semuanya sama saja. Gelap, tanpa seberkas cahaya pun. Ya, inilah duniaku. Aku berharap, saat pagi datang, aku akan dapat melihat burung-burung yang beterbangan dengan tetes embun di atas dedauan. Itu adalah hal yang biasa bagi anak normal, tetapi merupakan impian bagiku.

Hari ini hari Minggu. Aku tak perlu bersiap-siap berangkat ke sekolah. Aku duduk di meja belajarku, sambil meraba- raba huruf braile yang ada di depanku. Aku lebih senang membaca buku daripada berjalan-jalan. Bukannya karena aku takut tersesat, tapi aku takut kejadian dulu terulang lagi.

Saat aku sedang berjalan-jalan, beberapa anak kecil menghampiriku. Aku

dapat merasakan tatapan mereka yang mengejek. Kemudian mereka tertawa dan berteriak.

"Orang buta! Orang buta!" Bahkan mereka melempariku dengan batu-batu kecil. Sejak saat itulah aku lebih suka mengurung diri.

Aku membutuhkan teman, hingga akhirnya Liz datang. Aku tak tahu siapa dia. Saat kali pertama mengenalnya, ia berkata, "Aku ada hanya untuk kamu, Via. Karena itu, aku minta kau tidak mengatakan kepada siapa pun tentang aku."

Sejak saat itulah kami berteman. Liz selalu membangunkanku dengan kata-kata bijaknya. Liz juga selalu ada saat aku sendirian di dalam kamar. Mama selalu pulang malam. Aku tahu, Mama berusaha keras agar dapat membiayai operasi mataku. Ah, seandainya saja Papa masih ada .... .

Aku menutup pintu kamar sambil tersenyum.

"Liz ... ."

"Aku di sini. Kau tampaknya sedang bahagia."

"Ya. Tadi Mama bilang, Minggu depan aku akan dioperasi."

Sunyi. Tak ada jawaban. "Liz? Apa kau tidak senang?"

"Oh, aku senang. Hanya saja ... aku takut kau tak mau mengenalku lagi nantinya."

"Liz, kau tak perlu khawatir. Siapa pun kamu, dari mana pun asalmu, aku tak peduli. Kau adalah sahabat terbaikku."

"Kau akan berkata lain nanti. Percayalah."

Aku hendak membuka mulut lagi, tapi Liz tidak mengizinkanku.

"Dunia itu indah. Tapi ingatlah, jangan terjebak oleh keindahan dunia."

"Liz ... ." Sunyi. Tak ada jawaban. Ke mana Liz? Dan ... siapa dia?

* * *

Aku terbaring di sebuah ranjang. Suara alat-alat terdengar di telingaku. Aku takut. Kemudian beberapa orang suster dan dokter berbicara, tapi aku tak dapat men- dengarkannya lagi. Aku merasa mengantuk. Lalu aku pun terlelap.

Aku tak tahu apakah aku dalam keadaan sadar atau tidak. Yang jelas, aku merasa tubuhku begitu ringan. Suasana begitu sunyi. Aku merasa sedikit takut.

"Via, ini aku Liz," tiba-tiba Liz berada di hadapanku. "Jangan takut, tenanglah. Sebentar lagi kau akan bisa melihat. Kau akan menjadi anak yang normal. Kau akan tahu bagaimana indahnya bunga-bunga di taman dan birunya langit. Aku tahu kau adalah anak yang baik. Jangan lupakan mereka yang pernah senasib denganmu. Ingatlah, betapa sulitnya hidup dalam kegelapan."

Setelah itu semuanya kembali sunyi.

"Kau sudah siap? Sebentar lagi kau akan bisa melihat."

"Ya, Dokter. Aku cuma terlalu senang." Aku tertawa kecil. Jantungku berdebar kencang. Mama menggenggam erat tanganku.

Dokter memegang perbanku, lalu aku mendengar suara gunting. Perbanku mulai dibuka. Aku merasa kepalaku terasa ringan. Berlapis-lapis perban lepas dari kepalaku.

"Bukalah matamu perlahan-lahan ..." Hatiku semakin berdebar-debar. Dan perlahan-lahan ... aku merasa melihat seberkas cahaya. Lalu, makin lama semuanya tampak lebih jelas.

Kulihat seorang wanita cantik dengan wajahnya yang keibuan. Apakah dia ... .

"Mama?"

"Oh Tuhan, kau bisa melihat, anakku ... ." Mama memelukku erat sekali. Aku tahu beliau menangis.

"Terima kasih, Dokter!" Dokter itu tersenyum.

"Berterima kasihlah kepada Tuhan, Via. Tuhanlah yang telah memberimu penglihatan ini."

Setelah itu dokter pergi dari kamarku. Lalu aku teringat sesuatu. "Liz .. ."

"Kau ingin melihat Liz?" tanya Mama. Beliau mengambil sesuatu dari sebelah tempat tidurku, dan mataku terbelalak kaget. Sebuah BONEKA ...

"Di .. dia Liz?"

"Ya. Dia Liz. Kau sangat menyayangi dia, kan? Mama tahu kau suka berbicara dengannya. Papamu yang memberikannya sebelum ia meninggal."

Aku semakin tak percaya. Tiba-tiba kulihat bibirnya bergerak perlahan, seolah- olah mengatakan selamat tinggal. Apakah ini khayalanku? Bulu kudukku merinding.

Kerjakan tugas-tugas berikut!

Analisislah isi buku cerita di atas dari segi isi dan bahasa. Buatlah format berikut untuk mempermudah analisis kalian!

Tugas

No. Segi Komentar

1.

2. Isi

Bahasa

Hal-hal yang Dikomentari a. Unsur intrinsik - tema - alur - penokohan - latar - sudut pandang - amanat

b. Menarik atau tidaknya isi buku tersebut a. Keruntutan kalimat b. Kekomunikatifan kalimat a. Unsur intrinsik - ... - ... - ... - ... - ... - ... b. ... a. ... b. ...

Dalam dokumen Atikah Anindyarini Sri Ningsih (Halaman 71-73)