• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN

2.4 Konsumsi MSMn

2.4.2 Metabolisme

Komponen bioaktif yang terkandung didalam minyak sawit mentah misalnya karotenoid dan vitamin E bersifat larut dalam lemak, sehingga proses penyerapannya mengikuti jalur penyerapan lemak. Pada proses awal pencernaan, karotenoid akan dilepaskan dari matriks pangan dengan adanya aksi asam lambung dan enzim pencernaan. Pelepasan karotenoid dari matriks pangan bergantung pada senyawa lain yang membentuk kompleks dengan karotenoid seperti protein dan juga bergantung pada bentuk keberadaannya seperti bentuk kristal pada wortel atau bentuk terlarut seperti pada minyak jagung (Deming dan Erdman 1999). Pada minyak sawit mentah, karotenoid dan komponen bioaktif lainnya tidak terikat pada matriks pangan, sehingga proses penyerapannya (bioavailabilitas) bisa mencapai 98% (Narasinga 2000).

Bioavailabilitas menurut Food and Drug Administration adalah kecepatan atau tingkat penyerapan senyawa aktif yang terkandung dalam obat. Definisi ini juga berlaku buat senyawa aktif atau nutrisi yang terdapat dalam pangan. Jackson (1997) menjelaskan bahwa bioavailabilitas merupakan fraksi nutrisi tercerna dari pangan yang dapat diserap oleh usus halus, dimetabolisme dan disimpan dalam tubuh. Hal ini dijelaskan pula oleh Boyer dan Liu (2004) bahwa walaupun seluruh nutrisi dapat dikonsumsi, namun pada kenyataannya selama pencernaan tidak ada nutrisi yang secara keseluruhan dapat diubah menjadi bentuk yang dapat diserap.

Bioavailabilitas nutrisi biasanya ditentukan dalam plasma darah manusia (in vivo assay) sehingga terdapat berbagai faktor yang memengaruhi antara lain keragaman individu, kondisi fisiologi, dosis, dan adanya komponen makanan lainnya (Faulks dan Southon 2005).Papas (1999) menjelaskan bahwa bioavailabilitas karotenoid dari bahan pangan, ekstrak atau produk sintetik sangat beragam karena dipengaruhi oleh proses pengolahan dan penyimpanan pangan.Zakaria et al. (2000), melaporkan bahwa pada pengujian bioavailabilitas karotenoid bahan pangan karbohidrat tinggi dengan berbagai cara pengolahan, nilai FAR (faktor akumulasi retinol) yang merupakan nilai konversi provitamin A mendekati atau melebihi nilai FAR vitamin A sintetik. Scrimshaw (2000) menyatakan bahwa aktivitas vitamin A dari MSMn dan beberapa tanaman lainnya seperti pada Tabel 12 dibawah ini .

 

Tabel 12 Perbandingan aktivitas vitamin A berbagai jenis tanaman

No Sumber Nabati RE/100 g (a) Aktivitas Relatif

1 MSMn 30000 1 2 Wortel 2000 15 3 Sayuran berdaun 685 44 4 Aprikot 250 120 5 Tomat 100 300 6 Pisang 30 1000

7 Jeruk atau Jus Jeruk 8 3750

Ket

a RE = retinol equivalents Sumber : Scrimshaw (2000)

Pada proses pencernaan MSMnkarotenoid akan dilepaskan dari matriks pangan dengan adanya aksi asam lambung dan enzim pencernaan. Pelepasan karotenoid dari matriks pangan bergantung pada senyawa lain yang membentuk kompleks dengan karotenoid seperti protein dan juga bergantung pada bentuk keberadaannya seperti bentuk kristal pada wortel atau bentuk terlarut seperti pada minyak jagung (Deming dan Erdman 1999). Proses penyerapan terjadi dengan cara difusi pasif. Proses ini membutuhkan kelarutan misel dalam lapisan air di sekitar membran sel mikrofili enterosit. Misel akan berdifusi ke dalam membran dan melepaskan karotenoid dan komponen lipid lainnya pada sitosol sel. Salah satu contoh mekanisme penyerapan komponen minyak sawit mentah didalam tubuh dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Mekanisme penyerapan metabolisme dan distribusi beta karoten di dalam tubuh(Deming dan Erdman1999).

Β-karoten Chylomicron β-

carotene, retinyl ester

β-carotene di Liver (Retinyl ester)

-karoten yang tak terserap

Retinol dalam plasma dan β- karoten

β-karoten di jaringan dan retinol

Karotenoid, beta karoten dan provitamin A karotenoid lainnya didalam tubuh diubah menjadi vitamin A (retinal) oleh enzim β-karoten-15,15’-dioxygenase (βC- 15,15’-DIOX). Retinal kemudian direduksi menjadi retinol oleh enzim retinaldehida reduktase. Efisiensi penyerapan karotenoid dipengaruhi oleh ada tidaknya komponen lain dalam pangan seperti lemak dan protein (Shiau et al. 1990). Makanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas βC- 15,15’-DIOX dan cellular retinol-binding protein tipe II (CRBP II) pada mukosa instestinal tikus. Kecepatan pemecahan bergantung pada status vitamin A dalam tubuh dan berbeda untuk setiap jenis organisme. Penyerapan karotenoid ke dalam enterosit tidak menjamin seluruh karotenoid tersebut akan dimetabolisme dan diserap oleh tubuh. Karotenoid tersebut dapat hilang pada lumen saluran pencernaan akibat perubahan fisiologi sel mukosa (Deming dan Erdman1999).

Menurut Rodriguez dan Kimura (2004), beberapa faktor yang memengaruhi penyerapan dan pemanfaatan karotenoid antara lain jumlah, tipe karotenoid dalam makanan (bentuk kristal atau terlarut), lemak, vitamin E, serat, status protein dan zink, keberadaan penyakit tertentu dan adanya parasit. Karotenoid yang telah bergabung dengan sel mukosa intestinal menjadi kilomikron akan dilepas ke dalam limfa. Karotenoid juga ditemukan pada berbagai jaringan. Karotenoid pangan yang tidak terserap akan dieksresikan melalui feces. Beberapa metabolit karotenoid juga terdeteksi pada feces. Walaupun metabolit polar karotenoid kemungkinan terdapat dalam bentuk konjugasi dan dapat dikeluarkan melalui urin, namun informasi mengenai hal tersebut sangat terbatas (Olson1994).Kemampuan penyerapan karotenoid dan perubahannya menjadi vitamin A tidak sama untuk setiap jenis karotenoid. Karotenoid provitamin A hanya dapat diubah jika dibutuhkan oleh tubuh sehingga mencegah potensi toksisitas akibat kelebihan dosis vitamin A (Dutta et al. 2005).

Menurut James (2012), vitamin E yang terdapat dalam MSMn meliputi α-, β- , dan -tocopherol dan tocotrienol. Vitamin E lebih mudah diserap usus, apabila terdapat lemak dan dalam kondisi tubuh yang mempermudah penyerapan lemak. Tokoferol dari makanan diserap oleh usus digabungkan dengan kilomikron dan ditransportasikan ke hati melalui sistim limfatik dan saluran darah. Di hati, tokoferol

 

disebarkan ke sel-sel jaringan tubuh melalui saluran darah. Di dalam plasma darah, tokoferol bergabung dengan lipoprotein, terutama VLDL ( very low density lippoprotein).

Kira-kira 40 – 60% tokoferol dari makanan yang dikonsumsi dapat diserap oleh usus. Peningkatan jumlah yang dikonsumsi akan menurunkan persentase yang diserap. Vitamin E disimpan terutama dalam jaringan adiposa, otot dan hati. Secara normal, kadar vitamin E dalam plasma darah adalah antara 0,5 – 1,2 mg/ml. Tidak seperti vitamin larut lemak lainnya, vitamin E tidak disimpan di dalam tubuh dalam jaringan hati atau jaringan lainnya dalam jumlah lebih dari 2-3 kali konsentrasi normal individu yang tidak mengonsumsi suplemen vitamin E. Di dalam tubuh, bentuk metabolit dari tokoferol adalah CEHC (carboxyethyl hydroxychroman) yang dimetabolisir seperti xenobiotik oleh sitokrom P450s. Hasil metabolisme tersebut dikonjugasikan lalu diekskresi melalui urin dan empedu (James 2012).

Dokumen terkait