• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGUSUNG KESEJAHTERAAN BANGSA

Dalam dokumen Buku Kompilasi Esai Kelompok Studi se UG (Halaman 71-100)

Iqbal Fathurahman, Kedokteran Hewan 2013

Himpunan Studi Ternak Produktif (HSTP) FKH UGM

Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia dan terletak pada lokasi strategis perdagangan dunia. Dalam era global ini Indonesia akan menghadapi suatu kondisi perdagangan bebas dimana akan semakin meluasnya aspek perdagangan dunia. Globalisasi akan menjadi arus yang tidak terbendung dan mau tidak mau Indonesia harus bisa menghadapi situasi tersebut. Lalu lintas perdagangan serta lalu lintas manusia antar negara secara luas merupakan dampak dari pengaruh globalisasi dan menjadi hal yang harus dihadapi oleh negara ini. Salah satu permasalahan yang terjadi pada situasi global dalam masyarakat dunia adalah munculnya penyakit-penyakit baru yang bersifat menular yang ditimbulkan karena lalu lintas manusia antar negara serta adanya fenomena perubahan cuaca beberapa dekade terakhir di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia. Sebagai sebuah negara yang berada di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, Indonesia juga memiliki arti penting dalam kaitannya dengan iklim. Lokasi yang tepat berada di garis ekuator menjadikan Negara Indonesia sebagai negara dengan iklim tropis. Memiliki kondisi iklim tropis membuat Indonesia sebagai sebuah negara dengan tingkat keberagaman penyakit infeksius yang cukup tinggi. Faktor biologis dan lingkungan seperti keberagaman vektor, agen penyakit serta kesesuaian temperatur dan kelembaban lingkungan menjadikan negara dengan iklim tropis sebagai negara dengan tingkat prevalensi penyakit infeksius yang cukup tinggi (Sattenspiel, L., 2000). WHO pada tahun 2014 mencatat terdapat sekitar 1,7 milyar manusia yang terjangkit oleh penyakit tropis seperti Taeniasis, Schistosomiasis, Rabies, serta Dengue yang tersebar di 185 negara di dunia. Tingginya kejadian penyakit tropis ini menjelaskan bahwa Indonesia sebagai negara tropis merupakan negara dengan wilayah yang sangat rentan oleh penyakit.

72 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

Diantara penyakit yang banyak menjangkit manusia di wilayah tropis, terdapat penyakit yang disebut sebagai penyakit zoonosis. Penyakit zoonosis merupakan penyakit atau infeksi yang ditularkan secara alamiah diantara hewan vertebrata dan manusia (Khairiyah, 2011). Cleaveland, dkk (2001) mengungkapkan, sampai saat ini terdapat tidak kurang dari 300 penyakit hewan yang dapat menulari manusia. Dalam 20 tahun terakhir, 75% penyakit baru pada manusia terjadi akibat perpindahan patogen dari hewan ke manusia atau bersifat zoonotik, dan dari 1.415 mikroorganisme patogen pada manusia, 61,6% bersumber dari hewan. Zoonosis dapat ditularkan dari hewan ke manusia melalui beberapa cara, yaitu kontak langsung dengan hewan pengidap zoonosis dan kontak tidak langsung melalui vektor atau mengonsumsi pangan yang berasal dari ternak sakit juga melalui aerosol di udara ketika seseorang berada pada lingkungan yang tercemar (Suharsono 2002; Nicholas dan Smith 2003). Meninjau berdasarkan agen penyebabnya, zoonosis dapat dibedakan atas zoonosis yang disebabkan oleh bakteri, misalnya anthrax, brucellosis, leptospirosis, tuberkulosis, listeriosis dan salmonelosis. Zoonosis yang disebabkan oleh virus, misalnya rabies, Japanese encephalitis, nipah dan Avian influenza. Zoonosis yang disebabkan oleh parasit misalnya toxoplasmosis, taeniasis dan scabies. Zoonosis yang disebabkan oleh jamur misalnya ringworm serta zoonosis disebabkan oleh penyebab lainnya, misalnya BSE, yang disebabkan oleh prion yaitu suatu molekul protein tanpa asam inti, baik DNA maupun RNA (Murdiati dan Sendow, 2006). Sedangkan berdasarkan jenis inang reservoir yang merupakan sumber infeksi, Smulders dan Collins (2002) menjelaskan, terdapat 3 jenis sumber infeksi organisme penyebab penyakit zoonosis, yakni anthropoozonosis, zooanthroponosis, dan amphixenosis. Sumber infeksi dapat dikatakan sebagai anthropozoonosis bilamana penyakit ditularkan dari manusia ke hewan, sedangkan dapat dikatakan sebagai zooanthroponosis bilamana penyakit ditularkan dari hewan ke manusia dan amphixenosis yaitu bilamana dapat ditularkan baik dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat ancaman penyakit zoonosis yang cukup tinggi. Data dari Centers for Disease Control and Prevention

73 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

menjadi perhatian dunia dikarenakan tingginya tingkat kejadian penyakit zoonosis. Keadaan lingkungan hidup, cara hidup maupun kebiasaan mengonsumsi pangan di sebagian besar tempat di Indonesia sangat memungkinkan tumbuh suburnya beberapa penyakit parasit atau vektor pembawa penyakitnya, baik vektor mekanis maupun vektor biologis. Misalnya masih sering kita jumpai orang yang tidak melakukan perilaku hidup bersih seperti tidak mencuci tangan dengan bersih, buang air di sembarang tempat, mengonsumsi daging yang belum matang sempurna ataupun pemotongan hewan yang dilakukan di luar rumah pemotongan hewan (Soedjono, 2004). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts./OT.140/4/2013 terdapat 22 jenis penyakit hewan menular strategis yang penyakitnya sudah ditemukan ada di Indonesia, beberapa diantaranya yaitu Anthrax, Rabies, Salmonellosis, Brucellosis, dan Avian Influenza. Selain itu terdapat 3 jenis penyakit lagi yaitu Penyakit Mulut dan Kuku, Bovine Spongiform Encephalopathy dan Rift Valley Fever

yang berpotensi muncul dan menimbulkan kerugian ekonomi, kesehatan manusia, lingkungan, dan keresahan masyarakat. Dampak kerugian penyakit zoonosis antara lain gangguan kesehatan bagi masyarakat (kematian), pembatasan ekspor ternak dan produknya, penurunan produktifitas ternak, kerugian ekonomi seperti penurunan perdagangan, beban biaya pengobatan, penurunan wisatawan, serta mengganggu ketenteraman manusia. Sehingga perlu tindakan pengendalian dan pemberantasan penyakit zoonosis. Penyakit zoonosis memiliki dampak ekonomi secara global, sehingga kerugian ekonomi dirasakan secara nyata, misalnya Avian Influenza yang melumpuhkan sektor peternakan hampir di seluruh negara tertular. Sebagian penyakit zoonosis lainnya meskipun tidak berdampak global, akan tetapi menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar di banyak negara terutama bagi peternak, seperti penyakit Anthrax yang menyebabkan kematian ternak dalam jumlah besar atau penyakit Brucellosis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan populasi ternak sapi. Penyakit zoonosis lain tidak memiliki dampak ekonomi yang nyata, tetapi dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan masyarakat, seperti Salmonellosis yang hanya menyebabkan diare yang bisa saja dianggap hal biasa bagi masyarakat, tetapi ada kerugian ekonomi akibat biaya pengobatan yang

74 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

harus dikeluarkan dan kehilangan waktu kerja atau penyakit rabies yang dampak nyatanya dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan oleh korban yang meninggal dunia. (Nurhayati, 2014).

Perkembangan pengendalian zoonosis di dunia saat ini mengarah kepada konsep baru yaitu one world, one medicine, one health yang mengedepankan kerjasama yang lebih terintegrasi dan sinergis antara dokter hewan dan dokter dalam mengantisipasi penyakit-penyakit zoonosis yang berpotensi epidemik yang dikenal dengan konsep one health. One health merupakan aktivitas global yang penting berdasarkan konsep bahwa kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan/ekosistem bersifat saling bergantung satu sama lain atau interdependen, dan tenaga profesional yang bekerja dalam area tersebut akan dapat memberikan pelayanan terbaik dengan saling berkolaborasi untuk mencapai pemahaman yang lebih baik mengenai semua faktor yang terlibat dalam penyebaran penyakit, kesehatan ekosistem, serta kemunculan patogen baru dan agen zoonotik, juga kontaminan dan toksin lingkungan yag dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas substansial, serta berdampak pada pertumbuhan sosioekonomik, termasuk pada negara berkembang (Indohun, 2015). Kemudian muncul konsep ecohealth yang dianggap sejalan dengan konsep

one health, akan tetapi konsep ecohealth dikatakan memperluas konsep one health. Pilar dalam konsep one health adalah profesi kedokteran hewan, kedokteran manusia dan kesehatan masyarakat, sedangkan konsep ecohealth

lebih bersifat mulitidisiplin dimana ilmu-ilmu lain ikut dilibatkan seperti lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya. Ecohealth dapat didefinisikan sebagai pendekatan sistematis untuk pencegahan, diagnostik dan prognostik aspek manajemen ekosistem dan untuk memahami hubungan antara kesehatan ekosistem dan kesehatan manusia (Aguirre, Gomez 2009). Ecohealth mengkaji perubahan-perubahan lingkungan biologik, fisik, sosial dan ekonomi dan menghubungkan perubahan-perubahan ini dengan dampaknya terhadap kesehatan manusia. Ecohealth mempersatukan berbagai kalangan mulai dari dokter, dokter hewan, ahli konservasi, ahli ekologi, ahliekonomi, ahli sosial, ahli perencana dan lain sebagainya untuk secara komprehensif mempelajari dan

75 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

memahami bagaimana perubahan ekosistem secara negatif berdampak kepada kesehatan manusia dan hewan.

Dokter hewan Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam pengendalian penyakit yang bersifat zoonosis. Melihat Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia dan memilki keberagaman penyakit termasuk di dalamnya penyakit zoonosis dan tidak menutup kemungkinan akan banyaknya penyakit-penyakit baru yang mewabah di Indonesia. Dokter hewan Indonesia memiliki semboyan yakni Manusya Mriga Satwa Sewaka yang memiliki arti penting yaitu menyejahterakan manusia melalui kesejahteraaan hewan. Upaya-upaya kesehatan yang diembannya mencakup dua tanggung jawab yakni kesejahteraan manusia serta kesejahteraan hewan. Kepada hewan dokter hewan Indonesia memiliki tanggung jawab dalam menyehatkan kembali hewan-hewan hidup yang sakit dan memastikan bahwa penyakit hewan yang dibawanya tidak membahayakan kelompok hewan lainnya serta lingkungan di sekitarnya. Kepada manusia, dokter hewan juga bertanggung jawab dalam menyejahterakan masyarakat dengan mengupayakan menekan resiko-resiko mengalami gangguan kesehatan dan kerugian akibat adanya penyakit hewan menular yang bersifat zoonotik baik berasal dari hewan hidup maupun dari bahan asal hewan (Bagja, 2006).

Konsep one health baik saat ini dan di masa yang akan datang harus dapat diterapkan di Indonesia secara terintegrasi. One health adalah suatu gerakan untuk menjalin kemitraan antara dokter dan dokter hewan yang harus disepakati oleh berbagai pihak, baik organisasi medik kesehatan, kesehatan hewan maupun kesehatan masyarakat. Konsep one health akan mendorong kemitraan antara dokter dan dokter hewan menuju penelitian dan surveilans yang lebih baik di bidang zoonotik dan penyakit-penyakit baru yang muncul (Naipospos 2005). Pengendalian zoonosis kedepan diperlukan pendekatan komprehensif serta kesamaan persepsi tentang penetapan dan penanganan zoonosis prioritas untuk efektivitas dan efisiensi upaya pengendalian. Pengendalian zoonosis di Indonesia dapat dilakukan dengan penerapan konsep ecohealth yang mempersatukan berbagai kalangan mulai dari dokter, dokter hewan, ahli konservasi, ahli ekologi, ahliekonomi, ahli sosial, ahli perencana dan lain sebagainya untuk secara

76 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

komprehensif mempelajari dan memahami bagaimana perubahan ekosistem secara negatif berdampak kepada kesehatan manusia dan hewan. Permasalahan kesehatan masyarakat menjadi sebuah tantangan yang harus diselesaikan bagi para calon dokter hewan di masa depan bagi kemajuan Bangsa Indonesia. Tantangan dalam pengendalian zoonosis antara lain masih perlu peningkatan koordinasi antar profesi, keterpaduan yang berkelanjutan, dan peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan zoonosis.

Referensi :

Aguirre AA, A Gomez. 2009. Essential Veterinary Education in Concervation Medicine and Ecosystem Health: A Global Perspective. Rev. sci. tech.Off. int. Epiz. 28 (2): 597-603.

Bagja, Wiwiek. 2006. Memahami Profesi Veteriner sebagai Profesi Medis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Centers for Disease Control and Prevention. 2014. One Health and Zoonoses Activities at 17 Select International Locations. National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases.

Cleaveland S, MK Laurenson, dan LH Taylor. 2001. Disease of Human and Their Domestic mammals: Pathogen Characteristics, Host Range and the Risk of Emergence. Philos. Trans. R. Soc. Lond. B. Sci. 356(1411): 991-9. Indohun.2015. Pedoman Aplikasi Hard Skill One Health. Indohun National

Coordinating Office : Depok, Indonesia.

Kementerian Pertanian. 2013. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts./Ot.140/4/2013 Tentang Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis tahun 2013

Khairiyah. 2011. Zoonosis dan Upaya Pencegahannya (Kasus Sumatera Utara). Jurnal Litbang Pertanian, 30(3).

Murdiati, T.B dan Sendow, I. 2006. Zoonosis yang Ditularkan Melalui Pangan.

77 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

Nicholas, R. dan H. Smith. 2003. Parasite, cryptosporidium, giardia and cyclospora as foodborne pathogens. Woodhead Publishing in Food Science and Technology.

Nurhayati, D. 2014. Konsep Ecohealth dalam Pengendalian Zoonosis.

http://kesmavet.ditjennak.pertanian.go.id/index.php/berita/tulisan-ilmiah-populer/120-konsep-ecohealth-dalam-pengendalian-zoonosis.

Diakses pada 30 November 2016.

Sattenspiel, L. 2000. Tropical Environments, Human Activities, and the Transmission of Infectious Diseases. Yearbook of Physical Anthropology 43 : 3–31

Smulders, F. J. M dan Collins, J.D. 2002. Food Safety Assurance and Veterinary Public Health: Food safety assurance in the pre-harvest phase. Belanda : Wagenigen Academic Publishers.

Soedjono, R.R. 2004. Status Zoonosis di Indonesia. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis.

Suharsono. 2002. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta : Kanisius

WHO. 2016. World Healh Statistics.

http://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/2016_ AnnexA_NTDs.pdf?ua=1. Diakses pada 27 November 2016

78 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6 Perwujudan Organisasi Mahasiswa se-ASEAN di bidang Sains dan Teknologi sebagai Wadah Indonesia untuk Berperan Aktif dalam

Komunitas ASEAN tahun 2020

Muhammad Faidzdiya Ul Haq Kharisma, Kimia 2013 Lingkar Studi Sains (LSiS) FMIPA UGM

Perkembangan sains dan teknologi di dunia saat ini begitu pesat. Setiap bulannya, selalu ada inovasi-inovasi baru yang dipublikasikan ke masyarakat dunia. Setiap negara selalu bersaing untuk mengeluarkan penemuan-peneman baru yang bermanfaat bagi umat manusia. Dahulu, perkembangan sains dan teknologi selalu didominasi oleh negara-negara maju. Namun, saat ini sudah banyak negara-negara yang berani mengeluarkan berbagai penemuan-penemuan baru di bidang sains dan teknologi, salah satunya adalah Tiongkok. Perkembangan sains dan teknologi yang dilakukan oleh para pemuda di negara tersebut secara tidak langsung mengantarkan Tiongkok sebagai negara yang maju dan layak diperhitungkan kualitasnya hingga saat ini.

Adanya persaingan yang begitu pesat di bidang sains dan teknologi, pada akhirnya berdampak pada negara-negara yang ada di ASEAN, termasuk Indonesia. Agar bisa bersaing dengan negara-negara lain, maka seluruh negara yang tergabung dalam komunitas ASEAN berupaya mengembangkan inovasi- inovasi yang ada serta menemukan suatu inovasi baru di bidang sains dan teknologi. Namun, tidak semua negara di ASEAN dapat bersaing dengan baik hingga pada akhirnya menimbulkan kesenjangan kualitas yang cukup jauh antara negara yang satu dengan negara yang lain.

Dari data dunia, tahun 2013, terlihat sekali hasil penelitian di Indonesia sangat kecil karena dari pengajuan paten sangat kalah jumlahnya dengan negara tetangga. Dikutip dari Banjarmasin Post, Indonesia yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 250 juta, hanya mampu mengajukan paten sebanyak 8.641 saja. Singapura yang memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit dari Indonesia justru mampu mengeluarkan paten sains dan teknologi sebesar 9.722. Thailand 7.404, Malaysia 2.350, Vietnam 3.795,

79 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

dan Filipina 3.090 paten (Murjani, 2015).

Dengan meninjau salah satu data base akademik dan mesin pencari karya ilmiah yang cukup dikenal seperti SCOPUS. Ada 31.369 publikasi karya ilmiah yang muncul untuk pencarian afiliasi negara Indonesia sampai dengan 13 Agustus 2014. Dari jumlah tersebut 26.330 publikasi yang tercatat memiliki afiliasi pada 148 institusi di Indonesia. Lima ribuan publikasi nampaknya terafiliasi pada institusi di luar negeri. Seperti Universiti Teknologi Malaysia 510 publikasi, National University of Singapore 231 publikasi, Nagoya University 200 publikasi dan sebagainya. Dua puluh besar institusi penelitian di Indonesia dengan publikasi terbanyak dapat dilihat dalam diagram berikut (Rosidin, 2014).

Grafik 1. Publikasi Karya Ilmiah Institusi di Indonesia dalam Data Base SCOPUS 13 Agustus 2014 Dari grafik 1, terlihat bahwa dari 20 besar perguruan tinggi yang telah mempublikasikan penelitiannya, masih terdapat penyimpangan yang begitu

80 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

besar antara satu institusi dengan institusi yang lain. Hal ini semakin diperparah dengan adanya kesenjangan produktivitas dan kualitas dari masing-masing institusi. Sehingga, diperoleh hasil publikasi yang kurang maksimal jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN.

Deputi Sumber Daya Manusia Iptek, Kementerian Riset dan Teknologi, Freddy Permana Zen, menambahkan berdasarkan informasi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, tercatat baru 5000 orang yang mematenkan hak intelektualnya. Pasalnya, dari tahun 1991 sampai 2011, Dirjen Paten berhasil menghimpun sekitar 83.000 paten, tetapi dari sekian banyak paten tersebut hanya 5.000 paten saja yang berasal dari orang Indonesia, selebihnya orang luar negeri yang mematenkan kekayaan intelektualnya (Aliefien, 2015).

Kondisi yang memprihatinkan tersebut menurut penulis dapat diatasi dengan menginisiasi adanya suatu organisasi yang menghimpun mahasiswa se- ASEAN yang bergelut di bidang sains dan teknologi. Organisasi tersebut berisikan mahasiswa-mahasiswa dari berbagai universitas yang ada di ASEAN. Dengan adanya suatu organisasi tersebut, maka antara mahasiswa yang satu dengan mahasiswa yang lain dapat bekerja sama untuk melakukan pengembangan inovasi-inovasi baru dan penelitian bersama terkait isu sains dan teknologi yang berkembang saat itu. Salah satu manfaat utama dari organisasi ini adalah untuk meningkatkan kualitas penelitian suatu negara yang ada di komunitas ASEAN, sehingga diharapkan dari adanya suatu organisasi tersebut dapat dihasilkan suatu kerja sama yang saling menguntungkan, termasuk meningkatkan iklim penelitian untuk masing-masing universitas yang bersangkutan.

Potensi Indonesia untuk menggerakkan organisasi tersebut sangat besar. Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia

Rosan P Roeslani, jika ditinjau dari jumlah penduduk yang ada di ASEAN,

Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar yakni 40%. Hai ini juga diperkuat dengan perkembangan ekonomi yang menjanjikan di Indonesia, bahwa 50% perekonomian ASEAN terdapat di Indonesia (Rahman, 2015).

81 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

Grafik 2. Pendapatan Perkapita Indonesia tahun 2000-2013

Dari grafik 2, tampak bahwa pertumbuhan Indonesia terlihat menjanjikan dari tahun ke tahun. Pendapatan per kapita yang semakin meningkat setiap tahunnya tentu saja berimbas pada potensi Indonesia yang mampu menggerakan perekonomian yang ada di ASEAN. Tentu saja, dengan alasan inilah organisasi tersebut nantinya dapat digerakkan oleh Indonesia. Dengan berisikan orang-orang yang berkompeten dari setiap universitas di seluruh Indonesia, ditambah dengan adanya penunjang ekonomi yang baik, maka diharapkan Indonesia mampu menggerakan organisasi tersebut dan terus berkarya menghasilkan inovasi-inovasi baru yang diakui dunia.

Dengan adanya organisasi mahasiswa se-ASEAN di bidang sains dan teknologi, maka diharapkan ASEAN mampu sebagai salah satu sentral utama dari penelitian-penelitian yang ada di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan kualitas pendidikan universitas-universitas yang ada di ASEAN.

Gambar 1. Ranking Universitas di Indonesia, Malaysia, dan Singapura (versi QS TopUniversities 2014/2015)

82 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

Gambar 1 memaparkan ranking beberapa universitas yang ada di beberapa negara yang ada di ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, dan Singapura, berdasarkan data versi QS Top Universities, tahun 2014/2015. Dengan meningkatnya atmosfer penelitian di lingkungan ASEAN, tentu saja hal ini akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan yang ada di negara ASEAN. Tampak bahwa untuk saat ini, kualitas pendidikan di ASEAN saja masih memiliki kesenjangan yang cukup jauh antara negara yang satu dengan yang lain, tentu saja hal ini akan berdampak pada kualitas penelitian yang ada di negara tersebut. Sehingga dengan adanya organisasi mahasiswa sains dan teknologi se-ASEAN, diharapkan mampu meratakan kualitas pendidikan dan penelitian di komunitas ASEAN.

Organisasi mahasiswa se-ASEAN yang nantinya menggerakan penelitian di bidang sains dan teknologi tentunya membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak. Pemerintah diharapkan mampu dan bersedia untuk mendukung organisasi tersebut demi kemajuan sains dan teknologi di ASEAN, terutama Indonesia. Pasalnya, pada tahun 2020 Indonesia dan negara-negara lain yang ada di ASEAN akan menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Indonesia). Tentu saja, Indonesia harus terus mengembangkan kualitas penelitian di bidang sains dan teknologi secara berkala sehingga Indonesia tidak tertinggal dan siap bersaing dengan negara lain.

Referensi:

Aliefien, 2015, Jumlah Paten Intelektual Peneliti Indonesia Rendah,

http://www.technology-indonesia.com/component/content/article/124- teknik-produksi/361-jumlah-paten-intelektual-peneliti-indonesia-rendah, diakses pada 9 September 2015.

Murjani, 2015, Insentif Sedikit, Peneliti di Indonesia Kalah Banyak dengan Negara Tetangga,

sedikit-83 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6 peneliti-di-indonesia-kalah-banyak-dengan-negara-tetangga, 6 Oktober 2015 , diakses pada 15 November 2015.

Rosidin, N., 2014, Publikasi Karya Ilmiah Institusi (Universitas) di Indonesia,

http://pamadegan.com/2014/08/13/publikasi-karya-ilmiah-institusi- universitas-di-indonesia/, 13 Agustus 2014 , diakses pada 15 November 2015.

84 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6 Raden Bima (Rain Detection By Windmill):

Solusi Inovatif Menghadapi Perubahan Cuaca Sebagai Upaya Mewujudkan Ketahanan Pangan Indonesia

Ahmad Fajar Maulana, Teknik Pertanian dan Biosistem 2016

Agritech Study Club (ASC) FTP UGM

Cuaca adalah salah satu komponen yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bidang kehidupan manusia yang amat memperhatikan keadaan cuaca salah satunya adalah bidang pertanian. Peristiwa banjir, longsor dan kekeringan dinyatakan sebagai dampak nyata dari penyimpangan tersebut dan telah menjadi rutinitas tahunan yang seolah sulit dikendalikan. Ini secara tidak langsung menurunkan produksi pertanian khususnya pangan terlebih pada lahan-lahan tadah hujan (lahan kering). Kondisi tersebut lebih diperparah oleh pengetahuan tentang efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam yang rendah, yang menyebabkan penyimpangan iklim kurang mendapatkan perhatian (Budiastuti, 2010).

Dalam hal ini angin sebagai salah satu komponen cuaca yan g amat mempengaruhi aktifitas dari sistem pertanian ini. Oleh karena itu, adanya sebuah alat yang dapat digunakan untuk mempantau angin amatlah diperlukan. Pengukuran kecepatan dan arah angin pada awalnya dilakukan secara manual dangan alat yang sederhana. Namun seiring dengan perkembangan tehnologi maka banyak dikembangkan alat pengukur arah dan kecepatan yang modern. Terlebih dengan perkembangan teknologi komputer yang berkembang begitu pesat menjadikan alat alat ukur yang awalnya masih tradisional dan analog berubah m enjadi alat ukur yang modern dan berbasis digital dengan tingkat ketepatan yang cukup tinggi.

Pada pihak petani yang sebagai pelaku dalam sistem pertanian sering tidak memiliki pengetahuan untuk memanipulasi lingkungan sebagai suatu cara mengantisipasi gejala perubahan iklim. Itu tercermin pada cara budidaya yang kurang memperhatikan kondisi lahan seperti kemiringan tanah, ketersediaan

Dalam dokumen Buku Kompilasi Esai Kelompok Studi se UG (Halaman 71-100)

Dokumen terkait