• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mereka yang mencari

Dalam dokumen publikasi e-konsel (Halaman 129-133)

Antara mereka yang di luar gereja dan mereka yang di dalam gereja ada kelompok ketiga, yaitu mereka yang sedang mencari Kristus. Mereka terkatung-katung antara permulaan kebangkitan hidup rohani dan penyerahan sepenuhnya kepada Kristus. Selama proses ini diperlukan banyak kesabaran terhadap mereka.

Beberapa orang mengalami pertobatan dengan segera, sedangkan orang lain secara berangsur-angsur menjadi orang Kristen. di dalam kedua kelompok ini ada orang-orang yang mengalami perubahan hidup secara total, berhenti melakukan perbuatan dursila dan di depan umum hidup sungguh-sungguh sebagai orang Kristen baru. Tetapi beberapa orang masih bergumul dalam perubahan kehidupan mereka.

Perjalanan hidup setiap orang berbeda-beda. Kita tidak bisa mengharapkan setiap orang untuk berubah secara mendadak. Kita harus bersabar dan memohon kepada Tuhan agar membimbing orang itu mengadakan perubahan yang perlu.

Dalam kelompok penelaahan Alkitab saya, ada seorang lelaki dan perempuan yang hidup serumah. Mereka saling mencintai; malahan lelaki ini telah meninggalkan

pekerjaannya untuk ikut pindah ketika si wanita ditugaskan di kota lain. Masing-masing orang ini pernah menikah sebelumnya dan sekarang mereka memutuskan untuk tidak kawin resmi lagi.

Sewaktu mereka terus mengikuti penelaahan Alkitab ini, Allah mulai mengerjakan suatu perubahan dalam hidup mereka. Saya berdoa agar Allah menggerakkan mereka untuk menikah secara resmi, dan tidak lama kemudian mereka mengumumkan rencana pernikahan mereka. Tuhan yang menginsafkan mereka; saya tidak mengatakan apa-apa.

Seringkali kita harus bersabar saja dan mengizinkan Roh Kudus untuk mengubah hidup seseorang. Walaupun demikian, kadang-kadang orang perlu menerima tuntunan dari orang Kristen lainnya. Satu kesempatan yang baik sekali timbul jikalau mereka

memutuskan untuk bergabung dengan gereja setempat. Banyak gereja memberikan sedikit pelajaran dan penyuluhan sebelum menerima anggota baru. Waktu seperti itu memberi keleluasaan kepada pendeta untuk bertanya mengenai beberapa bagian kehidupan mereka yang mungkin perlu diperbaiki.

Jikalau seseorang terus berkanjang di dalam dosa mereka selama beberapa waktu, maka mereka bisa dikategorikan sebagai "mereka yang di dalam gereja" dan perlu ditegur. Walaupun demikian, kita perlu bersabar dengan para petobat baru. Allah lebih mengetahui dari kita sejauh mana mereka dapat berubah dengan segera. Jika mereka

130

terbuka terhadap Roh-Nya, maka Ia yang akan memperingatkan mereka. Kita wajib berdoa agar mereka terbuka dan taat kepada Roh Allah.

Penghargaan terhadap nilai. Akhirnya, kadang-kadang ketika nilai- nilai kita

bertentangan, maka kita harus mempertimbangkan apa nilai itu. Alkitab memberikan pernyataan yang jelas tentang kedursilaan. Akan tetapi, ada nilai-nilai kehidupan tertentu yang tetap tidak terlalu penting, seperti kebiasaan pribadi dalam berpakaian atau mencari hiburan. Televisi mungkin saja dihindari oleh beberapa orang, sedang orang lain memujinya. Beberapa orang, karena profesinya, perlu berdandan, sedangkan yang lain menghindari cara berpakaian seperti itu karena menghendaki kesederhanaan. Beberapa nilai hidup bersifat pribadi dan tidak disebutkan dengan jelas di dalam Alkitab. Masalah-masalah ini mungkin dapat dibicarakan secara terbuka, namun jangan sampai menyebabkan perselisihan satu dengan yang lain, baik di dalam maupun di luar gereja. Bila nilai hidup seseorang bertentangan dengan yang dimiliki orang lain, kita harus melihat beratnya perselisihan itu. Jika masalahnya amat penting, maka kita perlu mengingatkan keadaan rohani orang yang bersangkutan. Kita harus terus mengasihi orang lain sekalipun ada faktor-faktor lain. Jikalau kita mau berdoa bagi mereka daripada mengeluh saja, maka kita akan bisa menyelesaikan masalah itu, itu semua bila terjadi di dalam gereja.

Sumber:

Judul Buku : Pola Hidup Kristen

Judul Artikel: Bila Nilai-Nilai Moral Saling Bertentangan Penulis : Kathy Callahan-Howell

Penerbit : Kerjasama antara: Penerbit Gandum Mas, Yayasan Kalam Hidup dan YAKIN, 2002

131

Cakrawala 2: Moralitas dan Rasa Hormat

Virginia Satir, seorang pakar terapi keluarga, mengemukakan bahwa suami-istri adalah poros keluarga. Dengan kata lain, hubungan suami- istri sangat mewarnai kondisi keluarga secara keseluruhan. Salah satu aspek kehidupan suami-istri yang berdampak langsung pada keluarga ialah kehidupan moral suami dan istri.

Sebagai contoh, keberhasilan orang mendisiplin anak sangat terkait dengan kehidupan moral orangtuanya. Apabila anak menghormati kehidupan moral orangtua, anak juga cenderung mematuhi petuah orangtua. Sebaliknya, wibawa orangtua untuk

menerapkan disiplin kepada anak mudah merosot jika anak sudah tidak menghormati kehidupan moral orangtuanya lagi.

Konsep yang sama dapat pula diterapkan pada hubungan suami-istri. Sesungguhnya, respek terhadap pasangan sangat bertalian dengan kehidupan moral pasangan itu sendiri. Respek yang telah tererosi akan meresap masuk dan membawa pengaruh pada banyak aspek kehidupan suami-istri. Sebaliknya, respek yang terpelihara (apalagi bertambah) akan menyederhanakan dan menyelesaikan persoalan dalam pernikahan. Itu sebabnya, bagian moral merupakan elemen yang integral dalam kehidupan suam-istri, namun malangnya, acapkali luput dari perhatian kita.

Kehidupan moral dapat dibagi dalam dua unsur: standar dan perilaku. Standar moral mencakup keyakinan tentang benar-salah dan baik-buruk, sedangkan perilaku moral mengacu kepada perbuatan konkretnya sendiri. Kesamaan atau kesesuaian antara standar dan perilaku moral, saya sebut 'integritas'. Jadi, orang yang mengaku Kristen, tetapi kalau marah memukuli istrinya adalah orang yang tidak memiliki integritas. Hal yang sama bisa ditujukan kepada seorang istri yang mengaku respek terhadap suaminya, namun sering melontarkan kata-kata yang menghina. Integritas adalah kekonsistenan antara apa yang diucapkan dan yang dilakukan, antara yang apa yang diyakini dan yang diperbuat.

Hampir semua orang dapat mengemukakan apa yang dipercayainya sebagai kebaikan dan keburukan, tetapi tidak semua bisa hidup sesuai dengan standar moralnya itu. Adakalanya, suami menolak "khotbah" istrinya sebab ia tidak melihat integritas pada istrinya. Mungkin suami itu berdalih, "Engkau sendiri melakukan hal yang sama!" Atau, kadang istri sukar menerima keputusan suaminya, sebab ia tahu bahwa keputusan itu, toh, akan dilangggar oleh suaminya sendiri pula.

Hampir semua orang dapat mempunyai integritas dengan standar moral yang rendah. Maksud saya, bukankah mudah bagi kita untuk meraih standar jika standar itu rendah. Jadi, akan ada orang yang berkata, "Saya tidak suka berpura-pura! Kalau saya main perempuan, saya pasti memberitahukan istri saya. Terserah dia mau terima atau tidak!" Standar dan perilaku moral yang rendah, betapa pun menunjukkan integritas, tetap berdampak negatif terhadap pernikahan -- tidak akan membuahkan respek pada diri pasangannya.

132

Bila kita ingin meningkatkan kualitas hubungan nikah, tidak bisa tidak, kita mesti memelihara integritas yang tinggi. Standar moral harus sepadan dengan yang telah Tuhan tetapkan. Firman Tuhan memacu kita untuk memiliki standar yang tinggi,

sebagaimana dapat kita tilik di Filipi 4:8, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."

Sejak kecil istri saya sudah hidup di luar negeri sebelum akhirnya menetap di Amerika Serikat. Setelah kami menikah, kami pun menancapkan akar kami di negeri Paman Sam itu. Sewaktu kami kembali ke Indonesia 9 tahun yang lalu, ia harus meninggalkan keluarga dan kehidupannya di sana -- sebuah keputusan yang tidak mudah diambil. Ia melakukannya dengan suatu keyakinan bahwa itulah yang Tuhan tuntut darinya. Dengan setia ia mendampingi saya di sini, dan setiap hari saya melihatnya membaca Alkitab dan bersaat teduh dengan Tuhan. Ia jugalah yang memastikan agar anak-anak membaca Alkitab setiap hari dan memantau kehidupan rohani mereka. Apa yang muncul dalam hati saya menyaksikan semua ini? Respek!

Apakah kami tidak lagi berselisih paham setelah melakukan semua ini? Sudah tentu masih -- kadang kecil, kadang besar. Namun, respek yang telah menyerapi benak kami, bekerja sebagai penawar dan penahan berkembangnya masalah. Respek tidak usah dicari dari luar sebab itu tidak akan ada. Respek bertunas dari kehidupan moral yang "mulia dan patut dipuji".

Sumber:

Judul Buletin : Buletin Eunike (Edisi 21) Penulis : Pdt. Dr. Paul Gunadi

Penerbit : Yayasan Eunike, Jakarta Artikel ini terdapat pula di Situs C3I:

133

Dalam dokumen publikasi e-konsel (Halaman 129-133)