SMAN 4 JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh:
Chairunisa Pertiwi
1112104000010
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Undergraduated Thesis, June 2016
Chairunisa Pertiwi, NIM 1112104000010
The Correlation between The Exercise Activity with The Incidence of Premenstrual Syndrome in Adolescents at SMAN 4 Jakarta
xvii + 74 pages + 11 tables, 2 schemes, 9 attachments
ABSTRACT
Premenstrual syndrome is a condition that experienced by women before
menstrual’s cycle, this condition can interfere the function and daily activities.
One of the way to reduce premenstrual syndrome is doing exercise because a regular exercise will produce an endorphine hormone which can reduce premenstrual syndrome. This research aimed to determine the correlation between the exercise activity with the premenstrual syndrome in adolescents at SMAN 4 Jakarta. This research has conducted using quantitative with analytic design with cross sectional approach. The research samples were 58 respondents. The sampling technique was using total sampling. Data were analyzed with Chi Square test. The result of this research found 16 people (84,2%) did an exercise that affects premenstrual syndrome and conducted irregularly were experiencing symptoms of premenstrual syndrome from moderate to severe, while 13 people (76,5%) did an exercise that affects premenstrual syndrome and conducted regularly were experiencing symptoms of premenstrual syndrome from no symptoms to mild. Concluded that there was a correlation between the exercise activity with the incidence of premenstrual syndrome in adolescents at SMAN 4 Jakarta with P value 0,001 (P<0,05). Researcher suggests for the further research should use the experimental method to know more about which exercise types that can affect the premenstrual syndrome.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juni 2016
Chairunisa Pertiwi, NIM 1112104000010
Hubungan Aktivitas Olahraga terhadap Kejadian Sindrom Pramenstruasi pada Remaja di SMAN 4 Jakarta
xvii + 74 halaman + 11 tabel, 2 bagan, 9 lampiran
ABSTRAK
Sindrom pramenstruasi adalah suatu kondisi yang dialami oleh wanita sebelum siklus menstruasi, dimana kondisi tersebut dapat mengganggu fungsi dan aktifitas sehari-hari. Salah satu cara untuk mengurangi gejala dari sindrom pramenstruasi dengan melakukan olahraga karena olahraga yang teratur dapat mengeluarkan hormon endorfin yang dapat mengurangi sindrom pramenstruasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara aktivitas olahraga dengan sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah 58 siswi. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling. Teknik analisa data menggunakan Chi Square.
Hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 16 orang (84,2%) melakukan olahraga yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi dan dilakukan secara tidak teratur mengalami gejala sindrom pramenstruasi sedang hingga berat, sedangkan sebanyak 13 orang (76,5%) melakukan olahraga yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi dan dilakukan secara teratur tidak mengalami sindrom pramenstruasi hingga gejala ringan. Disimpulkan bahwa ada hubungan antara aktivitas olahraga dengan kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di SMA Negeri 4 Jakarta dengan nilai P value 0,001 (P<0,05). Peneliti menyarankan untuk peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode eksperimen agar mengetahui lebih dalam jenis olaharaga yang dapat berpengaruh terhadap sindrom pramenstruasi.
Nama : Chairunisa Pertiwi
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Juni 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Alamat : Jalan Penggalang VI Rt 014 Rw 003 No. 25,
Jakarta Timur 13140
No. Hp : 085691906505
Email : chairunisapertiwi79@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. Sekolah Dasar Nageri Paseban 17 Pagi Jakarta (2000-2006)
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Jakarta (2006-2009)
3. Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Jakarta (2009-2012)
4. S-1 Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya kepada peneliti,
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Aktivitas Olahraga terhadap Kejadian Sindrom Pramenstruasi Pada Remaja di SMAN 4
Jakarta”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar
sarjana keperawatan (S.Kep), untuk menerapkan dan mengembangkan teori-teori
yang peneliti peroleh selama kuliah. Peneliti menyadari bahwa penyajian skripsi
ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu peneliti mengharapkan kritikan dan saran
yang bertujuan untuk perbaikan skripsi ini.
Penulis banyak mendapatkan dukungan, bantuan, dan motivasi dari
berbagai pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini, maka dari itu pada
kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan rasa terimakasih yang
setulusnya kepada:
1. Prof. Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan (PSIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep., Sp.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan (PSIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp., M.Biomed dan Ibu Ns. Uswatun Khasanah,
memberikan motivasi.
5. Bapak dan ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah
mengajarkan dan membimbing peneliti.
6. Orang tua tercinta (Bapak Puryanto dan Ibu Kartini) atas kasih sayang , do’a, dan dukungan baik secara material dan spiritual yang telah diberikan kepada
peneliti selama ini. Dan untuk adikku tersayang (Yudi) yang telah membantu
dalam skripsi dan memberikan warna.
7. Sahabat-sahabat terbaikku (Aly, Ikey, Hanifah, Ulfah, Devi, dan Ani) dan
Andriansyah Nur Hidayat yang selalu memberikan bantuan, semangat,
pembelajaran, motivasi, dan keceriaan selama proses skripsi ini berjalan
hingga selesai.
8. Keluarga besar PSIK UIN khususnya teman-teman angkatan 2012 yang
tercinta yang telah memberikan masukan dan bantuan. PSIK 2011, 2013,
2014, 2015, serta kakak-kakak PSIK yang lainnya yang telah memberikan
semangat dan motivasi kepada peneliti.
Peneliti menyadari dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu peneliti mengharapkan saran dari berbagai pihak. Semoga skripsi
ini bermanfaat bagi pembaca dan penyusun khususnya.
Jakarta, Juni 2016
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
C. Pertanyaan Penelitian ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
1. Tujuan Umum ... 7
2. Tujuan Khusus ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 8
1. Bagi Peneliti ... 8
2. Institusi Pendidikan Keperawatan ... 8
3. Pelayanan Kesehatan ... 9
4. Bagi Tempat Penelitian ... 9
5. Bagi Peneliti Selanjutanya ... 9
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Remaja ... 10
E. Dampak Sindrom Pramenstruasi ... 25
F. Faktor yang berhubungan dengan Sindrom Pramenstruasi ... 26
G. Pencegahan Sindrom Pramenstruasi ... 30
H. Penanganan Sindrom Pramentruasi ... 31
I. Olahraga ... 31
J. Jenis Olahraga ... 33
K. Prinsip Olahraga ... 34
L. Sindrom Pramenstruasi dan Olahraga ... 35
M. Penelitian Terkait ... 37
N. Kerangka Teori ... 38
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 39
A. Kerangka Konsep ... 39
B. Hipotesis ... 40
C. Definisi Operasional ... 41
BAB IV METODE PENELITIAN ... 43
A. Desain Penelitian ... 43
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43
C. Populasi dan Sampel ... 44
D. Instrumen Penelitian ... 45
E. Uji Validitas dan Realibilitas ... 47
F. Pengumpulan Data ... 49
G. Teknik Analisa Data ... 51
H. Etika Penelitian ... 53
BAB V HASIL PENELITIAN ... 55
A. Proses Skrining ... 55
B. Data Demografi ... 57
C. Analisis Univariat ... 59
1. Gambaran Sindrom Pramenstruasi Pada Remaja ... 59
2. Gambaran Aktivitas Olahraga Pada Remaja ... 60
1. Gambaran Sindrom Pramenstruasi ... 63
2. Aktivitas Olahraga ... 64
B. Analisa Bivariat ... 67
C. Keterbatasan Penelitian ... 72
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 73
1. Bagi Pelayanan Kesehatan ... 73
2. Bagi Institusi Keperawatan ... 74
3. Bagi Sekolah ... 74
4. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 74
Tabel 3.1 Definisi Operasinal ... 39
Tabel 5.1 Frekuensi Genetik SindromPramenstruasi ... 52
Tabel 5.2 Frekuensi Diet Siswi SMAN 4 Jakarta ... 53
Tabel 5.3 Frekuensi Skala Stres Siswi SMAN 4 Jakarta ... 53
Tabel 5.4 Frekuensi Responden yang sesuai Kriteria ... 54
Tabel 5.5 Frekuensi Responden berdasarkan Usia ... 55
Tabel 5.6 Frekuensi Responden berdasarkan Kelas... 55
Tabel 5.7 Frekuensi Responden berdasarkan Jurusan ... 56
Tabel 5.8 Sindrom Pramenstruasi di SMAN 4 Jakarta ... 56
Tabel 5.9 Aktivitas Olahraga di SMAN 4 Jakarta ... 57
Lampiran 1. Informed Concent
Lampiran 2. Pedoman Wawancara Studi Pendahuluan Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 4. Kuesioner Skrining
Lampiran 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran 6. Hasil Skrining
Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas
WHO : World Health Organization
BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
LH : Lutineizing Hormone
FSH : Follicle Stimulating Hormone
MAO : Monoamine Oxidase
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja didefinisikan sebagai periode perkembangan dimana
individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa, biasanya antara usia 13 sampai 20 tahun (Potter & Perry, 2005).
Masa remaja tidak hanya tumbuh menjadi lebih tinggi dan lebih besar,
tetapi juga terjadi perubahan yang lain salah satunya, perubahan organ
reproduksi.
Data demografi menunjukan bahwa remaja merupakan populasi
yang besar dari penduduk dunia, sekitar seperlima dari penduduk dunia
adalah remaja berumur 10-19 tahun. Data demografi di Asia Pasifik
jumlah penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya
adalah remaja umur 10-19 tahun (Soetjiningsih, 2007). Sensus penduduk
tahun 2010 menunjukan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6
juta jiwa dan 63,4 juta diantaranya adalah remaja yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 32.164.436 jiwa (50,7%) dan perempuan sebanyak 31.279.012
jiwa (49,30%) (BKKBN, 2011).
Remaja akan mengalami pubertas yang merupakan masa awal
pematangan seksual, yakni suatu periode dimana seseorang mengalami
perubahan fisik, hormonal, dan seksual serta mampu mengadakan proses
reproduksi (Ganong, 2002).
Masa pubertas pada remaja putri ditandai dengan menstruasi.
nyaman yang terjadi pada waktu singkat, mulai dari beberapa jam sampai
beberapa hari. Tetapi beberapa gejala tersebut bisa menjadi intens dan
dapat menggangu aktivitas sehari-hari. Gangguan yang biasa dialami
wanita sebelum menstruasi disebut Sindrom Pramenstruasi (Suparman,
2012).
Sindrom Pramenstruasi adalah suatu kondisi yang dialami oleh
wanita sebelum datangnya siklus menstruasi, dimana kondisi tersebut
dapat mengganggu fungsi dan aktifitas sehari-hari, gejala-gejala tersebut
akan menghilang saat menstruasi tiba (Cunningham, 2006). Di Indonesia,
frekuensi gejala sindrom pramenstruasi cukup tinggi yaitu 80-90% dan
terkadang gejala tersebut sangat berat dan mengganggu kegiatan
sehari-hari (Dewi, 2012). Data dari WHO (2005) menyebutkan bahwa 38,45%
wanita di dunia mengalami permasalahan mengenai gangguan sindrom
pramenstruasi.
Gejala-gejala yang biasa dirasakan saat mengalami sindrom
pramenstruasi meliputi tingkah laku seperti kegelisahan, depresi, sensitif,
mudah marah, gangguan tidur, kelelahan, lemah, dan kadang-kadang
perubahan suasana hati yang sangat cepat. Selain itu juga keluhan fisik
seperti payudara terasa sakit atau membengkak, perut kembung atau sakit,
sakit kepala, sakit sendi. Penyebab sindrom pramenstruasi dikarenakan
adanya ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron (Ann
dkk, 2008).
Meskipun kejadian sindrom pramenstruasi sudah banyak
ditemukan, tetapi penyebab khusus tentang kejadian tersebut belum ada
timbulnya sindrom pramenstruasi seperti kadar hormon progesteron yang
rendah, kadar hormon estrogen yang berlebihan, perubahan kadar hormon
estrogen atau progesteron (Suparman, 2012).
Faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya sindrom
pramenstruasi yaitu perubahan kadar hormon selama siklus menstruasi
yang dapat mempengaruhi bahan kimia di otak, seperti serotonin.
Serotonin dikenal untuk mengatur suasana hati dan membuat lebih
bahagia, sehingga pengurangan tingkat serotonin yang disebabkan oleh
perubahan kadar hormon dapat menyebabkan perubahan suasana hati yang
dapat dikaitkan dengan sindrom pramenstruasi (Young, 2007).
Suatu studi yang dilakukan oleh Wolinsky (2006) menemukan
bahwa dengan dibandingkannya dengan kelompok kontrol, tingkat
serotonin wanita dengan sindrom pramenstruasi secara signifikan lebih
rendah selama fase luteal, yang dapat memberikan pengaruh terhadap
gejala psikologis pramenstruasi sindrom seperti depresi, cemas, sakit
kepala, dan kebingungan. Kadar serotonin yang rendah dapat memicu
awal ovulasi dan pergeseran pola estrogen dan progesteron yang dapat
berpengaruh terhadap gejala fisik sindrom pramenstruasi seperti nyeri
payudara, kembung, dan keinginan makanan.
Oleh karena itu, untuk mengurangi gejala dari sindrom
pramenstruasi dapat dilakukan salah satunya dengan melakukan aktivitas
atau latihan sehingga mengeluarkan hormon endorfin yang dapat
mengurangi beberapa gejala dari sindrom pramenstruasi. Defisiensi
endorfin merupakan salah satu penyebab sindrom pramenstruasi. Endorfin
dapat membuat hormon endorfin muncul yang membuat perasaan menjadi
tenang dan relaks (Elvira, 2010).
Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana,
terstruktur, dan berkesinambungan yang melibatkan gerakan tubuh
berulang-ulang dengan aturan-aturan tertentu yang ditujukan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani dan prestasi (Kementerian Kesehatan
RI, 2013). Olahraga seperti senam, jalan kaki, bersepeda, joging ringan,
atau berenang yang dilakukan sebelum dan selama haid dapat membuat
aliran darah pada otot sekitar rahim menjadi lancar, sehingga rasa nyeri
dapat teratasi (Manuaba, 2010).
Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
(2013) menjelaskan bahwa proporsi terendah aktivitas fisik aktif di
Provinsi DKI Jakarta yaitu sebanyak 55,8 %. Sedangkan menurut jenis
kelamin, proporsi aktivitas fisik aktif sedikit lebih besar pada perempuan
yaitu sebesar 74,2% dibandingkan pada laki-laki sebesar 73,1%.
Aktivitas olahraga diukur berdasarkan rutinitas tiap minggu dan
lamanya dalam melakukan olahraga. Berdasarkan ketetapan yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2013)
frekuensi latihan olahraga dapat dilakukan 3-5 kali dalam seminggu dalam
waktu 20-30 menit.
Nurlaela (2008) melakukan pengukuran terhadap aktivitas olahraga
pada masyarakat umum, rutinitas diukur berdasarkan aktivitas rutin
minimal 1 kali setiap minggu dengan waktu 15-60 menit (Nurlaela, 2008).
Wanita yang melakukan olahraga secara teratur setidaknya 30-60 menit
Setiap wanita dapat sekedar berjalan-jalan santai, joging ringan, berenang,
senam maupun bersepeda sesuai dengan kondisi masing-masing
(Manuaba, 2010).
Hasil penelitian dari Nashruna (2012) menunjukan adanya
hubungan signifikan aktivitas olahraga dengan kejadian sindrom
pramenstruasi, karena dengan melakukan aktivitas olahraga secara teratur
dapat meningkatkan produksi dan pelepasan endorfin. Endorfin terlibat
dalam sensasi euforia, sehingga dapat membuat perasaan menjadi tenang
dan santai (relaks) (Suparman, 2012). Hasil yang sama juga dikemukakan
oleh Douglas (2002) olahraga merupakan treatment yang baik untuk
menurunkan atau mengurangi sindrom pramenstruasi dan menyatakan
persentase wanita yang mengalami gejala sindrom pramenstruasi lebih
banyak pada wanita yang malas melakukan olahraga.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10
responden siswi SMAN 4 Jakarta pada tanggal 7 Desember 2015
dilakukan dengan cara wawancara, didapatkan 10 siswi mengalami
sindrom pramenstruasi. Gejala yang ditimbulkan pun berbeda, 8 dari 10
siswa mengalami perubahan emosi sebelum menstruasi, 3 dari 10 siswi
merasakan gejala sakit perut dan nafsu makan meningkat, 4 dari 10 siswi
merasakan sakit pada pinggang dan jerawat yang muncul, dan 2 dari 10
siswi mengalami pegal.
Sebanyak 50% siswi tidak melakukan olahraga sama sekali, 30%
melakukan olahraga tetapi tidak teratur, dan 20% melakukan olahraga
dengan teratur, dan sebagian besar siswi paling banyak melakukan jenis
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa 50% siswi tidak
melakukan olahraga dan sisanya melakukan olahraga dengan jenis seperti
basket, futsal, bulutangkis, dan senam. Sedangkan menurut Manuaba
(2010) setiap wanita dapat sekedar berjalan-jalan santai, jogging,
berenang, senam, maupun bersepeda yang dilakukan minimal 30 menit
dapat menurunkan gejala sindrom pramenstruasi.
Fenomena yang terjadi di SMAN 4 Jakarta masih kurang sesuai
dengan teori yang ada, dimana sebanyak 50% siswi tidak melakukan
olahraga dan sebagian siswi melakukan olahraga yang cukup berat,
sedangkan untuk menurunkan gejala sindrom pramenstruasi dengan
melakukan olahraga ringan yang dilakukan secara teratur, oleh karena itu
peneliti tertarik untuk melihat apakah terdapat hubungan antara aktivitas
olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN
4 Jakarta, mengingat kegiatan olahraga merupakan suatu kegiatan yang
mempunyai manfaat untuk menjaga kesehatan akan tetapi di lingkungan
remaja masih belum sering untuk dilakukan secara benar dan teratur.
B. Rumusan Masalah
Data WHO (2005) menyebutkan bahwa 38,45% wanita di dunia
mengalami permasalahan mengenai gangguan sindrom pramenstruasi. Di
Indonesia, frekuensi gejala sindrom pramenstruasi cukup tinggi yaitu
80-90% dan terkadang gejala tersebut sangat berat dan mengganggu kegiatan
sehari-hari.
Dampak yang dapat ditimbulkan dari sindrom pramenstruasi
sekolah, dan hubungan interpersonal. Salah satu cara untuk mengurangi
gejala sindrom pramenstruasi dengan melakukan olahraga seperti senam,
jalan kaki, berenang, jogging, dan bersepeda yang dilakukan secara
teratur. Namun, fenomena yang terjadi di SMAN 4 Jakarta adalah 50%
dari 10 siswi yang diwawancara tidak melakukan melakukan olahraga,
30% melakukan olahraga akan tetapi tidak teratur, 20% melakukan
olahraga secara teratur, dan sebagian besar melakukan olahraga yang
cukup berat seperti basket, futsal, voli, badminton, dll. Berdasarkan latar
belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah: “Adakah hubungan
antara aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada
remaja di SMAN 4 Jakarta?”
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut timbul pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran kejadian sindrom pramenstruasi remaja di
SMAN 4 Jakarta?
2. Bagaimana gambaran aktivitas olahraga remaja di SMAN 4 Jakarta?
3. Bagaimana hubungan antara aktivitas olahraga terhadap kejadian
sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas olahraga terhadap
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran sindrom pramenstruasi remaja di SMAN 4
Jakarta
b. Mengetahui gambaran aktivitas olahraga yang dilakukan remaja di
SMAN 4 Jakarta
c. Mengetahui hubungan antara aktivitas olahraga terhadap kejadian
sindrom pramenstruasi pada remaja di SMAN 4 Jakarta.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Menambah wawasan bagi peneliti mengenai hubungan jenis dan
rutinitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi pada
remaja di SMAN 4 Jakarta
b. Menambah pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan
peneliti dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang di peroleh
di kampus dengan keadaan yang ada di lapangan praktik
2. Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, informasi
dan ilmu pengetahuan tentang sindrom pramenstruasi dan dapat
dijadikan sumber kepustakaan. Selain itu dapat bermanfaat sebagai
data dasar dalam pencegahan dan penanganan sindrom pramenstruasi
3. Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk
cara pencegahan dan penanganan sindrom pramenstruasi di
masyarakat.
4. Bagi Tempat Penelitian
Sekolah dapat menambah ilmu pengetahuan dan informasi lebih
mengenai hubungan aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom
pramenstruasi serta dapat dijadikan sumber kepustakaan bagi sekolah.
5. Bagi Peneliti Selanjutanya
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi
pengembangan peneliti selanjutnya.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
aktivitas olahraga dengan kejadian sindrom pramenstruasi pada remaja di
SMAN 4 Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja
1. Definisi Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan
manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis,
perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Di sebagian masyarakat
dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13
tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007).
Remaja merupakan periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa dengan batasan usia 10 sampai 19 tahun
(BKKBN, 2013).
2. Tahapan Remaja
Menurut Gunarsa (2008) dalam proses penyesuaian diri menuju
kedewasaan memiliki 3 tahap perkembangan remaja, yaitu :
a. Remaja awal (early adolescent)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan
perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan
dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka
mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan
berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego
menyebabkan para remaja awal sulit dimengerti.
b. Remaja pertengahan (middle adolescent)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan. Ia
senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada
kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan
menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu ia
berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang
mana peduli atau tidak peduli, ramai atau sendiri, optimistis atau
pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya.
c. Remaja akhir (late adolescent)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa
dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu minat yang makin
mantap terhadap fungsi intelektual, egonya mencari kesempatan
untuk bersatu dengan orang-orang lain dalam
pengalaman-pengalaman baru, terbentuk identitas yang sudah tetap,
egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri
sendiri dengan orang lain, dan tumbuh pembatas yang memisahkan
diri pribadinya dan masyarakat umum.
Menurut Widyastuti (2009) berdasarkan sifat atau ciri
perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja terdapat beberapa
a. Masa remaja awal (10-12 tahun)
Remaja tampak dan memang merasa lebih dekat dengan
teman sebaya, tampak dan merasa ingin bebas, serta tampak lebih
banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang
khayal.
b. Masa remaja tengah (13-15 tahun)
Remaja tampak dan ingin mencari identitas diri, ada
ketertarikan pada lawan jenis, dan timbul perasaan cinta yang
mendalam.
c. Masa remaja akhir (16-19 tahun)
Remaja menampakkan pengungkapan kebebasan diri,
dalam mencari teman sebaya lebih selektif, memilih citra
(gambaran keadaan peranan) terhadap dirinya, dapat mewujudkan
perasaan cinta, dan memiliki kemampuan berpikir khayal atau
abstrak.
3. Tugas Perkembangan Remaja
Ali & Asrori (2006) menjelaskan bahwa semua tugas
perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan
sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mempersiapkan
untuk menghadapi masa dewasa. Tugas-tugas tersebut antara lain:
a. Mampu menerima keadaan fisiknya
c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang
berlainan jenis
d. Mencapai kemandirian emosional
e. Mencapai kemandirian ekonomi
f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan
orang tua
h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan
untuk memasuki dunia dewasa
i. Mempersiapkan diri untuk memasuki pernikahan
j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab
kehidupan keluarga.
4. Perubahan-Perubahan pada Remaja
a. Perkembangan Fisik
Pada masa remaja, terjadilah suatu pertumbuhan fisik yang
cepat disertai banyak perubahan, termasuk di dalamnya
pertumbuhan organ-organ reproduksi sehingga tercapai
kematangan yang ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan
fungsi reproduksi. Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan
1) Tanda-tanda seks primer
Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa
pubertas. Namun tingkat kecepatan antara organ satu dan
lainnya berbeda. Berat uterus pada anak usia 11 atau 12 tahun
kira-kira 5,3 gram, pada usia 16 tahun rata-rata beratnya 43
gram. Sebagai tanda kematangan organ reproduksi pada
perempuan adalah datangnya menstruasi. Ini adalah permulaan
dari serangkaian pengeluaran darah, lendir, dan jaringan sel
yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi
kira-kira setiap 28 hari. Hal ini berlangsung terus sampai menjelang
masa menopause (Widyastuti, 2009).
2) Tanda-tanda seks sekunder
Menurut Widyastuti (2009) tanda-tanda seks sekunder
pada wanita antara lain:
a) Rambut. Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh.
Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul
dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu
pada kulit wajah tampak setelah haid. Semua rambut
kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang
warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih
b) Pinggul. Pinggul pun mulai berkembang, membesar, dan
membulat. Hal ini sebagai akibat membesarnya tulang
pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit
c) Payudara. Seiring pinggul membesar, maka payudara juga
membesar dan puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara
harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin
besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih
besar dan lebih bulat.
d) Kulit. Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih
kasar, lebih tebal, pori-pori membesar. Akan tetapi berbeda
dengan laki-laki, kulit pada wanita tetap lebih lembut.
e) Kelenjar lemak dan kelenjar keringat. Kelenjar lemak dan
kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar
lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan
baunya menusuk sebelum dan selama haid.
f) Otot. Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar
dan kuat. Akibatnya akan membentuk bahu, lengan, dan
tungkai kaki.
3) Perkembangan Psikis
Widyastuti (2009) menjelaskan tetang perubahan
kejiwaan pada masa remaja. Perubahan-perubahan yang
berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah :
a) Perubahan emosi.
Perubahan tersebut berupa kondisi sensitif atau peka
misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan sebaliknya
bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Biasanya sering terjadi
pada remaja putri, lebih-lebih sebelum menstruasi. Selain
itu biasanya mudah bereaksi bahkan agresif terhadap
gangguan atau rangsangan luar yang mempengaruhinya.,
itulah sebabnya mudah terjadi perkelahian. Suka mencari
perhatian dan bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu, serta
ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih
senang pergi bersama dengan temannya daripada tinggal di
rumah.
b) Perkembangan intelegensi.
Pada perkembangan ini menyebabkan remaja
cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka
memberikan kritik, cenderung ingin mengetahui hal-hal
c) Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2005) seorang
remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku
adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan piaget,
remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka,
dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima
begitu saja ke dalam kognitif mereka. Remaja telah mampu
membedakan antara ide-ide yang lebih penting dibanding
ide lainnya, lalu remaja juga mengembangkan ide-ide ini.
Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang
dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara
berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Pemikiran mereka semakin abstrak (berpikir lebih
abstrak daripada anak-anak), logis (mulai berpikir
menyusun rencana-rencana untuk memecahkan
masalah-masalah), dan idealis (sering berpikir tentang apa yang
mungkin), lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri,
pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan
tentang diri mereka, serta cenderung menginterpretasikan
dan memantau dunia sosial (Santrock, 2005).
d) Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi seseorang pada umumnya
tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya.
Kualitas gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat
tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada
individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita
lihat beberapa tingkah laku emosional, misalnya agresif,
rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku
menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri dan
memukul-mukul kepala sendiri.
Sejumlah faktor menurut Ali & Asrori (2006) yang
dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah
perubahan jasmani, perubahan pola interaksi dengan orang
tua, perubahan pola interaksi dengan teman sebaya,
perubahan pandangan luar (sikap dunia luar terhadap
remaja sering tidak konsisten, masyarakat masih
menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki
dan perempuan), dan perubahan interaksi dengan sekolah.
B. Menstruasi
Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari
uterus yang disertai pelepasan endometrium. Menurut Sherwood (2011),
siklus haid terdiri dari tiga fase yaitu fase haid, fase proliferatif, dan fase
sekretorik atau progestasional.
a. Fase Haid
Fase haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh
pengeluaran darah dan sisa endometrium dari vagina. Berdasarkan
Saat ini bersamaan dengan pengakhiran fase luteal ovarium dan
dimulainya fase folikular. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi
karena tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan
selama siklus sebelumnya, kadar progesteron dan estrogen darah turun
tajam. Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang pembebasan
suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokontriksi
pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke
endometrium. Penurunan penyaluran oksigen yang terjadi kemudian
menyebabkan kematian endometrium, termasuk pembuluh darahnya.
Perdarahan yang tejadi melalui kerusakan pembuluh darah ini
membilas jaringan endometrium yang mati ke dalam lumen uterus.
Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas selama haid kecuali
sebuah lapisan dalam yang tipis berupa sel epitel dan kelenjar, yang
menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus yang sama
juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium uterus.
Kontraksi ini membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium
dari rongga uterus keluar melalui vagina sebagai darah haid.
Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari
setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase
folikular ovarium. Penghentian efek progesteron dan estrogen, akibat
degenerasi korpus luteum menyebabkan terkelupasnya endometrium
(haid) dan terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium dibawah
pengaruh hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat. Turunnya
sekresi hormon gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik dari
meningkat dan fase folikular baru dapat dimulai. Setelah lima sampai
tujuh hari di bawah pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru
berkembang telah menghasilkan cukup estrogen untuk mendorong
perbaikan dan pertumbuhan endometrium.
b. Fase Proliferatif
Kemudian, darah haid berhenti, dan fase proliferatif siklus
uterus dimulai bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular
ovarium ketika endometrium mulai memperbaiki diri dan
berproliferasi dibawah pengaruh estrogen dari folikel-folikel yang baru
berkembang.
Saat aliran darah haid berhenti, yang tersisa adalah lapisan
endometrium tipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm. Estrogen
merangsang proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di
endometrium, meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3 sampai 5
mm. Fase proliferatif yang didominasi oleh estrogen ini berlangsung
dari akhir haid hingga ovulasi. Kadar puncak estrogen memicu
lonjakan LH yang menjadi penyebab ovulasi.
c. Fase Sekretorik atau Progestasional
Setelah ovulasi, ketika terbentuk korpus luteum baru, uterus
masuk ke fase sekretorik atau progestasional, yang bersamaan
waktunya dengan fase luteal ovarium. Korpus luteum mengeluarkan
sejumlah besar progesteron dan estrogen. Progesteron mengubah
endometrium tebal yang telah dipersiapkan estrogen menjadi jaringan
Periode ini disebut fase sekretorik, karena kelenjar
endometrium aktif mengeluarkan glikogen, atau fase progestasional
(sebelum kehamilan), merujuk kepada lapisan subur endometrium
yang mampu menopang kehidupan mudigah. Jika pembuahan dan
implantasi tidak terjadi maka korpus luteum berdegenerasi dan fase
folikular dan fase haid baru dimulai kembali.
C. Sindrom Pramenstruasi
1. Definisi Sindrom Pramenstruasi
Sindrom pramenstruasi adalah suatu kondisi yang dialami oleh
wanita sebelum datangnya siklus menstruasi, dimana kondisi tersebut
dapat mengganggu fungsi dan aktifitas sehari-hari, gejala-gejala
tersebut akan menghilang saat menstruasi tiba (Cunningham, 2006).
Sindrom premenstruasi merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis,
dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita, terjadi selama
fase luteal dari siklus menstruasi yang berhubungan dengan siklus saat
ovulasi dan menstruasi (Suparman, 2012).
Bagi sebagian wanita saat-saat menjelang menstruasi sering
merasa tidak nyaman, bahkan sering sangat mengganggu aktivitas
sehari-hari, seperti sakit perut hingga bagian pinggang, mual, atau
pusing keadaan ini disebut Sindrom Premenstruasi (Kasdu, 2005).
Sindrom pramenstruasi ini biasanya akan terjadi pada rentang 1-2
minggu, atau lebih tepatnya 7-10 hari sebelum terjadi menstruasi dan
akan berhenti saat dimulainya siklus menstruasi (NIH, 2014). Akan
pramenstruasi yang terus berlanjut hingga 1-2 hari atau 24-48 jam
pertama siklus menstruasi dan akan segera mereda selama beberapa
hari ke depan siklus menstruasi (O’Brien dkk, 2007). Pada remaja
umumnya sindrom pramenstruasi mulai dialami sekitar usia 14 tahun
atau 2 tahun setelah menarche dan akan berlanjut sampai menopause
(Zaka dan Mahmood, 2012).
2. Etiologi Sindrom Pramenstruasi
Etiologi sindrom pramenstruasi masih belum diketahui secara
pasti, tetapi ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebab
timbulnya sindrom pramenstruasi diantaranya kadar hormon
progesteron yang rendah, kadar hormon estrogen yang berlebihan,
perubahan rasio kadar hormon estrogen/progesteron, dan peningkatan
aktivitas hormon aldosteron, renin-angiotensin serta hormon adrenal.
Selain itu ada faktor endogenous endorfin, hipoglikemi, defisiensi
vitamin dan mineral (A, E, B6, kalsium), sekresi proklatin yang
berlebih, dan faktor genetik (Suparman, 2012).
3. Gejala Sindrom Pramenstruasi
Terdapat macam-macam gejala yang akan terjadi pada wanita
dan gejala tersebut dapat mempengaruhi seluruh sistem tubuh dan
kehidupan maupun aktivitas yang dilakukan. Namun setiap wanita
mungkin akan mengalami gejala yang berbeda. Berikut merupakan
a. Perubahan fisik
Perubahan yang terjadi seperti sakit punggung, perut
kembung, perubahan nafsu makan, daerah panggul terasa berat
tertekan, mual, muntah, penambahan berat badan, kram abdominal,
payudara terasa penuh , bengkak, mengeras, dan nyeri, kulit wajah,
leher, dada, tampak merah dan terasa terbakar, kelainan kulit
(jerawat), pusing, pingsan, sakit kepala, tidak bertenaga, kelelahan,
nyeri sendi, dan kejang otot.
b. Perubahan suasana hati
Mudah marah, cemas, deprsi, mudah tersinggung, gelisah,
agresif, tertekan, gugup, hipersensitivitas secara emosional,
kemurungan.
c. Perubahan mental
Kalut, bingung, sulit berkonsenterasi, dan pelupa
d. Perubahan tingkah laku
Perubahan pada libido, pola tidur, dan nafsu makan
D. Tipe-Tipe Sindrom Pramenstruasi
Tipe sindrom pramenstruasi bermacam-macam, Suparman (2012)
membagi sindrom pramenstruasi menurut gejalanya yakni tipe A, H, C,
a. Tipe A
Sindrom Pramenstruasi tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala
seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan
beberapa wanita mengalai depresi ringan sampai sedang saat sebelum
mendapat menstruasi. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan
hormon estrogen dan progesteron, hormon estrogen terlalu tinggi
dibandingkan dengan hormon progesteron.
b. Tipe H
Sindrom Pramenstruasi tipe H (Hyperhydrasion) memiliki
gejala edema, perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan
tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini
dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe sindrom pramenstruasi
lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan
di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada
diet penderita.
c. Tipe C
Sindrom Pramenstruasi tipe C (craving) ditandai dengan rasa
lapar, ingin mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan
karbohidrat sederhana. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat
disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak
terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya
d. Tipe D
Sindrom Pramenstruasi tipe D (depression) ditandai dengan
gejala rasa depesi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa,
bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata. Biasanya sindrom
pramenstruasi tipe D berlangsung bersamaan dengan tipe A. Sindrom
pramenstruasi tipe D disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon
progesteron dan estrogen, dimana hormon progesteron dalam siklus
haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya.
E. Dampak Sindrom Pramenstruasi
Bagi beberapa wanita gejala sindrom pramentruasi dapat terjadi
cukup parah, sehingga dapat menimbulkan dampak yang merugikan.
Umumnya dampak dari sindrom pramenstruasi tersebut adalah gangguan
aktivitas harian seperti penurunan produktivitas kerja, sekolah, dan
hubungan interpersonal penderita (Wiknjosastro, 2006).
Dari segi aktivitas harian, penelitian membuktikan bahwa sebanyak
17% dari penderita sindrom pramenstruasi merasakan dampak klinis yang
signifikan pada ADL (activities daily life) dan 9% yang terkena dampak
serius terhadap ADL (Dennerstein dkk, 2010). Sedangkan dari segi
produktivitas, penelitian yang dilakukan Borenstein (2004) menemukan
bahwa penurunan produktivitas lebih banyak dialami oleh penderita
sindrom pramenstruasi dibandingkan dengan bukan penderita sindrom
pramenstruasi, yang dikaitkan dengan keluhan sulit berkonsentrasi,
menurunnya antusiasme, menjadi pelupa, mudah tersinggung, dan labilitas
Kemudian khusus untuk para remaja putri yang bersekolah,
sindrom pramenstruasi dapat mengganggu kualitas kesehatan,
konsentrasi, prestasi, dan keaktifan kegiatan belajar di sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Delara dkk (2012) menunjukkan bahwa
siswi dengan gangguan pramenstruasi mengalami beberapa penurunan,
seperti : kondisi mental, vitalitas, peran fisik, fungsi sosial, dan
kesehatan secara keseluruhan.
F. Faktor yang berhubungan dengan Sindrom Pramenstruasi
Secara umum diketahui bahwa ada beberapa faktor yang memiliki
hubungan dengan sindrom pramenstruasi, yaitu faktor hormonal, faktor
kimiawi, faktor genetik, faktor psikologi, dan faktor gaya hidup
(Wiknjosastro, 2006).
a. Faktor Hormonal
Hormon merupakan senyawa khas yang dihasilkan oleh organ
tubuh, yang bekerja dalam memacu fungsi organ tubuh tertentu
sehingga akan terlihat hasilnya (Sherwood, 2011). Dalam beberapa
literatur yang ada, dikatakan bahwa faktor hormon adalah faktor yang
paling utama yang dapat menyebabkan sindrom pramenstruasi, yaitu
akibat adanya ketidakseimbangan kerja dari hormon estrogen dan
progesteron (Dickerson dkk, 2003). Teori lain menunjukkan bahwa
ternyata, adanya kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase
luteal dari siklus menstruasi akan menyebabkan sindrom
pramenstruasi. Kadar hormon estrogen dalam darah yang meningkat
Kadar estrogen yang meningkat ini akan mengganggu proses kimia
tubuh termasuk vitamin B6 (piridoksin) yang dikenal sebagai vitamin
anti depresi karena berfungsi mengontrol produksi serotonin
(Wiknjosastro, 2006).
b. Faktor Kimiawi
Faktor kimiawi juga berhubungan dengan kejadian sindrom
pramenstruasi. Zat kimia tertentu seperti serotonin dan endorfin dapat
mengalami perubahan selama siklus menstruasi (Wiknjosastro, 2006).
Serotonin merupakan suatu zat kimia yang diproduksi tubuh secara
alami, yang dapat berguna untuk kualitas tidur yang normal. Hal ini
dikarenakan, zat ini sangat mempengaruhi suasana hati seseorang yang
berhubungan dengan gejala depresi, kecemasan, ketertarikan,
kelelahan, perubahan pola makan, kesulitan untuk tidur, agresif dan
peningkatan selera (Lau, 2011).
Sedangkan endorfin merupakan senyawa kimia mirip opium
yang dibuat di dalam tubuh yang terlibat dalam sensasi euphoria dan
persepsi nyeri. Endorfin dibebaskan selama olahraga berkepanjangan
dan mungkin menimbulkan “runner’s high” (rasa nikmat). Hormon ini
dapat turun kadarnya pada fase luteal dalam siklus menstruasi, karena
itu pada fase luteal ini seorang wanita merasa kurang mood dan timbul
c. Faktor Genetik
Faktor genetik dapat dilihat dari riwayat keluarga, dimana
sebuah penelitian menemukan bahwa ada hubungan secara signifikan
antara riwayat keluarga dengan sindrom pramenstruasi (Abdillah,
2010). Disamping itu, hasil penelitian Amjad, dkk (2014) juga
menemukan bahwa terdapat hubungan antara riwayat ibu dan saudara
kandung perempuan dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Dimana
seseorang yang memiliki ibu dan/atau saudara kandung perempuan
yang mengalami sindrom pramenstruasi lebih banyak yang menderita
sindrom pramenstruasi, dibandingkan dengan seseorang yang tidak
memiliki ibu dan/atau saudara kandung perempuan yang mengalami
sindrom pramenstruasi (Amjad dkk, 2014).
d. Stres
Faktor stres akan memperberat gangguan sindrom
pramenstruasi. Hal ini sangat mempengaruhi kejiwaan dan koping
seseorang dalam menyelesaikan masalah. Stres merupakan
predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit, sehingga diperlukan
kondisi fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi
serangan stres tersebut. Stres mungkin memainkan peran penting
dalam tingkat kehebatan gejala sindrom pramenstruasi (Maulana,
e. Diet
Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh,
coklat, minuman bersoda, makanan olahan, memperberat gejala
sindrom pramenstruasi. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga
dapat memperberat gejala sindrom pramenstruasi. Penurunan asupan
garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat mencegah edema
pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi kafein juga dapat
menurunkan ketegangan, kecemasan, dan insomnia (Maulana, 2008).
f. Kegiatan Fisik (Olahraga)
Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana,
terstruktur, dan berkesinambungan yang melibatkan gerakan tubuh
berulang-ulang dengan aturan-aturan tertentu yang ditujukan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani dan prestasi (Depkes, 2015).
Olahraga merupakan faktor yang dapat mengurangi rasa sakit akibat
sindrom pramenstruasi, sehingga apabila olahraga rendah dapat
meningkatkan keparahan dari sindrom pramenstruasi, seperti rasa
tegang, emosi, dan depresi. Sebuah teori menyebutkan dengan adanya
olahraga maupun aktivitas fisik akan meningkatkan produksi endorfin,
menurunkan kadar estrogen dan hormon steroid lainnya, memperlancar
transport oksigen di otot, menurunkan kadar kortisol, dan
meningkatkan perilaku psikologis (Harber dan Sutton, 2005).
Hal ini juga diperkuat sebuah review yang menyatakan bahwa
melakukan kegiatan fisik (olahraga) merupakan salah satu cara untuk
serotonin ini sangat erat kaitannya dengan depresi dan perubahan
mood yang berujung pada masalah kesehatan. Selain itu berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa aktivitas fisik secara
signifikan dapat menurunkan resiko gejala sindrom pramenstruasi,
seperti perubahan nafsu makan, hipersensitivitas emosi, dan sakit
kepala (Sianipar, dkk, 2009).
G. Pencegahan Sindrom Pramenstruasi
Menurut Wiknjosastro (2006) pencegahan sindrom pramenstruasi
dapat dilakukan dengan cara :
a. Melakukan diet yang sehat yang mengandung cukup buah dan sayuran
atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung cukup
vitamin dan mineral seperti A, B6, E, dan kalsium.
b. Melakukan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur
c. Menghindari dan mengatasi stress
d. Menjaga berat badan. Berat badan yang berlebihan dapat
meningkatkan risiko menderita sindrom pramenstruasi
e. Mencatat jadwal siklus haid serta kenali gejala sindrom pramenstruasi
f. Memperhatikan apakah sudah dapat mengatasi sindrom pramenstruasi
H. Penanganan Sindrom Pramentruasi
Menurut Wiknjosastro (2006) penanganan sindrom pramenstruasi
yang dilakukan tergantung dari gejala yang timbul, diantaranya:
a. Beberapa orang bisa mengobati sendiri dengan melakukan olahraga
teratur serta memodifikasi makanan dengan mengurangi lemak.
b. Terapi obat khusus yang bisa digunakan dengan menggunakan obat
penghilang nyeri, anti depresan, dll.
c. Progesteron sintetik dalam dosis kecil dapat diberikan selama 8 sampai
10 hari sebelum haid untuk mengimbagi kelebihan relatif dari
estrogen.
d. Pemberian testosteron dalam bentuk methiltestosteron 5 mg diberikan
untuk mengurangi kelebihan estrogen
I. Olahraga
1. Definisi Olahraga
Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana,
terstruktur, dan berkesinambungan yang melibatkan gerakan tubuh
berulang-ulang dengan aturan-aturan tertentu yang ditujukan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani dan prestasi (Depkes, 2013).
Olahraga dengan tujuan kesehatan yang baik adalah melakukan
aktivitas gerak badan dengan porsi diatas aktivitas keseharian. Bila
tujuan olahraga adalah kesehatan, maka syarat yang harus dilakukan
lebih lama, serta dilakukan secara teratur dan terus-menerus (Agus,
2007).
2. Manfaat Olahraga
Menurut Departemen Kesehatan (2013), manfaat olahraga
dapat dilihat dari aspek fisik, aspek psikologis, maupun aspek
sosio-ekonomi.
a. Aspek Fisik
Menurunkan risiko terjadinya penyakit degeneratif,
memperkuat otot jantung dan meningkatkan kapasitas jantung,
mengurangi risiko penyakit pembuluh darah, mencegah,
menurunkan, atau mengendalikan tekanan darah tinggi,
memperbaiki profil lipid darah, mengendalikan berat badan,
mencegah atau mengurangi terkena risiko osteoporosis pada
wanita, memperbaiki fleksibilitas otot dan sendi serta memperbaiki
postur tubuh sehingga dapat mencegah nyeri punggung bawah, dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga mengurangi risiko
penyakit menular.
b. Aspek Psikologis
Meningkatkan rasa percaya diri, membangun rasa
sportivitas, memupuk tanggung jawab, membantu mengendalikan
stres, mengurangi kecemasan dan depresi khususnya pada kegiatan
c. Aspek Sosio-Ekonomi
Menurunkan biaya pengobatan, menurunkan angka absensi
kerja, meningkatkan produktivitas, menurunkan penggunaan
sumber daya, dan meningkatkan gerakan masyarakat
J. Jenis Olahraga
Menurut Dariyo (2007), terdapat tiga jenis olahraga, yaitu sebagai
berikut:
a. Olahraga ringan
Merupakan kegiatan latihan untuk orang awam dan bagi yang
jarang berolahraga. Latihan ringan ini bertujuan untuk meningkatkan
taraf kesehatan dan kebugaran badan. Yang termasuk latihan ringan
ini, antara lain jalan kaki, menembak, golf, bowling, panahan.
b. Olahraga sedang
Bagi bukan atlet yang sering melakukan kegiatan olahraga,
dapat melakukan latihan yang cukup proporsinya. Tujuan dari latihan
ini, selain dapat mencegah gangguan penyakit, juga dapat menciptakan
kestabilan taraf kesehatan. Yang termasuk dalam olahraga sedang ini
seperti bersepeda, voli, badminton, tenis, joging, basket, hockey,
sepabola, senam, renang.
c. Olahraga berat
Bagi seorang atlet, memiliki taraf latihan olahraga yang intensif
termasuk ke dalam olahraga berat adalah balap sepeda, tinju, gulat,
angkat besi, marathon.
Jenis olahraga yang dipilih haruslah berirama yang membuat
otot ditubuh berkontraksi dan berelaksasi secara teratur, misalnya
joging, bersepeda, senam, beranang, dan jalan kaki. Dengan adanya
kontraksi dan relaksasi otot yang teratur, maka metabolisme akan
berjalan lebih baik dan lemak ditubuh akan mudah terbakar. Selain itu,
jantung akan memompa darah dengan stabil. Bermain sepak bola,
taekwondo, basket, voli, futsal, tenis tidak termasuk karena banyak
berhenti dan terlalu memacu jantung untuk memompa darah lebih
berat dari biasanya (Sumosardjuno, 2008).
Untuk meredakan gejala dari sindrom pramenstruasi biasanya
melakukan olahraga seperti jalan, joging, bersepeda, dan berenang
selama 30 menit. Latihan ringan hingga sedang dapat menurunkan
gejala depresi (depresi) dibandingkan melakukan latihan kekuatan
(Daley, 2009).
K. Prinsip Olahraga
Menurut Departemen Kesehatan (2013) kaidah olahraga yang baik,
benar, terukur, dan teratur dapat memberikan hasil optimal untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat.
Kaidah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Olahraga yang baik adalah olahraga yang dilakukan dengan cara rutin
memperhatikan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, bebas polusi,
tidak rawan cedera.
b. Olahraga yang benar adalah olahraga yang dilakukan sesuai dengan
kondisi fisik dan secara medis mampu dilakukan tanpa menimbulkan
dampak yang merugikan. Olahraga dilakukan secara bertahap mulai
dari pemanasan dengan peregangan 10-15 menit, dilanjutkan dengan
latihan inti 20-60 menit, dan diakhiri pendinginan dengan peregangan
selama 5-10 menit.
c. Olahraga yang terukur adalah olahraga yang dilakukan dengan
mengukur intensitas olahraga dengan menghitung denyut nadi latihan
dan lama waktu latihan. Waktu latihan dimulai sesuai kemampuan
fisik dan ditingkatkan bertahap secara perlahan-lahan antara 20-60
menit.
d. Olahraga yang teratur adalah olahraga yang dilakukan secara teratur
3-5 kali dalam seminggu dengan selang waktu sehari untuk istirahat dan
durasinya selama 20-30 menit
L. Sindrom Pramenstruasi dan Olahraga
Menurut Nashruna (2012), wanita yang teratur berolahraga dapat
mengurangi sindrom pramenstruasi. Hal ini dikarenakan peningkatan
kadar endorfin yang bersirkulasi, endorfin merupakan suatu substansi yang
diproduksi oleh otak yang diakibatkan tercapainya ambang nyeri
seseorang dan menghilangkan efek dari stres (Nashruna, 2012). Hal ini
kegiatan fisik (olahraga) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kadar serotonin di otak (Young, 2007). Menurutnya serotonin ini sangat
erat kaitannya dengan depresi dan perubahan mood yang berujung pada
masalah kesehatan.
Olahraga meningkatkan rangsang simpatis, suatu kondisi yang
menurunkan detak jantung dan mengurangi sensasi cemas. Olahraga yang
teratur juga dapat mengurangi stres, meningkatkan pola tidur yang teratur,
dan meningkatkan produksi endorfin (Suparman, 2012). Olahraga ringan
seperti senam, jalan kaki, atau bersepeda yang dilakukan sebelum dan
selama haid dapat membuat aliran darah pada otot sekitar rahim menjadi
lancar, sehingga rasa nyeri dapat teratasi. Saat berolahraga, kelenjar
pituitary menambah produk beta-endorfin, dan sebagai hasilnya
konsentrasi beta-endorfin naik di dalam darah yang dialirkan juga ke otak,
sehingga mengurangi nyeri, cemas, depresi, dan perasaan letih (Nurcahyo,
2008).
Menurut Wiley (2012), peningkatan kadar endorfin yang sangat
tinggi pada seseorang yang rutin berolahraga terjadi bahkan sebelum
menstruasi, itulah yang menjadi faktor mengapa orang yang berolahraga
rutin juga memiliki kadar endorfin yang lebih stabil. Jadi, olahraga yang
teratur dapat menyebabkan berkurangnya sindrom premenstruasi dengan
adanya perubahan kimia dalam otak setelah berolahraga. Perubahan
tersebut mencakup transportasi dan metabolisme neurotransmitter yang
M. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ifan Nashruna, dkk tahun 2012 dengan
judul Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas dengan Kejadian
Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten.
Penelitian ini dilakukan pada 119 responden dan analisis bivariat
menghasilkan ada hubungan antara aktivitas olahraga (p=0,008) dan
obesitas (p=0,044) dengan kejadian sindrom pramenstruasi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Fenthy Vabiella tahun 2015 dengan
judul Hubungan Aktivitas Olahraga dengan kejadian Sindrom
Pramenstruasi pada Siswi Kelas XI di SMAN 1 Sentolo. Penelitian ini
dilakukan pada 66 responden dan analisis bivariat menghasilkan ada
hubungan antara aktivitas olahraga (p=0,008) dengan kejadian sindrom
pramenstruasi.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Devi Eni Pohan, dkk tahun 2014
dengan judul Hubungan Pola Makan dan Aktivtas Fisik dengan Pola
Menstruasi pada Mahasiswi Jurusan Olahraga Universitas Negeri
Medan. Penelitian ini dilakukan pada 58 responden dan analisis
bivariat menghasilkan tidak ada hubungan pola makan (p=0,392) dan
N. Kerangka Teori
Bagan 2. 1 Kerangka Teori
Sumber : Wiknjosastro (2006)
39
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah sebuah uraian dari visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara
variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri
dari dua variabel, yaitu:
Variabel independen adalah aktivitas olahraga
Variabel dependen adalah sindrom pramenstruasi
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep
Untuk mengendalikan semua faktor yang berhubungan dengan
sindrom pramenstruasi kecuali faktor olahraga yang akan di teliti, maka
peneliti melakukan skrining dengan memberikan pertanyaan terkait faktor
lain yang tidak diteliti seperti faktor genetik, diet, dan stres sebelum
melakukan pengambilan data untuk mengetahui jumlah populasi dengan
kriteria yang sesuai.
Berdasarkan kerangka teori dan tujuan penelitian, peneliti ingin
mengidentifikasi apakah ada hubungan antara aktivitas olahraga terhadap
kejadian sindrom pramenstruasi.
B. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep dan tujuan penelitian, maka
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ada hubungan antara aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom
C. Definisi Operasional
1. Tidak ada gejala hingga gejala ringan jika skor total <30
2. Gejala sedang hingga berat, jika skor total ≥30
(Allen dkk, 2010, Anggrajani dan Mudi, 2011)
Ordinal
2 Aktivitas Olahraga Rutinitas dan jenis olahraga yang
43
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif bersifat analitik dengan menggunakan desain cross sectional.
Metode penelitian dengan pendekatan cross sectional yaitu rancangan
penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat
bersamaan atau sekali waktu (Hidayat, 2007)
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 4, Jakarta Pusat tahun
2016. Tempat tersebut dipilih karena sesuai dengan studi pendahuluan
yang dilakukan kepada 10 siswa di sekolah tersebut mengalami gejala
sindrom pramenstruasi dan tempat tersebut belum pernah ada penelitian
tentang sindrom pramenstruasi serta tempat tersebut bersedia menjadi
tempat penelitian.
2. Waktu Penelitian
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan obyek yang
karakteristiknya tidak ditetapkan (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini
populasi adalah keseluruhan siswi kelas X dan XI di SMAN 4 Jakarta
yang telah memenuhi kriteria yang sesuai dengan peneliti yaitu sebanyak
58 siswi.
2. Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang dipilih dengan sampling
tertentu untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi (Nursalam, 2008).
Penelitian ini menggunakan pengabilan sampel dengan Total Sampling
yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota
populasi menjadi sampel (Notoatmodjo, 2010). Besar sampel pada
penelitian ini yaitu 58 siswi.
3. Kriteria Sampel
Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
a. Kriteria inklusi
1) Siswi yang telah mengalami menstruasi
2) Siswi yang dalam keadaan tidak stres hingga mengalami stres
3) Bersedia mengikuti penelitian ini yang dibuktikan dengan
menandatangani informed consent.
b. Kriteria eksklusi
1) Siswi yang mempunyai keturunan sindrom pramenstruasi
2) Siswi yang mengkonsumsi kadar gula, garam, teh, kopi diatas nilai
normal (berlebihan)
D. Instrumen Penelitian
1. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data tentang sindrom
pramenstruasi dan aktivitas olahraga.
a. Sindrom Pramenstruasi
Data sindrom pramenstruasi diperoleh dari hasil pengisian
shortened premenstrual assessment form (sPAF) oleh responden.
sPAF merupakan kuesioner yang sudah teruji validitas dan
reabilitasnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Korea,
diketahui bahwa keandalan dari kuesioner ini adalah 0,80, konsistensi
internal (Cronbach alpha) adalah 0,91, dan korelasi antara coeffeciecy
score adalah 0,92 (Lee dkk, 2002). Dalam penelitian ini shortened
premenstrual assessment form (sPAF) telah diterjemahkan oleh
Himpunan Penerjemah Indonesia sebelum dilakukan uji validitas dan
Kuesioner ini berisi 10 (sepuluh) pertanyaan terkait gejala
sindrom pramenstruasi yang di derita responden. Setiap pertanyaan
memiliki bobot nilai 1-6 poin (1 = tidak mengalami, 2 = sangat ringat,
3 = ringan, 4 = sedang, 5 = berat, 6 = ekstrim). Hasil dari kuesioner ini
dikategorikan menjadi dua, yaitu : 1. Tidak ada gejala hingga gejala
ringan, jika skor total < 30 dan 2. Gejala sedang hingga berat, jika skor
total ≥ 30 (Allen dkk, 2010).
b. Aktivitas Olahraga
Aktivitas olahraga dilihat dari jenis, frekuensi dan durasi
olahraga yang dilakukan oleh responden. Untuk mendapatkan data
tersebut menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti dengan
pertanyaan.
1) Jenis Olahraga
Berisi pertanyaan “Olahraga apa yang paling sering anda lakukan?” dan peneliti memberikan pilihan olahraga seperti jalan
kaki, senam, bersepeda, berenang, joging, dll.
Bila responden memilih satu diantara pilihan maka
termasuk olahraga yang mempengaruhi sindrom pramenstruasi,
sedangkan jika responden memilih selain yang peneliti sediakan
berarti termasuk olahraga yang tidak mempengaruhi sindrom