• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 siklus 2 siklus 3 siklus 4 siklus 5 siklus 6 siklus

Analisis Efektivitas Pembiayaan yang Dikelola Kemitraan Bumi Dipa

Efektivitas pembiayaan yang dikelola oleh Kemitraan Bumi Dipa dinilai berdasarkan persepsi petambak yang menjadi anggota. Penilaian efektivitas pembiayaan yang dikelola dilihat dari aspek pengajuan, pencairan pembiayaan, pengembalian pengembalian, dampak terhadap kondisi usaha anggota, serta penawaran pembiayaan. Analisis Efektivitas Kemitraan Bumi Dipa pada Tahap Pengajuan Pembiayaan

Tahap pengajuan merupakan tahapan awal yang harus dilalui bagi petambak yang ingin menjadi anggota Kemitraan Bumi Dipa. Indikator-indikator yang dijadikan acuan untuk menilai efektivitas pembiayaan yang dikelola Kemitraan Bumi Dipa pada tahap pengajuan adalah persyaratan kemitraan, prosedur pembiayaan, dan saldo minimal investasi.

Tabel 10 Analisis Efektivitas Kemitraan Bumi Dipa pada Tahap Pengajuan Pembiayaan

No Aspek Pengajuan Skor A

(3) Skor B (2) Skor C (1) Total 1 Persyaratan Kemitraan 99 1 0 299 2 Prosedur Pembiayaan 95 5 0 294

3 Saldo Minimal Investasi 100 0 0 300

Total Skor 893

Sumber: Data primer (2015).; Skor 1, Skor 2, Skor 3 (orang) Keterangan:

Skor 1 untuk jawaban (nomor 1) sulit, (nomor 2) lama, (nomor 3) besar Skor 2 untuk jawaban (nomor 1, 2, dan 3) sedang

Skor 3 untuk jawaban (nomor 1) mudah, (nomor 2) cepat, (nomor 3) kecil

Tabel 10 menjelaskan bahwa mayoritas responden mengatakan persyaratan untuk pengajuan Kemitraan Bumi Dipa mudah. Hal ini karena untuk mendaftar seebagai mitra ahli, persyaratan yang dibutuhkan hanya berupa fotokopi KTP, surat

32

rekomendasi dari desa setempat, serta membuka rekening Bank Syariah Mandiri yang sudah disediakan di kantor P.T. Bumi Dipa.

Selanjutnya dari segi prosedur pembiayaan, mayoritas responden mengatakan bahwa prosedur pengajuan pembiayaan di Kemitraan Bumi Dipa cepat dan tidak rumit. Hal ini karena memang tidak ada prosedur lain yang harus dilengkapi oleh petambak selain melengkapi persyaratan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, pembiayaan juga tidak mensyaratkan agunan apapun sehingga setelah mendaftar petani tersebut langsung terdaftar sebagai mitra ahli (anggota).

Pada Kemitraan Bumi Dipa, terdapat syarat untuk membuka rekening Bank Syariah Mandiri dengan sejumlah saldo tertentu. Salahsatu tujuan dari adanya rekening ini adalah untuk investasi bagi mitra ahli. Saldo awal yang ditanam di rekening digunakan sebagai modal yang selanjutnya akan dikelola oleh manajemen. Dengan adanya rekening ini pula, sitem pembukuan keuangan mitra ahli juga menjadi rapi dan trasparan. Dari Tabel 10, seluruh responden mengatakan bahwa saldo minimal yang dibutuhkan utuk membuka rekening kecil, yaitu berkisar Rp 200 000,- saja untuk mendapatkan pembiayaan yang berkisar Rp 40 000 000,-. Secara keseluruhan, pengajuan pembiayaan pada Kemitraan Bumi Dipa tergolong efektif dengan skor 893. Analisis Efektivitas Kemitraan Bumi Dipa pada Tahap Realisasi Pembiayaan

Pada Kemitraan Bumi Dipa, modal yang diberikan kepada anggota bukan dalam bentuk uang seperti yang dilakukan oleh lembaga keuangan pada umumnya. Modal diberikan dalam bentuk pengadaan saprotam (sarana produksi tambak) secara berkala sesuai dengan kebutuhan budidaya udang anggota. Dengan demikian, modal dapat digunakan secara tepat untuk kegiatan budi daya udang yang produktif. Penilaian terhadap efektivitas pencairan pembiayaan dilakukan dengan mengacu pada 3 indikator, yaitu realisasi pembiayaan (pengadaan saprotam), biaya administrasi yang timbul selama realisasi pembiayaan atau pun pada saat pengadaan saprotam, serta kemampuan dalam memenuhi pembiayaan.

Tabel 11 Analisis Efektivitas Kemitraan Bumi Dipa pada Tahap Realisasi Pembiayaan No Aspek Pencairan Pembiayaan Skor A

(3) Skor B (2) Skor C (1) Total 1 Realisasi Pembiayaan 61 20 19 242 2 Biaya Administrasi 100 0 0 300

3 Kemampuan dalam Memenuhi Pembiayaan

73 27 0 273

Rata-Rata Skor 815

Sumber: Data primer (2015).; Skor 1, Skor 2, Skor 3 (orang) Keterangan:

Skor 1 untuk jawaban (nomor 1) lama, (nomor 2) berat, (nomor 3) tidak mampu Skor 2 untuk jawaban (nomor 1 dan 2) sedang, (nomor 3) kurang mampu Skor 3 untuk jawaban (nomor 1) cepat, (nomor 2) ringan, (nomor 3) mampu

Tabel 11 menjelaskan bahwa 19% responden mengatakan realisasi pembiayaan yang diajukan tergolong lama dengan jangka waktu lebih dari 1 bulan serta 20% responden mengatakan realisasi pembiayaan tergolong sedang dengan jangka waktu sebulan. Sedangkan 61% responden mengatakan bahwa realisasi pembiayaan tergolong cepat dengan jangka waktu kurang dari sebulan. Hal ini disebabkan karena pembiayaan yang dilakukan kepada mitra ahli memang dilakukan secara bergulir serta keterbatasan

33 modal untuk membiayai mitra ahli dalam jumlah banyak secara secara serempak. Namun, secara keseluruhan realisasi pembiayaan masih tergolong efektif dengan skor 242.

Dari segi administrasi, seluruh responden mengatakan bahwa biaya yang dibutuhkan dalam realisasi pembiayaan tergolong efektif tergolong ringan. Hal tersebut karena tidak ada biaya administrasi khusus yang dibutuhkan dalam proses realisasi pembiayaan. Hanya biaya-biaya pengiriman saprotam (sarana produksi tambak) saja yang ada selama proses pembiayaan dan dibebankan sebagai biaya operasi di akhir periode budi daya.

Dari segi pembiayaan, sebanyak 27% responden mengatakan bahwa Kemitraan Bumi Dipa kurang mampu memenuhi permintaan pembiayaan sesuai keinginan anggota (mitra ahli). Hal ini karena memang modal yang tersedia pada Kemitraan Bumi Dipa masih terbatas ditambah lagi kerugian yang dialami selama beberapa periode terakhir sedangkan 73% responden lainnya masih menganggap kemitraan mampu memenuhi pembiayaan sesuai keinginan. Untuk tahap realisasi pembiayaan secara keseluruhan, Kemitraan Bumi Dipa tergolong efektif dengan skor 815.

Analisis Efektivitas Kemitraan Bumi Dipa pada Tahap Pengembalian Pembiayaan Pada Kemitraan Bumi Dipa, pengembalian pembiayaan yang telah diberikan tidak dilakukan dengan membayar uang secara langsung sebagaimana yang diterapkan pada lembaga-lembaga pembiayaan pada umumnya. Akan tetapi, pengembalian pembiayaan dilakukan mitra ahli dengan cara menjual hasil panennya melalui pihak manajemen ke pembeli (buyer) dengan harga tertinggi di akhir periode budi dayanya (panen). Batas maksimum budiayanya sendiri ditentukan selama 85 hari. Lalu, dilakukan penghitungan terhadap hasil penjualan udang berikut biaya operasionalnya. Setelah itu dilakukan penghitungan bagi hasil dengan pola yang sudah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, untuk menentukan efektivitas kemitraan Bumi Dipa dari tahap pengembalian pembiayaan dapat ditentukan dari beberapa indikator, yaitu besarnya potongan-potongan yang timbul dalam penghitungan laba bersih hasil penjualan (CRU, infaq, dan iuran-iuran lainnya), jangka waktu budi daya yang ditetapkan, serta persentase bagi hasil untuk pihak manajemen dan mitra pemodal. Tabel 12 Analisis Efektivitas Kemitraan Bumi Dipa pada Tahap Pengembalian

Pembiayaan No Aspek Pengembalian Pembiayaan Skor A (3) Skor B (2) Skor C (1) Total 1 Besar CRU, Infaq, dan Iuran

Lain

68 15 17 251

2 Jangka Waktu Budi daya 2 81 17 185

3 Persentase Bagi Hasil untuk Pihak Manajemen dan Investor

92 7 1 291

Total Skor 727

Sumber: Data primer (2015).; Skor 1, Skor 2, Skor 3 (orang) Keterangan:

Skor 1 untuk jawaban (nomor 1) besar, (nomor 2) cepat, (nomor 3) berat Skor 2 untuk jawaban (nomor 1, 2, dan 3) sedang

34

Berdasarkan Tabel 12, sebanyak 68% responden menyatakan bahwa besarnya potongan-potongan dalam penghitungan laba bersih budi daya, terutama CRU dan infaq tergolong tidak memberatkan. Hal ini karena mereka memahami bahwa dana CRU memang digunakan untuk menutupi kerugian mitra ahli lain yang budi dayanya gagal. Ini merupakan bukti komitmen para mitra ahli untuk saling menanggung (tabarru’) dan saling tolong-menolong (ta’awun) antar sesama. Sedangkan adanya potongan infaq merupakan bentuk zakat yang dilakukan guna membersihkan harta mereka. Meskipun demikian, 15% responden menyatakan bahwa potongan-potongan tersebut terutama CRU sedang (agak memberatkan) dan 17% responden menyatakan bahwa potongan tersebut besar (memberatkan). Ini karena persentase CRU adalah 10% dari total biaya operasi, bukan dari laba kotor sehingga terasa besar dan cukup memberatkan.

Dari segi jangka waktu budi daya, 81% responden menyatakan batas waktu yang ditetapkan oleh pihak manajemen tergolong sedang (terlalu minimum atau kurang longgar), sedangkan 17% responden menyatakan terlalu cepat. Hal ini seperti penuturan beberapa responden berikut:

“Emang kalo budi dayanya dibatesin 85 hari itu masih kecepetan

sebenernya. Kalo bisa ya dibikin lebih longgar lagi atau sesuai

permintaan anggota. Biar panennya juga lebih maksimal.”

“Budidaya vaname itu kan sebenernya normalnya 3 bulan atau lebih dikit. Jadi kalo bisa jangan 85 hari lah paling lama bates budi dayanya.

Mendingan dibikin 90 atau 100 hari aja.”

Penetapan jangka waktu budi daya maksimum 85 hari ini memang berdasarkan proyeksi pihak manajemen terhadap standar waktu budi daya serta modal yang harus digulirkan secara tepat waktu untuk membiayai mitra ahli lainnya. Namun memang sebaiknya pihak manajemen dapat lebih mengkaji jumlah mitra ahli maksimal yang dapat dibiayainya sesuai dengan ketersediaan modal serta memberikan fleksibilitas kepada mitra ahli (anggota) untuk melakukan budi daya sesuai jangka waktu yang diinginkannya. Hal ini supaya hasil budi daya udang yang didapat menjadi lebih maksimal.

Dari segi persentase bagi hasil untuk pihak manajemen dan mitra pemodal (margin pembiayaan), sebanyak 92% responden menyatakan bahwa margin tersebut kecil, sedangkan 7% responden menilai sedang dan 1% responden menilai besar (memberatkan). Secara keseluruhan, margin pembiayaan tergolong efektif dengan skor 291. Ini membuktikan komitmen Kemitraan Bumi Dipa dalam menyejahterakan mitra ahlinya dengan memberikan porsi yang besar dalam bagi hasil. Secara total, pada tahap pengembalian pembiayaan Kemitraan Bumi Dipa tergolong efektif dengan skor 727. Analisis Efektivitas Kemitraan Bumi Dipa pada Dampak Pembiayaan

Pada dampak pembiayaan, efektivitas Kemitraan Bumi Dipa diukur dengan menganalisis perkembangan usaha budi daya udang mitra ahli, peningkatan keuntungan, dan peningkatan asset budi daya anggota.

Berdasarkan Tabel 13, dari segi perkembangan usaha 37% responden menyatakan ada perkembangan usaha budi daya sejak menjadi mitra ahli di Kemitraan Bumi Dipa, 38% responden menyatakan belum ada perkembangan usaha budi daya sementara 25% responden menyatakan terjadi penurunan usaha budi daya. Belum

35 adanya perkembangan usaha ini juga dapat dilihat dari tingkat keuntungan dan peningkatan aset yang didapat.

Tabel 13 Analisis Efektivitas Kemitraan Bumi Dipa pada Dampak Pembiayaan No Aspek Dampak Pembiayaan Skor A

(3) Skor B (2) Skor C (1) Total 1 Perkembangan Usaha 37 38 25 212 2 Tingkat Keuntungan 31 4 65 166 3 Peningkatan asset 35 60 5 230 Total Skor 608

Sumber: Data primer (2015).; Skor 1, Skor 2, Skor 3 (orang) Keterangan:

Skor 1 untuk jawaban (nomor 1, 2, dan 3) menurun Skor 2 untuk jawaban (nomor 1, 2, dan 3) tetap

Skor 3 untuk jawaban (nomor 1 dan 2) meningkat, (nomor 3) ya

Pada tingkat keuntungan, sebanyak 31% responden menyatakan bahwa terdapat peningkatan keuntungan yang didapat sejak menjadi anggota Kemitraan Bumi Dipa. Sedangkan 65% responden justru menyatakan terjadi penurunan keuntungan dan sisanya menyatakan bahwa tingkat keuntungan yang didapat cenderung tetap. Pada segi peningkatan aset, sebanyak 35% responden menyatakan bahwa terdapat peningkatan aset, terutama aset budi daya udang sejak menjadi anggota Kemitraan Bumi Dipa. Sementara 60% responden menyatakan belum ada peningkatan aset dan sisanya justru menyatakan bahwa aset budi dayanya menurun karena rusak dan tidak ada biaya untuk memperbaikinya.

Belum berkembangnya usaha budi daya ini bukan disebabkan oleh kurang baiknya pembiayaan yang dikelola oleh Kemitraan Bumi Dipa, namun lebih karena memang terjadi kegagalan budidaya udang anggota selama beberapa periode terakhir. Hal ini sebagaimana penuturan beberapa orang responden sebagai berikut.

“Emang masih sama aja sih budi dayanya. Belum berkembang. Tapi ya

bukan karena saya ikut Bumi Dipa. Budi dayanya aja yang emang lagi susah. Lagi musim telek putih (nama penyakit udang).”

“Pas ikut Bumi Dipa emang kebetulan pas budi dayanya lagi susah, jadi gagal. Tapi malah saya diuntungin sama Bumi Dipa. Soalnya kan kalo budi dayanya gagal ga nanggung kerugian. Jadi enaknya ya walaupun budi daya gagal tapi ga nanggung utang ke Bumi Dipa. Karena ada CRUnya itu sih jadi bisa nutup kerugian.”

Kurang berkembangnya usaha budi daya ini disebabkan oleh faktor alam seperti perubahan lingkungan, musim, serta penyakit udang yang selama beberapa periode terakhir ini menyebabkan kegagalan budi daya. Selain itu, banyak juga diantara mitra ahli yang masih melakukan budi daya udang tanpa memperhatikan SOP budi daya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, perlu adanya pembinaan secara intensif dan berkala yang dilakukan oleh pihak manajemen sehingga mitra ahli dapat melakukan budidaaya udang sesuai SOP yang ada. Secara keseluruhan, Kemitraan Bumi Dipa masih cukup efektif dalam memberikan dampak terhadap kondisi usaha petambak dengan skor 608.

36

Analisis Efektivitas Kemitraan Bumi Dipa pada Aspek Penawaran

Penilaian terhadap efektivitas pembiayaan dari aspek penawaran dilakukan dengan menilai beberapa indikator, yaitu pemahaman responden tentang model kemitraan, sosialisasi model kemitraan, dan loyalitas responden terhadap kemitraan.

Tabel 14 Analisis Efektivitas Kemitraan Bumi Dipa pada Aspek Penawaran

No Aspek Penawaran Skor A

(3) Skor B (2) Skor C (1) Total 1 Pemahaman tentang Model

Kemitraan

99 1 0 299

2 Sosialisasi Model Kemitraan 80 17 3 277

3 Loyalitas dalam Kemitraan 62 6 32 230

Total Skor 806

Sumber: Data primer (2015).; Skor 1, Skor 2, Skor 3 (orang) Keterangan:

Skor 1 untuk jawaban (nomor 1) tidak mudah dimengerti dan merugikan, (nomor 2) tidak aktif, dan (nomor 3) tidak

Skor 2 untuk jawaban (nomor 1) tidak mudah dimengerti namun menguntungkan, (nomor 2) kurang aktif, (nomor 3) ragu-ragu

Skor 3 untuk jawaban, (nomor 1) mudah dimengerti dan menguntungkan, (nomor 2) aktif, (nomor 3) ya

Dari segi pemahaman terhadap konsep kemitraan, hampir seluruh responden memahami model Kemitraan Bumi Dipa. Hal ini menandakan pihak manajemen mampu mendesain pola kemitraan yang mudah dipahami mitra ahlinya. Sebagaimana menurut Anjani (2013), praktek kegiatan bisnis yang berlandaskan prinsip syariah sebenarnya sudah sejak lama diterapkan oleh para petani di Indonesia seperti sistem maro dan mertelu. Hal ini menjadikan penerapan prinsip pembiayaan syariah pada sektor–sektor pertanian nampaknya bukanlah menjadi hal yang menyulitkan petani, namun memberikan keuntungan yang lebih besar bagi mereka dan keadilan yang lebih merata bagi semua pihak yang terlibat.

Sebanyak 80% responden menyatakan bahwa petugas tergolong aktif dalam mensosialisasikan sistem kemitraan di setiap pertemuan. Sementara itu sebanyak 17% responden menyatakan bahwa petugas kurang aktif dalam mensosialisasikan sistem kemitraan dan sisanya menyatakan tidak aktif. Pihak manajemen Kemitraan Bumi Dipa memang secara rutin mensosialisasikan sistem kemitraan di setiap pertemuan, terutama kepada mitra ahli yang baru. Pada awal terbentuknya kemitraan bahkan petugas aktif

menjemput bola” ke petambak untuk menawarkan sistem kemitraan. Brosur dan pedoman dalam kemitraan pun diberikan kepada setiap mitra ahli. Selain itu, pihak manajemen juga membuka layanan konsultasi via sms kepada mitra ahlinya setiap hari pada jam-jam tertentu.

Dari segi loyalitas terhadap kemitraan, sebanyak 62% responden menyatakan bahwa mereka akan tetap loyal terhadap kemitraan. Hal tersebut karena pada kemitraan ini mitra ahli tidak menanggung risiko kegagalan budi daya serta sistem yang sesuai syariah sehingga mereka dapat lebih tenang dalam menjalankan usaha budi dayanya. Kemitraan juga dinilai masih menguntungkan dan mampu menjangkau petambak yang miskin dan kekurangan modal.

Sementara itu, sebanyak 32% responden menyatakan bahwa mereka tidak lagi loyal terhadap kemitraan dan 6% responden menyatakan ragu-ragu. Hal ini disebabkan

37 2 hal. Pertama, modal yang diberikan dinilai terbatas sehingga kurang memenuhi kebutuhan akan budi daya udang. Kedua, pihak manajemen melakukan penundaan pembiayaan terhadap mitra ahli yang dinilai kondisi budi dayanya sedang tidak baik. Hal ini seperti penuturaan beberapa responden:

“Saya itu ya sebenernya masih pengen dimodalin sama Bumi Dipa lagi. Tapi dari Bumi Dipanya yang nunda-nunda terus. Gara-garanya budi daya saya gagal. Nundanya juga ga jelas berapa lama. Jadi ya saya

mending ikut binaan lain biar dimodalin budi dayanya.”

“Waktu itu kan saya nelpon ke orang Bumi Dipa. Minta kejelasan. Katanya saya ditunda dulu tebar udangnya (diberi permodalan budi daya). Tapi ga jelas berapa lama. Lha penghasilan saya kan cuma dari budi daya ini. Jadi ya tebar sendiri dulu walaupun modal pas-pasan.”

Dalam Kemitraan Bumi Dipa, mitra ahli memang tidak diikat dengan perjanjian untuk selalu mendapat pembiayaan. Mitra ahli dapat melakukan budi daya dengan modal sendiri jika sedang tidak ingin dibiayai atau ketika kemitraan belum mampu membiayai usaha budi dayanya. Lalu di periode selanjutnya mitra ahli ini dapat kembali mengajukan pembiayaan tanpa perlu mendaftar lagi. Keadaan seperti ini berpotensi menimbulkan moral hazard yang dapat dilakukan baik oleh mitra ahli maupun pihak manajemen, dimana pihak manajemen bisa saja menunda pembiayaan disaat usaha budi daya petambak sedang berisiko dan kembali memberikan pembiayaan disaat usaha budi dayanya tidak berisiko besar. Adapun pihak mitra ahli bisa saja mengajukan pembiayaan disaat usaha budi dayanya berisiko tinggi dan tidak mengajukan pembiayaan disaat usaha budi dayanya tidak sedang berisiko.

Berdasarkan keempat indikator diatas, Kemitraan Bumi Dipa dari segi penawaran tergolong efektif dengan skor 806. Meskipun demikian perlu diperhatikan beberapa catatan yang diberikan agar Kemitraan Bumi Dipa dapat meningkatkan efektivitasnya pada tahap penawaran.

Rekapitulasi Tanggapan Responden terhadap Kemitraan Bumi Dipa

Total skor dari mulai tahap pengajuan hingga dampak pembiayaan secara keseluruhan sebesar 769.8. Data tersebut ditampilkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Rekapitulasi Tanggapan Responden terhadap Kemitraan Bumi Dipa

No Aspek Skor 1 2 3 4 5 Pengajuan Pembiayaan Realisasi Pembiayaan Pengembalian Pembiayaan Dampak Pembiayaan Penawaran Pembiayaan Rata-Rata Skor 893 815 727 608 806 769.8

Sumber: Data primer (2015)

Rekapitulasi tanggapan responden tersebut menunjukkan bahwa tahapan prosedur pembiayaan mulai tahap pengajuan hingga dampak pembiayaan yang dirasakan oleh

38

mitra ahli Kemitraan Bumi Dipa sudah memenuhi kriteria efektif. Akan tetapi, pada dampak pembiayaan masih memiliki nilai efektivitas yang cukup rendah. Hal ini karena memang terjadi kegagalan budi daya udang anggota Kemitraan Bumi Dipa pada beberapa periode terakhir.

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Budi Daya Anggota Kemitraan Bumi Dipa

Pada analisis sebelumnya telah dijelaskan bahwa belum berkembangnya usaha budi daya udang anggota Kemitraan Bumi Dipa disebabkan oleh kegagalan budi daya udang selama beberapa periode terakhir. Kegagalan budi daya anggota Kemitraan Bumi Dipa disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Alam

Pada beberapa periode terakhir usaha budi daya udang yang dijalankan oleh mitra ahli mengalami penurunan produktifitas cukup tajam akibat faktor alam. Usaha budi daya udang memang sangat rentan terhadap perubahan-perubahan kondisi alam seperti perubahan cuaca, musim serta kondisi lahan tambak. Lingkungan Dipasena yang tidak terawat menyebabkan masalah seperti perairan yang tercemar sehingga budi daya menjadi tidak kondusif. Mayoritas petambak masih mengandalkan bahan-bahan kimia yang berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan. Kemunculan penyakit-penyakit udang sebagai derivasi dari lingkungan yang tercemar juga menjadi penyebab kegagalan budi daya. Saat ini di wilayah Dipasena sedang mewabah virus white feses disease atau lebih dikenal dengan Telek Putih yang menyerang udang vaname. Virus ini menyebar sangat cepat dan biasanya menyerang pada udang yang berusia 20-30 hari pasca tebar benur. Ciri yang terlihat udang-udang ini mau diberi makan, tapi biasanya sore hari sudah tidak mau lagi dan tak lama mengambang kotoran berwarna putih dan saat dilakukan pengeringan kolam, udang-udang sudah banyak yang mati. Selain itu juga. Sementara penanganan yang dilakukan petambak untuk masalah ini, terutama masalah penyakit udang masih sekedar coba-coba saja tanpa diagnosis yang akurat karena keterbatasan pengetahuan petambak tentang penyakit udang. Pada saat masih bermitra dengan sistem inti plasma, masalah ini juga sebenarnya muncul namun tidak berdampak ekstrim bagi keberhasilan budi daya udang petambak karena pihak perusahaan memiliki sistem yang mapan serta perawatan terhadap lingkungan yang baik sehingga budi daya udang dapat dilakukan secara intensif.

b. Teknis

Masalah sarana dan prasarana serta teknis berbudi daya juga memiliki kontribusi terhadap kegagalan budi daya udang mitra ahli. Keterbatasan-keterbatasan sarana dan prasarana ditambah lagi kebanyakan budi daya dilakukan berdasarkan pengalaman petani saja menyebabkan budi daya udang tidak memenuhi standar yang ada. Hal ini sebagaimana penuturan salah satu informan:

“Petambak dipasena itu sebenernya kalo dari segi pengalaman budi daya udang sangat mapan karena udah puluhan tahun dan udah pernah 2 kali di bawah perusahaan pas zaman masih normal (bermitra dengan pola inti-

39 plasma). Tapi ya kalo dari segi teori emang masih kurang. Makanya ke depan sedang kita rencanakan untuk coba diadakan pembinaan dari tenaga ahli budi

daya udang.”

Menurut Amri dan Kanna (2008), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam budi daya udang vaname, antara lain sebagai berikut :

1. Kualitas Air

Sebagai organisme yang sepenuhnya hidup dan berkembang di dalam air, kelangsungan hidup udang vaname dari saat tebar sampai panen sangat dipengaruhi oleh kualitas air tempat udang tersebut dibudi dayakan. Itu sebabnya, untuk menghindari kegagalan dalam budi daya udang vaname, pengelolaan kualitas air secara benar menjadi prioritas utama. Pengelolaan kualitas air pada budi daya udang vaname relatif tidak jauh berbeda dari pengelolaan kualitas budi daya udang pada umumnya, yaitu meliputi pengelolaan parameter-parameter seperti salinitas, suhu, pH, oksigen terlarut, warna air, kekeruhan, amonia, serta nitrit dan nitrat.

2. Konstruksi Tambak

Dari segi konstruksi, kelemahan-kelemahan tambak yang sering terjadi adalah kebocoran tambak dan sistem pembuangan atau pembersihan kotoran dari dalam tambak dengan pipa paralon kurang berfungsi.

3. Pestisida yang Digunakan

Pestisida diperlukan untuk pemberantasan hama dan penyakit. Pemberantasan dilakukan pada saat persiapan tambak sebelum benur ditebar. Kecenderungan yang umum dilakukan petambak adalah menggunakan pestisida secara intensif, bahkan melebihi dosis yang dianjurkan.

4. Mutu Benur

Mutu benur (benih udang) bisa saja mengalami penurunan dari waktu ke waktu, bahkan tidak tertutup kemungkinan benur yang beredar adalah benur bermutu rendah. Keluhan yang mungkin muncul adalah pertumbuhan udang yang lambat, ukuran yang tidak seragam, dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga secara keseluruhan menyebabkan rendahnya produksi. Tinggi rendahnya mutu benur terkait dengan kualitas induk yang menghasilkan benur tersebut. Karena udang vaname tidak ada di perairan Indonesia, maka untuk mengembangbiakannya perlu dilakukan impor induk agar benur keturunannya dapat disebarluaskan dengan mudah di tanah air.

Dokumen terkait