• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI SUMBERDAYA MINERAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSPLORASI SUMBERDAYA MINERAL"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

Diktat Mata Kuliah

EKSPLORASI SUMBERDAYA MINERAL

Oleh:

Dr. Arifudin Idrus

Ir. Anastasia Dewi Titisari, MT.

Dr. I Wayan Warmada

Dr. Lucas Donny Setijadji

Jurusan Teknik Geologi

Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada

2007

(2)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, akhirnya edisi pertama Diktat untuk Mata Kuliah “Eksplorasi Sumberdaya Mineral” (sebelumnya: “Geologi Eksplorasi Tambang”) dapat diselesaikan. Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah keahlian untuk mahasiswa yang memfokuskan diri pada Konsentrasi Geologi Sumberdaya Mineral. Diktat ini berisi pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai ekplorasi (terutama untuk endapan mineral bijih) mulai dari pengertian dan konsep ekplorasi, kriteria geologi dalam eksplorasi, pemodelan eksplorasi, program (tahapan dan metoda), model eksplorasi, pengambilan dan pengolahan data eksplorasi, klasifikasi dan metoda estimasi sumberdaya/cadangan (klasik dan geostatistik), studi kelayakan industri pertambangan sampai pada pembahasan singkat mengenai metode penambangan.

Dalam penyelesaian diktat ini, banyak pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan, kritik dan masukan. Oleh sebab itu kami haturkan terima kasih kepada Bapak Ir. Widiasmoro, MT., Yuki Yunika Agulia, ST., Noviana Masmansari, ST. dan pihak-pihak yang luput untuk disebutkan. Pengadaan diktat ini didanai oleh Program Hibah Pengajaran, PHK A3 2007, Jurusan Teknik Geologi, FT-UGM. Kami haturkan terima kasih kepada pengelola PHK A3 tersebut.

Kami yakin, edisi pertama diktat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu, kritik dan masukan pembaca kami sangat harapkan. Semoga bermanfaat.

Yogyakarta, 6 Desember 2007

Dr. Arifudin Idrus

Ir. Anastasia Dewi Titisari, MT. Dr. I Wayan Warmada

(3)

iii

Daftar Isi

Halaman Judul………... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... Bab I. Pendahuluan... I.1 Ruang lingkup bahasan... I.2 Pengertian eksplorasi... I.3 Konsep eksplorasi... I.4 Bahan galian dan SNI klasifikasi sumberdaya/cadangan... Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi... II.1 Kriteria geologi dalam eksplorasi... II.2 Petunjuk ke arah bijih... II.3 Korelasi fenomena geologi... Bab III. Pemodelan Endapan... III.1 Pengertian pemodelan... III.2 Jenis pemodelan endapan... Bab IV. Program Eksplorasi...

IV.1 Tahapan eksplorasi... IV.2 Metoda eksplorasi (geologi, geokimia dan geofisika)... Bab V. Model Eksplorasi...

V.1 Model eksplorasi endapan Cu-Au porfiri... V.2 Model eksplorasi endapan Au-Ag epitermal sulfidasi rendah... V.3 Model eksplorasi endapan Ni-laterit... V.4 Model eksplorasi endapan Sn-placer... Bab VI. Pengambilan dan Pengolahan Data Eksplorasi...

VI.1 Pengambilan data geologi endapan... VI.2 Pengambilan conto...

Halaman i ii iii v vii 1 1 2 3 4 6 6 8 10 13 13 13 19 19 22 37 37 39 41 42 46 46 48

(4)

iv VI.3 Analisis conto di laboratorium... Bab VII. Klasifikasi dan Metoda Estimasi Sumberdaya/Cadangan...

VII.1 Klasifikasi sumberdaya/cadangan ... VII.2 Estimasi sumberdaya/cadangan dengan metoda konvensional... Bab VIII. Estimasi Sumberdaya/Cadangan dengan Metoda Geostatistik...

VIII.1 Parameter statistik... VIII.2 Variogram... VIII.3 Kriging... Bab IX. Studi Kelayakan Industri Pertambangan...

IX.1 Ciri utama industri pertambangan... IX.2 Indikator penilaian investasi... IX.3 Analisis mengenai dampak lingkungan... Bab X. Metoda Penambangan...

X.1 Penambangan terbuka (open mining)... X.2 Penambangan bawah tanah (underground mining)... Daftar Pustaka ... 49 55 55 58 72 75 77 85 86 87 89 100 101 105 109 111

(5)

v

Daftar Gambar

Gambar 3.1. Model endapan Cu-Au porfiri (Lowell & Guilbert, 1984)... Gambar 3.2. Model endapan VMS (sumber utama logam dasar seperti Cu, Zn, Pb)... Gambar 3.3. Penampang vertikal endapan Au-Ag epitermal sulfidasi rendah (Buchanan, 1981 dalam Bonham, 1984)... Gambar 3.4. Gambar model endapan blok... Gambar 3.5. Contoh model kadar dan tonase yang dibuat dalam format grafik... Gambar 4.1. Tahapan eksplorasi... Gambar 4.2. Skema metoda eksplorasi... Gambar 5.1. Model eksplorasi tembaga porfiri... Gambar 4.1. Pengambilan conto sedimen sungai aktif (foto diambil dari kegiatan

pengambilan sampel Freeport, Irian Jaya)... Gambar 4.2. Geologist mengambil sampel dulang (pan concentrate) untuk mendapatkan

mineral-mineral berat... Gambar 4.3. Contoh peta geokimia sebaran unsur tembaga (Cu) dari data endapan sungai aktif di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa bagian Barat (Meiyanto, 2004)... Gambar 4.4. Pola pengambilan sampel ridge and spur pada daerah punggungan bukit

(Rose et al., 1979)... Gambar 5.2. Realisasi tahapan eksplorasi emas di daerah Gunung Pongkor Jabar... Gambar 5.3. Model eksplorasi endapan timah placer... Gambar 6.1. Bentuk penampang parit uji (Projosumarto, 1998)... Gambar 7.1. Pembagian daerah dengan metoda penampang (Sulistyana, 1997)... Gambar 7.2. Penampang endapan dengan bentuk dan ukuran relatif sama (Sulistyana,

1997)... Gambar 7.3. Keadaan endapan berbentuk piramid/kerucut dan membaji... Gambar 7.4. Keadaan penampang endapan berbentuk kerucut terpancung... Gambar 7.5. Keadaan endapan yang berbentuk prismoida... Gambar 7.6. Keadaan endapan dengan penampang dengan jarah h... Gambar 7.7. Konstruksi dari area R untuk rumus Bauman’s...

Halaman 15 15 16 18 18 20 23 38 30 31 31 32 40 44 47 58 58 60 60 61 62 63

(6)

vi Gambar 7.8. Sketsa teknik interpolasi pada metoda isoline... Gambar 7.9. Peta kontur dengan kadar tinggi dan rendah... Gambar 7.10. Metoda poligon... Gambar 7.11. Triangular grouping ... Gambar 7.12. Metoda pembobotan dengan jarak terbalik... Gambar 8.1. Ilustrasi peubah regional (atas) dan peubah acak (bawah)... Gambar 8.2. Kondisi data stasioner (atas) dan data yang memiliki dua kondisi stationer

(bawah)... Gambar 8.3. Model Matheron... Gambar 8.4. Analisi variogram... Gambar 8.5. (Semi) variogram, misalnya pada ketebalan suatu endapan berlapis... Gambar 8.6. Struktur bersarang (nested structure) suatu contoh teoritis... Gambar 8.7. Nugget variance dan struktur mikro... Gambar 8.8. Anisotropi geometri... Gambar 8.8. Anisotropi zonal... Gambar 9.1. Peningkatan potensi sumberdaya bumi sesuai dengan tahapan eksplorasinya (atas), skema perilaku resiko dan investasi pada industri mineral (bawah)... Gambar 10.1. Topografi yang dihasilkan dari penambangan yang menggunakan metoda open-pit mining (lokasi penambangan Batu Hijau, Sumbawa)... Gambar 10.2. Tampilan sebuah rancangan tambang bawah tanah non batubara (Hamrin, 1982 dalam Hartman, 1987)... 64 65 66 67 69 72 76 78 79 81 82 82 83 84 88 106 110

(7)

vii

Daftar Tabel

Tabel 1. Pokok bahasan yang akan dibahas dalam mata kuliah geologi eksplorasi tambang... Tabel 4.1. Penyelidikan dengan metoda magnetik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan

modifikasi)... Tabel 4.2. Penyelidikan dengan metoda gravitasi (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan

modifikasi)... Tabel 4.3. Penyelidikan dengan metoda seismik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan

modifikasi)... Tabel 4.4. Penyelidikan dengan metoda listrik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan

modifikasi)... Tabel 4.5. Penyelidikan dengan metoda radioaktif (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan

modifikasi)... Tabel 5.1. Program eksplorasi endapan nikel laterit (Harju, 1979 dalam Edwards dkk.,

1986)... Tabel 5.2. Ciri fisik dan lingkungan pengendapan beberapa mineral ekonomis endapan

placer (Evans, 1993)... Tabel 7.1. Rancangan Standar Nasional Indonesia. Klasifikasi Sumberdaya dan

Cadangan Mineral (Sulistyana, 1997)... Tabel 8.1. Koefisien variasi dari berbagai macam endapan bijih... Tabel 10.1. Faktor-faktor kualitatif dalam pemilihan metoda penambangan (Peters, 1976) Tabel 9.1. Resiko-resiko dalam pengembangan mineral... Tabel 10.1. Perbandingan beberapa kondisi pada penambangan terbuka (Hartman, 1987).

Tabel 10.2. Perbandingan beberapa kondisi pada penambangan terbuka (Hartman, 1987). Tabel 10.3. Unit operasi dan peralatan dalam penambangan terbuka (Hartman, 1987)...

Halaman 1 24 25 25 26 27 42 43 57 75 98 102 107 108

(8)

Bab I. Pendahuluan – 1

Bab I. Pendahuluan

I.1 Ruang Lingkup Bahasan

Ruang lingkup pembahasan dalam diktat ini meliputi pendahuluan, kriteria geologi dalam eksplorasi, pemodelan endapan, program eksplorasi, model eksplorasi, pengambilan dan pengolahan data eksplorasi, klasifikasi dan metoda estimasi sumberdaya/cadangan, estimasi sumberdaya/cadangan dengan metoda geostatistik, studi kelayakan industri pertambangan dan metoda penambangan. Ruang lingkup bahasan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Pokok bahasan yang akan dibahas dalam mata kuliah geologi eksplorasi tambang

Bab Pokok Bahasan Sub Bahasan

I Pendahuluan a). Ruang lingkup bahasan

b). Pengertian eksplorasi c). Konsep eksplorasi

d). Bahan galian dan SNI klasifikasi sumberdaya / cadangan

II Kriteria geologi dalam eksplorasi

a). Kriteria geologi dalam eksplorasi b). Petunjuk ke arah bijih

c). Korelasi fenomena geologi

III Pemodelan endapan a). Pengertian pemodelan

b). Jenis pemodelan endapan

IV Program eksplorasi a). Tahapan eksplorasi

b). Metoda eksplorasi (geologi, geokimia dan geofisika)

(9)

Bab I. Pendahuluan – 2 (Lanjutan Tabel 1.1)

V Model eksplorasi a). Model eksplorasi endapan Cu-Au porfiri

b). Model eksplorasi endapan Au-Ag epitermal sulfidasi rendah

c). Model eksplorasi endapan Ni-laterit d). Model eksplorasi endapan Sn-placer VI Pengambilan dan pengolahan

data eksplorasi

a). Pengambilan data geologi endapan b). Pengambilan conto

c). Analisis conto di laboratorium VII Klasifikasi dan metoda estimasi

sumberdaya/cadangan

a). Klasifikasi sumberdaya/cadangan (standar nasional dan negara lain) b). Estimasi sumberdaya/cadangan dengan

metoda konvensional VIII Estimasi sumberdaya/cadangan

dengan metoda inkonvensional (geostatistik)

a). Parameter statistik b). Variogram

c). Kriging IX Studi kelayakan industri

pertambangan

a). Ciri utama industri pertambangan b). Indikator penilaian investasi

c). Analisis mengenai dampak lingkungan

X Metoda penambangan a). Penambangan terbuka (open mining)

b). Penambangan bawahtanah (underground mining)

I.2 Pengertian Eksplorasi

Secara umum pengertian eksplorasi adalah mengetahui, mencari dan menilai suatu endapan mineral. Menurut Dhadar (1980), eksplorasi bahan galian didefinisikan sebagai penyelidikan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu keterangan mengenai letak, sifat-sifat, bentuk, cadangan, mutu serta nilai ekonomis dari endapan bahan galian.

(10)

Bab I. Pendahuluan – 3 Koesoemadinata (1995) berpendapat bahwa eksplorasi adalah suatu aktivitas untuk mencari tahu keadaan suatu daerah, ruang ataupun realm yang sebelumnya tidak diketahui keberadaannya, sedangkan istilah eksplorasi geologi adalah mencari tahu tentang keadaan suatu objek geologi yang umumnya berupa cebakan mineral.

Koesoemadinata (1995) mengibaratkan eksplorasi dengan sebuah perburuan. Seorang ahli geologi atau seorang ahli eksplorasi dipersamakan dengan pemburu. Pemburu tersebut harus dapat memperhatikan model binatang yang diburu, habitat di mana buruan itu hidup, petunjuk-petunjuk atau jejak-jejak yang ditinggalkannya, kelemahan dan kekuatan dari binatang tersebut, senjata yang ampuh untuk merobohkannya, serta strategi untuk dapat sampai mendekati sasaran dalam jarak tembak.

Tujuan dari eksplorasi adalah untuk menemukan serta mendapatkan sejumlah maksimum dari cebakan mineral ekonomis baru dengan biaya dan waktu seminimal mungkin (to find and acquire a maximum number of new economic mineral deposits within a minimum cost and in a minimum time (Baily, 1968 dalam Koesoemadinata 1995).

I.3 Konsep Eksplorasi

Koesoemadinata (1995) menyebutkan bahwa untuk melakukan eksplorasi atau pencarian suatu cebakan, seseorang yang bekerja di bidang eksplorasi ini harus mempunyai bayangan tentang apa yang akan dicari, di daerah mana akan dicari serta metoda dan sistem apa yang efektif digunakan, dengan kata lain harus memiliki konsep. Konsep ini akan digunakan sebagai dasar suatu sistem pencarian. Terakhir adalah menentukan metoda untuk melacak, sehingga secara singkat konsep eksplorasi akan merumuskan strategi dan taktik serta program kegiatan eksplorasi.

Dalam melakukan eksplorasi, ada 2 (dua) macam pendekatan, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan modern/scientific. Pendekatan tradisional meliputi prospeksi (pelacakan/penyisiran langsung terhadap obyek yang dicari) dan eksplorasi (mencari tahu akan kelanjutan suatu singkapan dari obyek (endapan) yang dicari secara lateral maupun ke dalam). Pendekatan modern/scientific merupakan eksplorasi geologi yang merupakan pencarian suatu objek geologi (endapan) secara ilmiah dan berencana.

(11)

Bab I. Pendahuluan – 4 Metoda/teknik eksplorasi tidak dapat digunakan tanpa suatu konsep eksplorasi. Konsep eksplorasi menentukan sasaran eksplorasi sehingga pemakaian metoda dan teknik ekplorasi dapat tepat guna, efektif dan efisien.

Dari persamaan pengertian antara eksplorasi dengan perburuan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa eksplorasi geologi adalah pencarian suatu obyek geologi (dalam hal ini adalah endapan bahan galian) secara ilmiah dan berencana yang mencakup:

1. Model geologi dari endapan yang dicari atau dari lingkungan geologinya dimana endapan bahan galian itu biasanya berada

2. Strategi untuk pencarian itu

3. Pemilihan metoda yang akan dipakai, dan 4. Pertimbangan ekonomis.

Sebagai suatu aktifitas ekonomi, perencanaan suatu eksplorasi harus memenuhi tiga prinsip utama, yaitu :

1. Efektif, yaitu penggunaan metoda atau peralatan harus sesuai dengan sasaran eksplorasi.

2. Efisien, yaitu dari sisi waktu dan biaya dapat dilakukan secara efisien.

3. Manfaat biaya (Cost-benefit), yaitu eksplorasi ini harus memiliki nilai manfaat baik bagi perusahaan maupun bagi masyarakat sekitar (community development).

I.4 Bahan Galian dan SNI Klasifikasi Sumberdaya/Cadangan

Berdasarkan draft Peraturan Pemerintah tentang Konservasi Bahan Galian, pasal 2a, yang dimaksud dengan bahan galian adalah unsur kimia, mineral, batuan dan bijih, termasuk batubara, gambut, bitumen padat, air tanah, panas bumi, mineral radioaktif yang terjadi secara alamiah dan mempunyai nilai ekonomis. Dan pasal 2b menyebutkan yang dimaksud dengan eksplorasi penyelidikan geologi adalah untuk mengidentifikasi, menentukan lokasi, ukuran, bentuk, letak, sebaran, kuantitas dan kualitas suatu endapan bahan galian untuk kemudian dapat dilakukan analisis/kajian kemungkinan dilakukan-nya penambangan. Jadi, eksplorasi mineral bertujuan untuk mendapatkan dan mengetahui

(12)

Bab I. Pendahuluan – 5 kualitas dan kuantitas cebakan mineral sampai tingkat kepastian yang paling tinggi (Indarto dkk., 1999).

Tingkat kepastian kualitas dan kuantitas sumberdaya mineral atau disebut juga Tingkat Keyakinan Geologi dalam Standarisasi Nasional Indonesia (SNI 13-4726-1998) tentang Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan, yaitu (dari terendah sampai tertinggi): (a) Sumberdaya Mineral Hipotetik, (b) Sumberdaya Mineral Tereka, (c) Sumberdaya Mineral Terunjuk, (d) Sumberdaya Mineral Terukur, (e) Cadangan Terkira, dan (f) Cadangan Terbukti. Tingkat Keyakinan Geologi ditentukan oleh tahapan eksplorasi yang telah dilakukan, penerapan metoda, sumberdaya manusia dan peralatan yang digunakan. Konsep dan pentahapan eksplorasi bersifat dinamis, sesuai dengan data awal yang dimiliki, perkembangan metoda, teori dan pemodelan geologi empiris. Secara umum, tahapan-tahapan dalam eksplorasi mineral adalah sebagai berikut: Eksplorasi Pendahuluan, Eksplorasi Lanjutan, dan Eksplorasi Rinci yang akan dijelaskan lebih lanjut pada bab selanjutnya.

(13)

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi – 6

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

II.1. Kriteria Geologi

Kriteria geologi merupakan gejala yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral dan pengetahuan ini bertujuan melokalisir daerah yang mempunyai indikasi kuat akan terdapatnya mineral. Kriteria geologi meliputi kriteria stratigrafi, litologi, struktur, magmatogenik, geomorfologi, paleogeografi, paleoklimat, dan historis.

Perencanaan eksplorasi hanya bisa dilakukan jika diketahui beberapa hal terlebih dahulu, yaitu :

1. Apa yang dicari (formulasi obyektif serta spesifikasinya)

2. Dimana harus dicarinya (pada lingkungan geologi yang bagaimana)

3. Bagaimana cara mencarinya (strategi pentahapan serta metoda yang dipakai)

Dalam pencarian deposit mineral adalah tidak mungkin untuk memeriksa secara detail setiap luas daerah. Di suatu daerah yang terdapat indikasi kuat adanya sumberdaya mineral, maka dapat dilakukan pembatasan daerah prospek dengan memanfaatkan kriteria geologi. Menurut Kuzvart and Bohmer (1986), kriteria geologi secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dugaan adanya keberadaan sumberdaya mineral yang ekonomis. Beberapa kriteria geologi tersebut adalah kriteria stratigrafi, litologi, struktur, magmatogenik, metamorfogenik, geomorfologi, paleogeografi, iklim purba, dan sejarah geologi.

1. Kriteria stratigrafi

Kriteria stratigrafi digunakan jika suatu endapan mineral ditemukan dalam lapisan stratigrafi. Tugas utama dalam tahap prospeksi yaitu menentukan secara stratigrafi kedudukan endapan mineral, seperti determinasi singkapan dan menentukan luas horison (singkapan horison diikuti sepanjang strike dan dip), kemudian dipetakan secara detail. Kriteria stratigrafi penting artinya untuk mencari endapan sedimen dan endapan hipogene

(14)

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi – 7 yang berasosiasi dengan lapisan sedimen, seperti batubara, bijih tembaga sedimen, uranium, bauksit, endapan placer, lempung, karbonat dan garam.

2. Kriteria litologi

Kriteria litologi terbagi menjadi dua, pada endapan primer dan pada endapan sekunder. Pada endapan primer, dilihat secara genetik (dari komposisi endapan mineral yang terbentuk). Pada endapan sekunder, contohnya seperti endapan placer, litologi batuan sangat penting karena variasi litologi awal yang tererosi akan mempengaruhi produk/akumulasi mineral berat yang terbentuk.

3. Kriteria struktur

Struktur pada kerak bumi sering merupakan faktor pengontrol dalam formasi endapan mineral (seperti perlipatan yang diiringi dengan intrusi). Smirnov (1957) dalam Kuzvart and Bohmer (1986) membagi struktur mineralisasi menjadi 6 grup, yaitu :

1. Struktur konkordan dari lapisan batuan

2. Endapan mineral yang berasosiasi dengan sesar 3. Endapan mineral dalam zona stress akibat tektonik 4. Endapan mineral pada kontak dengan batuan beku 5. Endapan mineral dalam kombinasi struktur

6. Endapan mineral dalam intrusi.

4. Kriteria magmatogenik

Kriteria magmatogenik terbagi menjadi :

1. Hubungan antara deposit dengan komposisi magma

2. Hubungan antara deposit dengan diferensiasi magma dan kristalisasi 3. Hubungan antara endapan/deposit dengan alterasi batuan

4. Hubungan antara deposit dengan ukuran butir batuan.

5. Kriteria geomorfologi

Kriteria geomorfologi memiliki peranan yang penting pula, sebagai contoh dalam prospeksi endapan placer/letakan.

(15)

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi – 8 6. Kriteria paleogeografi

Kriteria paleogeografi dapat diterapkan pada eksplorasi endapan placer, nikel laterit dan sebagainya. Sebagai contoh untuk mengetahui perkembangan lembah.

7. Kriteria paleoklimat

Kriteria paleoklimat diterapkan pada endapan mineral yang mengalami pengkayaan akibat pelapukan. Contoh, kaolin yang merupakan hasil lapukan batuan feldspatik, dan timah sekunder di P. Bangka.

8. Kriteria historis

Kriteria sejarah meliputi laporan tambang tua, peta terdahulu, bekas-bekas penambangan, dan nama-nama/sebutan masyarakat lokal untuk endapan mineral tersebut.

II.2. Petunjuk ke arah bijih

Kata bijih (ore) pada awalnya hanya terbatas untuk mendefinisikan material yang dapat mengandung logam yang bernilai ekonomis. Suatu endapan bijih yang ekonomis sering disebut sebagai tubuh bijih (orebody). Kedua istilah ini (bijih dan tubuh bijih) sering memberikan kerancuan, meskipun masih tetap digunakan oleh ahli geologi (ekonomi). Mineral bijih dapat diartikan sebagai suatu mineral yang dapat diekstraksi menjadi logam.

Mineral industri telah didefinisikan sebagai suatu batuan, mineral atau bahan alam yang lain yang memiliki nilai ekonomis tinggi, selain mineral bijih, minyak bumi dan batupermata. Sehingga yang termasuk dalam kategori ini misalnya asbes, barit, atau oksida atau ikatan kimia yang lain yang dihasilkan dari mineral yang dapat digunakan untuk industri (pengguna). Ini termasuk granit, pasir, kerikil, batugamping yang dapat digunakan untuk bahan konstruksi (yang sering disebut sebagai agregat bahan bangunan), begitu juga mineral-mineral yang memiliki sifat kimia dan fisika yang khusus, seperti florit, fosfat, kaolinit dan perlit. Mineral industri sering disebut sebagai mineral bukan logam (non-metallics).

(16)

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi – 9 Sekarang ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam industri pertambangan. Menurut Taylor (1989) dalam Evans (1993) mendefinisikan bijih sebagai batuan yang diharapkan dapat ditambang dan darinya suatu logam yang bernilai dapat diekstraksi. Bijih juga didefinisikan sebagai suatu agregat mineral dalam bentuk padat yang terbentuk secara alamiah, yang dengan keinginan ekonomis suatu bahan ternilai dapat diekstraksi melalui suatu perlakuan.

Bahan lain yang dapat diperoleh pada eksploitasi mineral bijih adalah mineral pengotor (gangue), yang kadang-kadang bisa mempunyai nilai ekonomis, misalnya pada eksploitasi logam emas pada endapan epitermal dan urat kuarsa yang kadar emasnya rendah dapat dipergunakan sebagai bahan baku perhiasan (gemstone).

Untuk mengetahui dan menilai ekonomis tidaknya suatu cebakan mineral perlu dilakukan penyelidikan lapangan atau eksplorasi geologi. Eksplorasi ini dilakukan secara bertahap dari penyelidikan yang bersifat umum atau sepintas sampai terperinci (detail). Berbagai tahap eksplorasi yang dilakukan bergantung kepada jenis dan sifat cebakan yang diselidiki (Sudrajat, 1982).

Darijanto (1992) menyebutkan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam mencari adalah asosiasi batuan, dimana setiap jenis batuan akan memberikan lingkungan pengendapan unsur/endapan bahan galian tertentu, seperti :

 Pada batuan asam, mineral-mineral sulfida yang ada umumnya mengandug logam-logam berharga seperti tembaga (Cu), timbal (Pb), seng (Zn), air raksa (Hg), emas (Au), perak (Ag). Selain itu terdapat pula mineral-mineral oksida seperti timah (Sn) dan mineral-mineral hidroksida seperti alumunium (Al).

 Batuan intermediet umumnya mengandung emas (Au) dan perak (Ag).

 Batuan basa atau ultra basa akan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk intan, nikel (Ni), kobalt (Co), platina (Pt), kromit (Cr) serta beberapa jenis batupermata seperti garnet dan lain-lain.

 Pada batuan metamorf (malihan) memungkinkan ditemukan endapan marmer, asbes, batupermata dan lain-lain.

 Batuan sedimen dapat menghasilkan asosiasi dengan karbonat (CaCO3 ataupun

MnCO3), sedangkan pada endapan aluvial dapat memberikan endapan bijih yang

(17)

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi – 10 bentuk nugget), perak (Ag), pasir besi (Fe). Sedangkan untuk endapan laut dapat dijumpai antara lain nodul nikel atau Ca/Gips.

II.3. Korelasi fenomena geologi

Dalam melakukan kegiatan eksplorasi, korelasi gejala-gejala geologi yang terdapat di daerah penyelidikan merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk daerah yang mengalami mineralisasi (Darijanto, 1992). Fenomena geologi yang ada di alam perlu dicermati untuk mengetahui gejala geologi yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral sehingga kita dapat melokalisir daerah yang mempunyai indikasi kuat akan terdapatnya mineral tertentu.

Korelasi ini didasarkan atas : 1. Tipe batuan, yaitu :

a. Korelasi outcrops (singkapan) atau float b. Korelasi litologis

c. Korelasi paleontologis d. Korelasi vegetasi e. Korelasi topografis 2. Struktur geologi, yaitu :

a. perlipatan (folding) b. Patahan/sesar (fault)

1. Tipe batuan

a. Korelasi outcrops

Dari pemetaan singkapan atau float dapat dibuat gambaran penyebaran mineralisasi endapan. Dari penggambaran tersebut, kemudian dapat diduga/diinterpretasi letak atau dimensi badan bijih yang sebenarnya.

Kelemahan-kelemahan yang harus diperhatikan, yaitu :

Karena kemungkinan outcrops tertutup oleh overburden, maka kontinuitas terganggu.

(18)

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi – 11 b. Korelasi litologis

Korelasi berdasarkan sifat-sifat batuan yang sama dapat memberikan gambaran mengenai jenis serta dimensi batuan. Sifat-sifat tersebut adalah :

 Tipe batuan (berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf)  Kandungan mineral

 Tekstur, warna dan bentuk struktur-struktur batuan primer  Urutan stratigrafis

 Tebal/lebar singkapan

Penentuan urutan stratigrafis dapat ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu :

1. Pengenalan urutan stratigrafi yang sama terhadap suatu formasi pada tempat-tempat yang berbeda namun dapat dikorelasikan. Dalam keadaan normal, maka lapisan yang berada di atas selalu lebih muda.

2. Pengenalan suatu lapisan tertentu yang penyebarannya luas dan memiliki selang umur yang pendek, serta mudah dikenal yang dapat dipakai sebagai suatu marker bed (key bed).

c. Korelasi paleontologis

Cara ini dalam keadaan tertentu dapat sangat membantu terutama pada daerah yang memiliki litologi berupa batuan sedimen yang mengandung fosil. Dalam hal ini keterdapatan fossil index sangat penting.

d. Korelasi vegetasi

Korelasi vegetasi dilihat dari adanya tumbuhan tertentu yang bersifat sangat selektif dalam pertumbuhannya terhadap lingkungan, seperti :

 Kondisi air (dangkal/dalam)

 Tipe tanah (kandungan mineral, pelapukan, dll).

e. Korelasi topografis

Batuan yang bersifat resisten terhadap pelapukan/erosi umumnya memiliki topografi yang lebih menonjol dibanding batuan yang mudah lapuk/lunak.

(19)

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi – 12 Cara ini banyak dipakai dalam penyelidikan-penyelidikan pendahuluan dalam eksplorasi, tetapi tidak terlalu reliable untuk penentuan kontinuitas suatu formasi.

2. Struktur Geologi

Cara korelasi ini didasarkan atas penyelidikan terhadap struktur geologi yang ada seperti lipatan, patahan, kekar, dan lain-lain.

Pada korelasi ini, hal yang sangat penting ialah kepastian akan adanya struktur tersebut sebelum dikorelasi. Hal ini memerlukan penguasaan yang baik atas tanda-tanda yang ada di lapangan dan harus berdasarkan fakta bukan berdasarkan interpretasi.

(20)

Bab III. Pemodelan Endapan– 13

Bab III. Pemodelan Endapan dan Model Eksplorasi

III.1 Pengertian pemodelan

Terminologi ’model’ telah banyak didefinisikan, salah satunya berupa suatu idealisasi fungsional dari suatu kondisi real untuk menganalisis suatu masalah (Evans, 1993). Model cebakan bijih dikembangkan berdasarkan observasi dan penelitian baik di lapangan maupun di laboratorium terhadap cebakan-cebakan bijih yang sudah ditemukan. Jadi, Model endapan mineral adalah penggambaran informasi yang diatur secara sistematik tentang sifat-sifat penting suatu kelompok endapan mineral (Cok dan Singer, 1986 dalam Mosier dan Bliss, 1992).

III.2 Jenis pemodelan endapan

Dalam pemodelan endapan mineral terdapat dua jenis model yang sering dibahas, yaitu model empiris yang didasarkan atas pemerian endapan dan model genetik yang menjelaskan endapan atas dasar proses-proses geologi. Model genetik membahas sifat-sifat endapan yang dihubungkan dengan beberapa konsep dasar, mungkin lebih bersifat-sifat subyektif, tetapi dapat lebih berguna sebagaimana dapat menduga endapan yang belum tersedia pada basis data deskriptif. Model lain yang berguna pada evaluasi ekonomi awal adalah suatu model kadar tonase bijih. Penerapan suatu model endapan tertentu akan tergantung kepada kualitas data yang dimiliki (basis data).

Berikut penjelasan lebih lanjut dari model geologi, model empiris, model genetik (konseptual), model eksplorasi dan model cadangan dari endapan mineral.

a). Model Geologi Regional

Model geologi regional adalah lingkungan geologi dimana proses-proses geologi yang membentuk obyek geologi berlangsung serta faktor-faktor pengendalinya yang menyebabkan obyek geologi tersebut terbentuk pada tempat dan waktu tertentu (skala regional).

(21)

Bab III. Pemodelan Endapan– 14

 Batuan sumber atau asosiasi batuan yang berhubungan erat dengan obyek geologi yang dimaksud (endapan mineral)

 Proses geologi yang membentuk obyek geologi

 Waktu pembentukan obyek geologi b). Model Geologi Lokal

Model geologi lokal merupakan lingkungan geologi lokal dimana proses-proses geologi yang membentuk obyek geologi (endapan mineral) berlangsung serta faktor-faktor pengendalinya yang menyebabkan obyek geologi tersebut di tempat dan pada waktu tertentu (berskala lokal).

Meliputi :

 Bentuk tubuh dan dimensi endapan mineral (obyek geologi)

Posisi obyek geologi terhadap struktur geologi batuan induknya (host rock)

 Sifat geologi dan mineralogi obyek geologi (endapan)

 Sifat fisika-kimia obyek geologi (endapan) c). Model Empiris

Model empiris adalah model geologi yang berdasarkan karakteristik endapan-endapan mineral yang diketahui, mengandung data, tapi tidak diinterpretasi (Babcock, 1984). Jenis endapan tertentu terdapat pada tatanan geologi tertentu, yang seharusnya dijumpai pada tatanan geologi yang sama di tempat lain (Walshe, 1984).

Model empiris endapan, dikarakterisasi oleh :

 Lingkungan tektonik

Batuan induk (host rock)

 Mineralisasi

 Tipe dan zonasi alterasi hidrotermal

 Penyebaran dalam waktu dan ruang

 Ukuran dan kadar endapan

Model empiris dapat dijadikan model pembanding dalam menjalaskan model genetik endapan suatu daerah. Beberapa contoh model endapan empiris dapat dilihat pada

(22)

Bab III. Pemodelan Endapan– 15 Gambar 3.1-3.3. Model empiris endapan Cu-Au porfiri terlihat pada Gambar 3.1, model endapan VMS pada Gambar 3.2, dan endapan Au-Ag epitermal pada Gambar 3.3.

Gambar 3.2. Model endapan VMS (sumber utama logam dasar seperti Cu, Zn, Pb) (Large et al., 1990). PERIPHERAL Ccp-Gn-Sp-Au-Ag PERIPHERAL Ccp-Gn-Sp-Au-Ag LOW PYRITE SHELL Py ~2% Mag>Py PYRITE SHELL Py ~10% Ccp 0.1-3% Mo rare Mag>Py & Ccp ORE SHELL Py 1% Ccp 1-3% Mo 0.03% LOW GRADE CORE low total Ccp-Py-Mo ? ?

SAN MANUEL FAULT

KALAMAZOO SEGMENT SAN MANUEL SEGMENT Propylitic (Chl-Ep-Carb) Adul-Ab Argillic Qtz-Kln-Chl Phyllic Qtz-Ser-Py Potassic Qtz-Kfs-Bt-+Ser+Anh Qtz-Ser-Chl-Kfs Chl-Ser-Ep-Mag ? ? ? ? ? A

(23)

Bab III. Pemodelan Endapan– 16 Gambar 3.3. Penampang vertikal endapan Au-Ag epitermal sulfidasi rendah

(Buchanan, 1981 dalam Bonham, 1984).

d). Model Genetik (Model Konseptual)

Model genetik adalah model konseptual analisis komponen-komponen utama endapan bijih, dan menjelaskan hubungan komponen-komponen tersebut (Babcock, 1984). Model genetik ini dikembangkan dari model empiris (model geologi) yang berdasarkan pada proses pembentuk endapan mineral tersebut.

Komponen-komponen genetik utama, antara lain :

Batuan induk (host rock) dan umurnya

 Mineralisasi dan alterasi hidrotermal

 Sifat fisika-kimia dan komposisi fluida pembawa biji

 Sekuen paragenesa

 Geometri endapan (bentuk dan dimensi)

(24)

Bab III. Pemodelan Endapan– 17 e). Model Cadangan

Model cadangan adalah cara dan sistematika estimasi cadangan suatu endapan mineral berdasarkan metoda penaksiran yang sesuai, tergantung pada kompleksitas geometri dan penyebaran kadar. Output-nya adalah cadangan endapan (probable atau proven reserve). Model cadangan ini dapat dilakukan secara komputerisasi (model komputer) :

Model Blok Teratur (Regular Block Model); cebakan dibagi dalam blok-blok dengan dimensi tertentu. Tiap blok memiliki atribut jenis batuan, alterasi, mineralisasi, kadar, kode topografi, dsb (lihat Gambar 3.4).

Gridded Seam Model; pemodelan untuk batubara atau cebakan yang berlapis, yang dibagi dalam sel-sel yang teratur (dimensi tertentu).

Metoda-metoda penaksiran :

Penaksiran manual (cross section)

 Metoda poligon

 Metoda segitiga

Metoda Jarak Terbalik (Inverse Distance Method)

 Metoda geostatistik dan Kriging g). Model Kadar dan Tonase

Dari beberapa model deskriptif (empiris) yang diketahui ukuran dan kadarnya, dapat dikembangkan ”Model Kadar dan Tonase” (lihat Gambar 3.5). Estimasi tonase dan kadar dilakukan pada COG (cut of grade) yang paling rendah. Model kadar dan tonase ini biasanya dibuat dalam format grafik untuk memudahkan dalam pembacaan data dan membandingkan jenis endapan yang satu dengan yang lainnya (Cox dan Singer, 1986 dalam Mosier dan Bliss, 1992).

(25)

Bab III. Pemodelan Endapan– 18 Gambar 3.4. Model endapan blok.

(26)

Bab III. Pemodelan Endapan– 19 Gambar 3.5. Contoh model tonase endapan disseminated Ag-Au yang dibuat dalam

(27)

Bab IV. Program Eksplorasi– 19

Bab IV. Program Eksplorasi

IV.1 Tahapan eksplorasi

Pentahapan dalam eksplorasi mutlak dilakukan untuk meminimalkan kerugian/resiko kegagalan karena eksplorasi merupakan aktivitas yang berisiko tinggi. Pentahapan dalam eksplorasi harus dilakukan sesuai dengan karakteristik tiap endapan mineral untuk mengurangi resiko kegagalan (kerugian) yang lebih besar dalam menemukan endapan mineral tersebut. Setelah suatu tahapan eksplorasi selesai dilakukan, perlu adanya evaluasi untuk pengambilan keputusan yang akan dilakukan selanjutnya.

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam merancang suatu kegiatan eksplorasi adalah :

 Efektifitas, yaitu mengenai sasaran dengan metoda dan strategi yang tepat

 Efisiensi, dengan usaha (biaya dan waktu) yang seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang optimal

 Unsur ekonomi, biaya eksplorasi harus sesuai dengan hasil yang diharapkan dengan memperhitungkan resiko. Hal ini disebabkan karena lebih tinggi resiko maka keuntungan yang dicapai makin berlipat ganda.

Eksplorasi dapat dibagi menjadi sejumlah tahap yang saling berhubungan dan teratur. Tahap-tahap penting di dalam industri pertambangan suatu endapan bijih meliputi:

(a) Eksplorasi mineral : untuk menemukan tubuh bijih;

(b) Studi kelayakan : untuk menentukan apakah secara komersial memenuhi;

(c) Pengembangan tambang : membangun seluruh infrastruktur pada lokasi tambang; (d) Penambangan : ekstraksi bijih dari lapisan pembawa bijih;

(e) Pengolahan mineral : penghancuran dan penggilingan bijih, pemisahan mineral bijih dari mineral penyerta/pengotor, pemisahan bijih menjadi konsentrat, seperti pada konsentrat tembaga;

(28)

Bab IV. Program Eksplorasi– 20 (f) Pemisahan logam : pengambilan logam dari konsentrat mineral;

(g) Pemurnian : memurnikan logam dari logam ikutannya;

(h) Pemasaran : pengiriman produk tambang (konsentrat logam, jika tidak dipisahkan atau dimurnikan di lokasi tambang) ke pembeli.

Khusus kegiatan eksplorasi, beberapa tahapan harus dilakukan sebagaimana terlihat pada Gambar 4.1:

Gambar 4.1. Tahapan Eksplorasi.

Tujuan dari eksplorasi adalah untuk mengidentifikasi ada tidaknya cebakan mineral bijih primer pada suatu daerah. Pemilihan daerah prospek didasarkan pada kajian data sekunder, interpretasi model-model genetik geologi dan mineralisasi. Tahap pendahuluan ini dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu survei tinjau dan prospeksi. Survei

TAHAP EKSPLORASI SURVEI TINJAU PROSPEKSI EKSPLORASI UMUM EKSPLORASI RINCI STUDI KELAYAKAN (Feasibility Study) STUDI PENDAHULUAN Daerah Prospeksi Daerah Sasaran Daerah Target

(29)

Bab IV. Program Eksplorasi– 21 tinjau bertujuan untuk mendapatkan data geologi tinjau dan indikasi mineralisasi. Pada tahap ini dilakukan pemetaan geologi dan geokimia regional. Prospeksi bertujuan untuk mendelineasi daerah anomali dan daerah pengaruh mineralisasi.

1. Studi pendahuluan

Pada studi pendahuluan yang dilakukan persiapan lapangan sebelum menuju ke tempat yang akan diselidiki. Dalam hal ini dilakukan pengumpulan data-data yang dapat berupa literatur keadaan geologi regional maupun lokal daerah yang ingin di eksplorasi, studi citra landsat / foto udara, data laboratorium yang mendukung, eksplorasi geofisika maupun eksplorasi geokimia.

2. Survei tinjau

Tahap survei tinjau mulai dilakukan pembuatan peta geologi berskala kecil ( 1 : 100.000 – 1: 200.000), selain itu terkadang dilakukan pula pengambilan sampel stream sediment dan survei aeromagnetic/airborne radiometric.

Data yang didapat pada survei tinjau masih bersifat umum, hasil yang didapat digunakan untuk menentukan daerah tertentu yang dianggap memiliki prospek.

3. Prospeksi

Tahap prospeksi membutuhkan pembuatan peta geologi daerah prospek yang lebih terperinci, peta yang diperlukan berskala (1: 50.000 – 1 : 25.000). Pada tahap ini akan dikumpulkan data mengenai keadaan dan jenis batuan, struktur, stratigrafi (dilakukan MS sepanjang lintasan tertentu) dan pengumpulan sampel lapangan yang dilakukan secara lebih sistematik.

Di tahap ini juga umumnya dilakukan land atau aero magnetic/radioactivity, survei seismik dan survei gravitasi, juga pengambilan sampel stream sediment. Seluruh data di tahap ini akan digunakan untuk menentukan daerah sasaran.

4. Eksplorasi umum

Tahap eksplorasi umum dilakukan pada peta berskala 1 : 10.000 – 1 : 5.000. Pemetaan yang dilakukan ditunjang pula dengan pekerjaan pembuatan paritan (trench),

(30)

Bab IV. Program Eksplorasi– 22 pembuatan sumur uji (test pit), pengukuran geofisika detail, pengambilan sampel geokimia detail (soil sampling dan hidrokimia) serta pemboran dangkal.

Data yang diharapkan dalam tahap eksplorasi ini adalah mengetahui penyebaran lateral dan vertikal secara umum endapan mineral, juga kualitas dan kuantitasnya.

5. Eksplorasi rinci/detail

Eksplorasi rinci dilakukan pada peta dengan skala 1 : 2.000 – 1: 200. Pada tahap ini juga dilakukan pula pemetaan geologi detail bawah permukaan (studi struktur geologi tubuh deposit) juga program pemboran dan pengambilan sampel yang terperinci dan sistematis untuk estimasi cadangan terukur dan perencanaan penambangan.

IV.2 Metoda eksplorasi (geokimia, geofisika dan geologi)

Pemilihan metoda eksplorasi yang akan digunakan harus sesuai dengan petunjuk geologi yang diturunkan dari model geologi. Pemilihan metoda eksplorasi yang tepat dipakai untuk mendapatkan kepastian yang tinggi sehingga dapat dilakukan pada daerah yang terbatas dengan tingkat kegagalan yang rendah.

Metoda eksplorasi yang biasa dilakukan dalam kegiatan eksplorasi bahan galian khususnya endapan bijih adalah (lihat Gambar 4.2) :

1. Metoda Geofisika 2. Metoda Geokimia

3. Metoda Eksplorasi Langsung (Geologi)

Pemilihan metoda eksplorasi yang dipakai harus disesuaikan dengan jenis dan sifat bahan galian yang akan dicari untuk mengefisiensikan dan mengefektifkan biaya, waktu dan tenaga yang tersedia. Selain itu pemilihan metoda eksplorasi juga harus menyesuaikan tingkat tahapan eksplorasi yang dilakukan.

(31)

Bab IV. Program Eksplorasi– 23 Gambar 4.2. Skema metoda eksplorasi.

1. Metoda Geofisika

Metoda geofisika dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan diantaranya perencanaan wilayah, pengidentifikasian potensi sumber daya geologi untuk pemahaman fenomena geologi dalam masalah kebencanaan dan lingkungan geologi serta pemberian rekomendasi dalam rangka konservasi potensi sumber daya geologi.

Dalam pengidentifikasian sumberdaya geologi seperti eksplorasi bahan galian, metoda geofisika dimaksudkan untuk melokalisir daerah anomali, yang ditimbulkan oleh keberadaan cebakan mineral logam dan non logam. Tujuannya untuk menduga sebaran cebakan di bawah permukaan berdasarkan pola anomali sifat-sifat fisiknya. Kegunaan metoda ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk pekerjaan selanjutnya, seperti pembuatan sumur uji, parit uji dan/atau penentuan titik pemboran inti.

EKSPLORASI GEOFISIKA EKSPLORASI GEOKIMIA EKSPLORASI LANGSUNG / GEOLOGI Magnetik Gravitasi Seismik Listrik Radioaktif refraksi refleksi

polarisasi induksi (IP) potensial diri (SP) geolistrik telluric current electromagnetic Bedrock Soil Air Vegetasi Stream sediment Permukaan Bawah permukaan tracing float tracing dgn panning trenching test pitting pemboran inti pemboran inti adit test

(32)

Bab IV. Program Eksplorasi– 24 Metoda pengambilan data geofisika pada umumnya bersifat survai, dilakukan berdasarkan lintasan-lintasan yang telah ditentukan, pada umumnya berupa kisi. Eksplorasi geofisika disebut pula prospeksi geofisika (geophysical prospecting).

Beberapa macam metoda geofisika yang dapat dilakukan adalah:

1.1 Metoda magnetik

Metoda magnetik (Tabel 4.1) sangat baik digunakan untuk melokalisir daerah-daerah intrusi yang mengandung mineral-mineral yang bersifat magnetik seperti magnetit, pirrhotit dan titano magnetit.

Tabel 4.1. Penyelidikan dengan metoda magnetik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi).

Metoda

Parameter, karakteristik

sifat fisik

Anomali utama Langsung

Aplikasi: penyelidikan tidak langsung MAGNETIC ground, airborne, marine, logging Magnetik bumi: intensitas total, gradien vertikal ( 1 = 1 n T) magnetic susceptibility Kandungan magnetik pada material yang kontras termagnetisasi Magnetit, pirhotit, titano-magnetit Bijih besi, kromit, bijih tembaga, kimberlit, pemetaan struktur geologi 1.2 Metoda gravitasi

Metoda gravitasi (lihat Tabel 4.2) dapat digunakan jika daerah yang menjadi sasaran studi cukup luas, terutama pada endapan yang memiliki spesific gravity yang kontras dengan batuan sampingnya.

(33)

Bab IV. Program Eksplorasi– 25 Tabel 4.2. Penyelidikan dengan metoda gravitasi (Kuzvart dan Boehmer, 1986

dengan modifikasi). Metoda

Parameter, karakteristik

sifat fisik

Anomali utama Langsung

Aplikasi : Penyelidikan tidak langsung GRAVITY ground, marine Gravity milligal (1mgl = 10 µms-2) density Endapan bijih berat, perbedaan penyebaran densitas Bijih besi, kromit, pirit, kalkopirit Pemetaan struktur geologi, konfigurasi endapan letakan

1.3 Metoda seismik (refraksi dan refleksi)

Metoda seismik (Tabel 4.3) biasanya umum digunakan untuk penyelidikan struktur bawah permukaan yang lebih bersifat lokal. Metoda ini menggunakan pantulan (refleksi dan refraksi) gelombang suara sehingga dapat mengetahui gambaran kondisi geologi bawah permukaan berdasarkan perbedaan respon lapisan batuan dalam meneruskan/memantulkan gelombang yang diterima. Survei seismik ini juga merupakan metoda utama yang digunakan dalam eksplorasi minyak dan gas bumi serta batubara.

Tabel 4.3. Penyelidikan dengan metoda seismik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi). Metoda Parameter, karakteristik sifat fisik Anomali utama Langsung Aplikasi: Penyelidikan tidak langsung SEISMIC ground Refraksi,

refleksi, waktu tempuh gelombang elastis, m/detik, kecepatan gelombang elastis, modulus dinamik Kontras kecepatan, tanda pada variabel kedalaman, rekahan-rekahan batuan Saluran-saluran terkubur, sesar, tektonik yang umum, pasir, endapan kerikil, mineral-mineral berat Timah, endapan plaser, mineral-mineral berat, batubara, uranium

(34)

Bab IV. Program Eksplorasi– 26 1.4 Metoda listrik (meliputi: polarisasi induksi (Induced Polarization), potensial diri (Self Potential), geolistrik (resistivity), mise-a-la-masse, dan electromagnetic). Lebih lengkap informasi tentang metoda listrik dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4. Penyelidikan dengan metoda listrik (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi).

Metoda Parameter,

karakteristik sifat fisik

Anomali utama Langsung

Aplikasi: Penyelidikan tidak langsung INDUCED POLARIZATION ground, logging Daerah waktu, kemampuan menembus (meter/detik), kemampuan polarisasi (%), daerah frekuensi, efek frekuensi (%), faktor logam, ion-elektronik, kelebihan tegangan listrik Daya hantar mineralisasi, menyebar atau masif Daya hantar sulfida, oksida Asosiasi mineral, seng, timah, emas, perak SELF-POTENTIAL ground, logging Potensi alami lapangan, mV, konduktivitas, kemampuan oksida Daya hantar bijih masif, grafit, penyaringan Sulfida pirit, pirhotit, kalkopirit, galena, petlandit Asosiasi mineral, timah, kobal, emas, perak RESISTIVITY ground, marine, logging Tahanan jenis terukur (ohm meter), tahanan jenis, daya hantar

Konduksi urat, tubuh bijih lapisan sedimen, lapisan tahanan, batugamping, intrusi volkanik, zona gerusan, sesar, pelapukan Sulfida masif, kuarsa, kalsit, lempung-lempung tertentu, batugaram Tektonik detil, logam dasar, posfat, uranium, potash, batubara

(35)

Bab IV. Program Eksplorasi– 27 (Lanjutan Tabel 4.4) ELECTROMAGNETIC ground, airborne, marine, logging Induksi elektromagnetik lapangan oleh kawat melingkar, elektromagnetik alami lapangan, transmisi standar VLF, gelombang elektromagnetik lapangan, daya hantar listrik Konduksi mineralisasi, konduktor permukaan, zona gerusan Konduksi sulfida, oksida, grafit, magnetit Asosiasi mineral ikutan dasar, zona gerusan, zona lapukan, kimberlit 1.5 Metoda radioaktif

Metoda ini terutama diterapkan pada eksplorasi cebakan mineral radioaktif seperti uranium dan thorium (lihat Tabel 4.5).

Tabel 4.5. Penyelidikan dengan metoda radioaktif (Kuzvart dan Boehmer, 1986 dengan modifikasi). Metoda Parameter, karakteristik sifat fisik Anomali utama Langsung Aplikasi: Penyelidikan tidak langsung RADIOACTIVITY ground, airborne, logging Radiasi gamma (µ Roentgen), radioaktif Unsur radioaktif, uranium, torium, potassium Mineral radioaktif, batubara, posfat, monasit Tindak lanjut dasar, pemetaan struktur geologi, diferensiasi granit

(36)

Bab IV. Program Eksplorasi– 28 2. Metoda Geokimia

Pengertian geokimia secara tradisional adalah deskripsi kimia bumi yang ditekankan pada distribusi unsur isotopnya pada atmosfir, hidrosfer, kerak, mantel dan inti bumi (Fyfe, 1974), sedangkan secara modern diartikan sebagai integrasi pendekatan kimia dan geologi dalam memahami masalah bumi dan (matahari) sejak pembentukannya (Fyfe, 1974).

Pengertian geokimia eksplorasi/prospeksi geokimia diartikan sebagai penerapan praktis prinsip-prinsip geokimia teoritis pada eksplorasi mineral (Levinson, 1973 dalam Eego, 1997) dengan tujuan agar mendapatkan endapan mineral baru dari logam-logam yang dicari dengan metoda kimia. Metoda tersebut meliputi pengukuran sistematik satu atau lebih unsur kimia pada batuan, stream sediment, tanah, air, vegetasi dan udara. Metoda ini dilakukan agar mendapatkan beberapa dispersi unsur di atas (di bawah) normal yang disebut anomali, dengan harapan menunjukkan mineralisasi yang ekonomis.

Anomali geokimia merupakan suatu conto/kelompok conto yang mengandung satu atau lebih unsur dalam konsentrasi di atas/ di bawah normal dari populasi tersampling, dimana karakter geokimia dan ruangnya dapat menunjukkan adanya mineralisasi (Joyce, 1984).

Tujuan dilakukan metoda geokimia adalah:

 Menemukan dan melokalisir tubuh mineralisasi

 Menentukan ukuran (size) dan nilai (value) dari tubuh mineralisasi

 Mengetahui adanya anomali unsur target, penyebaran kadar, indikasi mineralisasi, dan melacak batuan sumber.

Pemilihan metoda geokimia yang ada didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan :

 Biaya

 Tahap eksplorasi

Karakter terrain

 Target jenis mineral, ukuran

 Sejarah eksplorasi

 Iklim

(37)

Bab IV. Program Eksplorasi– 29 Goldsmichmidt (1920) mengklasifikasi unsur berdasarkan afinitas geokimianya (asosiasi geokimia), sebagai berikut :

Siderophile, afinitas besi, terkonsentrasi pada inti bumi.

Chalcophile, afinitas sulfur, terkonsentrasi pada sulfida.

Lithophile, afinitas silicates, terkonsentrasi pada kerak bumi.

Atmophile, sebagai gas dalam atmosfir (lihat tabel periodik unsur).

Penerapan klasifikasi ini sangat berguna untuk menjelaskan distribusi unsur jejak dan minor dalam batuan dan mineral. Walaupun tidak sempurna, akan tetapi klasifikasi ini baik untuk perkiraan awal, khususnya unsur-unsur lithopile.

Dimana, migrasi dan konsentrasi unsur dikontrol oleh :  Kondisi Eh-Ph

 Reaksi hidrolistik  Fenomena kolloidal  Biological

 Absorpsi dan reaksi-reaksi pertukaran ion  Diffusi

 Solubilitas

Beberapa macam metoda geokimia yang dapat dilakukan adalah : 1. Lithogeochemistry  Sedimen sungai  Tanah / soil  Batuan 2. Hydrogeochemistry 3. Biochemistry/Geobotany 4. Atmogeochemistry/Gas Surveys

1. Metoda sedimen sungai

Beberapa pertimbangan dan alasan pemilihan metoda sedimen sungai adalah:  Dipakai dalam eksplorasi tahap awal (regional geochemical reconnaissance) di

areal yang luas

(38)

Bab IV. Program Eksplorasi– 30  Menangkap dispersi geokimia sekunder di sepanjang aliran sungai

Keuntungan: mampu menjangkau daerah yang luas dalam waktu yang singkat, jumlah conto yang relatif sedikit, dan biaya yang relatif murah.

Sedangkan faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan survei sedimen sungai adalah :

 Waktu, biaya dan luas area yang disurvei

 Lokasi penyontoan/penyamplingan, densitas conto

 Sensitifitas, akurasi dan presisi

 Kemungkinan adanya kontaminasi

Beberapa metoda yang dilakukan dalam metoda sedimen sungai adalah:

 Sedimen sungai aktif (stream sediment, SS), yaitu mengambil fraksi berukuran silt-clay dengan cara menyaring sedimen dengan saringan berukuran -80#. Tujuan dari metoda ini adalah menangkap butiran emas dan base metal berukuran halus (lihat Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Pengambilan conto sedimen sungai aktif (foto diambil dari kegiatan pengambilan sampel Freeport, Irian Jaya).

 Konsentrat dulang (pan concentrate, PC), yaitu mengambil fraksi mineral berat dalam sedimen sungai dengan cara mendulang dengan tujuan menangkap emas berbutir kasar dan mineral berat lainnya (Gambar 4.2).

(39)

Bab IV. Program Eksplorasi– 31 Gambar 4.2. Geologist mengambil sampel dulang (pan concentrate) untuk mendapatkan

mineral-mineral berat.

 Bulk Leach Extractable Gold (BLEG), semua fraksi sedimen diambil tanpa terkecuali. Tujuannya untuk menangkap semua butiran emas dan mampu mendeteksi kadar emas yang sangat rendah (ambang deteksi 0,1 ppb).

Dalam prakteknya BLEG dilakukan pada tahap awal dengan densitas 1 conto per 5-10 km2, sedangkan SS dan PC dilakukan pada tahap berikutnya dengan densitas 1 conto per 1-3 km2. Contoh peta yang dihasilkan dengan menggunakan metoda geokimia dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Gambar 4.3. Contoh peta geokimia sebaran unsur tembaga (Cu) dari data endapan sungai aktif di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa bagian Barat (Meiyanto, 2004).

(40)

Bab IV. Program Eksplorasi– 32 2. Metoda percontoan tanah (soil sampling)

 Tahapan eksplorasi lanjutan setelah stream sediment

 Menangkap dispersi geokimia sekunder di sekitar (di atas) tubuh mineralisasi  Metoda: Grid atau spurs and ridges

 Alat : hand auger

Situasi dimana survei soil dilakukan antara lain :

 Survei pendahuluan dilakukan di daerah yang pola pengalirannya tidak berkembang

 Survei lanjutan dilakukan di daerah anlomali yang dilokalisir oleh survei sedimen sungai

 Survei lanjutan di daerah anomali yang dilokallisir oleh survei geofisika

Survei lanjutan di sekitar lokasi gossan

 Mendeliniasi target bor uji di sekitar mineralisasi yang diketahui

Gambar 4.4. Pola pengambilan sampel ridge and spur pada daerah punggungan bukit (Rose et al., 1979)

Kondisi yang harus diperhatikan pada waktu melakukan sampling dengan metoda percontoan tanah adalah :

 Cukup material yang diambil untuk analisis

 Conto diambil dari horison yang sama (umumnya B)

(41)

Bab IV. Program Eksplorasi– 33

Conto harus diambil dari jenis soil yang sama (residual / transported)

 Faktor yang menyebabkan adanya kontaminasi pada sampel harus diketahui. 3. Metoda percontoan batuan (rock sampling)

 Dilakukan dalam tahap akhir eksplorasi permukaan

 Lokasi pengambilan conto: singkapan, float, pits, trenches, drill holes  Menangkap dispersi geokimia primer

 Dimaksudkan untuk keperluan analisis kimia mineral (unsur utama, unsur target, unsur pathfinder) dan fisika mineral (petrografi, X-Ray, dan inklusi fluida). Beberapa cara pengambilan conto yang dapat dilakukan adalah dengan :

Grab / specimen

Chip

Channel / Panel

Drill cutting / Core

4. Hydrogeochemistry (water sampling)

Metoda ini merupakan metoda untuk menganalisis/menghitung komposisi kimia material yang terlarut dalam air. Jenis-jenis air (natural water) yang dapat dipakai sebagai media sampling yaitu air sungai, danau, air tanah, mata air, dan lain-lain.

Permasalahan yang dapat muncul dalam metoda ini : 1. Konsentrasi yang sangat rendah (ppb)

Analytical difficulties

Serious risk of contamination

2. Kimia air sangat sensitif terhadap kondisi cuaca dan lingkungannya

3. Merupakan indikator yang paling baik untuk serangkaian endapan U, V, Rn (Radon), He, Mo, Zn, Bi, F dan SO4

(42)

Bab IV. Program Eksplorasi– 34 5. Biogeochemistry surveys

Metoda ini memanfaatkan komposisi kimia tumbuhan yang dipakai sebagai media conto. Akar tumbuhan potensial sebagai media sampling karena sifatnya yang menyerap larutan dalam air tanah. Larutan ini mungkin membawa garam-garam inorganik yang dapat diendapkan di berbagai tumbuhan, seperti daun, kulit kayu, buah dan bunga. Pada bagian tertentu dari beberapa jenis tumbuhan telah terbukti menunjukkan kadar konsentrasi unsur-unsur tertentu yang lebih tinggi jika tumbuh pada soil yang berkembang di atas cebakan mineral daripada di soil biasa.

Istilah geobotany melibatkan identifikasi visual jenis spesies tumbuhan yang hidup di daerah tertentu. Pengamatan terhadap jenis tumbuhan penutup mungkin dapat mengindikasikan mineralisasi di bawahnya.

Contoh :

 Becium homblei dipakai di Afrika bagian selatan untuk mengindikasikan anomali Cu dalam soil.

 Di daerah tropis bagian atas porfiri sistem yang kaya sulfida biasanya tidak ditumbuhi tumbuhan atau hanya semak rumput, misalnya Grasberg di Irian Jaya. Fenomena ini dapat terlihat dalam foto udara dan Landsat.

6. Gas surveys

Survei gas ini didasarkan dari banyakya cebakan mineral yang mengandung volatile. Karena mobilitasnya tinggi, material volatile ini dapat mencapai permukaan dan dilepaskan ke atmosfer.

Contoh :

Mercury di atas cebakan logam dasar (base metals) dan emas epitermal

 Radon sebagai hasil peluruhan U238 dalam cebakan uranium

 Helium dari cebakan U dan Th

 SO2 terdeteksi sebagai hasil oksidasi sulfida

 Berbagai hidrokarbon volatile dalam survei minyak dan gas bumi Teknik penyontoan bervariasi dari mulai dengan pesawat terbang atau helikopter, detektor yang dipasang dalam tanah atau dalam air, sampai anjing yang dilatih untuk mendeteksi sulfida dari kehadiran H2S.

(43)

Bab IV. Program Eksplorasi– 35 3. Metoda Eksplorasi Langsung

Metoda eksplorasi ini dilakukan langsung pada endapannya, baik dipermukaan (pemetaan geologi), maupun bawah permukaan (test pitting, trenching & pemboran inti) : 3.1 Pemetaan geologi endapan

Pemetaan geologi endapan dilakukan untuk mendapatkan data geologi endapan yang representatif mencakup aspek litologi, stratigrafi, struktur geologi, pola alterasi dan mineralisasi, pola serta arah urat dan lain sebagainya. Pemetaan geologi endapan umumnya dilakukan pada skala rinci (1 : 5000 – 1 : 200) untuk mendapat gambaran detail kondisi geologi endapan.

3.2 Paritan uji (trenching)

Tujuannya: Untuk mengetahui penyebaran vertical dan horizontal tubuh bijih.

 Dibuat pada lokasi yang menunjukkan adanya gejala mineralisasi dan dibuat tegak lurus terhadap jurus tubuh bijih atau formasi.

 Pada singkapan atau overburden yang tipis.  Kedalaman yang efektif/ekonomis + 2 . 2,5 m

 Dibuat mulai dari bagian yang rendah, sehingga terjadi pengeringan  langsung.

3.3 Sumur uji (test pitting)

 Untuk mengetahui perkembangan secara vertikal suatu tubuh bijih serta ketebalannya.

 Dibuat sumur uji untuk endapan yang terlalu dalam bila dibuat parit uji.  Penyanggaan sesedikit mungkin / tidak mudah longsor

 Kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 meter, hal ini tergantung pada kestabilan dinding, tubuh bijih, dan kemampuan pekerja/peralatan.

3.4 Pemboran inti

(44)

Bab IV. Program Eksplorasi– 36  Tujuannya : untuk mengetahui kondisi bawah permukaan dan penyebaran dari

tubuh bijih

 Dengan mengkorelasikan kolom-kolom litologi dari titik-titik bor akan didapatkan gambaran penampang bawah permukaan daerah mineralisasi.

 Untuk mendapatkan sampel endapan yang representatif untuk di analisis di laboratorium.

(45)

Bab V. Model Eksplorasi– 37

Bab V. Model Eksplorasi (Studi Kasus)

Model eksplorasi adalah keseluruhan sistematika dan metoda eksplorasi yang diterapkan pada endapan mineral tertentu pada suatu daerah. Model eksplorasi bergantung pada kriteria geologi, geokimia dan geofisika, disamping model genetik endapan tersebut.

Menurut Babcock (1984), model eksplorasi adalah penerapan model genetik pada kegiatan eksplorasi endapan bijih dengan mengembangkan kriteria geologi yang cost-effective pada endapan bijih yang dimodelkan.

V.1 Model eksplorasi endapan Cu-Au porfiri

Endapan Cu-Au porfiri merupakan salah satu sumber bijih tembaga dan emas yang selanjutnya dapat diolah sebagai konsentrat tembaga. Konsentrat tembaga merupakan komoditi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan industri seperti bahan baku peralatan elektronik (kabel listrik, trafo dan sebagainya), bahan baku pembuatan alat-transportasi, alat-alat pertanian, perkakas rumah tangga, perhiasan dan lain sebagainya. Permintaan akan konsentrat tembaga menunjukkan peningkatan baik dari tahun ke tahun untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Hal ini dapat dikarenakan oleh jumlah penduduk yang semakin padat dan pembangunan berbagai bidang semakin meningkat.

Dalam melakukan prospeksi dan eksplorasi terhadap endapan tembaga porfiri, perlu diketahui daerah-daerah yang secara geologi memungkinkan keterdapatannya terlebih dahulu. Endapan bahan galian ini erat hubungannya dengan intrusi batuan ”Complex Subvolcanic Calc-alkaline” yang sering bertekstur porfiritik, pada umumnya berupa batuan intrusi asam-intermediet yang berkomposisi granodioritik, granitik dan monzonit. Bijih tembaga dapat ditemukan secara tersebar dalam bentuk urat-urat (vein) yang halus-halus membentuk meshed network (stockwork), sehingga derajat mineralisasinya merupakan fungsi dari derajat stockwork (jejaring) yang terdapat pada

(46)

Bab V. Model Eksplorasi– 38 batuan induknya. Mineralisasi bijih sulfidanya berkembang sesuai dengan pola ubahan hidrothermal.

Gambar 5.1. Model eksplorasi tembaga porfiri

STUDI AWAL SURVAI TINJAU

MODEL PROSPEKSI

 Foto udara / citra satelit

Metallogenic province

 Peta geologi

 Studi literatur

 Hukum & kebijakan pemerintah

 Sejarah eksplorasi

 Sosial Budaya Masyarakat

 Dsb

 Pemetaan geologi regional (data sekunder) 1 : 25.000 – 100.000

 Geokimia regional (aeromagnetic)

Geofisika regional (stream sediment)

 Geobotani

Quick survey & sampling

MODEL GENETIK REGIONAL

MODEL GENETIK LOKAL

 Pemetaan geologi lokal (1 : 5000 – 1 : 10000)

Geokimia lokal (soil geochemistry)

Geofisika lokal (ground magnetic)

Trenching, tes pitting

 Pemboran uji spasi 400 m

 Perkiraan sumberdaya

MODEL EKSPLORASI RINCI

 Pemetaan geologi rinci (1 : 200 – 1 : 5000)

 Pemetaan zona alterasi

 Pemetaan pola & arah urat (stockwork)

Ore modelling

Geokimia rinci–rock geochemistry

Geofisika–ground magnetic

 Pemboran eksplorasi (spasi rapat 50 – 200 m)

Tunneling

Subsurface mapping

 Perhitungan sumberdaya terukur

 Model penambangan

 Analisis laboratorium (kimia unsur)

 Analisis geoteknik

COG (cut of grade)

MEASURED RESOURCE PROVEN RESERVES PENAMBANGAN PENGOLAHAN FEASIBILITY STUDY  Analisis ekonomi  Infra struktur  Rencana pabrik  Peralatan  AMDAL, dsb. KOMODITI (KONSENTRAT TEMBAGA)

(47)

Bab V. Model Eksplorasi– 39 Pelaksanaan kegiatan eksplorasi endapan tembaga porfiri dapat dilakukan kapan saja. Yang terpenting adalah KP Eksplorasinya sudah ada dan komponen-komponen yang diperlukan dalam kegiatan eksplorasi tersebut telah siap. Komponen-komponen yang dimaksud meliputi sumberdaya manusianya, peralatan dan kelengkapan pendukung, serta konsep, data dan model eksplorasi yang direncanakan. Biasanya kegiatan eksplorasi endapan tembaga porfiri berkisar 2 – 5 tahun. Untuk kelancaran dalam pencapaian sasaran kegiatan, maka disusun suatu jadwal penambangan.

Suatu model eksplorasi yang mengacu pada konsep eksplorasi, model genetik, karakteristik geologi, geofisika dan geokimia endapan perlu dibuat dalam melakukan eksplorasi terhadap endapan tembaga porfiri. Model eksplorasi endapan tembaga secara umum meliputi studi awal (desk investigation), survai tinjau (reconnaissance), eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci dan studi kelayakan (feasibility study). Secara garis besar, model eksplorasi endapan tembaga pofiri ini terlihat pada Gambar 5.1.

V.2 Model eksplorasi endapan Au-Ag epitermal sulfidasi rendah

Kegiatan eksplorasi endapan emas di lapangan sangat umum menggunakan metoda geokimia, dikarenakan emas merupakan media conto yang ideal. Conto yang ideal untuk eksplorasi geokimia seperti :

1. Conto harus mengakumulasi dan mengkonsentrasikan unsur bijih atau unsur-unsur dalam senyawa lainnya yang berasosiasi dengan tubuh bijih.

2. Conto dapat diambil dengan mudah dan cepat di daerah penyelidikan.

3. Dapat menghasilkan lingkar penyebaran (dispersion halo) hipogen maupun supergen atau dispersi yang panjang dari anomali unsur-unsur atau senyawa bijih dalam bentuk yang dapat diramalkan ke arah bijih.

4. Dapat mendeteksi endapan bijih yang di bawah permukaan (blind deposit) 5. Conto mudah dianalisis di laboratorium.

Dalam aplikasinya untuk perburuan emas, metoda geokimia yang digunakan di lapangan dibagi menjadi tiga yaitu metoda geokimia endapan sungai (stream sediment), geokimia soil, dan geokimia batuan.

(48)

Bab V. Model Eksplorasi– 40 Contoh tahapan eksplorasi emas yang dilakukan di daerah Gunung Pongkor Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 5.2 berikut :

CITRA LANDSAT ANALISA STRUKTUR STUDI LITERATUR 100 х 100 Km2 EVALUASI GO LUAS: 1.000.000 HA WAKTU: NOP-DES 1988 BIAYA : Rp. 10 JUTA I. GEOLOGI GEOKIMIA ENDAPAN SUNGAI (SS) 1140 CT DULANG (PC) 499 CT CONTO BATUAN 240 CT PEMETAAN GEOLOGI SEPINTAS 29.000 HA ANALISA KIMIA 1380 CT

II. EVALUASI GO/ NO GO LUAS : 29.000 HA WAKTU: JAN-APR 1988 (4 BLN) BIAYA: RP.--- I. GEOLOGI PEMETAAN GEOLOGI DETAIL 1:1000 220 HA 1:2000 191 HA BUKAAN 10.168 M2 PARITAN 5.820 M3 LOGGING 693 M ANALISA 1.230 CT II. PENGUKURAN GRID 1.500 TTK III. GEOFISIKA IP 1.500 TTK MAGNIT 1.500 TTK IV. PEMBORAN BOR UJI 3 TTK, 693 M V. EVALUASI GO LUAS : 11.066 HA WAKTU: MEI-OKT 1989 (5 BLN) BIAYA: RP.--- I. GEOLOGI PEMETAAN GEOLOGI DETAIL 1:1000 300,5 HA 1:250 142 HA PARITAN 140 LOKASI, (10m x 1m x 2m) PERCONTOAN DETAIL 1:250 772 CT LOGGING 5.618 M ANALISA 2.274 CT II. PEMBORAN : SCOUT DRILL JARAK 100-500 M 32 TTK TOTAL KEDALAMAN 5618,7 M III. EVALUASI GO LUAS : 4.058 HA WAKTU: NOP-MEI 1990 (8 BLN) BIAYA: RP.--- I. GEOLOGI ANALISA 4470 CT LOGGING 35.090 M II. PENGUKURAN: TOPOGRAFI 1:1000 – 1.413 HA 1:250 – 101,4 HA III. PEMBORAN BOR EVALUASI JARAK 25M – 50M 149 TTK TOTAL 35.089,8 M IV. PRAFEASIBILITY STUDY 6 BLN V. EVALUASI GO LUAS : 4.000 HA WAKTU: 20 BLN BIAYA: RP.--- PENDAHULUAN TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV

TARGET STRUKTUR KONTROL DAERAH PROSPEK ANOMALI GEOKIMIA PENYEBARAN MINERALISASI PERMUKAAN CADANGAN HIPOTETIK/POSIBLE KORELASI MINERALISASI BAWAH PERMUKAAN PENYEBARAN KADAR MINERALISASI CANGAN PROBABLE PENYEBARAN KADAR/MINERALISA SI PADA TUNNEL KORELASI MINERALISASI BAWAH PERMUKAAN CADANGAN PROBABLE-PROVEN (TERUKUR) STUDI KELAYAKAN AMDAL 2 THN CA DA NG A N TERUK UR DATA TERSISIH

Referensi

Dokumen terkait

Kompilasi data dan informasi serta interpretasi landsat citra mengenai geologi dan sumber daya mineral telah dilakukan selama berlangsungnya eksplorasi mineral fase pertama

Dalam tugas akhir ini akan dibahas mengenai aspek geologi, alterasi dan mineral bijih yang terdapat pada endapan porfiri emas - tembaga di Batu Hijau meliputi

Adapun pengertian dari mineralogi yaitu suatu kajian ilmu dari ilmu geologi yang mempelajari mengenai mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam suatu

Mahasiswa yang telah mengikuti mata ajaran ini diharapkan mampu memahami pemahaman dasar tentang endapan mineral, alterasi hidrotermal, provinsi metalogenik,

Presipitasi mineral bijih sebagai komponen utama atau minor dari batuan beku, seperti endapan intan pada kimberlit, REE pada karbonatit di Zimbabwe.. Separasi akibat

Jika sebuah perusahaan melaporkan Hasil Eksplorasi, dalam kaitannya dengan mineralisasi yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai Sumberdaya Mineral atau Cadangan

TKGL176B33 - Teknik Eksplorasi Mineral 2 SKS, pilihan minat Dalam mata kuliah ini akan dijelaskan tentang pengertian eksplorasi, siklus industri pertambangan, kriteria geologi dalam