• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menuju Multibar dengan Satu Dewan Kehormatan dan Rekruitmen Satu Pintu

♦ PASAL 28 AYAT (1) TIDAK MENGHALANGI HAK PEMOHON UNTUK MEMAJUKAN DIRINYA UNTUK MEMBANGUN MASYARAKAT

II. POINTER-POINTER TANGGAPAN K.A.I

3. Menuju Multibar dengan Satu Dewan Kehormatan dan Rekruitmen Satu Pintu

Bahwa untuk mengembalikan roh UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang sudah terlanjur dilepaskan negara atas kewenangan publiknya kepada organisasi Advokat, sehingga nantinya bisa melakukan ”self governing dan self regulating” khususnya di bidang sertifikasi pendidikan advokat, lisensi, pemungutan sejumlah

uang untuk keperluan sertifikasi dan lisensi beserta perpanjangan lisensi, penentuan jumlah pungutan dan penggunaannya yang masuk dalam kategori PNPB (pendapatan negara bukan pajak). maka sudah seharus Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan hal-hal tertentu untuk memutus perkara ini. yaitu: a. memberi hak dan kewenangan kepada organisasi Advokat yang ada saat ini

menentukan masa depannya sendiri, agar makna kemandirian yang terdapat pada UU Advokat bisa diwujudkan secara bersama oleh organisasi-organisasi Advokat dalam forum musyawarah.

b. Membatalkan dan atau menyatakan tidak mengikat beberapa pasal di bawah ini yang dinilai tidak sesuai dengan aspirasi komunitas Advokat Indonesia, khususnya yang terkait dengan:

• dibatalkannya Pasal 28 ayat (1) karena memuat frasa ”satu-satunya” yang memaknai adanya wadah tunggal profesi Advokat, selain tidak sesuai dengan aspirasi komunitas Advokat juga telah banyak menimbulkan permasalahan sampai saat ini.

• menyatakan tidak mengikat Pasal 4 ayat (1) dengan adanya frasa ”Pengadilan Tinggi” yang masih dimaknai adanya campur tangan pihak luar dan tidak mencerminkan kemandirian organisasi Advokat.

Semestinya Pasal 4 ayat (1), berbunyi menjadi:

”Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Dewan Kehormatan Advokat di wilayah domisili hukumnya.”

• menyatakan tidak mengikat Pasal 4 ayat (3) dengan adanya frasa ”Panitera Pengadilan Tinggi” yang masih dimaknai adanya campur tangan pihak luar dan tidak mencerminkan kemandirian organisasi Advokat.

Semestinya pasal 4 ayat (3), berbunyi:

“Salinan berita acara sumpah sebagaimana dimaksud ayat (2) oleh Komisi Pengawasan Advokat dikirimkan kepada Mahkamah Agung, Menteri dan organisasi Advokat.”

• menyatakan tidak mengikat Pasal 11 karena tidak adanya frasa ”Komisi Pengawas Advokat” setelah frasa ”organisasi Advokat” karena masih dimaknai dengan wadah tunggal Advokat.

Dengan menambah frasa ”dan komisi pengawas advokat” setelah frasa ”organisasi Advokat” semestinya pasal 11, berbunyi menjadi:

“Dalam hal Advokat dijatuhi hukuman pidana sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (I) huruf b yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan putusan tersebut kepada organisasi Advokot dan Komisi Penaawasan Advokat.”

c. memberikan tenggat waktu paling lama 6 bulan kepada Organisasi Advokat yang eksis untuk membentuk lembaga adhoc yang bersifat Independen yang berisikan wakil-wakil dari organisasi Advokat yang berfungsi sebagai Regulator, Pengawasan dan Rekruitmen untuk menjalankan tugas-tugas Dewan Kehormatan Bersama dan Rekruitment Bersama.

Jika Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya nanti mendorong terwujudnya Organisasi Advokat yang berdaulat dan mandiri yang dikekola secara ”self governing dan self regulating” oleh para komunitas advokat yang tergabung dalam organisasi-organisasi Advokat yang ada saat ini, maka secara tidak langsung Mahkamah Konstitusi telah memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam mendorong tenwujudnya organisasi Advokat yang kondusif. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatnya kualitas profesi Advokat serta berdompak positif kepada civil society yang berkualitas pula. Karena kualitas advokat yang memadai akan berperan sebagai juru penerang tentang kebenaran dan kepastian hukum serta tempat meminta pembelaan hak, kepentingan, dan kebenaran yang diperjuangkan masyarakat madani dalam mencari dan memperjuangkan keadilan melalui bantuan hukum para Advokat tanpa harus dibayangi rasa takut.

Advokat yang berkualitas dan organisasi advokat yang mandiri, akan memberi peluang bagi Organisasi Advokat untuk menjadi mitra strategis bagi Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif khususnya untuk mendapatkan legal opini atau second opini in legal aspect, sebelum diterbitkannya suatu kebijakan publik sebagaimana layaknya yang diperankan para advokat di mancanegara dalam kehidupan masyarakat Internasional.

Adalah suatu terobosan yang baik, di mana Mahkamah Konstitusi mencoba menggabungkan semua perkara No. 66, No. 71 dan 79. Hal ini tentunya harus ditafsirkan bahwa dalam mengkaji dan menyelesaikan permasalahan Advokat dari saat ini dan untuk masa mendatang diperlukan penyelesaian yang menyeluruh, konprehensif terpadu agar bisa diambil suatu keputusan signifikan yang strategis

jangka panjang demi kepentingan semua pihak. Sehingga dalam persidangan yang mulia ini hadir wakil-wakil komunitas Advokat seluruh Indonesia, unsur Pemerintah dan DPR-Rl yang turut dimintakan pendapatnya oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dengan harapan dapat diambil suatu keputusan yang tepat dan bisa diterima semua pihak serta pasti dalam penerapannya. Sehingga permasalahan Advokat di mata Mahkamah Konstitusi untuk sementara waktu bisa dianggap tuntas.

Bahwa untuk mewujudkan kondisi ideal (Das Sollen) menuju kehidupan bersama organisasi Advokat yang bersitat “Primus Intervares” setara dan sejajar tanpa melanggar kebebasan berserikat sebagaimana yang diatur dan dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 serta terhindarnya komunitas Advokat dari “manajemen konflik” berkepanjangan, maka pembahasan uji materil ini harus dilakukan secara komprehensif yang berpedoman kepada visi dan misi dilahirkannya UU Advokat itu sendiri. Selain itu juga harus dihindarkan dari suatu keputusan dengan tujuan dan kepentingan jangka pendek sesaat, mengingat hal ini menyangkut harkat hidup orang banyak khususnya para komunitas Advokat yang menjalankan profesi mulia (officium nobile). Sehingga sangat tepat jika Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya nanti tidak bersikap diskriminatif terhadap organisasi advokat yang satu dengan organisasi advokat lainnya. Hasrat pembuat Undang-Undang untuk mewujudkan “wadah tunggal Advokat” haruslah dilupakan karena dinilai tidak tepat dalam konteks keberagaman organisasi Advokat saat ini. Dan sebagai penggantinya harus dipikirkan menyatukan komunitas Advokat dalam satu Dewan Kehormatan bersama dan Satu Rekruitmen Bersama (Rekruitmen Satu Pintu). Justru hal inilah yang akan mempererat komunitas advokat dalam mewujudkan maksud dan tujuan pembuat Undang-Undang melahirkan kemandirian organisasi Advokat dan peningkatan kualitas Advokat.

Bahwa sesuai aspirasi sebagian besar komunitas Advokat di Indonesia dan terkait dengan hal di atas, dipandang perlu adanya kebersamaan dari para komunitas dan organisasi Advokat itu sendiri untuk menetukan serta menggunakan:

a. Satu Dewan Kehormatan bersama yang bersertifikasi. b. Rekruitmen Satu Pintu dengan standarisasi.

masa-masa selanjutnya untuk mewujudkan visi dan misi yang sama yaitu kemandirian dan peningkatan kualitas Advokat.

Bahwa untuk mewujudkan ide ini Iebih lanjut maka diperiukan kesamaan pandangan semua pihak dengan melepaskan atribut kepentingan dari organisasi advokat yang saat ini eksis, menuju terbentuknya suatu lembaga adhoc Independen yang diisi oleh wakil-wakil dari organisasi Advokat yang saat ini masih eksis. Lembaga tersebut dinilai sangat urgent untuk dilahirkan segera pasca vonis Mahkamah Konstitusi ini dengan Tugas Utamanya adalah sebagai Regulator, Pengawasan, dan Rekruitmen Advokat.

Lembaga Adhoc ini akan bekerja secara independen membawahi beberapa Komisi, yaitu:

1. Komisi Pengawasan, yang bertugas khusus untuk merekrut dan sertifikasi Dewan Kehormatan baik untuk tingkat pusat, daerah maupun dari unsur tokoh masyarakat dan akademisi.

Secara administrasi Komisi Pengawasan ini membawahi Sub Komisi Dewan Kehormatan dan Sub Komisi Displin, Dokumentasi & Peloporan, sedangkan dalam pelaksanaan tugasnya Dewan Kehormatan bersifat independen dan profesional.

2. Komisi Rekruetmen, yang bertugas untuk menseleksi para colon Advokat melalui ujian seleksi dengan standar kelulusan, dan menyelenggarakan pelantikan dan penyumpahan serta menerbitkan Surat Keputusan dan Kartu Advokat yang berlaku sebagai izin beracara di Pengadilan. Secara administrasi Komisi Rekruitmen ini membawahi Sub Komisi Ujian Advokat, Sub Komisi Pelantikan dan Penyumpahan dan Sub Komisi Izin Beracara, SK & Kartu Advokat.

3. Komisi Regulasi, yang bertugas khusus sebagai “Iegislasi” mempersiapkan peraturan yang terkait dengan komunitas profesi dan organisasi Advokat yang produk keputusannya nanti akan ditetapkan secara pleno oleh seluruh Komisi ditambah wakil-wakil organisasi Advokat.

Bahwa untuk menuju/mewujudkan kondisi seperti di atas dibutuhkan perubahan atas pasal-pasal berikut, yait :

1. Pasal 4 ayat (1): mengganti frasa ”Pengadilan Tinggi” dengan frasa ”Dewan