• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

METABOLISME RUMEN IN VITRO KAMBING PERANAKAN ETAWAH

Pendahuluan

Pakan adalah bahan makanan ternak yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan ternak, baik untuk hidup pokok, maupun untuk proses pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Seperti ternak ruminan lainnya, pakan utama kambing PE terdiri dari hijauan dan konsentrat. Pemberian hijauan sangat diutamakan dan disarankan dalam bentuk segar serta bervariasi. Namun pemberian konsentrat juga penting, sebagai sumber protein, karena hijauan pakan belum mampu mencukupi kebutuhan ternak kambing PE, terutama untuk produksi susu. Selain itu, meningkatkan mutu pakan dapat juga dilakukan dengan suplementasi atau fortifikasi. Hal ini bertujuan memperbaiki kualitas ransum dan meningkatkan ketersediaan gizi sehingga dapat menunjang optimalisasi produksi susu. Saat ini penggunaan tanaman herba sebagai suplemen sudah mulai digalakkan. Penggunaan tanaman ini ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan produksi ternak.

Salah satu jenis tanaman herba yang dapat digunakan adalah tanaman daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) yaitu tanaman yang memiliki efek fisiologis dan farmakologis penting. Tanaman ini telah lama dikenal masyarakat Batak, sebagai tanaman yang berkhasiat memperlancar sekresi air susu pada ibu menyusui (Sihombing 2005). Lawrence et al. (2005) menyatakan bahwa dalam daun bangun-bangun terdapat tiga komponen utama yaitu komponen yang bersifat lactagogue, komponen zat gizi dan komponen farmakoseutika. Damanik et al. (2006) melaporkan bahwa senyawa lactagogue dalam daun bangun-bangun dapat menstimulir sintesis dan ekskresi air susu. Namun, proses sintesis air susu tidak terlepas dari proses metabolisme rumen. Proses ini melibatkan banyak komponen di antaranya mineral dan vitamin, seperti Zn-vitamin E. Komponen ini, selain berfungsi memperkaya ketersediaan zat gizi mikro, juga dapat membantu memperbaiki

metabolisme. Menurut Lonnerdal (1988), interaksi Zn dan vitamin E, terjadi dalam sel, karena Zn sebagai kofaktor multi enzim dan vitamin E dapat membantu penyerapan Zn. Traber (1998) menambahkan bahwa vitamin E juga berperan aktif dalam menjaga integritas membran, membantu proses metabolisme, penyerapan dan transportasi dalam sel. Meskipun demikian, penggunaan suatu bahan sebagai suplemen, sebaiknya perlu diketahui pengaruh yang ditimbulkannya. Hal ini dimaksudkan agar pakan tersebut selain dapat memenuhi kebutuhan gizi ternak yang mengkonsumsi, juga menjaga agar ternak tetap sehat, produktif dan efisien.

Dalam bidang nutrisi ruminansia, pengujian dampak pemberian pakan sudah sering dilakukan melalui percobaan in vitro. Percobaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi awal mengenai pengaruh pakan terhadap bioproses rumen, melalui bath culture. Selain itu, pengujian ini juga dapat memprediksi respon produktivitas ternak, apabila mendapatkan ransum dengan komposisi pakan tertentu.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari bioproses rumen in vitro, dengan suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E dalam ransum, melalui pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik, produksi Volatile Fatty Acid (VFA), produksi amoniak (N-NH3), pH dan jumlah mikroba cairan rumen.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Percobaan in vitro dan analisis variabel dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor, selama satu bulan yaitu pada Februari 2006.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan terdiri atas 60 gram ransum basal (75 % rumput raja dan 25 % konsentrat), 6 gram daun bangun-bangun dalam bentuk kering (tepung), dan 120 ml cairan rumen kambing PE.

Konsentrat disusun dari lima bahan pakan dengan proporsi seperti pada Tabel 12. Hijauan yang digunakan adalah rumput raja (Pennisetum purpureophoides), yang diperoleh dari kebun agrostologi milik Balitnak, sedangkan daun bangun-bangun diperoleh dari penanaman selama penelitian berlangsung. Komposisi ransum percobaan disajikan dalam Tabel 13.

Tabel 12 Komposisi bahan penyusun ransum

Bahan Jumlah (%) Dedak padi 30 Pollard 20 Bungkil kelapa 16 Bungkil kedele 18 Onggok 16

Tabel 13 Komposisi zat gizi ransum perlakuan

Zat Gizi R0 R0B3 R0B9 R1 R1B3 R1B9 Bahan Kering (%) 35.51 36.50 38.48 35.51 36.50 38.48 Protein Kasar (%) 11.41 11.97 13.08 11.41 11.97 13.08 Lemak (%) 3.43 3.92 4.90 3.43 3.92 4.90 Serat Kasar (%) 27.43 27.53 27.72 27.43 27.53 27.72 Ca (%) 0.13 0.20 0.35 0.13 0.20 0.35 P (%) 0.33 0.35 0.38 0.33 0.35 0.38 Zn (ppm) 5.39 5.51 5.74 25.39 25.51 25.74 Vitamin E (ppm) 11.77 11.78 11.80 21.77 21.78 21.80 TDN (%) 61.88 63.80 67.62 61.88 63.80 67.62

Ransum perlakuan R0B3 dan R0B9 diramu dari ransum basal (R0), kemudian disuplementasi dengan daun bangun-bangun sebanyak 3 % dan 9 % /kg ransum basal. Ransum perlakuan R1 diramu dari ransum basal (R0), kemudian disuplementasi dengan Zn-vitamin E, sedangkan ransum perlakuan R1B3 dan R1B9 diramu dari R1, kemudian disuplementasi dengan daun bangun-bangun sebanyak 3 % dan 9 % /kg ransum basal. Suplementasi Zn sebanyak 20 ppm menggunakan ZnO

(kadar Zn 72 %), sehingga penggunaan menjadi 27.78 mg/kg ransum, sedangkan vitamin E sebanyak 10 ppm menggunakan Natur E kapsul (kadar 100 IU/kapsul), sehingga penggunaannya menjadi 11 kapsul/10 kg ransum (1 100 IU = 1 000 mg).

Cairan rumen yang digunakan dalam percobaan ini diambil dari rumen kambing PE, dengan cara disedot langsung dari rumen menggunakan selang, kemudian disaring dan disimpan dalam termos. Pengambilan cairan rumen dilakukan sebanyak dua kali pada ternak yang sama, dengan selisih waktu pengambilan adalah 2 minggu, untuk 2 periode pengujian.

Metode Penelitian

Percobaan in vitro dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial. Perlakuan yang diberikan adalah ransum basal yang disuplementasi daun bangun-bangun (0, 3, 9 %/kg ransum) dan Zn-vitamin E (0 dan 20 ppm:10 ppm), yang dilakukan dua kali yaitu pada dua periode pengambilan cairan rumen dan masing-masing periode dibuat duplo. Kombinasi perlakuan yang diuji dalam penelitian ini, seperti pada Tabel 14.

Tabel 14 Perlakuan yang diuji dalam penelitian in vitro

Level Daun Bangun-Bangun (B) Ransum Basal (R0) Ransum Basal + Zn-Vitamin E (R1) 0 R0B0 R1B0 3 R0B3 R1B3 9 R0B9 R1B9

Ransum basal (hijauan dan konsentrat) dan daun bangun-bangun yang digunakan terlebih dahulu dianalisis kandungan gizinya menggunakan analisis proksimat (Apriyantono et al. 1989) untuk komponen nutrien, analisis Van Soest (Van Soest 1967) untuk komponen serat, AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) mengikuti prosedur AOAC (1995) untuk komponen mineral dan HPLC (High Performance Liquid Chromatography), mengikuti prosedur AOAC

(1995) untuk vitamin E. Analisis ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Cimanggu.

Percobaan in vitro dikerjakan berpedoman pada prosedur analisis Tilley and Terry (1963), sebagai berikut :

฀ Satu gram sampel ransum (kering oven 60 oC) dimasukkan dalam tabung fermentor polietilen. Sementara itu, cairan rumen difiltrasi pada suhu 38 – 39 0

C. Demikian halnya, larutan McDougall disiapkan.

฀ Selanjutnya 8 ml cairan rumen dan 12 ml larutan McDougall ditambahkan ke dalam sampel ransum, kemudian dijenuhkan dengan gas CO2 selama 30 detik, dan ditutup dengan tutup karet berventilasi.

฀ Tahap berikutnya adalah inkubasi selama 48 jam pada suhu 38 – 39 0C. Sesudah itu dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 2 500 rpm selama 15 menit.

฀ Tahap selanjutnya adalah penambahan pepsin dan kemudian diinkubasi kembali pada suhu 38 – 39 0C, selama 48 jam.

฀ Untuk mengakhiri proses fermentasi, ditambahkan HgCl2 dengan tujuan untuk membunuh mikroba dan kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit.

฀ Bagian supernatant digunakan untuk analisis VFA dan NH3.

Dalam percobaan ini dilakukan pengamatan terhadap bioproses rumen, yang didasarkan atas peubah:

฀ Koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO)

฀ Volatile Fatty Acid (VFA) total

฀ N-NH3

menggunakan prosedur Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (2005)

฀ pH

menggunakan pH meter (Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor 2005).

฀ Mikroba (Total Plate Count=TPC). mengunakan prosedur Suryahadi (1990).

Analisis Statistik

Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah dengan Microsoft Office Excel 2003 dan selanjutnya dianalisis menggunakan sidik ragam General Linear Model (GLM) dan uji lanjut Tukey dalam program Minitab 13.0 Release 2001.

Hasil dan Pembahasan

Kecernaan bahan kering dan bahan organik

Kualitas ransum ditentukan oleh tingkat kecernaan zat makanan yaitu banyaknya zat makanan yang dapat diserap dalam saluran pencernaan ternak. Percobaan in vitro adalah salah satu cara untuk menguji kualitas ransum yang akan digunakan sebagai pakan. Dari hasil percobaan in vitro diperoleh kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) ransum percobaan, seperti pada Tabel 15.

Tabel 15 Kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E

Level DB (%/kg ransum)

RO R1 Rataan

Kecernaan Bahan Kering (%) 0 3 9 58.40 ± 0.16 64.83 ± 0.67 72.50 ± 1.64 62.00 ± 0.33 67.15 ± 0.82 75.55 ± 0.86 60.20 ± 1.94a 65.99 ± 1.42b 74.03 ± 2.03c Rataan 65.24 ± 6.09a 68.23 ± 5.87b

Kecernaan Bahan Organik (%) 0 3 9 60.35 ± 0.13 66.28 ± 0.67 74.30 ± 1.07 64.25 ± 0.76 68.70 ± 0.26 78.20 ± 1.47 60.30 ± 2.15a 67.49 ± 1.38b 76.25 ± 2.40c Rataan 66.98 ± 6.01a 70.38 ± 6.14b a-c

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

a-b

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

Hasil analisis ragam (Lampiran 2 dan 3) memperlihatkan bahwa suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan KCBK dan KCBO in vitro dan semakin tinggi level suplementasi daun bangun-bangun, semakin tinggi pula KCBK dan KCBO. Demikian halnya suplementasi Zn-vitamin E sangat nyata (P<0.01) meningkatkan KCBK dan KCBO in vitro, namun tidak ada interaksi di antara kedua suplemen tersebut dalam mempengaruhi KCBK dan KCBO.

Besarnya peningkatan KCBK dan KCBO berkorelasi positif dengan suplementasi daun bangun-bangun (r= 0.65 ; r = 0.66), tetapi di antara KCBK dan KCBO dengan suplementasi Zn-vitamin E, keeratan hubungannya tidak nyata (r = 0.12; r = 0.15). Adanya suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum meningkatkan KCBK dan KCBO berturut-turut sebesar 11.00 – 24.14 % dan 9.82 – 23.11 %. Hal ini diduga karena adanya pengaruh senyawa aktif carvacrol dalam daun bangun-bangun. Kadar carvacrol yang ada dalam daun bangun-bangun yang digunakan dalam penelitian ini diperkirakan sebesar 18 gram. Dengan demikian, peningkatan KCBK dan KCBO hasil penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Ilsley et al. (2004), yang menggunakan carvacrol yang berasal dari campuran ekstrak tanaman sebanyak 100 gram, sebagai suplemen dalam ransum babi laktasi, yang hanya meningkatkan kecernaan bahan kering dari 82.0 % menjadi 84.2 % dan kecernaan bahan organik dari 84.6 % menjadi 86.8 % atau hanya meningkat masing-masing sebesar 2.2 %.

Hal tersebut sangat mungkin terjadi karena carvacrol merupakan senyawa yang dapat mereduksi kecepatan deaminasi asam amino dan degradasi protein (Castillejos et al. 2005), juga dapat mengurangi kecepatan peptidolisis (Calsamiglia et al. 2007b). Penghambatan atau pengurangan kecepatan deaminasi asam amino, degradasi protein dan peptidolisis tersebut, praktis berimplikasi terhadap lepasnya perombakan protein (Busquet et al. 2006). Pengurangan degradasi protein dilaporkan oleh Garcia et al. (2007) bahwa penggunaan carvacrol sebesar 250 mg/L dan 500 mg/L, mengurangi degradasi protein masing-masing sebesar 51.5 % dan 72.8 %. Dengan demikian, jumlah protein yang lolos degradasi dan diserap akan meningkat, sehingga secara

langsung berpengaruh terhadap meningkatnya kecernaan bahan organik. Hal ini berdampak pada peningkatan kecernaan bahan kering secara keseluruhan, yang terlihat dari adanya korelasi positif yang sangat nyata di antara kedua variabel tersebut (r = 0.98). Meningkatnya kecernaan protein ini juga nyata terlihat pada hasil penelitian Ilsley et al. (2004) yaitu dari 86.2 % menjadi 89.2 %.

Gusman (2005) mengemukakan bahwa senyawa-senyawa phytophenol atau photogenic dalam ekstrak tanaman, seperti carvacrol dapat digunakan sebagai feed additive. Senyawa ini dapat membantu proses pencernaan, baik untuk memperlancar pencernaan atau mengatasi konstipasi (laxative), maupun untuk mengurangi mikroba patogen sehingga sistem pencernaan lebih sehat. Cross et al. (2007) dalam penelitiannya pada ayam mulai umur 7 – 28 hari, telah membuktikan bahwa penggunaan herba seperti oregano dan thyme, yang mengandung carvacrol, menghasilkan performans ayam lebih baik berdasarkan pengamatan terhadap kecernaan zat makanan, pertambahan bobot badan dan jumlah mikroflora pathogen dalam saluran pencernaan.

Peningkatan kecernaan juga dipengaruhi oleh suplementasi Zn-vitamin E. Suplementasi Zn-vitamin E dalam ransum meningkatkan KCBK dan KCBO berturut-turut sebesar 6.16 % dan 6.46 %. Hal ini diduga karena peran katalitik Zn dan fungsi vitamin E dalam melindungi oksidasi lemak dan kerusakan sel. Zn dengan fungsi katalitiknya, mengaktivasi enzim yang terlibat dalam metabolisme (NRC 2001) dan vitamin E melindungi lemak dari peroksidasi (Vitahealth 2004), sehingga dapat berdampak positif terhadap kecernaan lemak dan juga memberikan kontribusi terhadap kecernaan bahan organik dan bahan kering secara keseluruhan. Adanya suplementasi Zn-vitamin E dapat memacu peningkatan KCBK dan KCBO, yang lebih tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan suplementasi Zn-vitamin E dengan dosis yang lebih kecil, KCBK dan KCBO yang dihasilkan masih lebih baik, dibandingkan hasil penelitian Hadjipanayiotou dan Economides (1997), yang mendapatkan peningkatan KCBK dan KCBO in vitro masing-masing sebesar 6.1 % dan 6.5 %, dengan penggunaan 850 IU/kg vitamin E dan 45 ppm Zn atau dengan dosis yang lebih tinggi dari yang digunakan dalam penelitian ini. Namun melihat

keeratan hubungan di antara kecernaan dan suplementasi Zn-vitamin E yang tidak nyata, maka diduga pada kondisi tertentu, suplementasi Zn-vitamin E tidak akan memberikan pengaruh terhadap kecernaan.

Produksi VFA Total

Produksi VFA merupakan hasil metabolisme pakan dalam rumen, terutama dari komponen karbohidrat pakan, melalui proses enzimatik dan fermentatif. VFA adalah sumber energi utama ternak ruminansia. Hasil pengukuran produksi VFA total in vitro ditampilkan dalam Tabel 16.

Tabel 16 Produksi VFA total in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E

Level DB (%/kg ransum) RO R1 Rataan VFA Total (mM) 0 3 9 111.15 ± 4.84 130.20 ± 4.71 157.00 ± 2.47 121.30 ± 2.56 140.10 ± 0.58 167.10 ± 2.64 116.23 ± 6.50a 135.15 ± 6.14b 162.05 ± 5.89c Rataan 132.78 ± 20.00a 142.83 ± 19.73b a-c

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

a-b

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

Rataan nilai VFA total in vitro hasil penelitian ini berkisar 111.16 - 167.12 mM, dan cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya level daun bangun-bangun dan adanya suplementasi Zn-vitamin E. Menurut Sutardi (1981), produksi VFA total yang layak bagi kelangsungan hidup normal ternak ruminansia adalah 80 – 160 mM. Itu berarti produksi VFA hasil penelitian ini masih termasuk normal, bahkan cenderung lebih tinggi.

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 4) terlihat bahwa produksi VFA mengalami peningkatan yang sangat nyata (P<0.01) dengan adanya suplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E. Produksi VFA total berkorelasi positif

dengan suplementasi daun bangun-bangun (r = 0.66), sedangkan antara produksi VFA total dan suplementasi Zn-Vitamin E keeratan hubungannya tidak nyata (r = 0.09). Adanya suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum meningkatkan produksi VFA total sebesar 17.14 – 41.25 %. Hasil penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Benchaar et al. (2007), dengan menggunakan ekstrak tanaman oregano, yang menghasilkan VFA sebesar 101.3 mM, atau meningkat sebesar 7.77 % dibandingkan dengan kontrol (94.0 mM). Namun hasil ini berlawanan dengan hasil penelitian Busquet et al. (2006), yang mendapatkan bahwa penggunaan carvacrol sebesar 300 mg/L menurunkan produksi VFA sebesar 16.8 % dan penggunaan ekstrak tanaman oregano sebesar 300 mg/L juga menurunkan produksi VFA sebesar 4.3 %. Perbedaan ini diduga terjadi karena perbedaan penggunaan dosis dari ekstrak tanaman dan adanya senyawa pembatas lain, seperti thymol. Menurut Dorman and Deans (2000), dalam ekstrak tanaman terdapat berbagai komponen dan masing-masing memiliki sifat yang berbeda bahkan satu senyawa dapat menjadi inhibitor senyawa lain, seperti thymol dan carvacrol, karena thymol adalah bentuk isomer dari carvacrol. Demikian halnya Davidson and Naidu (2000) menyatakan bahwa senyawa-senyawa yang tergolong phytophenol yang diperoleh dari ekstrak tanaman, memiliki spektrum efek yang berbeda, sehingga dosis penggunaan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula.

Castillejos et al. (2006), menyatakan bahwa senyawa seperti thymol, memiliki sifat antibakterial. Senyawa ini selain berpengaruh terhadap mikroba, juga dapat menghambat aktivitas senyawa lain seperti carvacrol, sehingga Calsamiglia et al. (2007a) menganjurkan penggunaan senyawa aktif dari ekstrak tanaman, sebagai modifikasi fermentasi mikroba rumen, harus dalam dosis terkontrol dan dalam kombinasi terseleksi. Peningkatan produksi VFA dengan penggunaan carvacrol juga dilaporkan oleh Hadjipanayiotou and Economides (1997), yang mendapatkan produksi VFA sebesar 150 mM/L atau lebih tinggi dari hasil penelitian ini.

Produksi VFA total yang meningkat cukup tinggi, juga diduga karena meningkatnya KCBK dan KCBO, sehingga ketersediaan substrat lebih banyak, untuk bakteri dalam memproduksi VFA. Hal ini terlihat dari adanya keeratan hubungan

yang positif di antara produksi VFA dengan KCBK dan KCBO (r = 0.98 ; r = 0.98). Menurut Hobson and Stewart (1997), ketersediaan substrat sangat penting baik bagi kehidupan mikroba rumen, maupun dalam proses fermentatif dan metabolisme untuk menyediakan energi bagi induk semang (ternak). Adanya penghambatan degradasi dan deaminasi protein, diduga mengakibatkan substrat yang tersedia adalah komponen serat seperti selulosa dan hemiselulosa, sehingga produksi VFA mengalami peningkatan. Kondisi ini mengindikasikan adanya peningkatan jumlah populasi mikroba dari jenis selulolitik. Menurut Clarke and Bauchop (1977), bakteri selulolitik membutuhkan substrat selulosa dan hemiselulosa untuk menghasilkan energi bagi ternak ruminansia dalam bentuk VFA.

Peningkatan produksi VFA total in vitro juga disebabkan oleh adanya suplementasi Zn-vitamin E, yang meningkatkan produksi VFA total sebesar 9.13 %. Hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian Berzaghi et al. (1996) yang mendapatkan bahwa penggunaan vitamin E (550 IU/kg) dan Zn (1325 ppm) sebagai suatu suplemen campuran vitamin-mineral (5%) dalam pakan, menghasilkan VFA total 150 mM/L, lebih tinggi dari pakan tanpa suplemen vitamin-mineral yang menghasilkan VFA total 148 mM/L.

Produksi N-NH3

Produksi N-NH3 merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino dan ketersediaannya dalam rumen untuk pertumbuhan mikroba merupakan prioritas utama dalam mengoptimalkan fermentasi hijauan. Dari hasil percobaan in vitro diperoleh produksi N-NH3 ransum percobaan seperti pada Tabel 17.

Tabel 17 Produksi N-NH3 in vitro dari ransum yang disuplementasi daun bangun-bangun dan Zn-vitamin E

Level DB (%/kg ransum) RO R1 Rataan N-NH3 (mM) 0 3 10.29 ± 0.07 9.36 ± 0.19 10.26 ± 0.09 9.34 ± 0.18 10.28 ± 0.07a 9.35 ± 0.17b

9 8.59 ± 0.17 8.57 ± 0.17 8.58 ± 0.16b Rataan 9.41 ± 0.74 9.39 ± 0.74

a-b

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01)

Produksi N-NH3 in vitro pada penelitian ini menurun sangat nyata (P<0.01), dengan adanya suplementasi daun bangun-bangun (Lampiran 5), tetapi di antara level suplementasi daun bangun-bangun, penurunan N-NH3 tidak nyata (P>0.01), sedangkan suplementasi Zn-vitamin E tidak nyata (P>0.01) mempengaruhi produksi N-NH3. Produksi N-NH3 berkorelasi negatif dengan suplementasi daun bangun-bangun ( r = - 0.50), sedangkan di antara produksi N-NH3 dengan suplementasi Zn- vitamin E tidak ada hubungan (r = - 0.01).

Penurunan kadar NH3 yang disebabkan suplementasi daun bangun-bangun dalam ransum berkisar antara 9.04 – 16.52 %. Namun demikian, kadar N-NH3 hasil penelitian ini, yang berkisar antara 8.57 – 10.29 mM, masih berada dalam kisaran normal, sesuai rekomendasi Preston and Leng (1987), yaitu kadar NH3 yang mendukung pertumbuhan mikroba dalam rumen adalah 4 - 14 mM. Kadar N-NH3 kurang dari batas minimum kisaran normal dapat mengganggu proses fermentasi.

Terjadinya penurunan kadar NH3 yang signifikan, diduga karena adanya reaksi senyawa aktif dalam daun bangun-bangun. Menurut Calsamiglia et al. (2007b), senyawa phytophenol seperti carvacrol, thymol dan eugenol dalam tanaman dapat mereduksi kecepatan proteolisis, peptidolisis dan deaminasi protein oleh mikroba, sehingga lebih banyak protein yang lolos degradasi atau menjadi protein bypass. Dengan demikian, produksi NH3 sebagai bagian dari metabolisme nitrogen (degradasi dan deaminasi) mengalami penurunan. Kondisi ini juga menggambarkan bahwa ketersediaan substrat protein untuk mikroba semakin menurun, sehingga jumlah populasi mikroba proteolitik juga mengalami penurunan. Hal ini berbanding terbalik dengan produksi VFA, yang terlihat dari adanya korelasi negatif di antara kedua variabel tersebut (r = 0.94). Clarke and Bauchop (1977), menyatakan bahwa bakteri proteolitik membutuhkan substrat protein untuk membentuk protein mikroba dan

memproduksi NH3, yang juga dapat digunakan sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia. Selanjutnya, Leng (1990) mengemukakan bahwa apabila ketersediaan substrat berkurang, maka jumlah populasi mikroba yang memanfaatkan substrat tersebut akan berkurang, sehingga produk akhir jenis mikroba ini juga akan menurun.

Penurunan produksi N-NH3 dalam penelitian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Cardozo et al. (2004), yang mendapatkan penurunan produksi N-NH3 dari 14.5 mM menjadi 7.5 mM, atau sebesar 48.28 %, dengan penggunaan ekstrak tanaman yang mengandung 64 % carvacrol dan 16 % thymol. Hal ini diduga karena perbedaan kadar senyawa aktif yang ada dalam tanaman. Benchaar et al. (2007) melaporkan bahwa perbedaan jumlah dan jenis senyawa aktif dalam ekstrak tanaman menghasilkan perbedaan pengaruh terhadap fermentasi mikrobial rumen in vitro. Hasil penelitian dengan menggunakan senyawa carvacrol 400 mg/L menurunkan produksi N-NH3 dari 11.7 mM menjadi 10.1 mM atau menurun sebesar 13.68 %, sedangkan penggunaan thymol 200 mg/L meningkatkan produksi N-NH3 menjadi 12.0 mM atau meningkat sebesar 2.56 % dan penggunaan ekstrak tanaman oregano yang mengandung 85 % carvacrol dan 7 % thymol, meningkatkan produksi N-NH3 dari 11.8 mM menjadi 13.2 mM atau meningkat sebesar 11.86 %.

Suplementasi Zn-vitamin E tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap produksi N-NH3. Hal ini diduga karena adanya penurunan aktivitas enzim untuk proses pencernaan protein (degradasi dan deaminasi), yang dapat menghasilkan N-NH3, sehingga peran Zn-vitamin E untuk meningkatkan kerja enzim tersebut dalam metabolisme menjadi berkurang. Menurut Cousins (1996), zn berperan sebagai komponen maupun kofaktor enzim, sehingga aktivitas enzim dapat ditingkatkan dengan adanya Zn, yang ketersediaannya ditingkatkan dengan adanya vitamin E. Dengan demikian, apabila ketersediaan enzim berkurang, maka peran Zn juga akan berkurang. Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Bargo dan Muller (2005) yang mendapatkan bahwa penggunaan 58.59 mg/kg Zn dan 1 363 mg/kg vitamin E, yang merupakan jumlah penggunaan di atas batas optimum, dalam campuran konsentrat sapi laktasi, tidak berpengaruh terhadap produksi N-NH3.

pH Cairan Rumen

Nilai pH cairan rumen penting untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen dan mengatur proses fermentasi dalam rumen. Dari hasil percobaan in vitro diperoleh pH cairan rumen seperti pada Tabel 18.

Pada Tabel 18 terlihat bahwa pH cairan rumen in vitro berkisar antara 6.14 sampai 6.26. Nilai pH ini masih termasuk nilai pH normal untuk kehidupan mikroba dan berlangsungnya proses fermentasi dalam rumen, yaitu pada kisaran 5.5 sampai 7 (Leng 1990). Nilai pH yang tetap dipertahankan berada dalam kisaran normal, tidak terlepas dari fungsi Zn dan vitamin E yaitu berperan dalam homeostasis asam basa (Piliang 2001) dan menjaga integritas membran sel (Hughes 2003). Selain itu, dalam daun bangun-bangun juga terdapat senyawa yang bersifat buffer. Menurut Lawrence et al. (2005), senyawa yang bersifat buffer dalam daun bangun-bangun tergolong dalam kelompok

Tabel 18 Kadar pH cairan rumen in vitro

Level DB (%/kg ransum) RO R1 Rataan pH 0 3 9 6.25 ± 0.01 6.17 ± 0.06 6.15 ± 0.06 6.23 ± 0.03 6.15 ± 0.01 6.14 ± 0.02 6.24 ± 0.02a 6.16 ± 0.04b 6.15 ± 0.04b Rataan 6.19 ± 0.06 6.17 ± 0.05 a-b

Superskrip huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang sangat nyata

Dokumen terkait