• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metoda Penambangan

Dalam dokumen EKSPLORASI SUMBERDAYA MINERAL (Halaman 109-122)

Bab X. Metoda Penambangan

Agar dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari usaha yang telah dikeluarkan dalam suatu penambangan, maka penambangan harus tetap dilanjutkan sambil mempelajari keadaan di kerak bumi sehingga dapat menemukan daerah konsentrasi cadangan yang lebih spesifik. Pemilihan metoda penambangan yang paling tepat sangat diperlukan agar seluruh energi yang dikeluarkan dapat lebih efisien.

Penambangan merupakan kegiatan yang mencakup pemberaian (loosering/ breaking), pemuatan (loading) dan pengangkutan (transportasi) bahan galian dari lokasi penambangan. Tambang merupakan lokasi dimana terjadinya penggalian (eksploitasi) bahan galian oleh sekelompok orang.

Prinsip dasar untuk melakukan penambangan yaitu untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan biaya yang seminim mungkin dengan tetap memperhatikan keselamatan kerja, analisis dampak lingkungan dan kerusakan lingkungan yang mungkin ditimbulkan dengan adanya kegiatan penambangan.

Metoda penambangan yang digunakan saat ini dapat dibedakan menjadi penambangan terbuka (surface/open mining), penambangan bawahtanah (subsurface/underground mining) dan tambang bawah air (deep ocean mining). Penambangan terbuka dan penambangan bawahtanah merupakan metoda penambangan yang paling umum digunakan sehingga akan dibahas lebih lanjut.

Sebelum memutuskan metoda penambangan yang tepat perlu diketahui ukuran, bentuk dan karakteristik alamiah endapan bijih yang akan diambil untuk mengetahui potensi kadar yang dapat diambil. Sebagai contoh, endapan permukaan dengan sebaran luas meskipun kadarnya rendah dapat ditambang dengan metoda tambang terbuka. Endapan berbentuk urat yang tipis akan memakan biaya yang sangat mahal jika ditambang dengan metoda bawah permukaan. Bentuk endapan yang beraturan tentunya dapat lebih mudah ditambang dibandingkan dengan endapan yang bentuknya tidak beraturan.

Masing-masing metoda penambangan memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga pemilihan metoda yang tepat sangat diperlukan supaya usaha penambangan

Bab X. Metoda Penambangan – 102 yang dilakukan dapat menghasilkan hasil yang meksimal. Berikut ini disebutkan beberapa faktor kualitatif yang dapat mempengaruhi pemilihan metoda penambangan pada Tabel 10.1 berikut :

Tabel 10.1. Faktor-faktor kualitatif dalam pemilihan metoda penambangan (Peters, 1976) Fisik Geometri Geologi Geografi Teknologi Keamanan Sumberdaya manusia Fleksibilitas Experimental aspect Aspek waktu Energi Ketersediaan air

Keadaan area permukaan Lingkungan

Ekonomik

Batas biaya

Umur penambangan maksimum Panjang tenure

Ukuran, bentuk, kontinuitas, dan kedalaman tubuhbijih atau kumpulan tubuhbijih yang akan ditambang bersamaan.

Kisaran dan pola tingkatan bijih

Karakteristik fisik dari bijih, batuan dan tanah Kondisi struktur geologi

Kondisi geotermal Topografi

Iklim

Identifikasi bencana alam Keahlian pekerja yang tersedia Pemilahan dalam produk dan tonase Teknologi lama atau baru

Persyaratan untuk menjaga serangkaian kegiatan tetap berjalan

Ketersediaan daya

Dimaksudkan untuk melindungi permukaan, sumberdaya air dan sumberdaya mineral yang lain

Prospek tambang dalam jangka panjang

Selain tinjauan faktor-faktor kualitatif yang diperlukan untuk pemilihan metoda penambangan, terdapat pula faktor kuantitatif seperti pengupasan lapisan tanah penutup endapan mineral. Faktor ini merupakan aspek yang perlu diperhatikan dalam pemilihan

Bab X. Metoda Penambangan – 103 metoda penambangan. Sebagai contoh, perhitungan nisbah pengupasan (stripping ratio) yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Nisbah pengupasan (stripping ratio) = Jumlah tanah penutup yang harus dikupas Jumlah bahan galian yang dapat ditambang

= ton

m3

Contoh soal :

Dari gambar di atas, terlebih dahulu kita hitung berat endapan :

5 2 ) 73 60 ( 1L = 332,5 m22 L 332,5 m2  Volume endapan = 10 2 5 , 332 5 , 332        

=

3325 m3 Berat = 3325 m3 x 1,3 ton/m3 = 4322,5 ton LA L2 LB L1 55 m α α Dens : 1,3 Ton/m3

Bab X. Metoda Penambangan – 104  Perhitungan overburden : LA =        2 25 55 = 687,5 m2 LB = 687,5 m2 Volume overburden = 10 2 5 , 687 5 , 687        = 6875 m3

Sehingga stripping ratio (SR) =

5 , 4322 6875

=

1,59 ≈ 2 : 1

Selain itu dikenal pula istilah BESR (break even stripping ratio) yang merupakan hasil :

Recoverable value – production cost Stripping cost

Contoh perhitungan : RV = 10.000

PC = 2.000 SC = 2.000

Maka nilai BESR yang didapat = 4

Apabila stripping ratio yang didapat lebih besar atau sama dengan nilai BESR maka penambangan bawahtanah menjadi pilihan yang lebih efisien dan ekonomis. Dalam kasus tersebut, penambangan terbuka menjadi tidak ekonomis karena dibutuhkan biaya untuk membuang lapisan penutup yang besar. Sebaliknya, apabila nilai stripping ratio lebih kecil dari BESR maka penambangan terbuka lebih ekonomis dilakukan. Semakin besar keuntungan yang didapat oleh suatu perusahaan pertambangan, maka modal yang dikeluarkan akan cepat kembali.

Bab X. Metoda Penambangan – 105 X.1 Penambangan terbuka (open mining)

Metoda penambangan terbuka (open mining) biasanya dilakukan jika endapan mineral terletak relatif dekat dengan permukaan. Metoda penambangan terbuka biasanya lebih umum digunakan dalam dunia pertambangan dikarenakan biaya yang lebih sedikit dikeluarkan, dan lebih aman dibanding penambangan bawah permukaan.

Tambang terbuka dapat memiliki beberapa keuntungan yaitu :

1. Karena beroperasi di udara terbuka maka masalah ventilasi tidak perlu dikhawatirkan

2. Keselamatan kerja lebih terjamin

3. Dapat berproduksi besar karena dapat menggunakan banyak alat-alat besar 4. Mudah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian

5. Bahan tambang yang diambil bisa tinggi (hingga 100%)

Namun karena berproduksi di udara terbuka inilah maka kegiatan penambangan menjadi tergantung pada cuaca. Contohnya seperti adanya hujan deras atau kabut yang mempengaruhi jarak pandang sehingga penambangan harus berhenti. Selain itu, karena tambang terbuka beroperasi di permukaan yang berpotensi merusak topografi dan habitat aslinya, maka metoda ini membutuhkan biaya untuk reklamasi lingkungan yang besar pula.

Metoda penambangan terbuka dapat dibedakan secara umum menjadi 2 cara, yaitu mechanical dan aqueous. Metoda mechanical dapat berupa open-pit mining, glory hole mining, strip mining dan quarryng. Sedangkan metoda aqueous meliputi hydraulicking, dredging, bore hole mining dan leaching.

Pada perkembangannya, metoda mekanikal berupa open-pit mining dan strip mining merupakan metoda yang paling umum dilakukan. Open-pit mining digunakan jika penutup lapisan endapan bijih meliputi area yang sangat besar baik pelamparan maupun kedalamannya. Penambangan dimulai dari alat pengeruk (scrapers) yang memindahkan material non-bijih (overburden) di atas lapisan endapan bijih. Peledak kemudian digunakan untuk meledakkan sebagian tubuh bijih itu sendiri. Fragmen yang dihasilkan dari ledakan diangkut dengan menggunakan truk besar. Ketika para pekerja menggali lebih dalam ke lapisan bijih, perluasan penambangan dilakukan dalam bentuk melingkar. Seiring berjalannya waktu penambangan yang dilakukan dengan metoda ini akan

Bab X. Metoda Penambangan – 106 menghasilkan topografi mangkuk besar disertai teras dibagian pinggirnya (lihat Gambar 10.1). Open-pit mining terus akan dilanjutkan sampai bagian yang paling kaya kandungan bijih terambil.

Gambar 10.1. Topografi yang dihasilkan dari penambangan yang menggunakan metoda open-pit mining (lokasi penambangan Batu Hijau, Sumbawa).

Jika penutup lapisan bijih yang ingin ditambang meliputi area yang luas namun tidak terlalu dalam (contoh : penambangan batubara), digunakan metoda strip mining. Bagian awal penambangan dimulai dengan proses yang sama dengan open-pit mining, pengeruk dan mesin-mesin lainnya memindahkan over-burden secara pararel. Secara keseluruhan, lahan yang ditambang akan membentuk baris-baris pararel dengan bukit dan lembah dari tanah hasil kerukan.

Dari segi kondisi geologi dan keadaan alamnya, penerapan penambangan terbuka dapat mengacu pada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

 Pada prinsipnya pemilihan metoda yang dapat dilakukan pada penambangan terbuka tergantung dari beberapa faktor seperti keadaan bijih dan kekuatan batuan, kemiringan lapisan endapan dan tingkatan derajat bijih. Penambangan ini tergantung pada ukuran dan bentuk endapan, ketidakselarasan bijih, dan kedalaman.

Bab X. Metoda Penambangan – 107

 Penambangan ini ideal untuk endapan yang luas secara lateral, memiliki lapisan yang relatif datar (masif) dan tebal, dan berada dekat permukaan.

 Metoda ini tidak cocok diterapkan untuk endapan yang kecil, tipis atau tidak seragam, punya kemiringan yang curam, atau pada kedalaman yang sangat dalam.

 Ekstraksi endapan secara mekanik dengan berbagai peralatan merupakan metoda yang lebih umum diterapkan secara luas, dan mudah untuk memodifikasi.

Perbandingan beberapa aspek dari dilakukannya tambang terbuka dapat tercermin dari Tabel 10.2. berikut ini :

Tabel 10.2. Perbandingan beberapa kondisi pada penambangan terbuka (Hartman, 1987). Mechanical Extraction

Characteristic Open Pit Quarrying Open Cast Augering

1. Mining cost 2. Production rate 3. Productivity 4. Capital investment 5. Development rate 6. Depth capacity 7. Selectivity 8. Recovery 9. Dilution 10. Flexibility 11. Stability of openings 12. Environmental risk 13. Waste disposal 14. Health and safety 15. Other 10% Large-scale High Large Rapid Limited Low High Moderate Moderate High High Extensive Good Low break age cost; rainfall and weather problems; large scale best 100% (highest) Small-scale Very low Small Moderate Limited High High Low Low Highest Moderate Moderate Good Waste intensive; labor intensive; high breakage cost 10% Large-scale High Large Rapid Limited Low High Low Moderate High Very high Minor Good No waste haulage; low breakage cost; large scale best

5% Moderate Very high Small Rapid Limited Low Moderate Low Very low High Low None Good Restrictive; used for remnant coal

Berikut ini merupakan rangkuman beberapa macam dari unit operasi beserta peralatan yang digunakan dalam melakukan penambangan terbuka (lihat Tabel 10.3).

Bab X. Metoda Penambangan – 108 Tabel 10.3. Unit operasi dan peralatan dalam penambangan terbuka (Hartman, 1987).

Cycle/Unit Operations Condition Equipment

A. Standard Cycle 1. Rock breakage a. Drilling b. Blasting c. Secondary blasting 2. Materials handling a. Excavation b. Haulage c. Hoisting B. Modified Cycle 1. Breakage (fragmented) 2. Breakage (dimensioned) a. Cutting b. Wedging 3. Combined breakage- excavation 4. Continous mining 5. Combined excavation-transport (aqueous) Weak rock Intermediate rock Hard rock Weak rock Hard rock Boulders Load only Load + tram Flat, low-grade Steep-grade Vertical Consolidated, weak Soft stone Hard stone All stone Unconsolidated Consolidated, weak Consolidated, strong Consolidated Slurry Solution Fusion Solvent extraction

Auger bit, water jet Roller bit

Percussion bit, jet piercer ANFO

Slurry

Explosive charge, drop ball, impact hammer

Power shovel, dragline

Front-end loader, scraper, dozer

Truck, truck-trailer, rail, scraper, dozer

Conveyer (belt, high-angle, hydraulic)

Skip hoist, derrick, crane

Ripper

Saw (rotary, chain, rope saw) Channeler (percussion, flame

jet, water jet)

Drill and broach, plug and feathers, light blasting Dragline, wheel excavator,

power shovel, hydraulic monitor

Cutting-head excavator Explosive casting Auger, highwall miner

Hydraulic monitor, dredge, wellbore

Wellbore Wellbore

Bab X. Metoda Penambangan – 109 X.2 Penambangan bawahtanah (underground mining)

Metoda penambangan bawahtanah digunakan untuk mengambil endapan yang terletak jauh di bawah permukaan (contoh, lihat Gambar 10.2). Penambangan ini biasanya dilakukan untuk pengambilan beberapa mineral strategis seperti fluorspar, lead, potash, trona dan zinc, yang lain dapat berupa bituminous coal, emas, molibdenum, garam dan perak.

Beberapa alasan dilakukannya penambangan bawahtanah adalah :  Semakin besarnya kedalaman endapan

 Mengurangi mobilitas mesin-mesin besar seperti yang ada di permukaan.  Mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan

Yang perlu diperhatikan dalam melakukan tambang bawahtanah, adalah :  Kontrol ventilasi dan kualitas udara

 Kontrol terhadap amblesan (subsidence)  penyanggaan  Kontrol atap dan dasar terowongan

 Kontrol air dan banjir  drainage / penirisan  Pencahayaan  penerangan

 Distribusi daya  Komunikasi

 Transportasi pekerja

Metoda tambang bawahtanah mengenal tiga macam metoda, yaitu :

1. Metoda tanpa penyangga buatan (open stope method), prinsipnya dilakukan dengan menggunakan tubuh bijih yang disisakan (tidak ditambang) untuk digunakan sebagai pilar-pilar penopang atap tambang agar tidak runtuh. Metode ini umum digunakan. 2. Caving method, dilakukan dengan cara membuat jalur-jalur pengambilan endapan

melalui lubang-lubang (gua).

3. Metoda dengan penyangga buatan (supported stoped), menggunakan peralatan / teknologi tertentu sebagai penyangga tambang agar stabil. Metoda ini mahal dalam pelaksanaannya sehingga digunakan hanya pada kondisi tertentu, seperti jika bijih

Bab X. Metoda Penambangan – 110 atau lapisan batuan yang digunakan untuk menyangga tambang sangat rapuh/kurang stabil sehingga dikuatirkan tidak akan kuat menyangga tambang.

Gambar 10.2. Tampilan sebuah rancangan tambang bawahtanah non batubara (Hamrin, 1982 dalam Hartman, 1987).

111 11 1 DAFTAR PUSTAKA

Annels, A. E. (1991) Mineral deposit evaluation. Chapman & Hall, London, 436h.

Anonim, Draft Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Konservasi Bahan Galian.

Babcock, J. W. (1984) Introduction to geologic ore deposit modeling. Journal Mining Engineering, h 1631-1638.

Blank, L. T. and Tarquin, A. J. (1989) Engineering economy. 3rd edition. McGraw-Hill Book Company, Singapore.

Bonham, H. F. Jr. (1984) Model for volcanic-hosted Epithermal precious metal deposits; A Review. International Volcanological Concept, h 13-17.

Camp, W.G., Daugherty, T.B. & Kirts, C. (1991) Managing our natural resources. Delmar Publisher Inc., 332h.

Cox, D.P. (1992) Descriptive model of distal disseminated Ag-Au in Bliss, J.D., ed., Developments in mineral deposit modeling: U.S. Geological Survey Bulletin 2004, h 19-22.

Darijanto, T. (1992) Variogram, sifat struktur variogram dan model variogram. Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, ITB. (tidak dipublikasikan)

Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung, Hasil penyelidikan bahan galian logam, geokimia dan geofisika, Proyek Eksplorasi Bahan Galian Logam, Industri dan Batubara.

Dhadar, J. R. (1980) Eksplorasi bahan galian, Penerbit G.S.B., Bandung.

Edwards, R. and Atkinson, K. (1986) Ore deposit geology and its influence on mineral exploration. Chapman and Hall, London, 466h.

Evans, A.M. (1993) Ore geologi and industrial minerals: An introduction. 3rd edition. Blackwell Scientific Publications, Oxford, 390h.

Fyfe, W.S. (1974) Geochemistry. Clarendon Press, Oxford, 107h.

Gentry, D.W. and O’Neill, T.J. (1984) Mine investment analysis. Society of Mining Engineers, New York, 502h.

Gocht, W.R. (1988) International mineral economics; mineral exploration, mine evaluation, mineral markets, international policies. Spinger-Verlag, Berlin-Heidelberg.

112 11 2 Govett, G.J.S. (1983) Rock geochemistry in mineral exploration. Dalam Govett, G.J.S.

(ed) Handbook of Exploration Geochemistry. Elsevier, Amsterdam, 461h.

Hartman, H.L. (1987) Introductory mining engineering. John Wiley & Sons, Inc., New York, 633h.

Idral, A., Marpaung, H. & Solaviah, M. (1996) Penyelidikan geofisika terhadap struktur pembawa mineralisasi di daerah citeluk, kecamatan cimanggu, kabupaten Pandeglang, Jawa Barat, dalam Kumpulam Makalah.

Indarto, S., Subowo, E. & Sudharsono (1999) Sistematika teknik eksplorasi mineral logam primer emas dan logam dasar di daerah kepulauan Indonesia. Prosiding Seminar Nasional 40 tahun Jurusan Teknik Geologi UGM: h 66-70.

Islah, T. (1999) Fungsi data eksplorasi sumberdaya mineral. Prosiding Seminar Nasional 40 tahun Jurusan Teknik Geologi UGM: h 71-74.

Joyce, A. S. (1984) Geochemical exploration. The Australian Mineral Foundation Inc, 183h.

Kodoatie, Robert J. (1997) Analisis ekonomi teknik. Andi Offset, Yogyakarta.

Koesoemadinata, R. (1995) Kuliah tamu yang diadakan di Jurusan Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, ITB, Bandung, untuk kalangan terbatas.

Kuzvart, M., and Böhmer, M. (1986) Prospecting and explorations of mineral deposit, 2nd Edition, Elsevier, Amsterdam, 508h.

Large, R., Gemmell, B., and Huston, D. (1990) Ore deposit studies and exploration models: Volcanogenic massive sulphide deposits. A National Key Centre at the University of Tasmania, 181h.

Meiyanto, J.P. (2004) Penentuan daerah prospek geokimia untuk endapan bijih logam dengan menggunakan metode geokimia endapan sungai aktif di pulau Lombok dan pulau Sumbawa bagian barat Propinsi Nusa Tenggara, Skripsi S-1, Jurusan Teknik Geologi FT-UGM, Yogyakarta. (tidak diterbitkan)

Mosier, D.L., and Bliss, J.D. (1992) Introduction and overview of mineral deposit modeling, in Bliss, J.D., ed., Developments in Mineral Deposit Modeling: U.S. Geological Survey Bulletin 2004, h 1-5.

Peters, W.G. (1978) Exploration and mining geology. Departement of Mining and Geological Engineering The University of Arizona, John Wiley & Sons, New York, 696h.

113 11 3 Projosumarto, P. (1998) Diktat kuliah, Pengetahuan rekayasa pertambangan. Jurusan

Teknik Pertambangan, Fak. Teknologi Mineral ITB, Bandung. 16h (tidak dipublikasikan).

Purba, R. (1999) Studi hubungan model anomali geokimia percontohan tanah dengan struktur geologi sebagai petunjuk mineralisasi emas di daerah Ciheran-Soreang, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional 40 tahun Jurusan Teknik Geologi UGM: h 12-16.

Purwarismanto, B.A. & Wahab, A. (1999) Optimalisasi penggunaan data untuk eksplorasi endapan bijih tipe skarn (Au . Cu). Prosiding Seminar Nasional 40 tahun Jurusan Teknik Geologi UGM: h 25-30.

Roedder, E. (1984) Fluid inclusions, Reviews in Mineralogy. Mineralogical Society of America, 644h.

Rose, A.W., Hawkes, H. E., and Webb, J.S. (1979) Geochemistry in mineral exploration, 2nd . John Wright & Sons LTD, at the Stonebridge Press, Bristol, 657h.

Stone, J.G. & Dunn, P.G. (1982) Ore reserve estimates in the real World. Society of Economic Geologists, Inc., Denver, 121h.

Sudrajat, M.D. (1982) Geologi ekonomi, Fakultas Teknologi Industri, ITB, Bandung (tidak dipublikasikan).

Suhala, S. & Arifin, M. (1997) Bahan galian industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, 366h.

Sulistyana, W. (1997) Metoda perhitungan cadangan, eksplorasi cebakan mineral, Bidang Studi Rekayasa Pertambangan, Program Pascasarjana, ITB, (tidak dipublikasikan)

Suryantoro, S. (1997) Benahi manajemen pertambangan agar tidak keliru. Kompas, 10/5/1997.

Walshe, J.L. (1984) Introduction to conceptual models: Empirical and theoretical knowledge. Papers presented to a post-graduate course in Mineral Exploration, The WA School of Mines and WAIT-Aid Ltd: h 1-4.

Wellmer, F.W. (1989) Economic evaluations in exploration. Springer, Berlin, 163h.

Widodo (1999) Eksplorasi pada tahap penambangan: Studi kasus pertambangan skala kecil, KUD Mandiri Panca Usaha. Prosiding Seminar Nasional 40 tahun Jurusan Teknik Geologi UGM: h 44-47.

114 11 4 Winarno, E. & Sulistiyo, B. (1999) Pengaruh kompleksitas endapan terhadap optimalisasi

perencanaan eksplorasi lanjut. Prosiding Seminar Nasional 40 tahun Jurusan Teknik Geologi UGM: h 60-65.

Dalam dokumen EKSPLORASI SUMBERDAYA MINERAL (Halaman 109-122)

Dokumen terkait