• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menyalahkan yang disamarkan ( Modified blame )

Dalam dokumen TINDAK TUTUR MENGELUH DALAM RUBRIK (Halaman 64-84)

BAB IV ANALISIS DATA

A. Strategi Tindak Tutur Mengeluh

6. Menyalahkan yang disamarkan ( Modified blame )

Strategi menyalahkan yang disamarkan dinyatakan bahwa mitra tutur adalah orang yang harus bertanggung jawab atas hal yang dikeluhkan penutur. Untuk kenyamanannya, penutur mengungkapkan alternatif tindakan yang seharusnya dilakukan mitra tutur (Dian D. Muniroh, 2011:248). Hal ini dapat

commit to user dilihat pada data (12) berikut.

(12) Konteks Tuturan :

Tuturan disampaikan oleh Riki di Kratonan yang menyampaikan keluhannya mengenai sikap Gubernur Bibit Waluyo yang melecehkan ESEMKA.

Bentuk Tuturan :

Kami selaku warga solo kecewa dengan anda, gubernur bapak Bibit

Waluyo, seharusnya anda mendukung karya anak SMK, tapi kenapa

anda malah melecehkannya dan malah membanggakan produk luar negri? (RB/15 Januari 2012/191) Tuturan data (12) di atas disampaikan oleh Riki di Kratonan. Riki menyampaikan keluhannya mengenai sikap Gubernur Jawa Tengah Bapak Bibit Waluyo yang melecehkan karya anak negeri. Tindak tutur yang disampaikan Riki

di atas tergolong dalam tindak tutur ekspresif „mengeluh‟. Tindak tutur ekspresif

„mengeluh‟ tampak pada tuturan “Kami selaku warga solo kecewa dengan anda,

gubernur bapak Bibit Waluyo”.

Tuturan keluhan yang disampaikan Riki dilatarbelakangi oleh perasaan kecewa atas sikap dan komentar Gubernur Bibit Waluyo yang melecehkan karya anak bangsa dan justru membanggakan produk luar negeri. ESEMKA merupakan mobil nasional buatan anak SMK di Solo. Bibit Waluyo sebagai gubernur seharusnya memberikan apresiasi besar terhadap karya anak bangsa, bukannya melecehkan dan malah membanggakan produk luar negri.

Jenis strategi yang disampaikan oleh Riki di atas tergolong dalam strategi

keluhan „menyalahkan yang disamarkan (modified blame)‟. Strategi keluhan

„menyalahkan yang disamarkan (modified blame)‟ tampak pada tuturan

“seharusnya anda mendukung karya anak SMK”. Mitra tutur adalah orang yang

harus bertanggung jawab atas hal yang dikeluhkan penutur. Untuk kenyamanannya, penutur mengungkapkan alternatif tindakan yang seharusnya

commit to user

dilakukan mitra tutur. Alternatif tindakan yang dimaksud di sini yaitu Gubernur Jawa Tengah seharusnya mendukung karya anak SMK dan bukan membanggakan produk luar negri.

Bentuk tuturan yang termasuk dalam strategi keluhan „menyalahkan yang

disamarkan‟ dapat pula ditunjukkan pada data (13) berikut.

(13) Konteks Tuturan :

Tuturan dari Ajex di Weru yang menyampaikan keluhannya mengenai Jalan Tawangsari sampai Weru yang seringkali jebol.

Bentuk Tuturan :

Kepada Pemkab dan DPU Sukoharjo, jalan Tawangsari-Weru kok jebol

melulu? Daripada ditambal mending dibeton. Kalau musim hujan begini jalannya bisa buat budidaya ikan. Betonisaasi jadi program Pemkab. Mana buktinya?

(RKS/18 Januari 2012/194)

Tuturan data (13) di atas disampaikan oleh Ajex di Weru. Riki menyampaikan keluhannya mengenai Jalan Tawangsari sampai Weru yang seringkali jebol. Tindak tutur yang disampaikan Ajex di atas tergolong dalam

tindak tutur ekspresif „mengeluh‟. Tindak tutur ekspresif mengeluh tampak pada

tuturan ” Kepada Pemkab dan DPU Sukoharjo, jalan Tawangsari-Weru kok jebol melulu?”.

Tuturan keluhan yang disampaikan Ajex dilatarbelakangi oleh perasaan

kesal karena Jalan Tawangsari –Weru yang rusak parah. Jalan Tawangsari – Weru

merupakan jalan utama di kota Sukoharjo. Hal ini terjadi karena kendaraan yang melewati jalan tersebut tidak hanya kendaraan kecil, tetapi juga kendaraan besar seperti bus dan truk. Keadaan tersebut membuat Ajex memberikan alternatif tindakan yang dapat dilakukan Pemkab. Alternatif tersebut adalah dengan membeton jalan dan bukan menambal agar jalannya tidak mudah rusak. Pemkab pun juga telah memiliki inisiatif memperbaiki jalan dengan program betonisasi

commit to user

agar kondisi jalan tidak mudah rusak. Akan tetapi, janji Pemkab untuk program betonisasi tersebut sampai sekarang tidak juga terealisasi.

Jenis strategi yang disampaikan oleh Ajex di atas tergolong dalam strategi

keluhan „menyalahkan yang disamarkan (modified blame)‟. Mitra tutur adalah orang yang harus bertanggung jawab atas hal yang dikeluhkan penutur. Mitra tutur

yang dimaksudkan penutur tampak pada tuturan “Kepada Pemkab dan DPU

Sukoharjo”. Untuk kenyamanannya, penutur mengungkapkan alternatif tindakan

yang seharusnya dilakukan mitra tutur. Alternatif yang diungkapkan penutur

tampak pada tuturan “Daripada ditambal mending dibeton”

7. Menyalahkan secara eksplisit (sikap) (Modified blame (behaviour))

Strategi kemarahan secara eksplisit meyatakan bahwa penutur secara eksplisit menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan mitra tutur tidak sesuai dan dimintai pertanggungjawaban (secara langsung) (Trosborg, 1995:318). Hal ini dapat dilihat pada data (14) berikut.

(14) Konteks Tuturan :

Tuturan disampaikan oleh Yohan di Joyontakan yang menyampaikan keluhannya mengenai tarif parkir semua tempat di Solo.

Bentuk Tuturan :

Semua tempat di solo sekarangnya parkirnya Rp 2000 di GWO Sriwedari

Solo Square, Orient, Diamond semuanya sama. Kami butuh ketegasan

dari pemkot untuk mengatur masalah perparkiran ini. Terimakasih. (RKS/24 Januari 2012/231) Strategi keluhan (14) di atas disampaikan oleh Yohan di Joyontakan. Yohan menyampaikan keluhannya mengenai tarif parkir semua tempat di Solo. Tindak tutur yang disampaikan Yohan di atas tergolong dalam tindak tutur

ekspresif „mengeluh‟. Tindak tutur ekspresif mengeluh tampak pada tuturan

”Semua tempat di solo sekarangnya parkirnya Rp 2000 di GWO Sriwedari Solo

commit to user

untuk mengatur masalah perparkiran ini”.

Tuturan yang disampaikan oleh Yohan dilatarbelakangi oleh perasaan ketidakpuasan mengenai tarif parkir yang rata di semua tempat di Solo. Tarif parkir di Solo sejak awal tahun 2012 mengalami pembaharuan. Kenaikan tarif parkir tersebut sebesar Rp 500. Hal ini juga dibarengi dengan kebijakan adanya zona parkir di setiap wilayah yang akan menentukan biaya parkir. Kebijakan ini belum sepenuhnya dapat diikuti oleh tiap wilayah karena kurangnya sosialisasi dinas perparkiran. Oleh karena itu, Yohan meminta ketegasan dari Pemkot untuk mengatur masalah perparkiran.

Jenis strategi yang disampaikan oleh Yohan di atas tergolong dalam

strategi keluhan „menyalahkan secara eksplisit (sikap) (modified blame (behaviour))‟. Strategi keluhan „menyalahkan secara eksplisit (sikap) (modified blame (behaviour))‟ tampak pada tuturan “Kami butuh ketegasan dari pemkot

untuk mengatur masalah perparkiran ini”. Penutur secara eksplisit menyatakan

bahwa tindakan yang dilakukan mitra tutur tidak sesuai dan dimintai pertanggungjawaban (secara langsung). Tindakan yang dimaksud di sini adalah ketidaktegasan Pemkot Solo mengenai masalah perparkiran yang menyebabkan tarif parkir di hampir semua tempat di Solo sama yaitu Rp 2000.

Bentuk tuturan yang termasuk dalam strategi keluhan „menyalahkan secara

eksplisit (sikap) (modified blame (behaviour))‟ dapat pula ditunjukkan pada data

(15) berikut.

(15) Konteks Tuturan :

Tuturan disampaikan oleh Suwarno di Semanggi yang mengeluhkan

tentang pedagang bronjongan yang tidak rapi.

Bentuk Tuturan :

commit to user

semanggi, mbok diatur itu para pedagang bronjongan yang tepate di depan

pintu masuk tengah. Sampe’ pedagang lain masuk pasar aja kesulitan..

gara-gara jalannya kemakan sama pedagang lain.. mbok yang sportif

dalam berdagang.. pikirkan pedagang lain jangan seenaknya manggon di

tengah jalan.. kaya’ gitu juga gak ada penertiban.

(RB/16 Januari 2012/237)

Strategi keluhan (15) di atas disampaikan oleh Suwarno di Semanggi.

Suwarno menyampaikan keluhannya mengenai pedagang bronjongan yang tidak

rapi. Tindak tutur yang disampaikan Suwarno di atas tergolong dalam tindak tutur

ekspresif „mengeluh‟. Tindak tutur ekspresif mengeluh tampak pada tuturan

Sampe’ pedagang lain masuk pasar aja kesulitan.. gara-gara jalannya kemakan

sama pedagang lain”.

Keluhan yang disampaikan oleh Suwarno dilatarbelakangi oleh

kekesalannya mengenai para pedagang bronjongan Pasar Klithikan Notoharjo

Semanggi yang tidak rapi. Para pedagang tersebut meletakkan bronjongnya di

sembarang tempat dan mengganggu pedagang lain yang ingin masuk ke pasar

Klithikan. Ketiadaan penertiban dari Pemkot membuat pedagang bronjongan

tidak merasa bersalah dan tetap meletakkan bronjongnya di sembarang tempat.

Hal tersebut sangat mengganggu kenyamanan para pedagang lain. Oleh karena

itu, Suwarno meminta ketua pengurus bronjongan Pasar Klithikan untuk

menertibkan para anggotanya.

Jenis strategi yang disampaikan oleh Suwarno di atas tergolong dalam

strategi keluhan „menyalahkan secara eksplisit (sikap) (modified blame (behaviour))‟. Strategi keluhan „menyalahkan secara eksplisit (sikap) (modified blame (behaviour))‟ tampak pada tuturan “Sampe’ pedagang lain masuk pasar aja

kesulitan.. gara-gara jalannya kemakan sama pedagang lain”. Penutur secara

commit to user

dimintai pertanggungjawaban (secara langsung). Mitra tutur yang dimaksud oleh

penutur di sini yaitu para pedagang bronjong. Tindakan yang tidak sesuai yang

dimaksud adalah bronjong milik pedagang bronjongan yang diletakkan

sembarangan yang membuat pedagang lain kesulitan masuk pasar.

8. Menyalahkan secara eksplisit (orang) (Modified blame (person))

Kemarahan secara eksplisit yaitu penutur menyatakan secara eksplisit bahwa mitra tutur adalah seseorang yang tidak bertanggung jawab (Trosborg, 1995:318). Hal ini dapat dilihat pada data (16) berikut.

(16) Konteks Tuturan :

Tuturan disampaikan oleh Feri di Gentan yang menyampaikan keluhannya mengenai mahalnya harga tiket pesawat Garuda Indonesia saat liburan akhir tahun.

Bentuk Tuturan :

GARUDA GILA-GILAAN. Saat liburan akhir tahun 2011 ternyata PT.

GARUDA INDONESIA AIRWAYS “panen besar”. Harga tiket JOGJA

-JAKARTA mencapai 2,6jt sekali terbang, akhirnya AIRLINE pun pada

ikutan, ada yang nyampai 700rb. Apa nggak ada standarisasi karak koq

berlomba-lomba pasang kenaikan tarif.

(RB/7 Januari 2012/289)

Strategi keluhan (16) di atas disampaikan oleh Feri di Gentan. Feri menyampaikan keluhannya mengenai mahalnya harga tiket pesawat Garuda Indonesia saat liburan akhir tahun. Tindak tutur yang disampaikan Feri di atas

tergolong dalam tindak tutur ekspresif „mengeluh‟. Tindak tutur ekspresif

mengeluh tampak pada tuturan ”GARUDA GILA-GILAAN. Saat liburan akhir

tahun 2011 ternyata PT. GARUDA INDONESIA AIRWAYS “panen besar”.

Keluhan yang disampaikan oleh Feri dilatarbelakangi oleh perasaan kesal dan kecewa mengenai mahalnya harga tiket pesawat Garuda Indonesia saat libur akhir tahun. Garuda Indonesia merupakan salah satu maskapai penerbangan yang ada di Indonesia. Harga tiket pesawat memang tidak stabil pada harga tetap seperti

commit to user

angkutan umum lainnya. Hal ini terjadi karena Begitu banyaknya maskapai penerbangan yang ada dan akhirnya dibuat sebuah sistem global yang menentukan harga tiket pesawat. Harga ini akhirnya dijadikan sebuah patokan minimal oleh setiap maskapai penerbangan. Tentunya maskapai penerbangan tidak mau merugi dengan hanya memberangkatkan satu dua orang seperti angkutan kota. Bila suatu rute pesawat bukanlah rute yang banyak di minta oleh penumpang maka harganya memang sangat murah sehingga dapat menarik orang untuk melalui rute ini. Bila rute ini sudah mulai menarik orang untuk melewatinya, harga tiket pesawat akan jauh lebih mahal.

Tingginya minat penumpang yang akan menggunakan pesawat sebagai pilihan transportasi juga akan mempengaruhi melonjaknya harga tiket. Apalagi jika sudah masuk musim liburan, tentunya harga tiket pesawat akan semakin mahal. Ini memang sudah menjadi sebuah keputusan yang melegalkan setiap maskapai penerbangan untuk menaikan atau menurunkan harga tiketnya karena bila tidak demikian mereka tidak akan mendapatkan keuntungan untuk membiayai karyawan maupun untuk perkembangan maskapai penerbangan itu sendiri.

Jenis strategi yang disampaikan oleh Feri di atas tergolong dalam strategi

keluhan „menyalahkan secara eksplisit (orang) (modified blame (person))‟.

Strategi keluhan „menyalahkan secara eksplisit (orang) (modified blame (person))‟

tampak pada tuturan “GARUDA GILA-GILAAN”. Penutur menyatakan secara

eksplisit bahwa mitra tutur adalah seseorang yang tidak bertanggung jawab. Penutur yang dimaksudkan di sini yaitu Garuda Indonesia. Penggunaan huruf besar dalam tuturan untuk menyangatkan keluhan penutur.

commit to user

eksplisit (orang) (modified blame (person))‟ dapat pula ditunjukkan pada data (17)

berikut.

(17) Konteks Tuturan :

Tuturan disampaikan oleh Edi di Boyolali yang menyampaikan keluhannya mengenai perangkat desa yang berdemo.

Bentuk Tuturan :

Terulang lagi orang-orang bodoh berkoar-koar di tengah jalan mengganggu kepentingan umum. Mbok ya mikir dan belajar dari kejadian bodoh beberapa waktu lalu. Perangkat orang tua dan dituakan di

desa masak melakukan demo tanpa mikir, sak penake dhewe ngebaki

dalan.

(RKS/24 Januari 2012/294)

Strategi keluhan (17) di atas disampaikan oleh Edi di Boyolali. Edi menyampaikan keluhannya mengenai para perangkat desa yang berdemo. Tindak tutur yang disampaikan Edi di atas tergolong dalam tindak tutur ekspresif

„mengeluh‟. Tindak tutur ekspresif mengeluh tampak pada tuturan ” Terulang lagi orang-orang bodoh berkoar-koar di tengah jalan mengganggu kepentingan umum dan Perangkat orang tua dan dituakan di desa masak melakukan demo tanpa mikir sak penake dhewe ngebaki dalan”.

Keluhan yang disampaikan oleh Edi dilatarbelakangi oleh kekesalannya pada orang-orang bodoh yang berdemo hanya karena menginginkan kenaikan gaji. Orang-orang bodoh yang dimaksud adalah para perangkat desa. Demo yang dilakukan perangkat desa tersebut dianggap sangat mengganggu pengendara yang akan melewati jalan. Menurut Edi, para perangkat desa tersebut terkesan serakah karena selalu merasa kurang dengan apa yang telah diberi. Mereka hanya memikirkan kepentingannya sendiri tanpa memikirkan nasib orang kecil yang kadang tidak makan karena tidak memiliki uang.

Jenis strategi yang disampaikan oleh Edi di atas tergolong dalam strategi

commit to user

Strategi keluhan „menyalahkan secara eksplisit (orang) (modified blame (person))‟

tampak pada tuturan “Terulang lagi orang-orang bodoh berkoar-koar di tengah

jalan mengganggu kepentingan umum”. Penutur menyatakan secara eksplisit

bahwa mitra tutur adalah seseorang yang tidak bertanggung jawab. Seseorang yang tidak bertanggung jawab yang dimaksud adalah para perangkat desa.

B. Analisis Perspektif Tindak Tutur Mengeluh

Berdasarkan analisis data dalam RA, RKS, dan RRB penulis menemukan 4 perspektif tindak tutur mengeluh. Perspektif tindak tutur mengeluh tersebut

meliputi perspektif penutur Saya (I), perspektif penutur Kita (We), perspektif mitra

tutur Kamu (You), perspektif mitra tutur Keadaan (It). Berikut uraian semua

perspektif tindak tutur mengeluh tersebut.

1. Perspektif penutur Saya (I)

Penutur mengidentifikasi dirinya secara terbuka dengan menggunakan

pronomina persona orang pertama “saya” atau menggunakan nomina umum dan

nomina nama diri seperti “paman Sam” (Trosborg, 1995:323). Hal ini dapat

dilihat pada data (18) berikut.

(18) Konteks Tuturan :

Tuturan disampaikan oleh Rini dari Solo yang menyampaikan keluhannya tentang warga yang sering membuang sampah sembarangan.

Bentuk Tuturan :

Saya warga sanggir, Paulan, Colomadu. Saya sangat prihatin dengan

banyaknya warga perumahan yang dengan tanpa dosa membuang sampah di sepanjang pinggir jalan, seperti jalan dukuh Tegalrejo dan prapatan Sanggir ke utara, dan masih banyak lagi jalan yang beralih fungsi menjadi

tempat pembuangan sampah! Saya sering menjumpai pada malam hari

banyak warga melempar sampah dari dalam mobilnya ke pinggir jalan. Mau menyalahkan siapa, kalau di lingkungan kita

(RB/12 Januari 2012/04) Tuturan data (18) di atas disampaikan oleh Rini dari Solo. Rini

commit to user

menyampaikan keluhannya mengenai warga masyarakat yang membuang sampah sembarangan di pinggir jalan. Jenis tindak tutur yang disampaikan oleh Rini di

atas tergolong ke dalam tindak tutur ekspresif „mengeluh‟. Tindak tutur ekspresif

„mengeluh‟ tampak pada tuturan Rini yang menuturkan “Saya sangat prihatin dengan banyaknya warga perumahan yang dengan tanpa dosa membuang sampah

di sepanjang pinggir jalan”.

Tindak tutur yang disampaikan Rini di atas dilatarbelakangi oleh perasaan prihatin dan kesal terhadap warga perumahan yang membuang sampah di sepanjang pinggir jalan. Kebiasaan warga yang membuang sampah sembarangan itu menyebabkan banyak jalan yang beralih fungsi menjadi tempat pembuangan sampah. Akibatnya, jalan tersebut menjadi tidak enak dipandang dan aromanya tidak sedap.

Jenis perspektif yang disampaikan oleh Rini di atas tergolong dalam

perspektif keluhan „saya (I)‟. Perspektif keluhan saya dapat diindentifikasi dengan

penggunaan kata „saya‟ yang berulang-ulang. Perspektif keluhan „saya (I)‟ tampak

pada tuturan “Saya warga sanggir, Paulan, Colomadu”. Penutur mengidentifikasi

dirinya sebagai si pengeluh secara terbuka dengan menggunakan pronomina

persona orang pertama „saya‟.

Bentuk tuturan yang termasuk dalam perspektif penutur “Saya (I)” dapat

pula ditunjukkan pada data (19) berikut.

(19) Konteks Tuturan :

Tuturan disampaikan oleh Reza di Solo yang menyampaikan keluhannya mengenai layanan internet XL

Bentuk Tuturan :

Gimana sich XL, saya mau internetan, awalnya pulsa saya Rp 4550, saya

internetan hanya sebentar (sekitar 1 menit), jadi pulsa saya masih utuh,

commit to user

menit, lalu saya langsung cek pulsa, pulsa saya tau-tau jadi Rp 3550.

Walaupun hanya Rp 1000, tapi kan juga merugikan pelanggan. Buat JS,

semoga makin maju.

(RB/15 Januari 2012/81) Tuturan data (19) di atas disampaikan oleh Reza dari Solo. Reza menyampaikan keluhannya mengenai layanan internet XL. Jenis tindak tutur yang disampaikan oleh Reza di atas tergolong ke dalam tindak tutur ekspresif

„mengeluh‟. Tindak tutur ekspresif „mengeluh‟ tampak pada tuturan Ica yang menuturkan “Walaupun hanya Rp 1000, tapi kan juga merugikan pelanggan”.

Tindak tutur yang disampaikan Ica dilatarbelakangi oleh perasaan kesal mengenai layanan interne operator telepon seluler XL. XL merupakan salah satu operator telepon seluler kartu komunikasi di Indonesia. Reza mengungkapkan kekesalannya karena pulsa internet yang baru ia pakai ternyata terpotong 1000 rupiah. Padahal sebelumnya Reza telah mendapat sms dari XL yang menyatakan bahwa ia mendapat gratis internet 99 menit. Menurut Reza, walaupun hanya Rp 1000 tetapi ia merasa dirugikan.

Jenis perspektif yang disampaikan oleh Reza di atas tergolong dalam

perspektif keluhan „saya (I)’. Perspektif keluhan saya dapat diindentifikasi dengan

penggunaan kata „saya‟ yang berulang-ulang. Perspektif keluhan „saya (I)‟ tampak pada penggunaan kata “saya” di tiap tuturannya. Reza mengidentifikasi dirinya sebagai si pengeluh secara terbuka dengan menggunakan pronomina persona

orang pertama „ku‟.

2. Perspektif Penutur Kita (We)

Trosborg (1995:323) menyatakan bahwa perspektif penutur kita yaitu penutur ingin meminimalkan perannya dengan menggunakan kata ganti orang

commit to user

pertama jamak Kita. Hal ini untuk menghindari tanggung jawab pribadi ketika menyalahkan mitra tutur. Hal ini dapat dilihat pada data (20) berikut.

(20) Konteks Tuturan :

Tuturan disampaikan oleh Suroyo dari Delanggu yang menyampaikan keluhannya mengenai pelayanan PLN.

Bentuk Tuturan :

Kenapa setiap turun hujan pada sore atau malam hari, listrik sering kali

padam?? Kami sebagai warga pengguna listrik, tidak ingin hanya sekedar

jawaban saja, tetapi sebagai konsumen butuhnya service pelayanan sebaik

mungkin dari Perusahaan Milik Negara ini atau karya nyata dari PLN. Matur nuwun

(RB/11 Januari 2012/47) Tuturan data (20) disampaikan oleh Suroyo di Delanggu. Suroyo menyampaikan keluhannya mengenai pelayanan PLN yang setiap turun hujan listrik seringkali mati. Jenis tindak tutur yang disampaikan oleh Suroyo di atas

tergolong ke dalam tindak tutur ekspresif „mengeluh‟. Tindak tutur ekspresif

„mengeluh‟ tampak pada tuturan Suroyo yang menuturkan “Kami sebagai warga pengguna listrik, tidak ingin hanya sekedar jawaban saja, tetapi sebagai konsumen butuhnya service pelayanan sebaik mungkin dari Perusahaan Milik Negara ini

atau karya nyata dari PLN”.

Tuturan keluhan yang disampaikan oleh Suroyo dilatarbelakangi oleh perasaan kecewa dan tidak puas mengenai pelayanan PLN. PLN merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara. PLN mengurusi masalah distribusi listrik untuk warga. Menurut Suroyo, pelayanan PLN seringkali mengecewakan. Setiap kali turun hujan di sore atau malam hari, listrik sering padam. Suroyo pun telah mengadukan masalah ini kepada PLN, tetapi hanya jawaban yang ia dapatkan dan bukan pelayanan yang maksimal dari PLN.

commit to user

perspektif keluhan „kita (we)‟. Perspektif keluhan „kita (we)‟ tampak pada tuturan

“Kami sebagai warga pengguna listrik, tidak ingin hanya sekedar jawaban saja,

tetapi sebagai konsumen butuhnya service pelayanan sebaik mungkin dari

Perusahaan Milik Negara ini atau karya nyata dari PLN”. Suroyo

menyembunyikan identitas dan mengidentifikasi dirinya sebagai „kami‟. Hal ini

untuk meminimalkan perannya sebagai pengeluh. Hal ini dimaksudkan bahwa tidak hanya Suroyo saja yang mengeluhkan tentang layanan listrik PLN.

Bentuk tuturan yang termasuk dalam perspektif penutur “kita (we)” dapat

pula ditunjukkan pada data (21) berikut.

(21) Konteks Tuturan :

Tuturan disampaikan oleh Dony di Solo yang menyampaikan keluhannya tentang susahnya membedakan pemerintah pro rakyat dan yang pura-pura pro rakyat.

Bentuk Tuturan :

Sekarang ini kita sangat sulit untuk bisa tau serta membedakan mana

aparat pemerintah benar-benar pro rakyat & mana yang berkedok peduli pada nasib rakyat padahal tujuan sebenarnya hanyalah menjadikan rakyat

sebagai umpan demi mendapat “ikan” yang lebih besar atau

menyelamatkan diri sendiri dari berbagai kebusukan politik yang telah dilakukan. Saling cerca, saling tuding & mencari kambing hitam pun seolah menjadi hal biasa. Kenapa para aparat pemerintah begitu sulit bersikap JANTAN untuk mengakui setiap kesalahan & segera saja mengundurkan diri kalau memang merasa tidak mampu mengemban amanat yang telah diberikan oleh rakyat? Kenapa harus menunggu sampai rakyat bereaksi dengan melakukan unjuk rasa menuntut pengunduran diri aparat pemerintah?

(RB/21 Januari 2012/192) Tuturan (21) di atas disampaikan oleh Dony di Solo yang mengeluhkan tentang susahnya membedakan pemerintah pro rakyat dan yang pura-pura pro rakyat. Jenis tindak tutur yang disampaikan oleh Dony di atas tergolong ke dalam

tindak tutur ekspresif „mengeluh‟. Tindak tutur ekspresif „mengeluh‟ tampak dalam tuturan “Sekarang ini kita sangat sulit untuk bisa tau serta membedakan

commit to user

mana aparat pemerintah benar-benar pro rakyat & mana yang berkedok peduli pada nasib rakyat padahal tujuan sebenarnya hanyalah menjadikan rakyat sebagai

umpan demi mendapat “ikan” yang lebih besar atau menyelamatkan diri sendiri

Dalam dokumen TINDAK TUTUR MENGELUH DALAM RUBRIK (Halaman 64-84)

Dokumen terkait