• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toha Tulus Dharmawan, Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian 2016 Gama Cendekia (GC) UGM

Dalam dokumen Buku Kompilasi Esai Kelompok Studi se UG (Halaman 26-71)

Selama berabad-abad, Indonesia tidak hanya dikenal sebagai suatu bangasa yang agraris, namun juga dikenal sebagai bangsa maritim. Nenek moyang kita dahulu terkenal sebagai pengarung samudra yang tangguh, bahkan hingga menetap dan membentuk suatu peradaban diberbagai pulau salah satunya di pulau yang sekarang dikenal sebagai Madagaskar. Lalu munculnya suatu dinasti kerajaan yang dikenal dengan Sriwijaya yang luas daerah kekuasaan meliputi hampir seluruh Asia Tenggara, kemudian Kerajaan Majapahit yang dikenal sebagai kerajaan terbesar yang disegani kekaisaran Cina saat itu, luas wilayahnya pun tak kalah dengan Sriwijaya. Kedua kerajaan tersebut dikenal juga memiliki beberapa armada maritim yang sangat kuat dalam menjaga wilayah teritorialnya, terutama laut. Hal ini menggambarkan Indonesia telah memiliki perjalanan yang amat panjang sebagai suatu bangsa maritim. Sebelumnya, apa itu bangsa maritim?.

Bangsa maritim merupakan maritim merupakan bangsa yang mengelola dan memanfaatkan serta mengembangkan sumber daya kelautan sebagai basis atau dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti yang dicontohkan di atas bahwa nenek moyang kita dahulu mengarungi lautan demi menemukan daerah baru yang layak ditinggali. Hal ini patutnya menjadi pembelajaran Indonesia untuk lebih mengoptimalkan sumber daya yang ada, terutama dibidang kelautan untuk dapat meraih kedaulatan.

Mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2017, yaitu suatu susunan strategi atau perencanaan yang dirumuskan dan dicita-citakan oleh presiden yang dikenal sebagai Nawacita, untuk mengembangkan sektor kemaritiman dan kelautan Indonesia, hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya:

27 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

2. Dari sektor kedaulatan energi

3. Pengelolaan daerah perbatasan dan tertinggal 4. Pelayanan kesehatan

5. Pelayanan pendidikan 6. Antarkelompok pendapatan

7. Stabillitas keamanan dan ketertiban

8. Konsolidasi demokrasi dan efektivitas diplomasi

9. Percepatan pertumbuhan industri dan kawasan ekonomi 10.Pembangunan pariwisata

11.Peningkatan iklim investasi dan iklim usaha 12.Peningkatan ekspor non-migas

Dari beberapa poin tersebut banyak permasalahan yang sesungghunya dapat dicaari solusinya. Diantaranya seperti dari sektor kedaulatan pangan, menurut data BPS mengenai konsumsi rata-rata perkapita selama seminggu pada tahun 2014, penduduk Indonesia mengkosumsi rata-rata 0,274 kg daging ikan dan udang segar (ikan laut maupun ikan air tawar), hal ini sangat memprihatinkan dilihat dari kondisi Indonesia dengan luas wilayah perairan meliputi 2/3 dari luas wilayah keseluruhan, dan Indonesia merupakan negara dengan produksi produk kelautan terbesar 2 di dunia setelah Jepang. Seharusnya dengan potensi seperti itu, Indonesia setidaknya mampu memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Hal tersebut terjadi dikarenakan konsolidasi demokrasi dan efektivitas diplomasi belum terlaksana, dimana Indonesia hanya memiliki sedikit sekali armada pengamanan laut, dengan 8 unit kapal perang dan sekitar 200 lebih kapal patroli perairan yang mengawasi wilayah perairan Indonesia, selain itu kurangnya diplomasi dengan negara tetangga dalam upaya pengamanan batas laut masing-masing negara. Inilah salah satu kendala yang menghambat ditegakkannya batas kedaulatan NKRI.

Hal tersebut memicu kasus-kasus seperti illegal fishing yang sangat merugikan negara. Indonesia dengan potensi laut sekitar 400 milyar dollar hilang dirampas negara lain pertahunnya, tentu hal ini merupakan masalah yang perlu diperhatikan seperti yang ditujukan pada poin ke 7 mengenai stabilitas keamanan

28 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

dan ketertiban, yaitu penanganan IUU fishing (kapal pengawas). Selain itu untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat terhadap wilayah darat, udara, dan laut terutama, Indonesia harus lebih memperhatikan pembangunan daerah tertinggal dan terluar. Sebagai negara maritim terbesar di dunia, dengan lebih dari ±13.700-an pulau lebih y±13.700-ang tersebar dari Sab±13.700-ang sampai Merauke, Indonesia harus mulai mendata setiap titik pulau yang berada dalam wilayah kedaulatan negara, karena hal itu menjadi sangat krusial apabila berbatasan dengan negara lain. Seperti yang terjadi dengan Pulau Sipadan-Ligitan dan Blok Ambalat, sekarang telah berpindah tangan menjadi milik Malaysia karena tidak diperhatikan dan dikelola dengan baik, pulau dibiarkan kosong tanpa penghuni, sekalipun terdapat penghuni, masyarakat disana lebih memilih berpindah ke negara lain karena akses terhadap kesehatan, pendidikan, kebutuhan pangan dan bahan bakar dapat dipenuhi negara asing dibanding negara sendiri, ini merupakan bukti belum terwujudnya poin 2, 3, dan 5 yaitu mengenai kedaulatan energi, pengelolaan daerah tertinggal dan terluar serta pelayanan kesehatan.

Salah satu solusi yang bisa dimulai dari sekarang adalah Dengan diterapkannya kurikulum berbasis pendidikan kemaritiman, bukan hanya untuk sekolah kemaritiman atau sekolah pariwisata kalautan saja, namun juga mulai dari pendidikan sekolah dasar (SD) atau yang sederajat, sekolah menengah pertama (SMP) atau yang sederajat, dan sekolah menengah atas (SMA) atau yang sederajat. Bukan pendidikan mengenai keunggulan fisik dan kompetensi tentang kelautan saja, tapi juga mindset bahwa bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa maritim yang menjunjung Pancasila sebagai dasar ideologi untuk menegakkan kedaulatan tersebut. Selain itu mungkin perlu didirikan sekolah kejuruan perikanan, yang tidak hanya belajar mengenai budidaya, namun juga mengenai teknik penyuluhan dan industrialisasi perikanan dan kelautan agar nantinya bersama pemerintah dapat menyukseskan program kemaritiman yang sudah direncanakan seperti pada poin 5 dan 6 yaitu mengenai pelayanan pendidikan (pendidikan karakter dan kejuruan) dan antarkelompok pendapatan (sosialisasi mengenai pengelolaan kenelayanan dan industri perikanan).

29 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

Langkah selanjutnya ialah pengembangan sektor perekonomian kemaritiman, salah satu diantaranya yaitu sektor ekonomi kreatif dan pariwisata. Indonesia sudah dikenal diseluruh dunia sebagai negara dengan keindahan panorama alamnya, terutama ekosistem pantai dan bawah lautnya, hal ini yang menjadikan sektor pariwisata perlu gencar dikembangkan didaerah-daerah, terutama daerah yang memiliki potensi wisata alam bahari. Kita sudah mengenal Bali sebagai objek wisata dunia, padahal Indonesia punya daerah lain seperti di Lombok, Banyuwangi, Karimun Jawa, Natuna, Raja Ampat, Bunaken, dan lain-lain. Potensi seperti ini tidak dimiliki oleh negara lain, bayangkan saja pemasukan negara dari sektor pariwisata mencapai 5 milyar petahun, jika hal ini lebih dioptimalkan mungkin akan meningkat sekitar 10% - 20%, dimana sudah tentu akan meningkatkan standar kehidupan masyarakat disekitar wilayah tersebut dan masyarakat tersebut juga wajib menjaga kawasan wisata tersebut dan beberapa wilayah konservasi kelautan lain sebagai bentuk kontribusi terhadap alam yang telah memberikan potensi yang melimpah. Mungkin selain wisata alam perlu dibangun suatu kawasan wisata technopark kelautan sebagai objek wisata sekaligus media pembelajaran masyarakat tentang segala hal mengenai kemaritiman, kelautan dan perikanan. Tentu kita dapat memlihat bagaimana suatu negara hanya ditopang dari sektor pariwisata sebagai pemasukan utama seperti Singapura, Maldives (Maladewa), dan Hongkong, beberapa negara tersebut merupakan negara yang miskin sumberdaya alam, namun mampu mengoptimalkan sektor pariwisata dengan tetap menjaga lingkungan dan menjadi pemasukan negara walaupun jenis-jenis pariwisata masing-masing negara berbeda.

Yang terakhir adalah dengan mendirikan kawasan ekonomi khusus industri perikanan, terutama yang dekat dengan daerah penghasil produk perikanan dan kelautan dan daerah terluar untuk menunjang perekonomian didaerah tersebut sehingga tidak ketergantungan terhadapa bangsa asing, dan kata lain, menjadi bangsa yang lebih berdaulat. Selain industri manufaktur yang perlu dikembangkan, Indonesia memerlukan suatu kawasan industri perikanan yang nantinya akan menarik minat investor, terutama investor asing dan menaikan angka ekspor non-migas, yaitu melalui ekspor produk perikanan dan kelautan

30 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

serta untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri itu sendiri sehingga mengurangi beban impor produk perikanan dari negara luar, pendirian industri perikanan ini juga harus mendorong terbentuknya unit industri rumahan agar ikut mengelola hasil perikanan dan kelautan menjadi lebih bermanfaat untuk bangsa Indonesia yang lebih berdaulat.

Referensi:

Anonim, 2016, Peran KKP dalam Rencana Kerja Pemerintah 2017, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Jakarta

http://bps.go.id/konsumsi_perkapita_seminggu_beberapa_bahan_pangan_penting _periode_2007_-_2014/, diunduh Hari Senin 31 Oktober 2016, pukul 16.57 WIB

http://www.antaranews.com/berita/509786/menteri-susi-kkp-salah-satu-kementerian-terbaik, diunduh hari Senin 31 Oktober 2916, pukul 15.03 WIB

http://www.antaranews.com/berita/503494/menteri-susi-peluncuran-technopark-wujud-pelaksanaan-nawacita, diunduh hari Senin 31 Oktober 2016, ppukul 16.02 WIB

31 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6 Menggapai Indonesia Berdaulat dalam Perspektif Ilmu

Kesehatan

Aulia Ayub, Kedokteran Gigi 2014 Denta Paramitha (Depa) FKG UGM

Berdaulat. Merupakan suatu kata yang sangat mudah dilafaskan tapi sangat sulit diaplikasikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berdaulat adalah sesuatu yang berbahagia, atau suatu kondisi ketika suatu negara memiliki kendali penuh atau kekuasaan tertinggi atas perbuatannya itu sendiri. Setiap negara, tak terkecuali negara Indonesia pastilah mempunyai visi untuk menciptakan suatu nilai kedaulatan itu sendiri. Bahkan, hal ini sudah jauh diimpikan dan dirumuskan oleh para tokoh negara yang bersama-sama membuka gerbang kemerdekaan dengan pengimplementasikan nilai tersebut dalam suatu

teks pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu,berdaulat, adil dan

makmur”.

Makna kata bedaulat atau yang berarti memiliki kendali penuh atas setiap hal penyelenggaraan suatu tata kenegaraan dapat ditinjau dari berbagai macam perspektif bidang ilmu. Salah satu aspek yang sangat vital dan dapat menjadi indikator tercapainya visi kenegaraan tersebut dapat kita dilihat dari perspektif bidang kesehatan. Sudah 71 tahun Indonesia merdeka, lalu apakah suatu negara seadidaya Indonesia dapat dikatakan sudah berdaulat dalam bidang kesehatan?

Tentu tidak saudara-saudara sekalian. Taraf kedaulatan Indonesia dalam bidang kesehatan dapat dibilang masih “NOL BESAR”. Apa dasar saya bilang

kedaulatan Indonesia masih seperti itu? Ada 3 poin dasar dari suatu perspektif sudut pandang yang dapat kita jadikan suatu standar.

Yang pertama, adalah dalam segi ketahanan bahan obat nasional. Berdaulat dalam aspek ketahanan bahan obat nasional memiliki makna dapat mengelola sendiri secara mandiri berbagai macam obat yang dapat dibuat dari

32 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

berbagai macam bahan yang bersumber dari negara. Namun faktanya adalah kedaulatan dalam segi ketahanan bahan obat nasional Indonesia masih nol besar. Menurut Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), M Nasir, menyatakan, sekitar 92 persen bahan baku obat-obatan di Indonesia masih impor. Selain itu, menurut artikel kementrian perindustrian Indonesia tahun 2011, Nilai impor bahan baku obat diprediksi mencapai Rp 11,4 triliun pada 2012, atau naik 8,5% dibandingkan tahun 2011 yaitu Rp 9,59 triliun.

Dari data dan fakta tersebut, dapat terlihat secara jelas dan nyata. Apakah Indonesia dapat dikatakan berdaulat dalam segi ketahanan bahan obat nasional? Tentu saja jawabannya tidak saudara-saudara sekalian. Lalu, apakah alasan bangsa Indonesia belum dapat mandiri dalam segi ketahanan bahan obat nasional? apakah karena bahan dasar obat tersebut tidak tersedia di Indonesia? Atau apakah karena jumlah apoteker dalam dunia farmasi Indonesia masih terbatas? Tentu itu adalah suatu pertanyaan yang tidak masuk akal.

Indonesia adalah negara megadiversity, yang berarti, Indonesia adalah suatu negara yang memiliki keanegaraman hayati terbesar di dunia. Menurut Mustaid Siregar, Kepala Pusat Konservasi TumbuhanLIPI, Indonesia memiliki jenis tumbuhan yang sangat banyak, yaitu hampir delapan ribu spesies. Lalu, dengan fakta seperti ini apakah alasan bahan dasar obat yang tidak tersedia diindonesia masih dapat dijadikan suatu alasan? Tentu saja tidak saudara-saudara.

Jika ditinjau dari alasan yang kedua, yaitu apakah karena jumlah apoteker dalam dunia farmasi Indonesia masih terbatas? Menurut wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia Arel St. S. Iskandar yang dikutip dari artikel tempo tahun 2014 menyatakan, Saat ini ada 63 perguruan tinggi farmasi di Indonesia dengan lulusan mencapai 3.500 orang per tahun. Angka itu menambah jumlah tenaga apoteker di Indonesia yang kini mencapai 27 ribu apoteker. Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta idealnya jumlah apoteker hanya 25 ribu orang. Fakta ini menunjukan, bahwa ratio apoteker di Indonesia bahkan sudah melewati batas yang dibutuhkan. Lalu, dengan fakta seperti ini apakah alasan jumlah apoteker dalam dunia farmasi Indonesia masih terbatas masih dapat dijadikan suatu alasan? Tentu saja tidak saudara-saudara.

33 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6 Berdasarkan fakta-fakta tersebut, alasan apakah yang paling cocok diutarakan penyebab negara Indonesia masih belum dapat berdaulat dalam segi ketahanan bahan obat nasional? alasan yang paling masuk akal adalah karena ketidakpeduliannya pemerintah. Alih-alih mendapatkan kemudahan, pemerintah lebih memilih untuk mengimpor suatu jenis bahan obat dibandingkan harus bersusah payah mendidik generasi-generasi penerusnya untuk bersikap mandiri dalam mengelola berbagai macam jenis obat tersebut. Lalu, sampai kapankah ini akan terjadi?

Yang kedua, adalah dalam segi kualitas kesehatan Indonesia. Secara garis besar, kualitas kesehatan di Indonesia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu dari angka harapan hidup, angka kematian bayi, dan tingkat kecukupan gizi masyarakat di Indonesia. Lalu, bagaimanakah kualitas kesehatan di Indonesia? Tentunya, jika Indonesia Ingin dikatakan suatu negara yang berdaulat dalam perspektif ilmu kesehatan, Indonesia haruslah memiliki fakta statistik yang memuaskan mengenai ketiga indikator tersebut.

Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan

laporan United Nation berjudul “Wolrd Population Prospect”, Indonesia hanya

memiliki tingkat harapan hidup sebesar 70,76 dan masih jauh terbelakang dibandingkan 136 negara diatasnya. Selain itu, jika ditinjauh dari segi angka kematian bayi, menurut data survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2007 adalah 34 per 1000 kelahiran hidup dan menempati peringkat 1 angka kematian bayi tertinggi di negara ASEAN. Yang terkahir, jika dilihat dari angka kecukupan gizi, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2013 yang menunjukkan bahwa kasus gizi buruk di Indonesia menunjukan prevalensi yang cukup tinggi yaitu mencapai hingga 37,2%. Lalu, jika dilihat dari ketiga fakta tersebut, apakah Indonesia masih dapat dikatakan berdaulat dalam segi kulitas kesehatannya? Tentu saja jawabannya tidak saudara – saudara.

Yang ketiga, adalah dalam segi pemerataan kesehatan. Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang membentang dari sabang hingga marauke dan dari pulau miangas sampai pulau rote. Makna berdaulat dalam segi pemerataan kesehatan adalah ketika seluruh komponen bangsa Indonesia yang berada di

34 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

posisi manapun dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama. Lalu, bagaimanakah kondisi sekarang ini? Apakah dalam segi pemerataan kesehatan Indonesia sudah dapat dikatakan berdaulat?

Menurut Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pesebaran dokter di Indonesia sangat memprihatinkan. Dari persentase 100% jumlah dokter yang ada di Indonesia, 20,67 dokter berada di jakarta, 15,40% di Jawa Barat, 11,22% di Jawa Timur, dan 10,575 berada di Jawa Tengah, yang berarti jumlah dokter yang berada di daerah Jawa mencapai 57,86%. Lalu, Kenapakah hal ini dapat terjadi ?

Ada beberapa faktor mengapa kondisi seperti ini dapat terjadi. Faktor pertama yang patut disalahkan mengenai hal ini adalah tenaga pelayanan kesehatan yaitu dokter itu sendiri. Hal ini dikarenakan, setelah disumpah dan mendapatkan gelar yang mereka impikan, banyak dari mereka yang mengingkan hidup secara damai dan tenang di tempatnya masing-masing dengan fasilitas yang nyaman dan selalu memanjakan hidup mereka. Sangat jarang ada dokter yang rela berkorban untuk mengabdi kepada masyarakat untuk hidup bersama-sama dalam suatu daerah dengan wilayah terpencil dimana fasilitas yang tersedia tidak senyaman di tempat asalnya terdahulu.

Faktor kedua yang patut disalahkan terkait hal tersebut adalah pemerintah itu sendiri. Dilihat dari kondisi sekarang ini, banyak sekali kebijakan pemerintah Indonesia yang terkesan naif dan sangat terlihat jelas ingin mengeksploitasi tenaga kesehatan itu sendiri tanpa suatu jalan pemikiran yang matang. Seharusnya, pemerintah harus menghargai tenaga pelayanan kesehatan yang mau berkorban yang bersedia ditempatkan di wilayah terpencil dengan berbagai kebijakan yang bersifat melindungi dan menjamin kesejahteraan dari tenaga pelayanan tersebut. Hingga sekarang ini, banyak sekali kasus-kasus ditemukan ketika tenaga pelayanan kesehatan tersebut tersiksa untuk melangsungkan hidupnya di wilayah dia ditempatkan tersebut.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berdaulat adalah sesuatu yang berbahagia, atau suatu kondisi ketika suatu negara memiliki kendali penuh atau kekuasaan tertinggi atas perbuatannya itu sendiri. Jadi, dari ketiga poin yang sudah dijelaskan diatas, apakah negara Indonesia sudah dapat dikatakan

35 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

berdaulat dalam bidang perspektif ilmu kesehatan? Biarkan batin saudara-saudara sekalian sendiri yang menjawab. Semoga, beberapa tahun kedepan, kita sebagai mahasiswa yang akan menjadi tulang punggung dari negara ini mengerti permasalahan kedaulatan bangsa ini sendiri dan kita sendiri yang akan memecahkannya.

36 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6 Menuju Indonesia Mandiri Melalui Penguatan Modal Sosial

Tejaningrum, Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan 2016 Unit Penalaran Ilmiah Interdisipliner (UPII) UGM

Manusia hanya dapat menunjukan eksistensinya melalui karya. Entah, karya itu menghasilkan materi yang dapat ditunjukan pada dunia atau tidak. Selain eksistensi, melalui karya, manusia dapat menjalankan kedudukannya sebagai makluk yang mandiri karena mampu mempergunakan anugerah Tuhan berupa freewill dengan benar. Namun di sisi lain, karya akan sulit diproduksi secara berkelanjutan, ketika manusia sebagai penghasil, belum sejahterah atau merdeka.

Manusia yang sejahterah dapat diindikasi melalui kemampuan menyelesaikan masalah, terpenuhi kebutuhannya, serta mendapat kesempatan melakukan dua poin sebelumnya (Midgley,1995) . Tetapi hal tersebut sering terhalang oleh beberapa hal, seperti kemiskinan dan permasalahan pendidikan, teknologi, ketenagakerjaan, kesehatan, bahkan perumahan. Sehingga dewasa ini, masyarakat dari berbagai bidang berupaya mengatasi hal tersebut, agar melahirkan masyarakat mandiri. Sejalan dengan keresahan itu, setelah masa MDGs berakhir, pada tanggal 25 – 27 September 2015 di markas PBB, New York, Amerika Serikat sebanyak 193 negara secara aklamasi mewujudkan

Transforming Our World : The 2030 Agenda For Sustainable Development

melalui agenda Sustainable Delevopment Goals.

Dorongan gelombang SDGs juga menguatkan Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan UUD 1945, tepatnya pada pembukaan alenia keempat :

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi,dan keadilan sosial, maka disusunlah UUD 1945 berdasarkan Pancasila.”

Dibuktikan oleh pemerintah pusat dan daerah yang berupaya meregulasi kebijakan, agar berpihak pada kepentingan masyarakat umum (perbaikan sistem), memperbaiki infrastuktur, melakukan pemberdayaan, mendukung

37 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

perkembangan IPTEK, dan menggandeng seluruh stakeholder terkait, agar mampu bersinergi mewujudkan kesejahteraan sosial menuju Masyarakat Indonesia Mandiri dan berdaya saing.

Sebagai bukti, pada dua tahun masa kepemimpinan Presiden Jokowi, kesejahteraan masyarakat diciptakan melalui pembangunan yang tidak Jawa sentris. Perbaikan infrastruktur dilakukan di luar daerah Jawa. Kemudian upaya perbaikan sistem BPJS, Tax Amnesti, KPBU, Kartu Indonesia Sehat, Manajemen konfik bidang ekonomi-politik, dan Kartu Indonesia Pintar. Gebrakan juga dilakukan kementrian Kabinet Kerja, misalnya kebijakan kementrian keuangan yang memangkas anggaran APBN 2016 sebesar Rp 65 trilliun di tiap kementrian dan kementrian sosial yang mengembangkan basis data terpadu (BDT) serta sistem informasi kesejahteraan sosial (SIKS) yang membantu menginventaris data kesejahteraan sosial. Kemudian eksistensi daerah dibuktikan dengan saling berlomba – lomba mewujudkan smart city with technology.

Apresiasi memang layak diberikan pada pemerintah yang sedang berupaya melakukan reformasi dengan mengoptimalkan segala sumber daya alam, menjalin kerja sama dengan stakeholder terkait, dan berupaya meningkatkan kualitas SDM berdaya saing melalui pendidikan. Namun hal tersebut perlu dibarengi dengan penguatan modal sosial yang dimulai oleh pemerintah, agar pembangunan dapat berkelanjutan.

Pembangunan negara dapat berkelanjutan, apabila ada partisipasi masyarakat. Adanya penguatan modal sosial adalah upaya mewadahi masyarakat untuk membuat kesepakatan bersama sehingga konsesus norma dan nilai terjadi di tengah masyarakat, menciptakan kesadaran memiliki untuk turun andil secara aktif; senantiasa bersikap kritis, solutif, dan toleransi; kemudian terjalin rasa percaya dan kekeluargaan antar masyarakat. Dari hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa penguatan modal sosial adalah ajang pendidikan politik sehat, serta upaya perwujudan demokrasi yang sesungguhnya, dari rakyat-oleh rakyat-untuk rakyat , karena apabila modal sosial di masyarakat kuat, maka akan tercipta pemerintahan yang bottom-up. Sehingga akan muncul masyarakat yang sadar untuk terus meningkatkan kualitas diri (tebentuk etos kerja yang baik), berinovasi melakukan upaya kemandirian (misalnya menciptakan program

38 | K o m p i l a s i E s a i S C C F U G M 2 0 1 6

pelayanan dan pemberdayaan), tercipta equity and equality, dan pemerintahan transparan-progresif, dengan kata lain seluruh masyarakat akan sejahterah. Ditekankan sekali lagi, The precence of dense networks within a society,and the accompanying norms of generalized trust and reciprocity, allow citizens to overcome collective action problem more effectively ( Stolle and Honghe,2003:1).

Given this logic, Social capital has been defined and measured as generalized trust,

norms of reciprocity and networks (Putnam,1993).

Lalu bagaimana cara agar penguatan modal dapat dijalankan secara kondusif dan kooperatif oleh pemerintah dan masyarakat. Pertama, perlu penguatan komitmen dari internal seluruh jajaran pemerintah mewujudkan misi penguatan modal sosial, sehingga akan tercipta konsistensi. Kedua, secara intensif, persuasif, dan progresif yang dimulai dari pemerintah untuk mempropagandakan melalui berbagai media secara menarik untuk menguatkan isu penguatan modal sosial untuk mengimbangi pembangunan, sehingga tertanam nilai baru di masyarakat yakni percipatory society. Hal tersebut juga diupayakan oleh Pemerintahan Singapura, setiap hari, di seluruh media negara mereka. Bahkan, In Britain, the Blair goverment has re-invigorated civic education

Dalam dokumen Buku Kompilasi Esai Kelompok Studi se UG (Halaman 26-71)

Dokumen terkait