• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III CITRA DIRI WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL

3.1.2 Citra Diri Wanita Tokoh K’tut Tantri dalam Aspek

3.1.2.1 Merindukan Kedamaian

Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis digambarkan sebagai wanita yang tertarik pada dunia luar. Ia tertarik pada sebuah pulau yang berada di

Indonesia, yaitu Pulau Bali. K’tut Tantri tertarik setelah menonton sebuah film yang

berjudul Bali, Surga Terakhir. Setelah menonton film tersebut, ia sangat

tertarikterhadap Bali. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

(48) Aku terpesona. Film itu penuh dengan kedamaian, kelegaan hati, keindahan, dan rasa kasih yang dipancarkan kehidupan petani di desa. Ya, saat itulah aku menemukan bentuk kehidupan yang kudambakan. Saat itu kukenali kehidupan yang kuidamkan. Keputusanku datang dengan tiba-tiba, tetapi tidak bisa diubah lagi. Saat itu aku merasa bahwa takdirku sudah menentukan demikian. Aku merasakan adanya suatu dorongan, yang sama sekali tak ingin kuelakkan (hlm. 11).

Kutipan di atas menunjukkan seorang wanita yang sangat merindukan

kedamaian dalam hidupnya. K’Tut Tantri merasa kagum dengan visualisasi Bali yang

digambarkan dalam film. K’tut Tantri merasa jika kehidupan yang didambakannya

ada di Pulau Bali. K’tut Tantri mempunyai dorongan yang akan membawanya ke sebuah pulau di Indonesia, yaitu Pulau Bali. Film itu sangat mempengaruhinya dan

K’tut Tantri merasa bahwa takdirnya telah ditentukan. Film itu telah membawa K’tut

Tantri sampai di Pulau Bali.

Citra diri wanita dalam aspek psikis terdeskripsi juga ketika K’tut Tantri mengendarai mobilnya di daerah terpencil yang berada di Bali, mobilnya terhenti di

depan sebuah puri raja Bali karena kehabisan bahan bakar. Ia memutuskan untuk

memasuki puri. K’tut Tantri melihat dengan heran dan kagum akan sebuah pesta. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

(49) Aku menjadi saksi suatu pesta dunia Timur yang bergelimang kemewahan. Genta- genta berdenting, sementara musik gamelan terdengar lirih, memperdengarkan nada- nada kuno yang memesona. Para pedanda duduk bersila di atas panggung bambu yang tingginya sekitar dua meter dari tanah, dikelilingi tumpukan buah tersusun rapi serta bunga dan dedaunan pakem yang dibentuk serbaneka. Semuanya sesajen berbentuk fantastis, untuk para dewa. Di belakang setiap pedanda, duduk seorang perempuan yang menyodorkan bermacam-macam bunga yang diperlukan untuk memurnikan air suci. Para pedanda bertelanjang dada (hlm. 35).

K’tut Tanti terdeskripsi merasakan keheranan dan kekaguman yang sangat besar. Ia merasakan bahwa pesta yang begitu mewah ternyata ada di pedalaman Bali.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa, K’tut Tantri sangat tertarik pada Pulau Bali yang baru didatanginya. Kekaguman dan keheranan yang dialami membawanya

semakin mengenal Pulau Bali.

Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi lagi ketika

K’tut Tantri dipenjarakan lagi ke penjara Surabaya dan mendapatkan sel sendiri. Kesendirian yang dialami K’tut Tantri membuat dirinya merasa tenang. Hal ini

(50) Lebih dari dua tahun lamanya aku terkurung sendiri dalam sel itu. Aku boleh dibilang tak pernah melihat orang lain, kecuali seorang babu yang biasa datang dua kali sehari, membawakan nasi sepiring serta secangkir cairan yang dikatakan kopi. Kesendirian yang bagi tawanan lainnya mungkin dirasakan sangat menyiksa, bagiku malah merupakan idam-idaman. Dalam kesendirian itu aku bisa menemukan ketenangan, yang didambakan jiwaku yang tersiksa. Saat itu aku membenci seluruh umat manusia. Tubuhku terlalu menderita, sehingga tidak lagi terganggu kesepian. Bagiku merupakan rahmat bahwa aku takkan dipanggil lagi untuk diperiksa Kempetai, setidak-tidaknya untuk sementara waktu. Aku tidak lagi harus mendengar teriakan kesakitan yang datang dari arah ruang penyiksaan. Aku takkan lagi menjadi saksi bisu, betapa seorang ditendangi sampai mati. Aku takkan lagi hanya bisa menatap tanpa daya, sementara tahanan demi tahanan terkapar mati di depan hidungku. Aku mengucapkan sukur bahwa aku dimasukkan ke dalam sel yang terpisah, dan bukan dijebloskan dalam kamp tawanan bersama wanita-wanita Belanda. Kalu itu yang terjadi, kuduga aku pasti akan edan (hlm. 182).

Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi pada

kutipan di atas merasakan ketenangan karena berada di dalam sel sendiri dan tidak

disiksa lagi. Ia sangat mendambakan ketenangan, dan memperolehnya di dalam sel

tahanan itu. Hal ini terdeskripsi sangat jelas dalam kutipan di atas. K’tut Tantri sangat

bersyukur karena berada dalam sel tahanan sendiri tanpa harus mendengar dan

melihat penyiksaan lagi. Dalam kesendiriannya selama dua tahun di dalam sel

penjara, K’tut Tantri mendapatkan ketenangan yang diidamkannya.

Selain itu, K’tut Tantri kagum atas rencana yang disusun oleh teman- temannya. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

(51) Aku merinding mendengar rencananya itu. Aku sudah sering menyaksikan sendiri atau mendengar kabar tentang berbagai rencana, atau “operasi”, menurut istilah yang digemari kalangan geriliawan. Tetapi belum ada yang kedengarannya begitu luar biasa. Aku menatap para pejuang itu dengan heran bercampur kagum (hlm. 235).

Kutipan di atas mendeskripsikan citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam

aspek psikis tentang kekaguman yang bercampur perasaan heran. Ia sangat terpukau

dengan rancana yang disusun oleh para pejuang Indonesia, hal ini terlihat jelas pada

kutipan di atas.

K’tut Tantri terkejut ketika mengetahui bahwa yang didatanginya adalah

sebuah Istana raja Bali, bukan sebuah pura. Hal ini terdeskripsikan dalam kutipan

berikut:

(52) Istana? Kataku kaget. Ini kan pura? Saya tadi masuk karena mendengar bunyi genta pura dan melihat sedang ada upacara agama disini. Saya dengar, orang Bali tidak merasa berkeberatan apabila pura mereka dimasuki orang asing. Saya tadi masuk karena ingin mendengar musik yang indah, serta mengagumi sesajen yang bagus- bagus. Rasanya seperti memasuki alam dongeng atau kayangan (hlm. 37).

Kutipan yang terdeskripsi diatas menunjukkan rasa keingintahuan tokoh

utama, yaitu K’tut Tantri dan pengetahuan yang belum cukup banyak tentang Pulau

Bali. Citra wanita dalam aspek psikis yang tergambar di sini adalah citra seorang

wanita pendatang yang takjub dalam melihat keunikan budaya di Pulau Bali. K’tut

Tantri merasa jika bangunan dan kebudayaan di Bali tampak seperti kehidupan di

alam dongeng.

Citra diri wanita dalam aspek psikis tokoh K’tut Tantri kembali terlihat ketika zaman pergerakan kemerdekaan. Perjuangan K’tut Tantri di Surabaya harus berakhir,

di bawah pimpinan Bung Tomo, ia kagum dengan sosok Bung Tomo. Hal ini

terdeskripsikan dalam kutipan berikut:

(53) Aku tidak ingin pindah ke Yogya. Aku sudah merasa akrab dengan teman-temanku para geriliawan. Aku lebih senang tetap berada bersama kelompok kecil di bawah pimpinan langsung Bung Tomo, yang dikuasai dan kukagumi. Dengan semangatnya yang menyala-nyala, kebersihan tujuannya, ketabahannya yang luar biasa, dan terutama sikapnya yang manusiawi terhadap para pengikutnya, ia merupakan tokoh yang paling gilang-gemilang, semacam “Scarlet Pimperner” Jawa, Robi Hood daerah pegunungann. Kalangan yang percaya mistik menganggapnya semacam dewa yang selalu bernasib baik. Menurut desas-desus, guna membingungkan Belanda yang menyebarkan mata-mata untuk memburunya. Kalau ada yang tertangkap, selalu kemudian ternyata bahwa itu Bung Tomo yang palsu. Seperti para gerilyawan pada umumnya, Bung Tomo bersumpah takkan memotong rambutnya sebelum kemerdekaan dicapai (hlm. 243).

Kutipan di atas mendeskripsikan keinginan K’tut Tantri yang sebenarnya tidak ingin pindah ke Yogya. Ia lebih nyaman berada di Surabaya dan di bawah

pimpinan Bung Tomo. Kutipan di atas juga mendeskripsikan mengenai kekaguman

K’tut Tantri terhadap sosok Bung Tomo. Ia menganggap Bung Tomo adalah sosok

yang patut dibanggakan dan sangat dikaguminya. Hal ini terdeskripsi dalam kutipan

di atas sanggat jelas. K’tut Tantri sanggat mengagumi Bung Tomo, sehingga ia dapat

menceritakan segalanya tentang Bung Tomo.

Selain kekaguman, K’tut Tantri telah menemukan sedikit ketenangan dan berharap akan mendapatkan ketenangan selamanya. Hal ini terdeskripsikan dalam

(54) Sudah berbagai negara kucari bintang lembayung itu. Tetapi aku belum juga menemukannya. Kini, di sela dingin dan cemerlang di atas kota New York, adakah bintang lembayung yang kucari itu? Dan akan bisakah aku melihatnya? Sementara hatiku penuh harap, kutelusuri cakrawala malam dengan mataku (hlm. 363).

Kutipan di atas mendeskripsikan keinginan K’tut Tantri yang berharap akan

mendapatkan ketenangan di negara asalnya. Telah lama ia mencari ketenangan itu,

namun belum juga ditemukannya. Sejak lama ia mendapatkan kesengsaraan dalam

membantu kemerdekaan Indonesia. Kini, K’tut Tantri berharap akan mendapatkan

ketenangan di negaranya sendiri. Citra diri wanita tokoh K’tut Tantri dalam aspek psikis terdeskripsi yang sedang merindukan kedamaian dan ketenangan.

Dokumen terkait