• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatnya Kualitas Pencegahan Penyakit Pada Ternak

Dalam dokumen LAKIP TAHUN 2016 DINAS PETERNAKAN (Halaman 43-50)

Populasi sapi

Sasaran 2. Meningkatnya Kualitas Pencegahan Penyakit Pada Ternak

a. Perbandingan antara target dan realisasi sasaran

Tabel 6. Capaian Indikator Kinerja Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2016

18000 ekor 15175 84,30

250 ekor 100 40

200 ekor 279 140 Satuan Realisasi Persentase

(%) meningkatnya Status Kesehatan Hewan Tertanganinya Penanganan, Pencegahan, Pengendalian dan pemberantasan penyakit Hewan Tertanganinya Penyakit gangguan reproduksi Terlaksananya pengawasan dan pengamanan ternak masuk/keluar daerah

Sasaran Indikator Kinerja Target

Berdasarkan tabel diatas Memperlihatkan persentase capaian yang cukup singnifikan khususnya capaian indikator ke 3 dan indikator ke 1, sedangkan untuk indikator ke 2 capaiannya hanya mencapai 28 %. Berdasarkan tabel tersebut lebih terinci lagi dijelaskan pada tabel pencapaian Indikator Kinerja Utama. Hal ini dimaksudkan untu meng ukur keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi. Pemilihan dan Penetapan Indikator Kinerja Utama harus memenuhi karakteristik yaitu spesifik, dapat dicapai, relevan, menggambarkan keberhasilan sesuatu yang diukur dan dapat dikuantifikasi dan diukur.

Tabel 7. Capaian Indikator Kinerja Utama Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2016

No. Indikator Kinerja Utama Target Realisasi Capaian (%)

1. Persentase penurunan angka Kesakitan

ternak 414.998 15175 3,65 2. Persentase Ganguan Reproduksi dan

Penyakit Ternak Yang di Tangani 12.433 105 0,46 3. Persentase pengawasan ternak

Laporan Kinerja Dinas Peternakan dan Keswan T.A 2016

Tabel 8. Perbandingan Antara Realisasi Kinerja Tahun Ini Dengan Tahun Sebelumnya

No Indikator Kinerja 2014 2015 2016 Kondisi Akhir % Dari RPJMD a. Persentase penurunan angka Kesakitan ternak 11,3 % 8,98 % 3,65 % 7,97 % 75,87% b. Persentase Ganguan Reproduksi dan Penyakit Ternak Yang di Tangani 8 % 7 % 0,56 % 5,18 % 4,66 % 3. Persentase pengawasan ternak masuk/keluar daerah 10 % 15 % 14,33 % 18 % 22,32

Tabel 7 memperlihatkan persentase penurunan angka kesakitan ternak pada tahun 2016 sebesar 3,65 % dari total populasi ternak ( sapi, kerbau dan kuda dan ayam petelur). Target ini disesuaikan dengan jumlah anggaran APBD Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bulukumba. Sedangkan realisasi pelayanan kesehatan ternak pada tahun 2016 mencapai angka 15.175 ekor kasus yang tersebar di 10 kecamatan di kawasan Kabupaten Bulukumba. Berdasarkan data dinas peternakan dan kesehatan hewan Kabupaten Bulukumba tahun 2016 jumlah populasi ternak sapi mencapai 70.662 ekor, kerbau 1588 , kuda 27.644, dan ayam petelur 282.426 ekor. Total data ternak yang masuk dalam jangkauan pelayanan mencapai 414.998 ekor. Capaian kinerja diperoleh dengan membandingkan realisasi pelayanan kesehatan hewan dengan target jangkauan populasi ternak yang akan dilayani, sehingga diperoleh capaian kinerja 3,65 % dari target tahun 2016.

Tabel 8 memperlihatkan perbandingan antara jumlah pelayanan kesehatan dari tahun 2013, 2014 dan tahun 2015 dengan target capaian. Setelah membandingkan persentase penurunan angka kesakitan, maka dari tiga tahun yang terakhir didapatkan bahwa untuk tahun 2016 merupakan persentase yang cukup tinggi, dilanjutkan dengan tahun 2014 dan yang terakhir di tahun 2015.

b. Analisis Penyebab Keberhasilan / Kegagalan atau Peningkatan / Penurunan Kinerja serta Solusi yang Telah Dilakukan.

Kualitas pencegahan penyakit pada ternak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bulukumba mempunyai 2 indikator utama yang dijadikan sebagai acuan utama dalam hal pelayanan kesehatan hewan. Indikator utama yang dimaksud

Laporan Kinerja Dinas Peternakan dan Keswan T.A 2016

adalah persentase penurunan angka kesakitan ternak dan persentase penurunan jumlah kasus gangguan reproduksi. Penurunan angka kesakitan menjadi penting diperhatikan karena akan mempengaruhi jumlah populasi ternak yang ada dan mengurangi tingkat penyakit baik yang bersifat infeksius, non infeksius dan yang bersifat zoonosis. Indikator yang lain yang menjadi prioritas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bulukumba adalah penurunan jumlah kasus gangguan reproduksi. Organ reproduksi yang normal menentukan tingkat kesuburan dari suatu individu terna.

Berdasarkan persentase penurunan angka kesakitan ternak hanya bisa menurunkan angka 3,65 % dari populasi ternak besar dan populasi ayam petelur, Hal ini disebabkan karena alokasi anggaran yang disiapkan sangat terbatas khusunya untuk Pelayanan Kesehatan Hewan sehingga lebih banyak masyarakat melakukan pelayanan keswan secara mandiri.

Dalam hal penanganan kasus penyakit yang bersifat zoonosis khususnya untuk penyakit hewan strategis dilakukan upaya vaksinasi, kontrol populasi dan eliminasi. Dalam selang waktu tahun 2016 ada beberapa jenis penyakit yang bersifat infeksius di Kabupaten Bulukumba. Penyakit yang di maksud adalah scabies, fasciolosis, helmintiasis, orf, Bovine Ephimeral Fever, suspect Surra, Coccidiosis, Colibacillosis, Pink Eye, Ring Worm, Suspect Rabies, Chronic Respiratory Disease, Theleriosis, Babesiosis, Anaplamosis, dan tetanus. Penyakit zoonosis yang menjadi prioritas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah rabies dan antraks. Mengingat kasus antraks pernah terjadi di Bulukumba pada tahun 1982. Sedangkan kasus gigitan anjing pada manusia dilaporkan sebanyak 123 kasus gigitan pada tahun 2016 (Dinas Kesehatan Kabupaten Bulukumba, 2016).

Pengendalian Penyakit Rabies

Anjing liar masih menjadi salah satu kendala penanganan rabies Anjing yang tak berpemilik ini sering lari apabila hendak diberi vaksin. Sedang jika dilakukan langkah yang lebih tegas berupa pemusnahan, tidak jarang tindakan itu justru mengenai anjing-anjing yang ada pemiliknya dan menimbulkan protes warga

Kegiatan kewaspadaan merebaknya rabies dilakukan dalam beberapa metode untuk mencapai tujuan dan keluaran yang telah ditetapkan, antara lain media cetak berupa penyebaran brosur, poster, penyampaian melalui mesjid-mesjid, penyiaran melalui radio, pengawasan, koordinasi Antar-Instansi terkait, dan komunikasi.

Dalam pemberantasan Penyakit Rabies tahun 2014 dan 2015, 2016. di Kab. Bulukumba dititikberatkan pada eliminasi terhadap anjing-anjing liar, dan telah dilakukan di 10 kecamatan dan tetap melayani permintaan racun anjing yang sifatnya insidentil. Kendala berikutnya adalah keterbatasan sarana dan prasarana dan biaya operasional yang

Laporan Kinerja Dinas Peternakan dan Keswan T.A 2016

tidak disiapkan, diharapkan sharing pembiayan antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten.

Tabel 9 Alokasi Persediaan Racun Anjing & Vaksin Rabies Di Kabupaten Bulukumba Tahun 2014, 2015, 2016

No Tahun Anggaran

Racun anjing(KG) Jumlah HPR yang dieliminasi

Target Realisasi Target Realisasi

1. 2014 5 5 1665 987 2. 2015 3 3 999 653 3. 2016 2 2 666 460 *) Sumber anggaran APBD Provinsi sebanyak 3000 dosis

Berdasarkan data diatas dari Jumlah hewan pembawa rabies yang dieliminasi hanya 68% dari persediaan racun di tahun 2016. Hal ini menunjukkan bahwa perlu ada penambahan volume racun anjing setiap tahunnya mengingat populasi Hewan Pembawa Rabies (HPR) khususnya anjing mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan estimasi populasi anjing liar di Kabupaten Bulukumba untuk tahun 2016 sebanyak 8.800 ekor, sehingga untuk tahun ini hanya sekitar 5 % yang dapat di eliminasi dengan persediaan racun yang dianggarkan.

Pengendalian Penyakit Antraks

Kebijakan Pengendalian Penyakit anthrax didasarkan pada wilayah bebas dan wilayah endemik. Bagi daerah bebas anthrax dilaksanakan pengawasan ketat terhadap lalu lintas ternak dan pada daerah endemis dilaksanakan vaksinasi ternak dan surveylance secara rutin.

Metode Pengendalian dan pencegahan Penyakit antraks sebagai berikut :

1. Pengawasan yang ketat terhadap pergerakan (lalu lintas) ternak melalui pemeriksaan kesehatan hewan yang akan masuk ataupun keluar dari wilayah Kab. Bulukumba

2. Pemeriksaan antemortem dan postmortem pada hewan yang akan dipotong di Rumah Potong Hewan(RPH)

3. Pelarangan keras pemotongan hewan yang terserang atau diduga terserang ANTHRAX

4. Pangawasan rutin produk-produk asal hewan terutama daging yang beredar di pasar-pasar

Laporan Kinerja Dinas Peternakan dan Keswan T.A 2016

5. Pemusnahan produk-produk asal hewan yang tidak memenuhi unsur kesehatan masyarakat veteriner

6. Pembakaran dan penguburan ternak yang diduga terserang ANTHRAX

7. Vaksinasi yang teratur setiap tahun pada daerah yang pernah terjadi wabah(endemis)

8. Public Awareness/Kesadaran Masyarakat dan Edukasi Masyarakat melalui penyuluhan kesehatan masyarakat pada pertemuan-pertemuan kelompok tentang penyakit ANTHRAX dan kepada masyarakat atau peternak yang menemukan ternak yang menunjukkan gejala ANTHRAX agar segera melaporkan pada pemerintah setempat, petugas peternakan setempat atau ke Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Tabel. 10 Alokasi Persediaan Vaksin Anthraks di Kabupaten Bulukumba Tahun 2014, 2015, 2016

No Tahun Anggaran Alokasi Vaksin (dosis)*

Target Realisasi 1. 2. 3 2014 2015 2016 7200 2500 2000 7200 2500 2000 Ket : * sumber penganggaran dari APBD Provinsi Sulawesi Selatan

Berdasarkan alokasi vaksin di tahun 2016, semuanya merupakan pengadaan propinsi, demikian halnya dengan biaya operasionalnya, Sehingga dukungan ini sangat terbatas dan perlu kedepannya dialokasikan dana pendamping dari APBD Kabupaten untuk memperluas jangkauan pelayanan

Pengendalian secara terpadu yang lebih mengutamakan pencegahan dan antisipasi dini perlu menjadi perhatian seluruh sektor, dimulai dari masyarakat, pemerintah setempat, pemerintah kecamatan, puskesmas, dinas kesehatan, bpp, lsm, serta dinas peternakan dan kesehatan hewan sebagai leading secto

c. Analisis Program dan Kegiatan yang Menunjang Pencapaian Kinerja

Program dari sasaran ini adalah meningkatnya jumlah kualitas pencegahan penyakit pada ternak. Tujuan dari program ini adalah meningkatnya pengamanan ternak melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit ternak/ hewan. Adapun Indikator Kinerja dari sasaran ini adalah persentase penurunan jumlah kasus kesakitan ternak.

Laporan Kinerja Dinas Peternakan dan Keswan T.A 2016

Adapun alokasi anggaran untuk mendukung terlaksananya program penurunan jumlah jumlah kesakitan ternak 3,65 % tahun 2016. ini adalah sebesar Rp. 31.451.000 realisasi sebesar Rp. 28.901.000,- atau 91,89%

d. Permasalahan dan Alternatif Solusi

Adapun permasalahan di lapangan antara lain;1) kurang aktifnya peternak untuk melaporkan ternaknya yang mengalami gangguan kesehatan disebabkan sehingga kebanyakan ternak yang mengalami kelainan tidak terdata jumlah dan lokasinya. 2) Ketersediaan jumlah obat untuk menanggulangi kasus kesakitan ternak disediakan masih sangat kurang dari kebutuhan mengingat hanya 3 jenis ternak yang tertangani yaitu kuda, sapi, kerbau, dan anjing. 3) Kemampuan petugas lapangan dalam hal penanganan gangguan reproduksi pada ternak belum maksimal.

Alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi di lapangan diantaranya; 1) melakukan edukasi kepada masyarakat melalui kegiatan sosialisasi deteksi dini penyakit dan pengobatan tradisonal yang bisa dilakukan di daerah. 2) Dengan adanya data yang jelas dari peternak mengenai kasus penyakit yang sering muncul sehingga dibutuhkan upaya medis dalam hal ini pengobatan yang sesuai dengan gejala dilapangan. 3) Peningkatan kemampuan (sumber daya) petugas lapangan dalam penanganan kesehatan perlu dilakukan secara bertahap dan rutin melalui pelatihan untuk mengetahui perkembangan penyakit dan bagaimana penanganan yang efektif di lapangan.

Gangguan Reproduksi Dan Penyakit Ternak Yang Ditangani

Gangguan reproduksi menyebabkan kerugian ekonomi sangat besar bagi peternak yang berdampak terhadap penurunan pendapatan. Gangguan tersebut umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya penyakit reproduksi, buruknya sistem pemeliharaan, tingkat kegagalan kebuntingan dan masih adanya pengulangan inseminasi. Melihat Tabel 3 diatas maka capaian indikator sasaran Persentase Gangguan Reproduksi yang dilayani hanya mencapai 0,56 % dari total populasi betina dewasa yang dilayani, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak kasus gangguan reproduksi yang ada dilapangan belum bisa ditangani secara serius dari tahun ke tahun.

Adapun lokasi penanganan gangguan reproduksi yang telah dilaksanakan dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 yaitu Kecamatan Bontotito (74 ekor), Kecamatan Rilau Ale (11 ekor), Kecamatan Bulukumpa (35 ekor), Kecamatan Herlang ( 32ekor), Kecamatan Bontobahari (55 ekor), Kecamatan Kajang (44 ekor), Kecamatan Ujung Loe (14 ekor) dan Kecamatan Gantarang ( 21 ekor).

Laporan Kinerja Dinas Peternakan dan Keswan T.A 2016

Analisis Program dan Kegiatan yang Menunjang Pencapaian Kinerja

Rata-rata capaian kinerja pada sasaran ini adalah 105 %, jika disandingkan dengan persentase realisasi keuangannya yaitu 100 % maka efisiensi penggunaan sumber daya sasaran adalah 5,0 %. Berdasarkan ...

Adapun alokasi anggaran untuk mendukung program ini adalah sebesar Rp. 61.929.250 realisasi sebesar Rp. 61.929.250 atau 100 % dengan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran ini adalah terlaksananya penanganan gangguan reproduksi dan penyakit ternak 10% tahun 2016.

Permasalahan dan Alternatif Solusi

Adapun permasalahan di lapangan terkait dengan penanggulangan penyakit reproduksi antara lain;

1) Kurang aktifnya peternak untuk melaporkan ternaknya yang mengalami gangguan reproduksi kepada petugas lapangan, sehingga kebanyakan ternak yang mengalami gangguan reproduksi tidak terdata jumlah dan lokasinya.

2) Ketersediaan jumlah hormon untuk menanggulangi gangguan reproduksi yang disediakan masih kurang dari kebutuhan.

3) Kemampuan petugas lapangan dalam hal penanganan gangguan reproduksi pada ternak belum maksimal.

Gambar 1. Penanganan gangguan reproduksi pada ternak

Alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi di lapangan diantaranya; 1) melakukan edukasi kepada masyarakat melalui kegiatan sosialisasi pengenalan dini gangguan reproduksi ternak dengan harapan masyarakat dapat berperan aktif melaporkan ternaknya yang mengalami gangguan reproduksi sehingga petugas lapangan dapat memperoleh data yang jelas mengenai daerah mana saja dan jumlah dari ternak yang mengalami gangguan reproduksi. 2) Dengan adanya data yang jelas dari peternak mengenai jumlah ternak yang mengalami gangguan reproduksi harus diikuti dengan penambahan jumlah

Laporan Kinerja Dinas Peternakan dan Keswan T.A 2016

hormon sehingga kebutuhan daerah dapat tercapai. 3) Peningkatan kemampuan (sumber daya) petugas lapangan dalam penanganan gangguan reproduksi pada ternak perlu dilakukan secara bertahap dan rutin melalui pelatihan penanganan gangguan reproduksi.

Dalam dokumen LAKIP TAHUN 2016 DINAS PETERNAKAN (Halaman 43-50)