• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stoikiometri Pembentukan Biomassa Mikroalga

KAJIAN PRODUKSI MIKROALGA DENGAN MEDIA LIMBAH CAIR RUMAH PEMOTONGAN HEWAN

3.3. Stoikiometri Pembentukan Biomassa Mikroalga

Mikroalga banyak diteliti karena tingginya efisiensi fotosintesis dan kemampuan menghasilkan minyak (lipida) (bahan baku biodiesel). Dalam proses pembentukan biomassa, mikroalga membutuhkan nutrien dari media tumbuhnya. Untuk memperkirakan kebutuhan minimum nutrien (atau dalam konteks pengolahan limbah cair, laju penyisihan nutrien) dapat digunakan rumus kimia empiris mulekul biomassa mikroalga yang terdapat di literatur: 106CO2+90H2O+16NO3-+PO4-3 (Loehr, 1974), CO0,48H1,83N0,11P0,01 (Chisti,

2007; Singh et al., 2010), atau C106H265O110N16P (Drapcho dan Brune, 2000). Dengan

menggunakan formula tersebut dapat diturunkan persamaan reaksi pembentukan biomassa mikroalga melalui proses fotosintesis dan dengan bantuan persamaan ini dapat diperkirakan laju penyisihan nutrien (N, P) serta laju pengikatan karbon dioksida dan laju pelepasan oksigen:

106CO2+90H2O+16NO3-+PO4-3 Æ C106H180O45N16P+154.5O2 (Loehr, 1974)

100CO2+91,5H2O+11NO3-+PO4-3ÆC100H183O48N11P+140,25O2 (Chisti, 2007)

106CO2+132,5H2O+16NO3-+PO4-3 ÆC106H265O110N16P+90,25O2 (Drapcho dan Brune,

2000)

Dengan nilai produktivitas area rata-rata 32 g/(m2.hari), dan dengan bantuan persamaan tersebut ai atas, serta mengabaikan tingkat kemurnian biomassa mikroalga yang dipanen, maka diperkirakan laju penyisihan unsur hara fosfor (P) dan nitrogen (N) dari media tumbuh RPH masing-masing sekitar 0,32 g/m2/hari dan 3,2 g/(m2.hari). Pada saat yang sama terjadi pengikatan karbon dioskida sekitar 60 g CO2/(m2.hari) dan

besar dibandingkan dengan laju penisihan nitrogen, sehingga dalam beberapa kasus unsure fosfor sering menjadi pembatas pertumbuhan mikroalga.

3.4. Aspek Finansial

Biodiesel dari mikroalga berkompetisi langsung dengan bahan bakar petroleum, yang saat ini merupakan bahan bakar yang paling murah untuk kegiatan transportasi. Tingkat kompetisi biodiesel dari mikroalga terhadap diesel dari petrolium sangat tergantung pada biaya produksi biodiesel dari mikroalga dan pada harga diesel petroleum pada waktu yang bersangkutan. Salah pendekatan untuk menganalisis tingkat daya saing ini adalah pendekatan Chisti (2007), yaitu dengan mengestimasi harga maksimum yang dapat dibayar secara rasional untuk biomassa mikroalga dengan kandungan minyak tertentu, jika bahan bakar petroleum kasar sebagai sumber energi dapat dibeli dengan tingkat harga tertentu. Harga estimasi ini kemudian dibandingkan dengan harga produksi biomassa mikroalga untuk mengetahui tingkat kelayakan produksi mikrolaga untuk biodiesel.

Kuantitas biomassa mikroalga (M, ton) yang setara dengan energi satu barrel petroleum kasar (massa biomassa mikroalga yang memiliki kandungan energi setara dengan satu barrel minyak) dapat diestimasi dengan persamaan (Chisti, 2007):

biodiesel biogas petrolium y.w.E w)E q(1 E M + − = (1)

dengan Epetroleum merupakan energi yang terkandung dalam satu barrel petrolem kasar (≈

6.100 MJ), q volume biogas dari proses degradasi anaerobik residu biomassa mikroalga setelah diekstrak minyaknya (m3/ton), w kadar minyak biomassa mikroalga (% berat),

Ebiogas kandungan energi biogas (MJ/m3), y perolehan biodiesel dari minyak mikroalga

(tipikal: 80% berat), dan Ebiodiesel kandungan energi rata-rata biodiesel (≈ 37.800 MJ/ton).

Dengan Ebiogas dan q masing-masing 23,4 MJ/m3 dan 400 m3/ton, nilai M dalam

persamaan (1) dapat dihitung untuk nilai w dan Epetroleum tertentu.

Dengan asumsi bahwa biaya konversi satu barrel minyak kasar menjadi minyak diesel yang siap pakai untuk transportasi sekitar sama dengan biaya konversi M ton biomassa mikroalga menjadi biodiesel, harga biomassa mikroalga (Hmikroalga, US$/ton)

harus maksimum sama dengan harga satu barrel minyak kasar (Hpetroleum, US$/barrel):

M

H

H

mikroalga

=

petrolium (2)

petrolium petrolium biodiesel biogas mikroalga .H E y.w.E w)E q(1 H = − + (3)

Pada tingkat harga minyak kasar saat ini sekitar $100/barrel, biomassa mikroalga dengan kandungan minyak sekitar 14,7% (hasil penelitian ini) diproduksi pada tingkat biaya harus kurang dari US$200/ton (sekitar Rp 2 jt/ton) agar dapat berkompetisi terhadap diesel petroleum.

Analisis tersebut di atas belum memperhatikan kemungkinan keuntungan lain baik keuntungan ekonomis maupun keuntungan lingkungan seperti produksi biogas pada pra- perlakuan limbah cair untuk mereduksi kandungan bahan organik (potensi sekitar 0,26 L CH4 per g CODyang disisihkan (Borja et al., 1995; Debik dan Coskun., 2009)),

produksi pupuk organik dari digester anaerobik, hasil samping berupa bahan pakan atau produk bernilai tinggi lainnya, penurunan emisi gas rumah kaca, pengolahan limbah cair, recycling nutrien, recycling air, dan pencegahan eutrofikasi di bada air penerima, serta keuntungan sosial.

Produksi mikroalga untuk produksi energi sekala besar saat ini masih dalam fase pengembangan (Roesch et al., 2009). Biaya produksi biodiesel berbasis mikroalga masih memerlukan penurunan secara signifikan agar dapat kompetitif sumber diesel lainnya.

4. KESIMPULAN DAN PROSPEK

Limbah cair RPH berpotensi untuk digunakan sebagai substrat pertumbuhan mikroalga. Pertumbuhan eksponensial mikroalga dalam medium ini terjadi mulai hari ke-3 dan berlangsung selama hingga sekitar hari ke-12. Selama fase ekponensial tersebut produktivitas volumetrik mikroalga berkisar antara 140 dan 180 mg/(L.hari), atau setara dengan produktivitas area 28-35 g/(m2.hari). Analisis menggunakan pendekatan stoikiometri, nilai tersebut setara dengan laju penyisihan unsur hara fosfor (P) dan nitrogen (N) dari media tumbuh masing-masing sekitar 0,32 g/m2/hari dan 3,2 g/(m2.hari), pada saat yang sama terjadi pengikatan karbon dioksida sekitar 60 g CO2/(m2.hari) dan

melepas oksigen sekitar 22 g O2/(m2.hari). Analisis aspek finansial menunjukkan tingkat

daya saing produksi mikroalga untuk biodiesel sebagai fungsi dari kadar minyak biomassa mikroalga dan tingkat harga minyak bumi sebagai pesaing utama dalam konteks produksi biodiesel. Produksi biomassa mirkoalga selama ini masih pada tahap pengembangan dan belum ada laporan produksi skala besar (komersial) di Indonesia. Semakin tinggi tingkat harga minyak petroleum, semakin tinggi tingkat kompetisi biomassa mikroalga sebagai sumber biodiesel.

UCAPAN TERIMA KASIH

Hasil penelitian ini merupakan bagian dari hasil Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional TA 2008-2010 yang dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Terima kasih disampaikan juga pada Rachmad Danausubrata, STP., Wynda Julia Rahmasari, STP., dan Suryana Manulu, STP. atas bantuannya dalam pelaksanaan pekerjaan laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

APHA. 2005. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 20th, ed. American Public Health Association (APHA), Washington DC

Avagyan, A. 2008. Global prospects for microalgae production for biofuels and for the preservation of nature. Global Fuels Magazine February 2008, pp. 22-27

Ben-Amotz, A. 2009. production of microalgae in open ponds. The Natural Institute of Oceonography, Israel Oceanographic and Limnology research Haifa, Israel

Borja, R., Banks, C.J and Wang, Z. 1995. Effect of organic loading rate on anaerobic treatment of slaughterhouse wastewater in a fluidized-bed reactor. Biores Technol. 157-162

Brennan, L and Owende, P. 2010. “Biofuels from microalgae – A review of technologies for production, processing, and extraction of biofuels and co-products. Renew Sustain En Rev. 14: 557-577

Chisti, Y. 2007. Biodiesel from microalgae. Biotechnol Adv. 25: 294-306

Debik, E. and T. Coskun. 2009. Use of the Static Granular Bed Reactor (SGBR) with anaerobic sludge to treat poultry slaughterhouse wastewater and kinetic modeling Biores Technol. 100: 2777-2782

Drapcho, C.M. and D.E. Brune. 2000. The partitioned aquaculture system: impact of design and environmental parameters on algal productivity and photosynthetic oxygen production. Aquacultural Engineering. 21:151-168

FAO. 1996. Manual on the production and Use of Live Food for Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. http://www.fao.org . [11 Februari 2009]

Li, J.P., M.G. Healy, X.M. Zhan, M. Rodgerg. 2008. Nutrients removal from slaughterhouse wastewater in an intermittently aerated sequencing batch reactor. Biores Technol. 99: 7644-7650

Lim, S.-L., Chu, W.-L., Phang, S.-M. 2010. Use of Chlorella vulgaris for bioremediation of textile wastewater. Biores Technol. 101, p.7314–7322

Loehr. R. C. 1974. Agricultural Waste Management: Problem, Process, and Approach. Academic Press, New York.

Masse, D.I and Masse, L. 2001. The effect of temperature on slaughterhouse wastewater treatment in anaerobic sequencing batch reactors. Biores Technol. 76: 91-98

Merzouki, M., N. Bernet, J.P. Delgenes, M. Benlemlich. 2005. Effect of prefermentation on denitrifying phosphorous removal in slaughterhouse wastewater. Biores Technol. 96: 1317-1322

NREL. 1998. A Look Back at the US Department of Energy’s Aquatic Species Program: Biodiesel from Microalgae. US National Energy Department

Park, J.B.K., Craggs, R.J., and Shilton, A.N., (2010). “Watewater treament high tate algal ponds for biofuel production”. Article in press. Biores Technol. doi:10.1016/j.biortech.2010.06.158

Rodriguez-Martinez, J., Rodriguez-Garza, I., Pedraza-Flores, E., Balagurusamy, N., Sosa- Santillan, G., Garza-Garcia, Y. 2002. Kinetics of anaerobic treatment of slaughterhouse wastewater in batch and upflow anaerobic sludge blanket reactor. Biores Technol 85: 235–241

Roesch, C., J. Skarka, J. And A. Patyk. 2009. Mikcroalgae – Opportunitie and Challenges of an innovative energy ource. 17th European Biomass Conference and Exhibition, 29 June – 3 July, Hamburg, Germany

Singh, A., Nigam, P.S., Murphy, J.D. 2010. Renewable fuels from microalgae: An anwer to debatable land based fuels. Biores. Technol. In press, doi:10.1016/ j.biortech.2010.06.032

RESPON MORFOLOGI BUAH DAN KEMUNCULAN GETAH KUNING