• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode dan Alat Analisis yang Digunakan Dalam Strategi Pengembangan Usaha

DAFTAR LAMPIRAN

2.4. Metode dan Alat Analisis yang Digunakan Dalam Strategi Pengembangan Usaha

Banten lebih menekankan permasalahan pada produktivitas produk yang dihasilkan, yaitu koperasi belum mampu memenuhi pasokan produk yang diminta oleh konsumen karena produksi dari produk yang dihasilkan oleh masing-masing anggota masih rendah, sehingga menyebabkan tingkat produksi koperasi juga masih dibawah rata-rata.

Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh KUD Puspa Mekar tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang dihadapi oleh kedua koperasi dalam penelitian Dharmanthi (2009) dan Romadhona (2010), yaitu masih terkait dengan kondisi anggota dan produktivitas produk yang dihasilkan. Adapun permasalahan tersebut adalah masih kurangnya partisipasi dan loyalitas anggota terhadap KUD Puspa Mekar serta produktivitas susu yang dihasilkan oleh KUD Puspa Mekar masih rendah sehingga memiliki keterbatasan dalam memenuhi kapasitas produksi yang dibutuhkan IPS. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh koperasi-koperasi tersebut termasuk KUD Puspa Mekar, maka diperlukan langkah-langkah strategis dengan menggunakan metode dan berbagai alat analisis yang mendukung dalam merumuskan strategi pengembangan usaha bagi koperasinya.

2.4. Metode dan Alat Analisis yang Digunakan Dalam Strategi Pengembangan Usaha

Penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan usaha baik bagi perusahaan maupun koperasi menunjukkan bahwa pada umumnya metode analisis yang digunakan adalah analisis lingkungan usaha melalui analisis tahapan

21  

formulasi strategi yang dikemukakan oleh David (2009) yaitu terdiri dari tiga tahapan analisis meliputi tahap input, tahap pencocokan, dan tahap pengambilan keputusan. Beberapa alat analisis yang dapat digunakan dalam tahap input, antara lain matriks Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE), dan Competitive Profile Matrix (CPM). Namun, CPM lebih tepat digunakan untuk penelitian mengenai strategi bersaing karena untuk mengidentifikasi para pesaing utama perusahaan mengenai kekuatan dan kelemahan utama mereka dalam hubungannya dengan posisi strategis perusahaan. Oleh karena itu, penelitian terdahulu yang dilakukan untuk merumuskan strategi pengembangan usaha pada umumnya menggunakan matriks IFE dan EFE karena untuk memperlihatkan secara jelas kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang dihadapi.

Hal ini dapat dilihat pada penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan usaha pada koperasi yang dilakukan oleh Dharmanthi (2009) dan Romadhona (2010). Kedua penelitian ini menggunakan alat analisis matriks IFE dan EFE dalam mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal usahanya. Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal melalui analisis matriks IFE, maka kekuatan dan kelemahan utama yang dimiliki oleh kedua koperasi tersebut pada umumnya berturut-turut adalah citra/image yang diciptakan oleh koperasi dan kurangnya partisipasi serta loyalitas anggota terhadap koperasi. Hasil identifikasi ini menyebutkan bahwa kekuatan utama yang dimiliki oleh kedua koperasi tersebut terletak pada pengurus yang berpengalaman, fasilitas yang memadai, memiliki hubungan baik dengan pemerintah dan instansi lainnya, serta kualitas bahan baku yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Kekuatan inilah yang menciptakan citra koperasi di mata anggota, masyarakat awam, dan pemerintah. Sedangkan, kelemahan utama yang diimiliki oleh kedua koperasi tersebut adalah kurangnya pelayanan yang dilakukan koperasi terhadap anggotanya sehingga anggota kurang merasakan manfaat berkoperasi dan menyebabkan partisipasi serta loyalitas anggota terhadap koperasi semakin berkurang. Hasil identifikasi faktor eksternal melalui analisis matriks EFE dari kedua penelitian ini menunjukkan bahwa peluang dan ancaman utama yang pada umumnya dihadapi oleh kedua koperasi tersebut berturut-turut adalah banyaknya pembeli yang

22  

potensial dan persaingan dengan para pesaing (pendatang baru). Banyaknya pembeli potensial mengindikasikan adanya peningkatan permintaan terhadap produk yang dihasilkan koperasi, sehingga dapat membuka peluang bagi koperasi untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan, koperasi yang bergerak pada industri yang memiliki hambatan masuk yang rendah akan menyebabkan pendatang baru mudah masuk ke dalam industri. Hal ini merupakan ancaman yang memaksa koperasi untuk dapat bersaing dengan koperasi lainnya atau bahkan dengan perusahaan swasta terhadap produk yang berada dalam satu industri yang sama.

Berdasarkan hasil analisis matriks IFE dan EFE dalam penelitian Dharmanthi (2009) dan Romadhona (2010), maka faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman utama yang dihasilkan dapat menjadi faktor penentu dalam mengidentifikasi dan menganalisis faktor internal dan eksternal di KUD Puspa Mekar, antara lain yang terkait dengan manajemen dan kepengurusan koperasi, sarana dan prasarana yang dimiliki, kualitas produk yang dihasilkan, pelayanan terhadap anggota, hubungan kerja sama yang dijalin dengan pihak terkait, pembeli potensial, dan persaingan dengan para pesaing atau pendatang baru.

Tahap pencocokan berfokus pada upaya menghasilkan alternatif strategi yang dapat dijalankan dengan memadukan faktor internal dan eksternal yang telah diperoleh sebelumnya pada tahap input. Terdapat beberapa alat analisis yang digunakan dalam tahap ini, antara lain matriks Strenght-Weakness-Opportunity- Threat (SWOT), Strategic Position and Action Evaluation (SPACE), Boston Consulting Group (BCG), Internal-External (I-E), dan Grand Strategy. Tiap alat analisis berupaya menentukan posisi perusahaan dengan mengkombinasikan antara kondisi internal dan eksternal, namun dengan sudut pandang yang berbeda. Matriks Grand Strategy lebih memfokuskan pada persaingan serta pertumbuhan industri, sehingga strategi yang dirumuskan lebih berfokus pada strategi memenangkan persaingan. Matriks BCG kurang tepat untuk memetakan hanya satu divisi saja. Sedangkan, analisis internal dan eksternal yang dilakukan dalam matriks SPACE tidak dapat mencakup seluruh aspek internal dan eksternal seperti dalam matriks I-E. Pada matriks I-E, pemetaan kondisi organisasi lebih detail

23  

karena terdapat sembilan sel yang berbeda. Informasi yang dikumpulkan dalam matriks I-E juga lebih akurat karena mencakup seluruh aspek bisnis, baik internal dan eksternal. Namun, strategi yang dirumuskan dalam matriks I-E belum sempurna karena strategi belum disesuaikan dengan kondisi spesifik perusahaan, antara lain kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancamannya. Strategi yang dirumuskan dalam matriks SWOT merupakan kombinasi faktor strategis perusahaan sehingga bersifat aplikatif. Strategi tersebut juga telah disesuaikan dengan kondisi perusahaan berdasarkan informasi yang diperoleh melalui analisis matriks I-E.

Berdasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki tiap alat analisis tersebut, maka penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan usaha pada umumnya menggunakan matriks I-E dan SWOT dalam tahap pencocokannya. Hal ini dapat dilihat pada penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan usaha pada koperasi yang dilakukan oleh Dharmanthi (2009) dan Romadhona (2010) yang menunjukkan bahwa kedua penelitian tersebut selanjutnya menggunakan analisis matriks I-E dan SWOT pada tahap pencocokan, yaitu dengan mengkombinasikan hasil dari analisis yang telah dilakukan sebelumnya melalui matriks IFE dan EFE pada tahap input untuk menghasilkan beberapa alternatif strategi. Hasil analisis pada tahap pencocokan ini menempatkan posisi kedua koperasi pada area sel yang sama pada matriks I-E, yaitu pada area sel V yang artinya bertahan dan memelihara, dimana strategi yang umum digunakan adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. Posisi koperasi pada area sel V dari kedua penelitian ini dapat menghasilkan strategi yang lebih aplikatif, yaitu dengan menggunakan matriks SWOT, sehingga keduanya menghasilkan beberapa alternatif strategi yang pada umumnya adalah meningkatkan penjualan dengan meningkatkan promosi, mengembangkan kemampuan karyawan dan pelayanan kepada anggota/konsumen, serta menjalin hubungan kerja sama dan komunikasi yang baik dengan pemerintah atau instansi-instansi terkait dengan pengembangan produk.

Hasil analisis matriks I-E dan SWOT yang diperoleh dari penelitian terdahulu mengenai strategi pengembangan usaha pada koperasi berbeda pada perusahaan. Seperti hasil analisis matriks I-E dalam penelitian Sirait (2009)

24  

mengenai Strategi Pengembangan Usaha Peternakan Kambing Perah Pada PT. Caprito A. P Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor dan Yulianti (2009) mengenai Formulasi Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Waduk Bojongsari yang menempatkan posisi kedua perusahaan pada area sel II yang artinya tumbuh dan membangun. Adapun strategi yang tepat adalah dengan melakukan strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integratif ke depan (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, atau integrasi horizontal). Hasil dari matriks SWOT dalam kedua penelitian ini menghasilkan beberapa alternatif yang pada umumnya adalah mengoptimalkan pemberdayaan sumber daya, meningkatkan kegiatan promosi dan memperluas jangkauan pasar, serta meningkatkan kemitraan dan menjalin kerja sama yang baik dengan pihak terkait. Namun, tidak menutup kemungkinan hasil analisis matriks I-E dan SWOT yang diperoleh dalam penelitian mengenai strategi pengembangan usaha pada koperasi akan sama pada perusahaan, hanya saja perlu disesuaikan kembali dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan/koperasi.

Tahap pengambilan keputusan bertujuan untuk menentukan prioritas strategi yang disukai atau dipilih perusahaan untuk dilaksanakan pada saat ini. Terdapat beberapa alat analisis yang pada umumnya digunakan dalam penelitian terdahulu untuk menentukan prioritas strategi, antara lain matriks Quantitative Strategic Planning (QSP) dan Analitical Hierarchy Process (AHP). Matriks QSP digunakan untuk menentukan kemenarikan relatif dari tiap alternatif. Faktor kunci strategi dapat dipertimbangkan secara berurutan atau bersamaan dengan tidak adanya batasan strategi yang dievaluasi. Kelemahan matriks QSP adalah responden hanya memberi penilaian secara subjektif tanpa memperhatikan faktor- faktor yang mempengaruhi strategi yang ada. Sedangkan, AHP merupakan proses yang menggabungkan penilaian kuantitatif dan kualitatif sehingga penilaian dan pertimbangan responden dapat diketahui secara akurat dan jelas. Hal ini dapat dilihat pada penelitian terdahulu mengenai startegi pengembangan usaha pada perusahaan yang dilakukan oleh Sirait (2009) dan Yulianti (2009). Sirait (2009) menggunakan matriks QSP pada tahap pengambilan keputusan dengan menghasilkan urutan prioritas strategi secara lebih subjektif karena alat analisis ini