• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Menstruasi

Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai pelepasan endometrium. Menurut Sherwood (2011), siklus haid terdiri dari tiga fase yaitu fase haid, fase proliferatif, dan fase sekretorik atau progestasional.

a. Fase Haid

Fase haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran darah dan sisa endometrium dari vagina. Berdasarkan perjanjian, hari pertama haid dianggap sebagai permulaan siklus baru.

Saat ini bersamaan dengan pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase folikular. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus sebelumnya, kadar progesteron dan estrogen darah turun tajam. Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang pembebasan suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke endometrium. Penurunan penyaluran oksigen yang terjadi kemudian menyebabkan kematian endometrium, termasuk pembuluh darahnya.

Perdarahan yang tejadi melalui kerusakan pembuluh darah ini membilas jaringan endometrium yang mati ke dalam lumen uterus. Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas selama haid kecuali sebuah lapisan dalam yang tipis berupa sel epitel dan kelenjar, yang menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus yang sama juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium uterus. Kontraksi ini membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga uterus keluar melalui vagina sebagai darah haid.

Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikular ovarium. Penghentian efek progesteron dan estrogen, akibat degenerasi korpus luteum menyebabkan terkelupasnya endometrium (haid) dan terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium dibawah pengaruh hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat. Turunnya sekresi hormon gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus dan hipofisis anterior sehingga sekresi FSH dan LH

meningkat dan fase folikular baru dapat dimulai. Setelah lima sampai tujuh hari di bawah pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru berkembang telah menghasilkan cukup estrogen untuk mendorong perbaikan dan pertumbuhan endometrium.

b. Fase Proliferatif

Kemudian, darah haid berhenti, dan fase proliferatif siklus uterus dimulai bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular ovarium ketika endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi dibawah pengaruh estrogen dari folikel-folikel yang baru berkembang.

Saat aliran darah haid berhenti, yang tersisa adalah lapisan endometrium tipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm. Estrogen merangsang proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di endometrium, meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3 sampai 5 mm. Fase proliferatif yang didominasi oleh estrogen ini berlangsung dari akhir haid hingga ovulasi. Kadar puncak estrogen memicu lonjakan LH yang menjadi penyebab ovulasi.

c. Fase Sekretorik atau Progestasional

Setelah ovulasi, ketika terbentuk korpus luteum baru, uterus masuk ke fase sekretorik atau progestasional, yang bersamaan waktunya dengan fase luteal ovarium. Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan estrogen. Progesteron mengubah endometrium tebal yang telah dipersiapkan estrogen menjadi jaringan kaya vaskular dan glikogen.

Periode ini disebut fase sekretorik, karena kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen, atau fase progestasional (sebelum kehamilan), merujuk kepada lapisan subur endometrium yang mampu menopang kehidupan mudigah. Jika pembuahan dan implantasi tidak terjadi maka korpus luteum berdegenerasi dan fase folikular dan fase haid baru dimulai kembali.

C. Sindrom Pramenstruasi

1. Definisi Sindrom Pramenstruasi

Sindrom pramenstruasi adalah suatu kondisi yang dialami oleh wanita sebelum datangnya siklus menstruasi, dimana kondisi tersebut dapat mengganggu fungsi dan aktifitas sehari-hari, gejala-gejala tersebut akan menghilang saat menstruasi tiba (Cunningham, 2006). Sindrom premenstruasi merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita, terjadi selama fase luteal dari siklus menstruasi yang berhubungan dengan siklus saat ovulasi dan menstruasi (Suparman, 2012).

Bagi sebagian wanita saat-saat menjelang menstruasi sering merasa tidak nyaman, bahkan sering sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti sakit perut hingga bagian pinggang, mual, atau pusing keadaan ini disebut Sindrom Premenstruasi (Kasdu, 2005). Sindrom pramenstruasi ini biasanya akan terjadi pada rentang 1-2 minggu, atau lebih tepatnya 7-10 hari sebelum terjadi menstruasi dan akan berhenti saat dimulainya siklus menstruasi (NIH, 2014). Akan tetapi, pada beberapa wanita juga bisa terjadi gejala sindrom

pramenstruasi yang terus berlanjut hingga 1-2 hari atau 24-48 jam pertama siklus menstruasi dan akan segera mereda selama beberapa

hari ke depan siklus menstruasi (O’Brien dkk, 2007). Pada remaja umumnya sindrom pramenstruasi mulai dialami sekitar usia 14 tahun atau 2 tahun setelah menarche dan akan berlanjut sampai menopause (Zaka dan Mahmood, 2012).

2. Etiologi Sindrom Pramenstruasi

Etiologi sindrom pramenstruasi masih belum diketahui secara pasti, tetapi ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebab timbulnya sindrom pramenstruasi diantaranya kadar hormon progesteron yang rendah, kadar hormon estrogen yang berlebihan, perubahan rasio kadar hormon estrogen/progesteron, dan peningkatan aktivitas hormon aldosteron, renin-angiotensin serta hormon adrenal. Selain itu ada faktor endogenous endorfin, hipoglikemi, defisiensi vitamin dan mineral (A, E, B6, kalsium), sekresi proklatin yang berlebih, dan faktor genetik (Suparman, 2012).

3. Gejala Sindrom Pramenstruasi

Terdapat macam-macam gejala yang akan terjadi pada wanita dan gejala tersebut dapat mempengaruhi seluruh sistem tubuh dan kehidupan maupun aktivitas yang dilakukan. Namun setiap wanita mungkin akan mengalami gejala yang berbeda. Berikut merupakan beberapa gejala yang umum terjadi (Wiknjosastro, 2010) :

a. Perubahan fisik

Perubahan yang terjadi seperti sakit punggung, perut kembung, perubahan nafsu makan, daerah panggul terasa berat tertekan, mual, muntah, penambahan berat badan, kram abdominal, payudara terasa penuh , bengkak, mengeras, dan nyeri, kulit wajah, leher, dada, tampak merah dan terasa terbakar, kelainan kulit (jerawat), pusing, pingsan, sakit kepala, tidak bertenaga, kelelahan, nyeri sendi, dan kejang otot.

b. Perubahan suasana hati

Mudah marah, cemas, deprsi, mudah tersinggung, gelisah, agresif, tertekan, gugup, hipersensitivitas secara emosional, kemurungan.

c. Perubahan mental

Kalut, bingung, sulit berkonsenterasi, dan pelupa

d. Perubahan tingkah laku

Perubahan pada libido, pola tidur, dan nafsu makan

D. Tipe-Tipe Sindrom Pramenstruasi

Tipe sindrom pramenstruasi bermacam-macam, Suparman (2012) membagi sindrom pramenstruasi menurut gejalanya yakni tipe A, H, C, dan D. tipe-tipe tersebut, yaitu :

a. Tipe A

Sindrom Pramenstruasi tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalai depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat menstruasi. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron.

b. Tipe H

Sindrom Pramenstruasi tipe H (Hyperhydrasion) memiliki gejala edema, perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe sindrom pramenstruasi lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita.

c. Tipe C

Sindrom Pramenstruasi tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar, ingin mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan karbohidrat sederhana. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.

d. Tipe D

Sindrom Pramenstruasi tipe D (depression) ditandai dengan gejala rasa depesi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata. Biasanya sindrom pramenstruasi tipe D berlangsung bersamaan dengan tipe A. Sindrom pramenstruasi tipe D disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, dimana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya.

Dokumen terkait