• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat ± 25 m. di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2007

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah media PDA, alkohol 70%, kloroks 0,5%, aquades, media dedak, kapas, biakan murni jamur Pythium sp., benih tembakau,

tanah humus, kompos, biakan murni Trichoderma koningii, Trichoderma harzianum, Trichoderma viride, Gliocladium virens.

Alat yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, jarum kait, objek glass, timbangan, shaker, handsprayer, pinset, kotak inokulasi, mikroskop, lampu bunsen, autoclave, oven, selotip, bak perkecambahan, glass ukur, haemocytometer, kantong plastik, karung goni.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 13 perlakuan yaitu :

J0 : Tanpa Jamur Antagonis.

J1 : Jamur Trichoderma koningii dengan kerapatan konidia 104 konidia/ml air. J2 : Jamur Trichoderma koningii dengan kerapatan konidia 106 konidia/ml air.

J3 : Jamur Trichoderma koningii dengan kerapatan konidia 108 konidia/ml air. J4 : Jamur Trichoderma harzianum dengan kerapatan konidia 104 konidia/ml

air.

J5 : Jamur Trichoderma harzianum dengan kerapatan konidia 106 konidia/ml air.

J6 : Jamur Trichoderma harzianum dengan kerapatan konidia 108 konidia/ml air.

J7 : Jamur Trichoderma viridae dengan kerapatan konidia 104 konidia/ml air. J8 : Jamur Trichoderma viridae dengan kerapatan konidia 106 konidia/ml air. J9 : Jamur Trichoderma viridae dengan kerapatan konidia 108 konidia/ml air. J10 : Jamur Gliocladium virens dengan kerapatan konidia 104 konidia/ml air. J11 : Jamur Gliocladium virens dengan kerapatan konidia 106 konidia/ml air. J12 : Jamur Gliocladium virens dengan kerapatan konidia 108 konidia/ml air.

Setiap perlakuan perlakuan diulang sebanyak tiga (3) kali. Jumlah ulangan diperoleh dengan menggunakan rumus : (t-1) (r-1) ≥ 15

(13-1) (r-1) ≥ 15

12 r-12 ≥ 15

12 r ≥ 15

r ≥ 2,25 dibulatkan menjadi tiga (3).

Jumlah tanaman setiap perlakuan adalah sebanyak 100 tanaman, yang ditanam di dalam bak perkecambahan dengan ukuran 50 x 50 x 10 cm.

Model linear yang digunakan adalah : Yij = µ + Ti + ∑ij : i = 1,2,….. t j = 1,2,….. r Dimana :

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum

Ti = Pengaruh perlakuan ke-i

∑ij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (Sastrosupadi, 2000).

Pelaksanan Penelitian

Pembuatan Potato Dextrose Agar (PDA)

Kentang dicuci bersih dan dikupas, seterusnya 200 gr dipotong kecil-kecil, kemudian dimasak dengan aquadest 500 ml sampai mendidih, lalu disaring ekstraknya dengan kain muslin. Pada waktu yang sama dididihkan aquadest steril sebanyak 500 ml bersama dengan agar sebanyak 20 gr, setelah larut disatukan dengan ekstrak kentang ke dalam beaker glass yang berukuran 1 liter, setelah itu dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditutup dengan kapas steril yang dilapisi dengan alumunium foil, lalu dimasukkan ke dalam autoclave untuk disterilkan selama 15 menit dengan suhu 1210 C dan tekanan 1,5 Atm, kemudian PDA dibiarkan hingga panasnya menjadi hangat kuku dan siap dituang ke dalam cawan petri (Gandjar, dkk., 1999).

Penyediaan Inokulum Pythium sp.

Sumber inokulum diambil dari tanaman yang terserang penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh jamur Pythium sp. Dipotong-potong batas antara tanaman yang sakit dan sehat dengan ukuran 3-4 mm dan direndam dengan kloroks 1 % selama 1 menit, selanjutnya dicuci dengan aquadest steril sebanyak 2 kali. Potongan diambil dan diletakkan pada cawan petri yang berisi kertas tissue

supaya kering. Tahap selanjutnya potongan-potongan tersebut ditanam pada cawan petri yang berisi PDA. Jamur yang tumbuh dipisahkan untuk mendapatkan biakan murni. Biakan murni jamur patogen kemudian diperbanyak pada media yang sama pada cawan petri. Biakan yang akan digunakan adalah biakan yang berumur 2 minggu (Supeno, 1999).

Pembuatan Suspensi Jamur Pythium sp.

Pembuatan suspensi jamur patogen dilakukan dengan cara : biakan murni jamur patogen. di dalam cawan petri diberi aquades 10 ml, kemudian dikikis, sehingga bagian yang terdapat pada bagian atas terlepas, selanjutnya suspensi dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan aquades steril sehingga volumenya menjadi 100 ml (Sumaraw, 1999). Sespensi kemudian

diguncang dengan menggunakan shaker dengan kecepatan 200 rpm selama 30 menit untuk membebaskan sporangium dari miselium (Burns dan Benson, 2000). Suspensi jamur patogen yang telah didapat kemudian

diteteskan pada haemocytometer untuk menghitung kerapatan sporangium. Kerapatan sporangium yang digunakan untuk aplikasi adalah 106 sporangium/ml air (Prayogo dan Hardaningsih, 2001).

Kerapatan sporangium dihitung dengan menggunakan rumus:

S = t x 2,5. 103

keterangan :

S : Jumlah sporangium

t : Jumlah sporangium di dalam kotak yang besar 2,5. 103 : Konstanta

(Syafiuddin, 1992).

Pembiakan Jamur Antagonis

Jamur antagonis yang digunakan diperoleh dari BP2TP (Balai Pengembangan Proteksi Tanaman Perkebunan) Sumatera Utara.

Jamur antagonis dibiakkan di dalam cawan petri, isolat diperbanyak dalam media dedak yang diletakkan di kantong plastik. Isolat yang sudah ada kemudian ditanamkan ke dalam media dedak. Isolat jamur antagonis yang diperbanyak dapat digunakan setelah berumur 2 minggu (Sudantha, 1999).

Pembuatan Suspensi Jamur Antagonis

Untuk persiapan aplikasi, jamur antagonis yang telah berumur 2 minggu diambil sebanyak 10 gr dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambahkan

dengan aquades steril sehingga volumenya menjadi 100 ml (Julak, 2006),

kemudian dishaker dengan kecepatan 200 rpm selama 30 menit agar konidia-konidianya terlepas dari miselium, setelah itu disaring dengan

menggunakan kain muslin. Suspensi kemudian diambil 1 tetes dan diteteskan ke haemocytometer untuk dihitung kerapatan

konidianya (Prayogo dan Hardaningsih, 2001). Kerapatan konidia yang digunakan untuk aplikasi adalah 104, 106 dan 108 konidia/ml air (sesuai dengan perlakuan). Apabila dalam perhitungan kerapatan konidia terlalu rapat dan sulit untuk dihitung maka dilakukan pengenceran kembali sampai tingkat kerapatan betul-betul bisa dihitung (Julak, 2006).

Kerapatan konidia dapat dihitung dengan menggunakan rumus : (t x d)

S = x juta konidia per ml (n x 0,25)

Keterangan : S : Jumlah konidia

t : Total konidia di dalam semua kotak yang dihitung

d : Faktor pengenceran. (d =1 jika tidak diencerkan, d =10 jika suspensi diencerkan 1:10 dan seterusnya).

n : Jumlah semua kotak yang dihitung

(Gabriel dan Riyatno dalam Sulistyorini dkk., 1995)

Persiapan Media Semai

Media semai yang digunakan adalah berupa campuran top soil dan kompos dengan perbandingan 1 : 1. Campuran disterilkan dengan cara mengukus dalam drum, dipanaskan pada suhu 1000 C selama 1 jam. Setelah dikukus, tanah dikering anginkan dengan cara menebarkannya diatas karung di dalam ruangan

yang tertutup dengan sirkulasi udara yang baik, setelah itu tanah diisi ke dalam bak-bak perkecambahan (Murdiyati dan Sembiring, 2000). Bak

Inokulasi Jamur Pythium sp.

Inokulasi jamur Pythium sp. dilakukan pada media pada bak perkecambahan dengan cara menyemprot suspensi Pythium sp. diatas permukaan tanah sebanyak 30 ml (Rachmawaty dkk., 1995). Dibiarkan selama 1 minggu dengan ditutupi plastik yang bertujuan untuk mengurangi kontaminan dan menjaga kelembaban tetap tinggi (Santoso dkk., 1999).

Aplikasi Jamur Antagonis

Jamur antagonis diaplikasi 1 minggu setelah jamur Pythium diinokulasikan. aplikasi dilakukan dengan cara menyemprot suspensi di atas

permukaan tanah sebanyak 30 ml dan ditutup kembali dengan plastik selama 1 minggu sebelum penyemaian dilakukan (Murdan dan Thoyibah, 1997).

Penyemaian Benih

Penyemaian benih dilakukan 1 minggu setelah aplikasi jamur antagonis, sebelumnya dilakukan seleksi pada benih yang akan ditanam. Direndam dengan

air, dilakukan desinfeksi dengan menggunakan larutan alkohol 70 % selama 3 menit. Selanjutnya dibilas dengan air steril (Santoso dkk, 1999). Penyemaian

dilakukan pada bak-bak perkecambahan dengan menanam 100 benih pada tiap-tiap bak.

Peubah Pengamatan

Persentase Perkecambahan

Pengamatan persentase perkecambahan benih tembakau dilakukan sebanyak dua kali yaitu 7 dan 14 hari setelah semai karena ada perbedaan lama dormansi biji (Deptan, 2005). Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati benih

tembakau yang telah berkecambah. Persentase perkecambahan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

a

P = X 100% a + b

keterangan :

P = Persentase Perkecambahan

a = Jumlah benih yang berkecambah normal b = Jumlah benih yang tidak berkecambah

Intensitas Serangan Damping off (Rebah Kecambah)

Pengamatan parameter intensitas serangan rebah kecambah (Pythium sp.) dilakukan pada saat tanaman berumur 40-45 hari setelah semai. Hal

ini dilakukan karena bibit tembakau dapat dipindahtanamkan ke lapangan setelah berumur 40-45 hari setelah semai (Murdiyati dan Sembiring, 2000).

Pada umur 40-45 hari setelah semai, tanaman dibongkar dan akar dicuci dengan air mengalir, kemudian dihitung intensitas serangan rebah kecambah atau busuk pangkal akar.

Menurut Filonow dan Dole (1999) intensitas serangan rebah kecambah dan busuk pangkal akar (Pythium sp.) dihitung dengan menggunakan rumus :

IS = ( )x100% NxZ nxv

dimana : IS = Intensitas serangan

n = Jumlah tanaman pada tiap skoring

N = Jumlah tanaman yang diamati Z = Nilai skoring tertinggi

Skala serangan yang digunakan adalah : Skala 0 : Tanaman sehat

Skala 1 : 1-25 % busuk Skala 2 : 26-50 % busuk Skala 3 : 51-75 % busuk Skala 4 : >75 % busuk

Dokumen terkait