• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatkan Investasi

Dalam dokumen BAB IV PEMBANGUNAN EKONOMI (Halaman 32-35)

Dalam masa krisis saat ini, tingkat investasi menurun tajam dibandingkan dengan masa sebelum krisis. Penurunan investasi ini secara langsung berakibat pada rendahnya pertumbuhan ekonomi. Dari sisi lalu lintas modal, masih terjadi pelarian modal di mana arus modal keluar oleh swasta masih lebih besar dibandingkan arus modal swasta yang masuk. Penurunan tingkat investasi ini disebabkan oleh beberapa hal, terutama faktor keamanan dan stabilitas politik. Situasi keamanan yang masih belum membaik telah menghambat niat investor dalam dan luar negeri untuk segera menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu, pemulihan keamanan dan ketertiban serta stabilitas politik menjadi prasyarat bagi meningkatnya kegiatan investasi.

Pada tahap awal pemulihan, pertumbuhan ekonomi digerakkan oleh meningkatnya konsumsi masyarakat. Namun tingginya tingkat konsumsi ini tidak akan bertahan lama dan perlu digantikan perannya oleh investasi. Investasi yang menurun tajam sejak tahun 1997 telah mulai menunjukkan perubahan yang menggembirakan pada tahun 1999. Dalam tahun-tahun mendatang, pertumbuhan investasi akan terus didorong untuk menciptakan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Prioritas investasi adalah investasi berdasarkan ekuitas (equity based investment), seperti penanaman modal asing dan investasi melalui pasar modal, dibanding investasi berlandaskan pinjaman. Selain itu prioritas investasi juga ditujukan bagi investasi-investasi pembangunan prasarana penunjang pertumbuhan ekonomi, baik di sektor transportasi, energi dan listrik, telekomunikasi, dan sebagainya.

5.1 Peningkatan Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong investasi baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri antara lain melalui penyederhanaan prosedur investasi, desentralisasi beberapa kewenangan penanaman modal, serta peninjauan daftar negatif investasi secara berkala. Meskipun demikian masih terdapat beberapa kelemahan yang perlu disempurnakan. Pertama, pemberian sistem insentif bagi kegiatan investasi masih kurang konsisten dan transparan. Kedua, masih rumitnya sistem perizinan usaha yang pada gilirannya akan menciptakan ekonomi biaya tinggi, khususnya bagi perusahaan kecil dan menengah.

5.1.1 Program Peningkatan Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri

Program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah dan nilai investasi secara signifikan. Sasarannya adalah terciptanya sistem pelayanan investasi yang efisien dan efektif dan terciptanya kepastian iklim investasi yang kondusif.

Dalam kaitan itu, kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) menyempurnakan perangkat hukum yang lebih kondusif terhadap peningkatan investasi antara lain deregulasi peraturan penanaman modal, termasuk penyempurnaan sistem insentif, desentralisasi kewenangan perizinan investasi, dan penyempurnaan Undang-Undang Penanaman Modal; (2) melakukan peninjauan daftar negatif investasi secara berkala sesuai dengan perkembangan keadaan; (3) menguatkan kelembagaan dan profesionalisme aparatnya baik di pusat maupun daerah agar menjamin pelayanan yang efisien kepada penanam modal, termasuk membentuk sistem pemantauan untuk mengidentifikasi praktik-praktik yang menghambat investasi dan meningkatkan kepekaan terhadap berbagai keluhan masyarakat; (4) meningkatkan promosi investasi di dalam dan di luar negeri; (5) meningkatkan aliansi strategis dengan berbagai mitra ekonomi secara saling menguntungkan; dan (6) meningkatkan negosiasi dan kerjasama ekonomi bilateral dan multilateral.

Selain itu, langkah-langkah tersebut perlu didukung oleh langkah-langkah untuk meningkatkan kepercayaan investor luar negeri agar mau menanamkan modalnya di dalam negeri dan mengurangi ekonomi biaya tinggi termasuk mengurangi KKN untuk menarik investasi ke Indonesia.

5.2 Pengembangan Pasar Modal

Peran dan fungsi lembaga pasar modal sebagai wahana untuk menyediakan alternatif sumber modal yang murah masih belum optimal. Akibatnya pasar modal kurang diminati oleh para pelaku ekonomi sebagai sumber pembiayaan. Karena itu dalam rangka meningkatkan sumber dana investasi berdasarkan ekuitas masyarakat maka pengembangan pasar modal, melalui penguatan institusi pasar modal, menjadi prioritas. Selain berbagai alternatif sumber pembiayaan, pengembangan pasar modal juga ditujukan untuk melindungi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pasar modal. Untuk itu, kebijakan ini diarahkan guna menumbuhkan transparansi pelaksanaan pasar modal, dan membangun mekanisme pengawasan secara profesional yang bersifat independen.

5.2.1 Program Penataan Institusi Pasar Modal

Tujuan program ini adalah meningkatkan peran pasar modal dalam pembiayaan kegiatan investasi perusahaan, termasuk BUMN dan UKMK. Sasarannya adalah meningkatkan kinerja

institusi pasar modal sehingga mampu meningkatkan pasar modal sebagai salah satu alternatif sumber pendanaan dan melindungi masyarakat.

Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) pemantapan prosedur dan pelaksanaan pengawasan pasar modal secara independen dan penegakan kepastian hukum agar tercipta pasar modal yang wajar, teratur, dan efisien serta sesuai dengan standar internasional; (2) peningkatan kualitas sumber daya manusia pengawasan; (3) peningkatan kapasitas sistem informasi manajemen termasuk memperluas jangkauan penyebaran informasi pasar modal kepada masyarakat luas; (4) pengajuan RUU pasar modal untuk menyempurnakan UU No. 8 Tahun 1995; dan (5) peningkatan pelaksanaan good corporate governance dan sosialisasinya, termasuk mendorong tranparansi pelaku pasar modal.

5.3 Percepatan Restrukturisasi Perusahaan Negara

Kinerja dari banyak perusahaan negara dinilai belum memadai seperti tampak pada rendahnya laba yang diperoleh dibandingkan dengan modal yang ditanamkan. Bahkan pada pada tahun 1997 dan 1998, sebagian perusahaan negara tidak lagi dapat membayar utangnya atau tidak dapat memberikan keuntungan yang memadai.

Belum optimalnya kinerja perusahaan negara selama ini berkaitan langsung dengan efisiensi, profesionalisme, serta transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dari perusahaan negara tersebut (corporate governance) yang mencakup badan-badan usaha milik negara (BUMN) dan badan-badan usaha milik daerah (BUMD) baik yang berbentuk perusahaan umum (Perum), perusahaan jawatan (Perjan), maupun perseroan terbatas (PT). Masalah internal yang dihadapi oleh perusahaan negara adalah sulitnya menyatukan peran dan fungsi. Di satu sisi, perusahaan negara berperan sebagai insitusi yang mampu menyediakan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan di lain pihak berfungsi sebagai perusahaan yang memiliki kewajiban memaksimalkan keuntungan. Selain itu perusahaan negara juga dihadapkan pada masalah eksternal yang ditunjukkan oleh ketidaksiapan menghadapi penerapan prinsip-prinsip perdagangan bebas dan otonomi daerah. Dengan kondisi demikian maka restrukturisasi perusahaan negara harus dilaksanakan. Namun demikian, sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 agar alasan dan pertimbangan untuk privatisasi suatu BUMN tidak didasarkan atas kepentingan jangka pendek semata dengan mengorbankan kepentingan umum yang lebih besar dalam jangka panjang.

Pelaksanaan arah kebijakan restrukturisasi ditujukan untuk meningkatkan efisiensi usaha dan nilai kompetitif dari BUMN baik yang berbentuk Perum, Perjan, maupun PT yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum yang bergerak dalam penyediaan fasilitas publik, industri pertahanan dan keamanan, pengelolaan aset strategis, dan kegiatan usaha lainnya yang tidak dilakukan oleh swasta dan koperasi. Restrukturisasi dilakukan dengan memperhatikan dan tetap menjamin (1) tingkat pelayanan (level of service) agar tetap terpenuhi; (2) kemampuan (capability) masyarakat dalam mendapatkan pelayanan; dan (3) tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Strategi ini diarahkan pada upaya-upaya (1) melaksanakan restrukturisasi BUMN dengan membangun organisasi dan manajemen yang profesional, efisien serta berbudaya perusahaan, dan memfokuskan kegiatannya ke dalam lingkup usaha pokok; (2) privatisasi BUMN untuk kegiatan usaha yang tidak lagi merupakan kepentingan umum yang sangat strategis dengan prinsip yang sederhana, transparan dan memiliki akuntabilitas tinggi melalui divestasi dan penyebaran kepemilikan BUMN, terutama kepada masyarakat, baik melalui pasar modal maupun dalam bentuk unit trust; (3) likuidasi bagi BUMN yang bergerak dalam bidang yang tidak menyangkut hajat hidup orang banyak atau tidak penting dan selalu

merugi. Privatisasi bernilai tambah terutama akan dilakukan terhadap sektor-sektor yang sangat diminati investor, yaitu sektor telekomunikasi, transportasi, perkebunan, hotel dan turisme, infrastruktur, serta minyak dan gas.

Dalam rangka menunjang pelaksanaan privatisasi yang bernilai tambah akan dilaksanakan program sebagai berikut.

5.3.1 Program Restrukturisasi Perusahaan Negara

Program ini bertujuan untuk meningkatkan keuntungan, kesehatan dan peningkatan kualitas pelayanan perusahaan negara. Sasaran program ini adalah meningkatnya efisiensi usaha dan daya saing BUMN serta terwujudnya kemitraan yang kuat antara BUMN dengan usaha-usaha lainnya.

Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut maka kebijakan dan kegiatan pokok program restrukturisasi perusahaan negara adalah (1) menyehatkan keuangan perusahaan negara; (2) meningkatkan pengelolaan dan pengawasan perusahaan negara; (3) mengembangkan peluang kerjasama operasional dalam rangka merevitalisasi perusahaan negara strategis yang berada dalam kondisi tidak sehat; (4) secara bertahap menghilangkan preferensi dan perlindungan yang diberikan pada BUMN yang diprivatisasi, dan pembatasan anggaran yang bersifat subsidi dan tambahan modal baru; (5) mendorong hubungan kemitraan antara BUMN dan usaha-usaha lainnya berdasarkan kompetensi antara lain dengan pelaksanaan sub-kontrak, penyediaan modal kerja, dan pemberian pelatihan dan kesempatan praktik kerja; dan (6) mendorong pembentukan unit trust untuk meningkatkan kepemilikan masyarakat terhadap saham-saham BUMN di pasar modal.

Dalam dokumen BAB IV PEMBANGUNAN EKONOMI (Halaman 32-35)

Dokumen terkait