• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagaimana menjadi garam dan terang?

Dalam dokumen Apakah engkau mengasihi Aku Sebuah buku (Halaman 95-108)

(How you can be the salt and the light of the world.)

Teks: Matius 5:13-16

13 † "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan

apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.

14 † Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak

mungkin tersembunyi.

15 Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di

dalam rumah itu.

16 † Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya

mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."

Shalom, saudara-saudariku yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Tentu kita semua telah sering mendengar perintah Tuhan Yesus

ini, bahwa kita adalah garam dan terang dunia. Kita pasti juga telah berusaha keras menjadi garam yang asin dan pelita yang bercahaya. Namun, kalau kita mau jujur, kita seringkali gagal dalam upaya kita

menjadi garam dan terang. Mengapa demikian?

Ada beberapa penyebabnya:

1. Kita berusaha dengan kekuatan sendiri. Ayat 13 dan 14 tidak berbunyi: hendaklah kamu berusaha keras menjadi garam dan terang dunia. Bukan itu kan? Yesus bersabda: kamu adalah garam, dan kamu adalah terang

96 | P a g e

dunia. Artinya, garam dan terang itu adalah sifat yang melekat pada kita sebagai anak-anak Allah, jika kita memang anak-anak Allah yang sejati. Itu bukan hasil usaha kita, namun sifat yang dikaruniakan Allah sendiri

kepada anak-anak-Nya.

2. Kita tidak hidup melekat kepada Sang Sumber Garam dan Sumber Terang. Perintah Tuhan Yesus ini merupakan panggilan agar kita menyerahkan diri secara total untuk dibentuk oleh Bapa di sorga. Kita

hanyalah bejana tanah liat, dan Dialah Sang Penjunan. Kita mesti menyerahkan diri sepenuhnya agar dibentuk oleh Tangan Bapa. Dalam penyerahan diri itulah, maka kita belajar hidup melekat kepada Dia Sang

Sumber Garam dan Sumber Terang itu, karena Yesuslah pokok anggur dan kita ini hanya carang-carang.

"Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di

luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." - Yoh. 15:5

Ketika kita memberikan diri sepenuhnya untuk dibentuk dan diproses oleh Bapa itulah, maka dengan sendirinya kita akan memiliki kualitas

garam dan terang yang diminta oleh Yesus.

3. Kita hidup terlalu larut dengan dunia. Kalau kita mau jujur, bukankah terlalu sering kita hanya mengikuti Injil yang murahan? Injil murahan itu

bunyinya kira-kira begini: "Pokoknya ikut Yesus, pasti kamu diselamatkan." Kita enggan untuk bertobat, dan enggan belajar hidup menaati perintah-perintah Tuhan. Pokoknya, kita hanya mau mendengar Injil yang enak di telinga kita. Di sinilah, letak persoalan utama mengapa

97 | P a g e

Karena kita hidup terlalu larut dengan dunia di sekitar kita, sehingga bukan kita yang menggarami dunia, kitalah yang digarami oleh dunia. Bukan kita yang membawa terang, namun kita yang silau dengan lampu-

lampu berwarna-warni dari dunia. Dan kita gagal melihat bahwa di balik kemilau lampu-lampu dunia itu, ada kegelapan yang mengerikan. Artinya,

kita gagal melihat dunia dengan mata Tuhan, dengan pikiran Tuhan, dengan hati Tuhan.

Memang kita semua sering berseru Tuhan, Tuhan, namun bukankah Yesus juga bersabda:

Matius 7:21

"Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-

Ku yang di sorga. "

Artinya, kita semua orang-orang Kristen mesti berbalik dari tingkah laku kita yang jahat dan dari manusia lama kita, lalu bertobat dan belajar hidup kudus dan menaati kehendak Bapa dalam hidup kita. Dan baru

dengan cara itu, maka secara perlahan hati dan pikiran kita akan diperbarui, lalu kita akan menjadi garam dan terang yang sesungguhnya.

Itulah yang dimaksudkan dengan dilahirkan kembali (reborn), itu sama sekali bukan usaha kita, melainkan anugerah Tuhan semata. Itu hanya mungkin atas pekerjaan Roh Kudus, yang bertiup ke mana Dia mau.

(baca Yohanes pasal 3).

Penutup

Kiranya renungan kecil ini dapat menolong kita agar sungguh-sungguh menyerahkan diri ke dalam pimpinan Roh Kudus, dan mulai menaati perintah-perintah Tuhan. Kita mesti hidup dengan sungguh-sungguh

98 | P a g e

takut akan Tuhan.

Versi 1.0: 29 oktober 2017, pk. 15:39 VC

Dari hamba yang tidak berguna.

*catatan: artikel ini dipersiapkan dalam rangka ikut memperingati 500 tahun Gerakan Reformasi Gereja yang dipelopori oleh Martin Luther, tgl.

99 | P a g e

Membaca Naura

Teks: Yohanes 8:32

"...dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu."

Shalom, selamat malam saudaraku. Setelah tiga kali saya "kecelik" di beberapa bioskop, akhirnya saya mendapatkan sebuah bioskop yang masih memutar film "Naura dan Genk Juara."

Film musikal garapan Eugene Panji ini digarap apik, dan seperti komentar beberapa penulis, film ini cukup berhasil menjawab kerinduan banyak orang tua akan film anak-anak yang berbobot. Kalaupun ada kritik yang beredar di medsos dan lain-lain, saya kira itu wajar karena penonton juga berasal dari beragam latar belakang.

Jadi saya tidak akan berkomentar tentang kritik tersebut. Apalagi hal ini sudah ditanggapi oleh Ahmad Basuki, Ketua LSF (1).

Karena itu izinkan saya menulis tanggapan reflektif saat dan setelah menonton film ini.*

# Pembacaan "literal"

Film dibuka dengan suatu lomba sains di sebuah sekolah, dan akhirnya ditunjuklah Naura sebagai ketua tim sekolah untuk ikut berkemah selama 2 hari di sebuah kawasan hutan lindung. Lalu berangkatlah mereka ke hutan tersebut untuk berkemah.

100 | P a g e

dibawa oleh Cepot (seekor monyet), ternyata mereka menemukan mobil jip yang berisi hewan-hewan curian dari kawasan hutan lindung tersebut. Akhirnya mereka terlibat dalam suatu petualangan seru sampai akhirnya berhasil membekuk kelompok penjahat yang ternyata dipimpin oleh Marsono, koordinator hutan lindung di situ. Demikian garis besar alur film.

Ada beberapa pengamat yang menghubungkan film ini dengan

keberhasilan "Petualangan Sherina" beberapa puluh tahun silam. Ya, itu ada benarnya, kalau dihubungkan dengan perjalanan film anak-anak di negeri ini yang kian langka. Meski demikian, saat menonton film ini timbul kesan bahwa film ini ingin "mengadopsi" tradisi serial MacGyver (yang populer tahun 90an) dan serial novel-novel detektif cilik karya Enid Blyton (populer sekitar 80an).

a. Menurut hematvsaya, film ini cukup berhasil menggabungkan kisah petualangan anak-anak dengan kecintaan akan sains. Hal ini patut diacungi jempol, karena jangankan sutradara di negeri ini, sutradara kelas Holywood sekalipun boleh jadi akan kesulitan untuk mengemas tema sains menjadi film anak-anak yang menghibur (hanya sedikit film anak-anak yang mengangkat tema sains, misalnya Spiderman.) Jadi, saya mesti angkat jempol bagi sutradara yang berani keluar dari pakem HCL (horor, cinta, lawak) dalam kebanyakan film Indonesia.

b. Satu hal lagi yang patut diacungi jempol adalah keberhasilan sutradara mengemas adegan lucu, haru, tegang, dan asyik sekaligus dalam satu film. Bukankah film-film anak-anak sekelas Walt Disney juga piawai meramu berbagai momen yang berbeda dalam setiap film mereka?

Contoh adegan lucu adalah ketika trio penculik terpaksa harus memimpin acara senam aerobik, yang pastinya tidak pas banget bagi anak-anak.

101 | P a g e

c. Film ini juga cukup jujur bahwa tim peneliti, entah itu anak-anak atau dewasa, tidak jarang menghabiskan waktu lebih banyak untuk bertengkar ketimbang berkreasi. Ini terlihat dari perdebatan tentang siapa yang

paling hebat, apakah Bimo yang mengunggulkan drone-nya, atau Naura dengan pelacak hewannya. Jadi teringat akan heboh beberapa waktu lalu tentang seorang peneliti muda Indonesia yang dijuluki "The Next Habibie," tapi ternyata banyak klaimnya yang tidak realistis.

d. Dan terakhir, saya mesti angkat jempol untuk setting sebagian besar film ini di area hutan lindung. Coba tanyakan pada diri Anda: kapan terakhir kali Anda pergi berkemah sekeluarga, ke hutan atau daerah terpencil lainnya? Pasti sudah lama, bukan? Bagi kebanyakan dari kita, konsep yang ada di benak kita tentang pelestarian lingkungan hidup paling-paling ya seputar tidak membuang sampah sembarangan atau mematikan listrik jika tidak diperlukan. Namun bagaimana dengan proses lenyapnya ratusan ribu hektar kawasan hutan tropis di negeri ini? Kalau ortu atau guru hanya mengajar tentang ekosistem dan lingkungan hidup dari buku, tanpa mengajak anak-anak mengalami sendiri tinggal di hutan (walau hanya beberapa hari), jangan salahkan anak-anak jika nanti

mereka hanya akan tahu hutan di museum.

e. Nilai plus lainnya adalah film ini cukup berhasil menampilkan sains yang gaul dan cocok untuk usia anak-anak sekolah, jadi tidak bernuansa menakutkan. Bahkan ada beberapa momen haru yang jarang saya temui di film-film lain karya anak bangsa. Tentu ini bukan pekerjaan yang mudah bagi semua kru film.

102 | P a g e

musikal, saya kira itu adalah pilihan estetika dari sutradara. Namun satu hal yang jelas film ini cukup mewakili anak-anak usia sekolah yang

tinggal di kota-kota besar.

Kalaupun ada kritik atau saran yang bisa saya sampaikan adalah berikut ini:

- pemeranan Naura, Bimo, Kiplik sangat bagus. Yang terkesan agak lebay malah pemeran Marsono, kurang tajam membawakan peran

antagonisnya. Mungkin maksudnya sutradara atau penulis naskah adalah menggambarkan tokoh penjahat secara karikatural, tapi kalau pun

demikian, tokoh Marsono mungkin bisa lebih galak jika diperankan Cak Lontong atau Om Indro misalnya (lihat gaya Om Indro ala Rambo di film Warkop DKI Reborn 2.)

- Baiknya sutradara lebih peka jika akan menampilkan simbol-simbol agamawi dalam filmnya. Kalaupun mesti ada adegan seperti berdoa, baiknya dibuat jujur tanpa harus menggurui. Lihat misalnya adegan para pemain kartu yang berdoa dengan gaya kocak dalam film "Cek Toko

Sebelah." Yang memimpin berdoa ternyata masih sempat menjawab emaknya yang memanggil dari ruang sebelah.

Jika boleh saya merangkum pesan yang hendak disampaikan film ini dalam satu kalimat, kira-kira begini: "Adalah bagus bercita-cita jadi ilmuwan, namun hendaknya juga peka terhadap realitas dan problem yang terjadi di sekitar kita."

Atau dalam ungkapan kalimat bijak: "Hidup adalah apa yang terjadi padamu saat kau sibuk merencanakan masa depanmu." (Life is what happens to you while you are busy planning your future.")

Artinya, respon seorang anak terhadap pelbagai persoalan nyata yang terjadi dalam perjalanan hidupnya adalah yang menentukan siapa dirinya

103 | P a g e

yang sejati, bukannya secara egois bersikeras dengan sebuah rencana "masa depan" besutan orang tua.

Misalnya, orang tua memplot anaknya untuk menjadi dokter yang andal, namun ternyata anaknya lebih suka jadi model atau penyanyi (seperti Tompi misalnya).

Atau seorang anak bercita-cita menjadi insinyur elektro, namun ternyata Tuhan membentuknya menjadi seorang pendeta.**

## Pembacaan "figuratif"

Pada bagian ini, izinkan saya menafsirkan film ini dengan pembacaan yang agak figuratif, atau kiasan. Memang bisa jadi bukan penafsiran ini yang dimaksud oleh penggagas film ini, namun bukankah dalam kerangka filsafat pascamodernisme, sekali film (teks) dilempar ke publik, maka penonton (pembaca) juga boleh menafsirkan teks tersebut? Lihat misalnya: (5)(6)

Hutan merupakan kiasan terhadap dunia ini, tempat kita menjalani kehidupan. Lomba sains merupakan kiasan betapa kita seringkali sibuk dengan target-target kita, mau mencapai ini dan itu dalam hidup. Dalam istilah ekonomi, hal ini disebut: "memaksimalkan utilitas" (utility

maximisation), atau laba atau kesenangan. Itulah inti ekonomi dalam filsafat Benthamisme: semua aktivitas hidup ini hanyalah untuk

memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan penderitaan, tidak ada yang lain. Ini disebut filsafat hedonisme (benthamism). Lalu kita

bertengkar dan saling sikut seperti dilukiskan oleh tim Naura.

Lalu mengutip kalimat bijak di atas: "Hidup adalah apa yang terjadi padamu saat kau sibuk merencanakan masa depanmu." Di tengah

104 | P a g e

perlombaan egoisme dan ambisi pribadi itu, muncullah berbagai situasi. Respon kita biasanya adalah lari dan menganggap tidak ada masalah, lalu melanjutkan "life as usual."

Atau kita belajar peduli dan memberi respon terhadap keadaan yang mungkin tidak kita harapkan, seperti dikisahkan dalam film ini bahwa akhirnya Naura dan genknya bekerja keras menggagalkan pencurian satwa yang dilindungi, bahkan mereka membongkar "konspirasi" jahat bahwa ternyata dalang pencurian adalah pimpinan hutan lindung itu sendiri.

Bagaimana dengan Naura dan kawan-kawan setelah besar nanti? Tentu kita harapkan mereka akan menjadi para pimpinan perusahaan atau peneliti yang berintegritas dan berani membongkar permasalahan yang ada di lingkup masing-masing.

Masalahnya, kalau kita mau lebih jujur, respon dunia akademis pada umumnya dan para ilmuwan kita seringkali tidak seberani itu. Banyak di antara peneliti yang cukup puas dengan "life as usual." Tidak atau kurang mau peduli akan problem yang lebih besar.

Misalnya, kalau sebagai ahli bahasa mungkin dia cukup puas jika bisa menulis paper dengan mengutip teori-teori yang sedang "in" dan trend, sebutlah misalnya Baudrillard, Foucault, Derrida dll. Atau sebagai peneliti sosial budaya, banyak yang puas jika sudah memahami berbagai karya Gramsci, Marcuse, Habermas atau pemikir Mazhab Frankfurt lainnya. Padahal, tahukah Anda bahwa rencana besar Marxisme Cultural yang dipelopori oleh tokoh-tokoh Mazhab Frankfurt itu adalah untuk

menghancurkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.

Di Eropa sendiri, baru beberapa kalangan yang disebut European Knights Project yang mulai mengembangkan metode untuk menangkal program

105 | P a g e

Marxisme Kultural itu. Lihat (4).

Atau jika kita fisikawan, bukankah kita kerap juga mengidap apa yang disebut Bung Karno sebagai "minderwardeheicht complex" (alias kompleks rendah diri), dengan cara menelan mentah-mentah berbagai teori dari negeri seberang tanpa bersikap kritis. Izinkan saya memberikan 2 contoh sederhana sebagai ilustrasi:

a. Supergravity.

Kira-kira sebelas tahun lalu (sekitar 2001), saya berkenalan dengan seorang penulis muda, namanya Nirwan Ahmad Arsuka. Dia adalah sarjana teknik nuklir dari sebuah universitas negeri terkemuka. Suatu kali dia mengirimi saya esai yang agak panjang. Saya lupa judulnya, namun intinya dia membahas teori Super-gravity berdimensi 11. Melalui email, saya membalasnya bahwa artikel itu menarik, namun saran saya waktu itu, "cobalah menulis dari dasar hatimu." (from the bottom of your heart). Dia mengatakan bahwa dia akan mencobanya.

Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi, sampai sekitar dua minggu lalu di akun IG-nya saya lihat dia sedang berfoto bersama mbak Najwa Shihab, dan di belakang mereka ada spanduk bertulisan: "Pustaka Jeruji." Komentar singkat di akunnya menceritakan bahwa mereka sedang

mengembangkan perpustakaan di penjara-penjara, bekerjasama dengan beberapa instansi, termasuk Kemenkumham. Tentunya saya senang dan salut bahwa akhirnya Nirwan Arsuka menemukan sesuatu dari dasar hatinya yang berresonansi dengan banyak instansi untuk berguna bagi mereka yang ada di balik terali besi.

b. DGP.

106 | P a g e

kosmologi dan fisika nonlinier. Salah satu peneliti senior

mempresentasikan papernya mengenai teori gravitasi DGP, namun saya baru mendengar istilah itu. Jadi saat rehat, saya bertanya kepada beliau apakah kepanjangan dari DGP itu. Memang saya kurang mengikuti trend dan fashion yang sedang "in." DGP yang teringat pada saya mirip seperti Dolce-Gabanna-Pinokkio atau sejenis itu. Maaf, bukannya saya

bermaksud menyinggung peneliti tersebut, tapi memang ada buku baru karya Prof. Sir Roger Penrose dari Oxford berjudul: "Fashion, Faith and Fantasy in the New Physics." (bisa dipesan di amazon). Artinya, agaknya fisika teori saat ini lebih cenderung pada bagaimana mengikuti trend fashion, bukannya mencari kebenaran. Yang dimaksud dengan fantasi adalah kecenderungan antirealisme dalam fisika modern, dan sulitnya adalah beberapa filsuf Kristen seperti Prof. Alvin Plantinga tampaknya ikut "setengah" mendukung posisi anti-realisme tersebut.(2)

Penulis dalam hal ini lebih cenderung mempertahankan realisme dalam fisika, dalam tradisi yang sejalan dengan Karl Popper atau Roy Bhaskar.(3) Penulis telah berupaya menulis suatu refleksi berdasarkan apa yang dia alami, terhadap permasalahan dalam dunia fisika-matematika, lihat (7).

Jadi, bagi para ilmuwan atau peneliti senior, kiranya film ini menantang kita untuk berani bertindak di luar koridor "life as usual." Memang tidak banyak ilmuwan atau ekonom yang berani mengambil langkah mengakui kebobrokan sebuah sistem, seperti John Perkins dengan bukunya yang laku keras: Pengakuan Bandit Ekonomi. (8)

Penutup

Meski ini hanya film anak-anak, namun nilai-nilai keberanian serta kepedulian terhadap problem nyata yang dihadapi para tokohnya sangat

107 | P a g e

baik. Saya sangat merekomendasikan film ini untuk dilihat sekeluarga.

versi 1.0: 25 februari 2017, pk. 16:50 versi 1.1: 25 februari 2017, pk. 21:45 VC

Note:

* terimakasih kepada teman lamaku Amalia, yang ikut terlibat di pembuatan film ini

** jadi teringat akan salah seorang hamba Tuhan, Pdt. Martin Krisanto Nugroho.

Referensi:

(1) Lembaga Sensor Film. http://kabar24.bisnis.com/read/20171125/15/712591/lembaga- sensor-film-klarifikasi-isu-penistaan-agama-dalam-naura-genk

(2) Alvin Plantinga. How to be an Anti-realist.

Url: http://www.andrewmbailey.com/ap/How_to_be_an_Anti-Realist.pdf (3) Roy Bhaskar. A realist theory of science. London: Routledge, 2008. Url: http://uberty.org/wp- content/uploads/2015/09/Roy_Bhaskar_A_Realist_Theory_of_Science.pdf (4) https://www.europeanknightsproject.com/smash-cultural-marxism-uk/ (5) https://www.rogerebert.com/rogers-journal/how-to-read-a-movie (6) http://www.english.upenn.edu/%7Emulready/Handouts/How%20to%20Read%20a%20 Film.pdf

(7) V. Christianto & F. Smarandache. Borges and the Subjective-Idealism of Relativity Theory and Quantum Mechanics. Url: http://vixra.org/abs/1711.0131

108 | P a g e

Injil yang lain

Dalam dokumen Apakah engkau mengasihi Aku Sebuah buku (Halaman 95-108)