• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Kosambi (Schleichera oleosa)

2.3.6. Metabolit sekunder Yang Terkandung Dalam Kosambi

Metabolit sekunder atau dikenal sebagai fitokimia adalah produk alami atau konstituen tanaman yang mempunyai sifat obat dari tanaman tempat mereka berasal (Kabera, et al., 2014). Metabolit sekunder memainkan peran penting dalam bagaimana organisme berurusan dengan lingkungannya dan penting untuk

kelangsungan hidup mereka (Bhat, et al., 2009). Metabolit sekunder sering diproduksi melalui jalur sintesis yang dimodifikasi dari metabolit primer, atau berbagai substrat asal metabolit primer (Long dan Works, 2013). Metabolit sekunder sering diproduksi pada tingkat tertinggi selama masa transisi dari pertumbuhan aktif ke fase diam (Roze, et al., 2011).

Metabolit sekunder dapat ditemukan pada daun, batang, akar atau kulit tanaman tergantung dari jenis metabolit sekunder yang dihasilkan (Anulika, et al., 2016). Manfaat metabolit sekunder dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai obat, perasa, obat penenang, terutama minyak atsiri. Sebagian referensi mengatakan bahwa metabolit sekunder yang diekstrak dari tanaman dibagi menjadi tiga kelas utama, yaitu terpenoid, alkaloid, dan fenolik (Savithramma, et al., 2011).

Tabel 2.2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Kosambi

a). Alkaloid

Alkaloid adalah kelompok yang secara kimia heterogen berasal dari nitrogen yang ditemukan terutama pada tanaman tingkat tinggi. Namun, zat tersebut juga terjadi pada tumbuhan tingkat rendah, hewan, mikroorganisme, dan organisme laut. Alkaloid biasanya mengandung satu atau dua atom nitrogen walaupun beberapa seperti ergotamin dapat mengandung hingga lima atom nitrogen (Bhat, et al., 2009). Hampir semua alkaloid memiliki rasa yang pahit. Alkaloid quinine misalnya adalah salah satu zat perasa yang paling pahit pada konsentrasi 1x10-5 molar (Saxena, et al., 2013). Alkaloid dibagi ke dalam kelompok besar, yaitu pyrolidine, pyridine, quinolone, isoquinoline, indole, quinazoline, diterpenoid, dan lainnya. Masing masing kelompok ini dibagi menjadi beberapa subkeompok tergantung strukturnya (Bribi, 2018).

Alkaloid memiliki banyak aktivitas farmakologis termasuk efek antihipertensi (alkaloid indole), efek antiaritmia (quinidine, spareien), aktivitas antimalarial (quinine), dan antikanker (dimeric indoles, vincristine, vinblastine) (Saxena, et al., 2013). Tumbuhan yang mengandung alkaloid protoberberine dilaporkan digunakan sebagai analgesik, antiseptik sedatif dalam pengobatan Tiongkok. Sedangkan dalam pengobatan tradisional India dan Islam, tanaman tersebut digunakan untuk mengatasi gangguan pendarahan, penyakit mata, dan penekan otot rahim (Leitao, et al., 2005).

Alkaloid juga berperan dalam sistem imunologi, seperti induksi dan penghambatan ekspresi gen, antiinflamasi, antiproliferatif, anti-sistem komplemen, dan induksi apoptosis. Pada sistem pencernaan, alkaloid

berfungsi sebagai antidiare, penghambatan transport elektrolit, dan aktivitas antiulcer (Leitao, et al., 2005).

Penelitian Robert Domitrovic, et al. menunjukan bahwa salah satu jenis alkaloid berberin dapat memperbaiki peradangan hepar dan fibrosis pada tikus. Mekanisme antifibrotik berberin yaitu melalui penekanan stres oksidatif dan aktivasi MMP-2 di hepar. Pemberian berberin juga dapat mengurangi ekspresi dari TGF-β1 di hepar (Domitrović, et al., 2013).

Gambar 2.16. Struktur Kimia Alkaloid

(Sumber: Bribi, 2018).

b). Flavonoid

Flavonoid adalah molekul polifenol yang larut dalam air yang mengandung 15 atom karbon. Flavonoid dapat divisualisasikan sebagai dua cincin benzene yang bergabung bersama dengan rantai karbon tiga pendek. Salah satu karbon rantai pendek selalu terhubung ke karbon dari salah satu cincin benzene, baik secara langsung atau melalui jembatan oksigen, sehingga membentuk cincin tengah ketiga yang dapat beranggota lima atau enam. Flavonoid melindungi tanaman dari efek UV dan berperan dalam penyerbukan dengan menarik binatang dengan warna mereka. Baru-baru ini flavonoid telah diteliti sebagai anti inflamasi, analgesik, antit umor dan antioksidan. Flavonoid yang aktif secara biologis termasuk heperidin yang

berfungsi untuk mengurangi kerapuhan kapiler dan quercetin untuk aktivitas anti diare (Galeotti, et al., 2008).

Golongan flavonoid dapat dibagi menjadi subkelompok berbeda tergantung pada karbon dari cincin C di mana cincin B terpasang dan tingkat ketidakjenuhan dan oksidasi dari cincin C. Golongan flavonoid di mana cincin B dihubungkan pada posisi 3 cincin C disebut isoflavon. Mereka yang terhubung dengan cincin B di posisi 4 disebut neoflavonoid, sementara cincin B dihubungkan di posisi 2 dapat dibagi lagi menjadi subkelompok berdasarkan fitur struktural cincin C. Subkelompok ini adalah: flavon, flavanone, flavonol, flavanonol, katekin, anthocyanin dan chalcones (Panche, et al., 2016).

Fungsi flavonoid dalam bidang kesehatan, yaitu sebagai antialergi, antikanker, antioksidan, antiinflamasi, antivirus (Guardia, et al., 2001). Quercetin dikenal karena kemampuannya untuk meredakan demam tinggi, eksim, asma, dan sinusitis. Studi epidemiologi menyebutkan bahwa penyakit jantung berbanding terbalik dengan asupan flavonoid. Penelitian menunjukkan bahwa flavonoid mencegah oksidasi dari Low Density Lipoprotein (LDL) sehingga mengurangi resiko pengembangan aterosklerosis (McCullough, et al., 2012).

Kontribusi flavonoid terhadap aktivitas antioksidan yang terkandung dalam makanan bisa sangat tinggi. Anggur merah mengandung flavonoid yang tinggi, terutama Quercetin. Konsumsi anggur merah yang tinggi pada orang Prancis dapat menjelaskan mengapa mereka menderita lebih sedikit penyakit jantung koroner dibandingkan orang Eropa lainnya, meskipun

konsumsi makanan berkolesterol mereka lebih tinggi (Wu, et al., 2001). Quercetin adalah kelompok flavonoid yang paling umum pada tanaman tingkat tinggi. Quercetin dapat menghambat sejumlah enzim, menghambat kontraksi otot polos dan prolierasi limfosit tikus, sebagai antiinflamasi, antibakteri, antivirus dan antihepatotoksik (Dillard dan German, 2000).

Gambar 2.17. Pembagian Flavonoid

(Sumber: Galeotti, et al., 2008).

Gambar 2.18. Struktur Kimia Flavonoid (Alkaloid Hisperidin, Quercetin, Rutin)

c). Terpenoid

Sebagian besar terpenoid berasal dari tanaman, namun dapat juga disintesis oleh oerganisme lain, seperti bakteri dan ragi sebagai bagian dari metabolisme primer atau sekunder (Thoppil dan Bishayee, 2011). Terpenoid dibagi dari unit isoprene (C5), yang di biosintesis dari asetat oleh asam mevalonate. Terpenoid dapat diklasifikasikan seperti monoterpenoid, seskuiterpenoid, diterpenoid, sesterterpenoid, triterpenoid, karotenoid, dan politerpenoid. Terpenoid digunakan secara luas untuk kualitas aromatik dan berperan dalam pengobatan herbal tradisional untuk antibakteri, antineoplastik dan antioksidan seperti timol, granial dan retinol (Bhat, et al., 2009).

Temuan baru baru ini menunjukkan bahwa turunan terpenoid tertentu memiliki aktivitas antihipertensi yang kuat. Selain itu terpenoid juga memiliki sifat antimikroba (Böhme, et al., 2014). Terpenoid juga telah diteliti bermanfaat dalam pencegahan dan terapi dalam beberapa penyakit, termasuk kanker, antijamur, antiparasit, antivirus, antialergi, antihiperglikemi, dan antiinflamasi. Ada sejumlah studi in vitro yang menunjukkan efek sitotoksik dari berbagai terpenoid terhadap proliferasi, pertumbuhan dan invasi berbagai lini sel kanker hepar (Thoppil dan Bishayee, 2011).

Gambar 2.19. Struktur Kimia Terpenoid (Thymol, Geranial, Retinol)

d). Steroid

Steroid adalah sekelompok senyawa organik siklis yang dasarnya adalah susunan karakteristik tujuh belas atom karbon dalam struktur empat cincin yang dihubungkan bersama dari tiga cincin 6-karbon diikuti oleh cincin 5-karbon dan rantai samping delapan karbon pada karbon 17. Mereka termasuk berbagai senyawa yang terjadi secara alami seperti sterol, asam empedu (asam kolat), hormon adrenokortikal (aldosteron), glikosida jantung, sapogenin (yamogenin) dan beberapa alkaloid (solasodin). Sterol, asam empedu dan hormon adrenokortikal memiliki sejumlah fungsi dalam fisiologi manusia dan sangat penting secara biologis. Senyawa terpenting di kelas ini adalah kolesterol. Ini adalah steroid yang paling melimpah pada manusia dan yang paling penting juga semua steroid berasal dari itu (Bhat, et al., 2009).

Efek steroid banyak dan tersebar luas di dalam tubuh, seperti menyebabkan perubahan karbohidrat, metabolisme protein pemeliharaan keseimbangan cairan dan alektrolit, sistem kekebalan, ginjal, otot rangka, sistem endokrin, dan sistem saraf. Selain itu steroid dapat melawan keadaan stres, seperti rangsangan berbahaya dan perubahan lingkungan (Syaikh, et al., 2012). Salah satu steroid yang biasa digunakan adalah kortisol, hormon steroid alami yang diproduksi oleh kelenjar adrenal sebagai respon terhadap stres. Hormon ini menyebabkan peningkatan tekanan darah dan kadar gula darah serta mencegah dapat peradangan. Kortisol juga digunakan dalam salep untuk mengobati penyakit kulit dan inhaler untuk mengobati penyakit asma (Rasheed dan Qasim, 2013).

Steroid biasanya digunakan dalam pengobatan pasien dengan kanker stadium lanjut, seperti kanker payudara, kanker prostat, dan keganasan hematologis limfoid seperti limfositik akut, limfoma hodgkin dan non-hodgkin, myeloma dan leukemia limfositik kronis. Steroid juga digunakan sebagai pengobatan dalam artritis. Steroid disuntikkan langsung ke sendi untuk mengobati kondisi seperti radang sendi, asam urat atau penyakit radang lainnya (Rasheed dan Qasim, 2013).

Steroid dapat digunakan sebagai pengobatan keloid dan hypertrophic scar dengan menekan deposit dari ECM. Pemberian steroid akan memicu Glucocorticoid Receptor (GR), dimana efek dari GR ini akan menekan dari ekspresi HSC melalui jalur SMAD3 (Kim, et al., 2016).

Gambar 2.20. Struktur Kimia Steroid (Asam Cholic, Aldosterone, Yamogenin)

(Sumber: Bhat, et al., 2009).

e). Tanin

Tanin adalah kelompok kompleks senyawa polifenol yang ditemukan dalam berbagai jenis tanaman yang biasa dikonsumsi oleh ruminansia. Mereka secara konvensional diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu tanin terhidrolisis dan tidak terhidrolisis (terkondensasi) (Frutos, et al., 2004). Tanin terhidrolisis mengandung inti alkohol polihidrat, seperti glukosa, dan gugus hidroksil yang diesterifikasi baik sebagian atau

seluruhnya dengan asam galat (gallotannins) atau hexahydroxy-asam difenat (ellagitannins). Tanin yang terkondensasi secara struktural lebih kompleks daripada tanin yang dapat terhidrolisis, struktur lengkapnya belum ditentukan. Tanin terkondensasi terutama adalah priduk polimer flavan-3-ols dan flavan-3,4-diol, atau campuran keduanya. Polimer yang disebut sebagai “flavolan” lebih dikenal sebagai tanin padat (chung, et al., 2010).

Tanin adalah metabolit sekunder yang paling melimpah pada tanaman dan dikenal sebagai salah satu kelompok antioksidan polifenol. Senyawa ini ditemukan dalam berbagai makanan dan minuman termasuk kopi, teh, anggur, blueberry, delima, dan stroberi. Tanin tersebar luas di daun, kayu, kulit pohon, buah, dan akar (Kumari dan Jain, 2012). Tanin menyumbang 5-10% dari berat kering daun tanaman (Barbehenn dan Peter, 2011).

Tanin digunakan untuk melawan diare dan sebagai penawar racun oleh logam berat (Frutos, et al., 2004). Tanin memiliki beragam aktivitas farmakologis dan biologis termasuk antioksidan, antiinflamasi, antikarsinogenik, antibakteri, kardioprotektif, dan aktivitas antimutagenik (Kumari dan Jain, 2012). Tanin juga dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes dan menghambat adipogenesis dalam sel adiposa (Muthusamy, et al., 2008). Efek terapeutik ini dihubungkan dengan kemampuan tanin untuk bertindak sebagai pembersih radikal bebas dan untuk mengaktifkan enzim antioksidan (Kumari dan Jain, 2012).

Tanin juga digunakan untuk menghambat fibrosis hepar yang di induksi CCl4, yaitu dengan cara menghambat peroksidasi lipid dalam jaringan hepar, menaikkan enzim antioksidan (SOD dan CAT), menghambat

sitokin pro inflamasi (TNF- α dan IL-1), dan menghambat aktivasi dari HSC (Chu, et al., 2016).

Gambar 2.21. Struktur Kimia Asam Tanin

(Sumber: Frutos, et al., 2004).

Dokumen terkait