JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L.) SEBAGAI SUMBER SENYAWA METABOLIT SEKUNDER ANTIMIKROB ALTERNATIF
2. METABOLIT SEKUNDER DAN KEANEKARAGAMAN HAYAT
Tumbuhan merupakan organisma yang memiliki kemampuan dalam membentuk senyawa metabolik. Jenis dan karakteristik dari senyawa yang dihasilkan beragam dan dapat digunakan sebagai kandungan aktif obat-obatan. Bahan aktif yang penuh dengan kompleksitas ini dikenal sebagai metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder tersebut umumnya memiliki berat molekul rendah dan dapat digunakan sebagai senjata biologis melawan organisme lain di sekitar lingkungannya tanpa mengganggu aktifitas tumbuhan yang bersangkutan. Konsistensi keberadaan suatu organisme dalam ekosistem memerlukan tingkat seleksi dan kompetisi yang tinggi. Dalam hubungan tersebut diperlukan integrasi beberapa aspek biologi dan biokimia metabolit sekunder dengan inangnya yang dikemas dalam suatu hubungan yang unik dan menarik.
Diversifikasi dan kompleksitas kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman tingkat tinggi banyak dijumpai di alam. Perbedaan struktur dari metabolit sekunder tanaman diatur oleh hirarki struktur yang mendominasi dan dinamai taxon (Tabel 1).
Tabel 1. Diversifikasi struktur metabolit sekunder tanaman di alam (Wink 2003)
Pada Tabel 1 terlihat bahwa kandungan utama metabolit sekunder tanaman sangat barvariatif dan sedikit sekali berkomponen minor. Sebaliknya keseluruhan metabolit sekunder bersifat struktur kompleks dan dibangun atas senyawa turunannya. Produk alam hasil metabolit sekunder dari tanaman diklasifikasikan atas 2 kelompok utama, yaitu
produk alam yang mengandung senyawa nitrogen, seperti alkaloid, amina, alkamida, asam amino non protein, dll. Serta produk alam tanpa unsur nitrogen, seperti monoterpen, diterpen, poliketida, tetraterpen, dll. Senyawa produk alam alkaloid misalnya, akan banyak ditemukan senyawa turunannya dengan kompleksitas struktur yang beragam (12.000 macam) dari sekitar 20% tumbuhan yang berhasil terisolasi demikian halnya dengan kelompok golongan lain. Keberadaan diversifikasi struktur kompleks dari metabolit sekunder tanaman masih menjadi misteri alam dan masih menjadi peluang menjanjikan bagi sumber produk kimia alam di masa yang akan datang. Ketidak konsistensi kandungan metabolit sekunder tanaman dapat terlihat dari sistematika nilai kandungan kimia di dalamnya (Wink, 2003).
Belum banyak yang menyadari akan peran keanekaragaman hayati berkaitan erat dengan keanekaragaman kimiawi. Tampak jelas banyak faktor yang mempengaruhi hubungan antara senyawa metabolit dengan tanaman inangnya. Hubungan tersebut antara lain dipengaruhi oleh kondisi musim, nutrisi yang diterima, dan faktor lain seperti masa hidup dan lokasi penyebaran di lingkungan (Strobel, 2003). Dibutuhkan penelitian yang komprehensif dalam berbagai aspek sampai ke tingkat molekuler, guna mempelajari interaksi dan sifat senyawa metabolit sekunder tersebut. Dengan menyadari karakteristik senyawa metabolit sekunder dan peran potensial di alam melalui pendekatan berbagai aspek, seperti kimiawi dan ekologi dapat menjadi petunjuk bermanfaat guna menguak potensi besar metabolit sekunder sebagai bioprospecting.
3. AKTIFITAS ANTIMIKROBA DARI BERBAGAI GENUS JATROPHA
Metabolit sekunder telah berhasil diidentifikasi dari senyawa aktif jaringan dalam genus Jatropha. Aktifitas anti bakteri dan anti fungi untuk melawan bakteri dan kapang uji ditunjukkan oleh adanya ekstrak tanaman Jatropha. Menurut Olapeju et al (2008) telah ditemukan senyawa asam aliphatik jenis baru dari genus Jatropha, diantaranya frixidin dan erythrinasinate menggunakan identifikasi spektroskopi massa. Adanya kemampuan daya bunuh berspektrum luas melawan bakteri uji gram positif dan negatif telah ditunjukkan oleh senyawa bioaktif tersebut, dan dibandingkan dengan senyawa antibiotik pada pengujian metode overlay (difusi).
Penelitian yang sama berhasil mengisolasi senyawa asam japodik, dan menunjukkan kemampuan bioaktifitas antimikroba yang lebih luas dari senyawa frixidin dan erythrinasinate. Telah dilaporkan bahwa senyawa asam japodik, frixidin, dan erythrinasinate merupakan senyawa aliphatik jenis baru (Gambar 1) yang berhasil pertama kali diidentifikasi (Olapeju et al, 2008).
Gambar 1. Struktur senyawa aktif asam japodic (1), erythrinasinate (2), dan fraxidin (3) dari spesies Jatropha gaumeri
Penelitian lebih lanjut dilaporkan oleh Weng dan Wang (2000) bahwa terdapat senyawa dengan kandungan bioaktif pada serabut akar dan daun ekstrak metanol J. Gaumeri yang menunjukkan aktifitas anti bakteri. Telah dilaporkan juga hasil pemurnian ekstrak akar J. Gaumeri diketahui mengandung senyawa rhamnofolane diterpene, yaitu 2- epi-jatrogrossidione yang dideteksi dengan signal spektrum NMR dan berhasil membunuh aktifitas Bacillus subtilis 25 µg dengan menggunakan metode overlay agar (difusi). Pengujian aktifitas antimikroba telah dibandingkan dengan antibiotik komersial amikasin sulfat 250 µg.
Penelitian yang sama telah dilaporkan dengan menggunakan diversifikasi kepolaran pelarut dalam mengekstraksi kandungan bioaktif tanaman J. gossypifolia. Pengujian menunjukkan adanya zona hambat terlihat jelas pada pengujian bakteri patogen seperti Bacillus subtilis, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa dan Streptococcus faecalis dengan menggunakan senyawa pembanding antibiotik komersiil. Ekstrak metanol dari pengujian aktifitas tersebut lebih efektif menghambat seluruh bakteri patogen dibandingkan ekstrak etanol dan air (Rajesh et al, 2007 ).
Hal yang sama telah diteliti bahwa adanya senyawa diterpenoid dari diisolasi tanaman J.gossipifolia yang memiliki aktifitas biologi yaitu citlalitrione dan jatrofenon (Oduola, 2005). Senyawa-senyawa tersebut terbukti positif melawan aktifitas mikroba patogen Staphylococcus aureus dengan aktifitas yang sebanding dengan senyawa Penicillin G (Ravindranath et al, 2003).
Selain kemampuannya sebagai agen antibakteri, genus Jatropha juga mampu meredam aktifitas radikal bebas di alam dengan bioaktifitas antioksidan. Menurut penelitian Dash et al (1999) dari pemurnian ekstrak kasar daun J. gaumeri diperoleh dua fraksi utama mengandung senyawa metabolit sekunder bioaktif. Satu dari dua fraksi bioaktif tersebut terpisah nyata, dan berhasil diidentifikasi sebagai senyawa βsitosterol melalui perbandingan spektroskopi data. Senyawa aktif βsitosterol tersebut mampu melawan aktifitas antioksidan dengan pengujian menggunakan DPPH test. Struktur dari kandungan bioaktif tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 (Dash et al, 1999).
2-epi-jatrogrossidione β- sitosterol Gambar 2. Struktur senyawa bioaktif dari spesies Jatropha gaumeri
Keragaman genus Jatropha di alam yang dihubungkan dengan kemampuan aktifitas biologis sebagai agen anti mikroba alternatif ditemukan di berbagai negara dan dapat dirangkum dalam (Tabel 2). Dalam tabel tersebut terlihat besarnya potensi genus Jatropha yang maha kaya dan dapat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Dinamika komposisi kimia dari genus Jatropha menunjukkan besarnya tujuan yang dapat dicapai untuk aplikasi industri terutama bidang kesehatan. Kandungan metabolit sekunder dari berbagai genus Jatropha asal negara yang berbeda-beda tampak jelas mempengaruh komposisi kimiawi dan juga pemakaian pengobatan terhadap suatu penyakit.
Tabel 2. Diversifikasi spesies Jatropha dari berbagai negara dan perannya dalam pengobatan Nama Spesies Jatropha Senyawa metabolit Bagian tanaman Pengobatan Penyebaran Spesies
J.curcas Diterpen, asam
lemak (oleat, palmitat, linoleat, stearat) okta peptidosiklik Biji, daun muda, akar, dan latex batang
Anti malaria, anti fungal, dan anti tumor
Indiana (Gubitz etal. 1998)
J. gossypifolia Diterpen, lignin Akar, daun segar, latex batang, dan biji
Anti bakteri, antibiotik, anti insektidal, anti malaria, anemia, eksim, lepra, mimisan, pembersih darah, antioksidan
Brazil dan Indiana (Oduola 2007)
Nama Spesies Jatropha Senyawa metabolit Bagian tanaman Pengobatan Penyebaran Spesies
J. elliptica Diterpen Serabut
akar
Anti moluskasidal, antibakteri, inflamasi, anti tumor, anti leukimia, penyakit lambung Tersebar di utara dan barat Brazil (Herrera et al. 2005)
J. integerrium Heptapeptida siklik, diterpen
Serabut akar
Menghambat perkembangan sel kanker, anti bakteri
Spanyol dan Kuba (Moura etal. 2005) J. podagrica Alkaloid, nanopeptida siklik Akar dan Latex batang
Anti cacing, anti bakteria Brazil
(Olapeju etal. 2008)
J. chevalieri Peptidasiklik Latex
batang
Anti malaria India (Asprey & Thornton 2005)
J. tanjorensis Alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, antraquinon
Daun Obat hipertensi, anti malaria,
Nigeria (Dabur etal. 2007)
J. gaumeri Diterpen Serabut
akar
Anti oksidan dan anti mikroba Mexico (Lans etal. 2001) J. grossidentata Diterpen Serabut akar
Anti bakteri Indiana (Hirschmann etal. 1992) J. pohliana Alkaloid, nanopeptida siklik Latex batang
Anti malaria Brazil (Haas etal. 2002)
4. FITOKIMIA SPESIES JATROPHA CURCAS SEBAGAI SUMBER ACUAN OBAT
Pemanfaatan berbagai komponen tanaman J.curcas banyak dieksploitasi dan dikembangkan bagi kehidupan manusia. Tingginya potensi tanaman J. curcas yang menyebar dari mulai akar, batang, daun, biji hingga buahnya bernilai guna dan dapat dioptimalkan guna berbagai kepentingan. Klasifikasi bagian tanaman J. curcas dengan komponen tanaman yang dapat dikembangkan dapat dirangkum pada Gambar 3.
Pada Gambar 3 terlihat pemanfaatan senyawa metabolit sekunder sebagai molekul acuan baru tak lepas dari bagian tanaman dan pemilihan lokasi yang digunakan. Kondisi ini akan mempengaruhi keunikan maupun aktifitas produk biologi metabolit sekunder yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan. Metabolit sekunder spesies Jatropha dengan kemampuan bioaktifnya dapat diandalkan sebagai sumber acuan antibiotik baru. Secara umum sumber antibiotik acuan baru asal alam merupakan agen kemoterapik dan agrokimia yang memiliki efektifitas tinggi, daya toksik rendah, dan aman terhadap lingkungan untuk melawan infeksi oleh mikroorganisme, seperti mycobacteria, streptococcus, staphylococcus (Strobel, 2003).
Gambar 3. Deskripsi pemanfaatan tanaman J.curcas untuk berbagai kepentingan (Gubitz et al. 1998)
Investigasi fitokimia dan skreening antimikroba telah memperjelas kemampuan kemoterapik bagi tanaman J. curcas. Pengujian terhadap kulit batang kayu tanaman J.curcas misalnya, berhasil ditemukan senyawa tanin yang memiliki kemampuan aktifitas antimikroba dengan mekanisme berbeda dan berspektrum luas dalam menangkal beragam penyakit patogen. Hal serupa dilaporkan oleh Parekh dan Chanda (2007) bahwa tanin di dalam kulit batang J. curcas dapat membentuk aktifitas antibakteri melawan berbagai penyakit kulit seperti borok, bisul, dan eksim kulit maupun efek penting lainnya seperti peningkatan hormon. Tingginya sumber keanekaragaman genetik asal tanaman Jatropha dapat memberikan material aktif yang kaya dan dapat diandalkan. Kehadiran senyawa tanin dari spesies J.curcas juga telah dilaporkan oleh Li dan Wang (2003) bahwa di dalam terkandung tanin diketahui memiliki aktifitas anti redam terhadap perkembangan penyakit yang mematikan manusia yaitu kanker. Selanjutnya diharapkan kehadiran metabolit sekunder spesies J.curcas sebagai sumber molekul acuan bioaktif penting, dan dapat menjadi solusi bagi pencegahan sel kanker. Adanya senyawa tanin pada tanaman J.curcas dapat menjadi dukungan untuk treatment berbagai penyakit berbahaya.
Banyaknya senyawa fitokimia dalam satu tanaman J. curcas saja akan diperoleh kandung kimia yang beragam. Menurut penelitian oleh David et al (2009) dikatakan bahwa adanya senyawa bioaktif potensial tanaman spesies J. curcas dari hasil identifikasi fitokimia dengan adanya kehadiran senyawa metabolit seperti tanin, saponin, alkaloid dan steroid yang bekerja melawan bakteri uji. Aktifitas antimikroba ekstrak metanol daun J. curcas menunjukkan nilai zona hambat relatif setara dengan antibiotik streptomycin pada nilai konsentrasi yang tidak berbeda nyata. Antibiotik streptomycin telah digunakan sebagai standar pembanding terhadap ekstrak metanol daun J. curcas. Sebanyak 8 dari 13 bakteri patogen gram positif maupun gram negatif cukup sensitif terhadap uji antimikroba. Selanjutnya kehadiran ekstrak J. curcas dapat dijadikan sebagai kandidat potensial dalam formulasi bahan obat-obatan terutama untuk treatment infeksi oleh bakteri. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa metabolit sekunder dari tanaman herbal Jatropha telah memiliki efek nyata terhadap kesembuhan penyakit yang disebabkan oleh anti bakteri dan anti fungi dengan adanya pengaruh kandungan bioaktif di dalamnya, seperti tanin, saponin, alkaloid dan steroid dan glikosida (Chaudhari et al,
2006; Igbinosa et al, 2009).
Hal yang sama ditunjukkan oleh senyawa alkaloid dari ekstrak kulit batang tanaman J.curcas yang diketahui mengandung saponin. Satu dari sekian banyak aktifitas biologi yang dimiliki senyawa alkaloid adalah kemampuannya menjadi racun bagi organisme asing untuk melawan sel-sel jahat dan mampu mengurangi serta menekan perkembangan sel kanker pada manusia. Senyawa alkaloid dengan kandungan fitokimia tanaman yang luas mempunyai efek yang luar biasa bagi kesehatan manusia dan sangat diandalkan sebagai kekuatan dalam pengembangan produk pengobatan terhadap penyakit yang mematikan (Kam et al, 2002).
Penelitian lain mengkonfirmasi bahwa adanya khasiat antivirus pada tanaman obat J.curcas dengan kehadiran senyawa steroid. Senyawa steroid ini penting dan berguna karena berhubungan dengan variasi pembentukan hormon anabolik dalam tubuh manusia termasuk hormon sex. Beberapa steroid juga menampilkan aktifitas anti bakteri dalam berbagai isolat bakteri uji (Quinlan et al, 2000; Okwu, 2001; Neumann et al, 2004). Unsur pokok lain dari ekstrak tanaman J.curcas terlihat adanya senyawa flavonoid. Tingkatan aktifitas biologi dengan spektrum yang luas dari spesies J.curcas berguna untuk anti alergi, analgesik, anti peradangan, anti bakteri dan antioksidan (Hodek et al, 2002). Selanjutnya keberadaan senyawa ini dapat dijadikan treatment untuk melawan berbagai penyakit mematikan bagi manusia diantaranya, malaria, disentri, diare, dan kanker.
Penemuan obat dari produk alam dalam proses biosintesis memiliki tingkatan kompleksitas yang tinggi dari bentuk yang sederhana hingga yang ekstrim sulit.
Penentuan stereostruktur lengkap dari proses sintesis produk alam dapat dikembangkan dengan elusidasi struktur, sebut saja struktur kompleks palytoksin yang berhasil dipisahkan dari tanaman J.curcas dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut (Aiyelaagbe et al, 2007).
palytaksin
Gambar 4. Struktur senyawa aktif palytaksin spesies Jatropha curcas
Dalam banyak kasus produk obat-obatan komersil telah dikembangkan menurut modifikasi struktur aktif menggunakan prekursor dari alam. Sehingga penemuan obat menggunakan sintesis kimia tidak lagi diperlukan. Sebagai alternatifnya struktur yang mempunyai aktifitas biologi dihubungkan dengan fragmen dari struktur induk. Struktur yang telah berhasil diidentifikasi dari spesies J. curcas melalui pendekatan ini adalah bryostatin (Wender et al, 2005) dan halichondrin (Dabydeen et al, 2006). Struktur aktif dari halichondrin dan bryostatin dapat diketahui pada Gambar 5 berikut dengan penentuannya menggunakan spektroskopi massa.
halichondrin bryostatin
Gambar 5. Struktur aktif halichondrin dan bryostatin spesies Jatropha curcas
Kandungan kimia organik dari struktur aktif metabolit sekunder tanaman J. curcas dapat menjadi terobosan besar guna mensintesis kompleks molekul produk alam.
5. PROSPEK
Banyak potensi besar dimiliki genus Jatropha meliputi seluruh komponen tanaman dan keseluruhannya dapat bernilai guna. Indonesia dengan sumber alam berlimpah didukung dengan lahan yang luas memiliki peluang yang cukup terbuka dalam pengembangan komoditas tanaman jarak Jatropha curcas.Bahkan tidak dapat disangkal bahwa keperluan dunia akan sumber bahan baku obat semakin hari semakin berkembang. Tingginya konsumsi obat-obatan dunia per tahunnya dialami juga di negara Indonesia, namun fenomena ini biasanya diatasi pemerintah dengan mendatangkan kebutuhan obat dari negara lain. Pemerintah sesungguhnya dapat mengupayakan cara lain tanpa bergantung dari produk impor guna ketersediaan produk obat. Salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi persoalan tersebut melalui pendekatan alternatif berbasis kekayaan alam.
Produksi domestik akan kebutuhan bahan baku obat (bahan aktif) dari tanaman J. curcas masih sangat terbatas. Guna pemenuhan bahan baku tersebut dibutuhkan strategi dalam usaha meningkatkan proses produksinya, antara lain melalui pemanfaatan potensi sisa hasil pemangkasan daun dan batang. Selain itu kapsul dari buah yang dipanen dan belum kering berpotensi besar sebagai sumber bahan baku obat. Proses produksi pada industri biodiesel J. curcas memanfaatkan kandungan lemak bijinya, namun meninggalkan sisa biomassa daun dan batang yang cukup besar. Sisa biomassa tersebut dapat dimanfaatkan sebagai komponen bahan baku obat berbasis keanekaragaman hayati. Tingginya sisa pemangkasan daun dan batang J. curcas dapat bernilai ekonomi jika dikaitkan dengan produk bahan baku yang dihasilkan. Sebagai contoh, dalam pemangkasan 1 Ha tanaman J. curcas akan dihasilkan bahan baku obat dari batang dan daun pangkasan hingga 1 ton bergantung dari umur tanaman yang dibudidayakan. Semakin banyak lahan yang dioptimalkan maka akan meningkat juga sumber obat yang diproduksi. Melalui pemanfaatan lahan dan peningkatan potensi biodiversitas tanaman J. curcas sebagai sumber kandungan bioaktif diharapkan masalah kekurangan sumber bahan baku obat dapat teratasi.
Meskipun daya efektifitasnya belum teruji secara klinis namun bukan tidak mungkin kehadiran tanaman jarak J. curcas dapat menjadi penyejuk bagi tandusnya aplikasi produk alam yang berbasis bahan baku keanekaragaman hayati yang dikenal berlimpah ruah di negeri ini. Kita berharap dalam waktu yang tidak lama, obat-obatan bersumber produk alam dari spesies Jatropha khususnya dan tanaman lain umumnya, dapat dieksplorasi dan dikembangkan secara optimal guna pemenuhan bahan baku obat alternatif yang bernilai guna. Sehingga keberadaan tanaman ini tidak lagi dipandang
sebelah mata namun dihargai untuk bermanfaat bagi kehidupan manusia terutama bagi pasien yang mengidap berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroba.
6. KESIMPULAN
Tanaman jarak pagar (J. curcas) memiliki kandungan metabolit sekunder yang sangat kaya dan kompleks. Beberapa senyawa ekstrak tanaman J. curcas kemampuannya dapat setingkat dengan senyawa antibiotik dalam menghambat aktifitas mikroba dengan spektrum yang sangat luas. Potensi besar dari kandungan struktur tumbuhan J. curcas dapat dijadikan sebagai sumber acuan obat antimikroba alternatif baru. Selain itu pemanfaatan metabolit sekunder sebagai produk berlimpah di alam dapat menekan besarnya biaya produksi obat, sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan produk obat dengan harga yang lebih murah.
DAFTAR PUSTAKA
Asprey GF, P Thornton. 2005. Triterpenes, Flavonoid, and Polyketides from Jatropha podagrica Stem Bark. West Indian Medicinal Journal. 2: 1-3.
Bourgaud F, A Gravot, S Milesi, E Gontier. 2001. Chemobotany of Jatropha Spesies in India. J. Plant Science. 161: 839-851.
Chaudhari M, Mengi S. 2006. Purification and Characterization of a Hemagglutinin from Seeds of Jatropha curcas. Journal Phytotherapy Research. 20: 799-805.
Dabur R, A Gupta, T K Mandal, D D Singh, V Bajpai, A M Gurav, G S Lavekar. 2007. Chemical Examination of Jatropha tanjorensis. Journal Traditional Africa Complementary and alternative Medicine. 8:1047.
David A Akinpelu, Olayinka A Aiyegoro, and Anthony I Okoh. 2009. The Bioactive Potensials of Two Medicinal Plants Commonly Used as Folklore Remedies among some Tribes in West Africa. Africal Journal of Biotechnology vol 8 (8). Pp. 1660- 1664.
Dash S K, S Padhy. 2006. The Useful Plants of West Tropical Africa. Journal Hum. Ecol. 20:1. 59-64.
Dharmananda S. 2003. Gallnuts and the Uses of Tannins in Chinese Medicine. In Proceedings of Institute for Traditional Medicine. Portland. Oregon.
Dabydeen, Demain AL, Daisy B. 2006. Microbial Natural Products. J. Microbiology. 148: 3737-3741.
Franke K, A K Nasher, J Schmidt. 2004. Preliminary Studies of the Antibacterial Activities of Jatropha curcas. Biochemical Systematics and Ecology. 32: 219-220.
Gubitz GM, M Mittelbach, M Trabi. 1998. Exploitation of the tropical oil seed plant Jatropha curcas Linn. Bioresource Technology. 67: 73-82.
Haas W, H Strek, and M Mittelbach. 2002. Screening of Jatropha pohliana Roots. J. Natural Product. 65: 1334-1440.
Herrera M, J Siddhuraju, P Fransis, G Becker K. 2005. Chemical Composition, Antimetabolic Constituents and Effect of Different Treatment on their Level in four Provenances of Jatropha Species. J. Food Chem. 96: 80-89.
Hirschmann GS, F Tsichritzis, and J Jakupovic. 1992. Diterpenes and a Lignan from Jatropha grossidentata. J. Phytochemistry. 31: 1731-1735.
Hodek P, Trefil P, Stiborova M. 2002. Flavonoids Potent and Versatile Biologically Active Compounds Interacting with Cytochrome. Chemico Biol. Intern. 139 :(1) 1-21.
Igbinosa O O, E O Igbinosa, O A Aiyegoro. 2009. Antimicrobial Activity and Phytochemical Screening of Stem Bark Extract from Jatropha curcas Linn. J.Pharm & Pharmacol. Afr. 32:2. 58-62.
Kam PCA, Liew, Kokwaro JO. 2002. Traditional Chinese Herbal Medicine and Anaesthesia. J Anaesthesia. 57 :11. 1083-1089.
Lans C, T Harper, K Georges, E Bridgewater. 2001. Glossary of Indian Medicinal Plants. BMC Complementary and Alternative Medicine. 1: 10.
Li H, Wang Z. 2003. Review in the studies on tannins activity of cancer preventation and anticancer. Zhong Yao Cai. 26:6. 444-448.
Marquez L, Neuville N, Moreau J P, Genet A F, Dos Santos, M C C De Andrade, A E G. Sant’-Ana. 2005. Phytochem. 66: 1804-1811.
Moura ACA, Silva EIF, Fraga, MCA, Wanderley AG, Afiatpour P, Maia MBS. 2005. Chemical Investigation of Spesies Jatropha integerrium. J. Phytomedicine. 12: 138- 142.
Neumann UP, Berg T, Baha M, Puhl G, Guckelbeger O, Langreh JM, Neuhaus P. 2004. Long term Outcome of Liver Transplant for Hepatitis C. J. Transplantation. 77:2. 226-231.
Oduola. 2007. Extraction and Purification of Curcain from the Latexs of Jatropha gossypifolia. J. Pharm Pharmacol. 43: 111-114.
Okwu DE. 2001. Evaluation of the Chemical Composition of Indigenous Spices and Flavouring Agent. J. Pak Vet. 14:160-162.
Olapeju O, Aiyelaagbe, James B Gloer. 2008. Japodic Acid, a Novel Aliphatic Acid from Jatropha podagrica Hook. ACG Publication. Journal of Natural Product. 2: 4. 100- 106.
Openshaw K. 2000. A review of Jatropha curcas: an Oil Plant Ofunfulfilled Promise Biomass Bioenergy. 19: 1-15.
Parekh J, Chanda S. 2007. In vitro Antibacterial Activity of Crude Extract Jatropha curcas. Braz. J. Microbiol. 38:2.
Quinlan MB, Quinlan RJ, Nolan JM. 2000. Ethnophysiology and Herbal Treatment of Intestinal Worm in Dominica, West Indies. J. Ethnopharmacol. 80: 75-83.
Ravindranath N, MR Reddy, C Ramesh, R Ramu, A Phabhakar, B Jagadeesh, B Das. 2003. Phytochemical and in vitro Antimicrobial Assay of the Leaf Extract from J. gossipifolia Pharm. Bull. 52:2. 608-611.
Rajesh AN, Parkash V. 1997. Extraction, Screening and Purification of Curcain from the Latexs of Jatropha gossypifolia. J. Pharm Pharmacol. 43. 111-114.
Ryan ET, Kain KC. 2000. Legal Status of Traditional Medicine. Engl Journal of Medicine. Edisi 8: 1716-1724.
Shimada T. 2006. Salivary Proteins as a Defense Against Dietary Tannins. J. Chem. Ecol. 32 :6. 1149-1163.
StrobelG. 2003. Rainforest Endophytes and Bioactive Product. Microbiology & Molecular Biology Review. p 491-502.
WHO. 2002. Traditional Medicine. Growing Needs and Potential. WHO Policy Prespectives on Medicine. pp 1-6.
WHO. 2007. The Forgotten Killer of Children. Bulletin of the Word Health Organization. 8:5:7. pp 502-503.
Wink M. 2003. Evolution of Secondary Metabolites from an Ecological and Molecular Phylogenetic Prespective. Journal Phytochemistry. 64: 3-19.
Weng XC, Wang W. 2000. Examination of the Antimicorbial Activities of J. gaumeri Plant. W.Food Chem. 71: 489-493.
Wender PA, Clarke MO, Horan JC. 2005. An Initial Biological Evaluation of New a Ring Modified Bryostatin of J. curcas. Org. Lett. 130: 665-668.