• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

K. Metode Analisa Data

Metode analisa data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah analisa statistika yaitu multiple regression dengan menggunakan bantuan program SPSS version 16 for windows. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis maka dilakukan terlebih dahulu uji asumsi yang juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

menggunakan bantuan program SPSS version 16 for windows. Adapun uji asumsi yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Uji normalitas

Ghozali (2011) menyatakan bahwa uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sifat distribusi data penelitian yang berfungsi untuk mengetahui apakah sampel yang diambil normal atau tidak dengan menguji sebaran data yang dianalisis. Pada analisis regresi diasumsikan bahwa variabel memiliki distribusi normal. Variabel yang tidak terdistribusi secara normal, dapat mendistorsi hubungan dan tes signifikansi (Cohen, Cohen, West & Aiken, 2003). Pada penelitian ini, untuk menguji sebaran data normal atau tidak maka peneliti menggunakan metode one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan kaidah uji yaitu: jika p > 0,05 maka sebaran datanya adalah normal;

sedangkan apabila p < 0,05 maka sebaran datanya tidak normal.

2. Uji Linieritas

Analisis regresi berganda hanya dapat memperkirakan hubungan antara IV dan DV secara akurat apabila hubungan yang terbentuk adalah linier. Apabila hubungan yang terbentuk tidak linier, maka hasil analisis regresi jauh di bawah hubungan yang sebenarnya dan akan meningkatkan kemungkinan terjadinya error (Cohen, Cohen, West & Aiken, 2003).

Prinsip uji linieritas adalah untuk melihat apakah penyimpangan garis hubungan antara data menjauhi atau mendekati garis linier. Kaidah uji adalah apabila p < 0,05 maka hubungannya dikatakan tidak linier, artinya

64

penyimpangannya besar. Sedangkan apabila p > 0,05, maka hubungannya dikatakan linier, artinya penyimpangannya kecil.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda maka diindikasikan terjadi heteroskedastisitas. Ketika heteroskedastisitas terjadi, maka dapat memicu distorsi hasil dan melemahkan hasil analisis. Hasil regresi yang baik ialah jika tidak terjadi heteroskedastisitas melainkan homoskedastisitas (Cohen, Cohen, West & Aiken, 2003).

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan uji heteroskedastisitas, yaitu uji grafik plot, uji park, uji glejser, dan uji white.

Pengujian pada penelitian ini menggunakan Grafik Plot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID (Ghozali, 2011). Deteksi adanya heteroskedastisitas dengan melihat kurva heteroskedastisitas atau diagram pencar (chart), dengan dasar pemikiran sebagai berikut :

a. Jika titik-titik terikat menyebar secara acak membentuk pola tertentu yang beraturan (bergelombang), melebar kemudian menyempit maka terjadi heteroskedostisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar baik dibawah atau diatas 0 ada sumbu Y maka hal ini tidak terjadi heteroskedastisitas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dalam analisis regresi berganda bertujuan untuk memastikan tidak terjadinya korelasi serial antar residual. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat permasalahan autokorelasi yang merupakan korelasi yang terjadi antara variabel bebas itu sendiri. Adanya korelasi serial atau autokorelasi antar residual akan menyebabkan variance kesalahan tidak minimum sebagai syarat dalam analisis regresi linier baik sampel kecil maupun sampel besar (Gujarati, 2006).

Pada penelitian ini untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson (DW test). Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi perlu dikemukakan hipotesis dalam bentuk hipotesis nol yaitu tidak terjadi adanya autokorelasi diantara data pengamatan dan hipotesis alternative yaitu terjadi adanya autokorelasi diantara data pengamatan. Data yang dikatakan bebas autokorelasi jika nilai statistik dari uji Durbin-Watson 1 > D > 3 yang berarti lebih kecil dari 1 atau lebih besar dari 3 (Field, 2009).

5. Uji multikolinieritas

Adanya korelasi antara IV yang satu dengan IV lain dalam persamaan regresi dikatakan sebagai masalah multikolinieritas. Multikolinieritas menyebabkan kurang tepatnya perkiraan koefisien regresi dimana koefisien regresi akan memiliki standard error yang sangat besar sehingga tidak dapat diandalkan. Selain itu, kondisi multikolinieritas juga akan menyebabkan

66

koefisien regresi menjadi lebih sulit untuk ditafsirkan (Cohen, Cohen, West &

Aiken, 2003). Adapun model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independennya. Ada tidaknya multikolinieritas dalam model regresi dapat dilihat dari nilai variable inflation factor (VIF)dan nilai tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinieritas adalah mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1, angka tolerance mendekati 1.

Sementara keberadaan multikolinearitas di dalam suatu model regresi dapat dideteksi apabila nilai tolerance< 0,10 atau jika nilai VIF > 10 (Ghozali, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti menguraikan tentang hasil penelitian. Pembahasan akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, uji asumsi data penelitian, analisa dan interpretasi data penelitian serta pembahasan hasil penelitian.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Gambaran umum subjek penelitian diperoleh dari data diri atau identitas subjek yang tercantum pada skala penelitian. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 201 karyawan level staff PT. Industri Karet Deli. Adapun data diri yang dicantumkan pada skala yang digunakan terdiri dari usia, pendidikan terakhir, unit kerja dan lama kerja di perusahaan. Berikut uraian dari penyebaran subjek penelitian:

A.1. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia

Sesuai dengan aturan Undang-Undang Republik Indonesia, bahwa usia kerja yang berlaku di Indonesiaadalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Super

(1990) mengemukakan tahapan perkembangan karir yang dibagi menjadi lima, yaitu : tahap pertumbuhan/growth (0-14 tahun), tahap eksplorasi/exploration (15-24 tahun), tahap penetapan/establishment (25-44), tahap pemeliharaan/maintenance (45-64) dan tahap penurunan/decline (65+). Pada

68

penelitian ini, subjek berada pada tahap eksplorasi, penetapan dan penurunan.

Berikut adalah tabel yang menggambarkan persebaran subjek berdasarkan usia : Tabel 4.1

Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia

No. Tahapan Jumlah Persentase

1. Eksplorasi (15-24 tahun)

9 4.5%

2. Penetapan

(25-44 tahun)

123 61.2%

3. Penurunan

(45-64 tahun)

69 34.3%

Total 201 100%

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek berada pada tahap penetapan yaitu sebanyak 61.2 %. Sementara kelompok subjek terkecil berada pada tahap eksplorasi yaitu sebanyak 4.5%.

A.2. Gambaran Subjek Penilitian berdasarkan Pendidikan Terakhir

Berdasarkan pendidikan terakhir, penyebarab subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 4.2

Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Pendidikan Terakhir

No. Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase

1. SMA Sederajat 153 76.1%

2. D3 8 4%

3. S1 36 17.9%

4. S2 4 2%

Total 201 100%

Dari tabel 4.2, dapat dilihat bahwa subjek penelitian terbanyak adalah dengan pendidikan terkhir SMA sederajat yaitu 153 orang (76.1%). Sementara 34.9% lainnya memiliki pendidikan terakhir D3, S1 dan S2.

A.3. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Masa Kerja

Morrow dan McElroy (1987) membagi masa kerja menjadi tiga tahapan, yaitu :

1. Tahap pembentukan (establishment stage) : masa kerja di bawah 2 tahun 2. Tahap lanjutan (advancement stage) : masa kerja 2-10 tahun

3. Tahap pemeliharaan (maintenance stage) : masa kerja di atas 10 tahun Berikut ialah gambaran subjek penelitian yang diklasifikasikan berdasarkan konsep Morrow dan McElroy (1987) :

70

Tabel 4.3

Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Masa Kerja

No. Masa Kerja (tahun) Jumlah Persentase

1. < 2 6 3% kerja 2-10 tahun (tahap lanjutan) yaitu sebesar 30.8%.

B. Uji Asumsi

Uji asumsi bertujuan untuk melihat apakah data yang akan dianalisis telah memenuhi asumsi dasar regresi yaitu normalitas, uji linearitas, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi.

B.1. Uji Asumsi Normalitas

Uji normalitas sebaran dilakukan dengan menggunakan one sample kolmogorov smirnov test. Kaidah normal yang digunakan adalah jika taraf signifikan (p) > 0.05 maka sebarannya dinyatakan normal dan sebaliknya jika p <

0.05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal. Adapun hasil uji normalitas pada skala penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 4.4

Hasil Uji Normalitas

Variabel

Kolmogorov-Smirnova

Keterangan

Keterikatan Kerja 0.294 Normal

Persepsi Dukungan Organisasi 0.095 Normal

Komunikasi Internal 0.652 Normal

Uji normalitas dilakukan pada variabel keterikatan kerja, persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal. Analisis data kolmogorov smirnov menunjukkan bahwa variabel keterikatan kerja menunjukkan sebaran normal dengan nilai signifikansi (p) = 0.294 >0.05. Pada variabel persepsi dukungan organisasi juga menunjukkan sebaran normal dengan nilai signifikansi (p) = 0.095 > 0.05. Variabel komunikasi internal juga menunjukkan sebaran normal dengan nilai signifikansi (p) = 0.652 < 0.05.

B.2. Uji Asumsi Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian linier atau tidak dengan melihat nilai signifikansi pada test of linierity. Data penelitian dikatakan linier apabila nilai signifikansi > 0.05.Adapun hasil uji linearitas pada variabel penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

72

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hubungan variabel keterikatan kerja dengan persepsi dukungan organisasi memiliki nilai signifikansi (p) sebesar 0.000. Hubungan variabel keterikatan kerja dengan komunikasi internal juga menunjukkan nilai signifikansi (p) sebesar 0.000. Kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa uji asumsi linieritas terpenuhi dimana nilai p > 0.05.

B.3. Uji Asumsi Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin Watson. Pengujian dikatakan memenuhi asumsi autokorelasi apabila nilai Durbn Watson adalah 1 <

DW > 3. Adapun hasil pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6

Dari tabel 4.6 diketahui nilai Durbin Watson sebesar 1.444 (1 < DW < 3).

Hal ini berarti tidak terdapat autokolerasi pada model regresi yang digunakan.

B.4. Uji Asumsi Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antara variabel bebas dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas.

Multikolinearitas dalam model regresi dapat dideteksi apabila nilai toleransi < 0.1 atau nilai variance inflation factor (VIF) ≥ 10. Adapun hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7

Hasil Uji Multikolinearitas

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

(Constant)

Persepsi Dukungan Organisasi

.510 1.960

Komunikasi Internal .510 1.960

Berdasarkantabel 4.7,diketahuibahwanilaitoleransiuntukpersepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal adalah 0.510 yang berartilebih besardari 0.1.Sementaraitu, nilai VIF adalah 1.960 yang berarti lebih kecildari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada model regresi.

74

B.5. Uji Asumsi Heteroskedastisitas

Ujiheteroskedastisitasbertujuanuntukmengujiapakahpada model regresiterdapatketidaksamaanvariandari residual satupengamatankepengamatan lain. Dalam penelitian ini untuk mendeteksi terjadinya gejala heterokedesitas dapat dilakukan dengan pendekatan analisa grafik dari residual. Adapun hasil grafik dari penelitian adalah:

Grafik 1

Grafik persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal terhadap keterikatan kerja

Dari grafik 1 dapat dilihat bahwa sebaran titik dalam grafik menyebar secara acak disekitar 0, dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Maka disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dalam model regresi penelitian ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

C. Hasil Uji Hipotesis Penelitian

Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah regresi berganda.Adapun penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel prediktor yaitupersepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal, serta 1 (satu) variabel kriteria yaitu keterikatan kerja.

C.1. Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Keterikatan Kerja Hipotesis pertama pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif persepsi dukungan organisasi terhadap keterikatan kerja. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan analisa regresi sederhana. Dari hasil uji statistik regresi sederhana antara pengaruh persepsi dukungan organisasi(X1) dengan keterikatan kerja (Y) diperoleh hasil seperti tabel di bawah ini:

Tabel 4.8

Hasil Model Regresi Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Keterikatan Kerja

Model Mean Square F Sig.

Persepsi Dukungan Organisasi*Keterikatan Kerja

Regression 8781.118 65.362 0.000

Residual 134.347

Berdasarkan tabel 4.8, dihasilkan F sebesar 65.362 dengan tingkat signifikansi (p) sebesar 0.000. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi dukungan organisasiberpengaruh signifikan terhadap keterikatan kerja.

Untuk mengetahui besarnya pengaruh persepsi dukungan organisasiterhadap

76

keterikatan kerja, dilakukan uji determinasi R dengan hasil seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.9

Hasil Uji Determinasi R Persepsi Dukungan OrganisasiTerhadap Keterikatan Kerja

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate Persepsi Dukungan

Organisasi*Keterikatan Kerja

0.497 0.247 0.243 11.59081

Berdasarkan tabel 4.9, dapat dilihat nilai R sebesar 0,497 yang bernilai positif yang berarti terdapat pengaruh positif antara persepsi dukungan organisasi dan keterikatan kerja, artinya semakin kuat dukungan organisasi yang dipersepsikan oleh subjek penelitian maka semakin tinggi juga tingkat keterikatan kerjanya.

Hasil pengujian hipotesis di atas didukung oleh hasil penelitian dari nilai koefisien determinan (adjusted R square) yaitu sebesar 0.243, artinya sumbangan variabel persepsi dukungan organisasi terhadap keterikatan kerja adalah sebesar 24.3 % sedangkan sisanya sebesar 75.7 % dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model penelitian. Dengan demikian, dari penejelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama pada penelitian ini diterima, persepsi dukungan organisasiberpengaruh positif dan signifikan terhadap keterikatan kerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Untuk mengetahui hubungan antara variabel, variabel bebas (persepsi dukungan organisasi) terhadap variabel terikat (keterikatan kerja) dilihat dari koefisien korelasi parsial sebagaimana pada tabel berikut:

Tabel 4.10

Hasil Koefisien Korelasi Parsial Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Keterikatan Kerja

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

POS*KK (Constant) 29.984 3.553 8.440 0.000

POS 0.489 0.061 0.497 8.085 0.000

Dari tabel 4.10, diperoleh nilai beta sebesar 0.497 dengan t sebesar 8.085 dan nilai signifikansi 0.000 < 0,05. Hal ini berarti variabel persepsi dukungan organisasi berpengaruh signifikan terhadap keterikatan kerja. Adapun persamaan garis regresi linier didapat Y = 29.984 + 0.489 X1. Artinya, jika persepsi dukungan organisasi (X1) bernilai 1 maka keterikatan kerja (Y) bernilai 30.473.

C.2. Pengaruh Komunikasi Internal terhadap Keterikatan Kerja

Hipotesis kedua pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif komunikasi internal terhadap keterikatan kerja. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan analisa regresi sederhana. Dari hasil uji statistik regresi sederhana antara pengaruh komunikasi internal(X2) dengan keterikatan kerja (Y) diperoleh hasil seperti tabel di bawah ini:

78

Tabel 4.11

Hasil Model Regresi Komunikasi Internal terhadap Keterikatan Kerja

Model Mean Square F Sig.

Komunikasi

Internal*Keterikatan Kerja

Regression 9997.320 77.961 0.000

Residual 128.235

Berdasarkan tabel 4.11, dihasilkan F sebesar 77.961dengan tingkat signifikansi (p) sebesar 0.000. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi internalberpengaruh signifikan terhadap keterikatan kerja. Untuk mengetahui besarnya pengaruh komunikasi internalterhadap keterikatan kerja, dilakukan uji determinasi R dengan hasil seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.12

Hasil Uji Determinasi R Komunikasi InternalTerhadap Keterikatan Kerja

Model R R Square Adjusted R positif yang berarti terdapat pengaruh positif antara komunikasi internal dan keterikatan kerja, artinya semakin efektif komunikasi internalyang dirasakan karyawan PT. IKD maka semakin tinggi juga tingkat keterikatan kerja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hasil pengujian hipotesis di atas didukung oleh hasil penelitian dari nilai koefisien determinan (adjusted R square) yaitu sebesar 0.278, artinya sumbangan variabel komunikasi internal terhadap keterikatan kerja adalah sebesar 27.8%

sedangkan sisanya sebesar 72.2% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model penelitian. Dengan demikian, dari penejelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua pada penelitian ini diterima, komunikasi internalberpengaruh positif dan signifikan terhadap keterikatan kerja.

Untuk mengetahui hubungan antara variabel, variabel bebas (persepsi dukungan organisasi) terhadap variabel terikat (keterikatan kerja) dilihat dari koefisien korelasi parsial sebagaimana pada tabel berikut:

Tabel 4.13

Hasil Koefisien Korelasi Parsial Komunikasi Internal terhadap Keterikatan Kerja

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

KI*KK (Constant) 20.009 4.369 4.580 0.000

KI 0.558 0.063 0.531 8.830 0.000

Dari tabel 4.13, diperoleh nilai beta sebesar 0.531 dengan t sebesar 8.830 dan nilai signifikansi 0.000 < 0,05. Hal ini berarti variabel komunikasi internal berpengaruh signifikan terhadap keterikatan kerja. Adapun persamaan garis regresi linier didapat Ŷ = 20.009 + 0.558 X2. Artinya, jika komunikasi internal (X2) bernilai 1 maka keterikatan kerja (Y) bernilai 20.567

80

C.3. Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi dan Komunikasi Internal terhadap Keterikatan Kerja

Hipotesis ketiga pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh positif persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal terhadap keterikatan kerja.

Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan analisa regresi berganda.

Dari hasil uji statistik regresi berganda antara pengaruh persepsi dukungan organisasi (X1) dan komunikasi internal(X2) dengan keterikatan kerja (Y) diperoleh hasil seperti tabel di bawah ini:

Tabel 4.14

Hasil Model Regresi Persepsi Dukungan Organisasi dan Komunikasi Internal terhadap Keterikatan Kerja

Model Mean Square F Sig.

Persepsi Dukungan Organisasi, Komunikasi Internal*Keterikatan Kerja

Regression 5550.804 45.017 0.000

Residual 123.306

Berdasarkan tabel 4.14, dihasilkan F sebesar 45.017dengan tingkat signifikansi (p) sebesar 0.000. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internalberpengaruh signifikan terhadap keterikatan kerja. Untuk mengetahui besarnya pengaruh persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal secara bersama-samaterhadap keterikatan kerja, dilakukan uji determinasi R dengan hasil seperti pada tabel berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tabel 4.15

Hasil Uji Determinasi R Persepsi Dukungan Organisasi dan Komunikasi InternalTerhadap Keterikatan Kerja

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate Persepsi Dukungan

Organisasi, Komunikasi Internal*Keterikatan Kerja

0.559 0.313 0.306 11.10431

Berdasarkan tabel 4.15,dapat dilihat nilai R sebesar 0.559 yang bernilai positif yang berarti terdapat pengaruh positif antara persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal terhadap keterikatan kerja, artinya semakin kuat dukungan organisasi yang dipersepsikan dan semakin efektif komunikasi internalyang dirasakan karyawan PT. IKD maka semakin tinggi juga tingkat keterikatan kerja.

Hasil pengujian hipotesis di atas didukung oleh hasil penelitian dari nilai koefisien determinan (adjusted R square) yaitu sebesar 0.306, artinya sumbangan variabel persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal secara bersama-sama terhadap keterikatan kerja adalah sebesar 30.6% sedangkan sisanya sebesar 69.4% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model penelitian. Dengan demikian, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga pada penelitian ini diterima, persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internalberpengaruh positif dan signifikan terhadap keterikatan kerja.

82

Untuk mengetahui hubungan antara variabel, variabel bebas (persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal) terhadap variabel terikat (keterikatan kerja) dilihat dari koefisien korelasi parsial sebagaimana pada tabel berikut:

Tabel 4.16

Hasil Koefisien Korelasi Parsial Persepsi Dukungan Organisasi dan Komunikasi Internal terhadap Keterikatan Kerja

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 18.481 4.315 4.283 0.000

POS 0.243 0.081 0.247 2.993 0.003

KI 0.376 0.087 0.358 4.338 0.000

Dari tabel 4.16, diperoleh nilai signifikansi variabel persepsi dukungan organisasi sebesar 0.003 dan variabel komunikasi internal sebesar 0.000 dimana keduanya lebih kecil daro 0.05. Dengan demikian, variabel persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal berpengaruh signifikan terhadap keterikatan kerja.

Persamaan garis regresi liniernya yaitu Ŷ = 18.481 + 0.243 X1 + 0.376 X2. Artinya, bila persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal masing-masing bernilai 1, maka keterikatan kerja (Y) bernilai 19.1.

.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

D. Hasil Tambahan Penelitian

Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan gambaran keterikatan kerja, persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal pada karyawan level staff PT. Industri Karet Deli berdasarkan nilai mean hipotetik dan mean empirik.

Skorhipotetikdiperolehdaritinggirendahnyaskorsubjektergantungdariposisinyapad

arentangskor yang

memungkinkandiperolehpadasebuahalatukur.Alatukurketerikatan kerjaberjumlah 14aitem, persepsi dukungan organisasiberjumlah13aitem, dan komunikasi internalberjumlah14aitem. Pada skala keterikatan kerja, skor bergerak dari angka 0 sampai 6. Sementara pada skala persepsi dukungan organisasi dan komunikasi internal skor bergerak dari angka 1 sampai7. Adapunrumus mean hipotetikdanstandardeviasiyaitu:

- Rumus mean hipotetik:

Keterangan :

µ : Mean (rata-rata) hipotetik i_max : Skormaksimal item i_min : Skor minimal item

∑k : jumlah item

- Rumusstandardeviasihipotetik:

Keterangan :

σ : Standardeviasihipotetik X_max : Skormaksimalsubjek X_min : Skor minimal subjek

µ=1/2(i_max+i_min)∑k

σ=1/6(Xmax – Xmin)k

84

Sedangkan penggunaan statistika empirik menggunakan acuan pada subjek di populasi karena tinggi rendahnya sebuah makna skor tergantung dari populasi. Kemudian juga dipaparkan pengelompokan data penelitian dengan mengacu pada kriteria kategorisasi. Penggolongan mengacu pada data meanhipotetik dan standar deviasi (Azwar, 2012) dengan rumus kategori sebagai berikut:

- Tinggi : > Mean + 1 (SD)

- Sedang : Mean – 1 (SD) < X < Mean + 1 (SD) - Rendah : < Mean – 1 (SD)

D.1. Gambaran Keterikatan Kerja pada Karyawan Level Staff di PT.

Industri Karet Deli

Gambaran skor keterikatan kerja pada karyawan level staff di PT. Industri Karet Deli dapat dilihat melalui perbedaan antara mean empirik dan mean hipotetik skor skala keterikatan kerja seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 4.17

Perbedaan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Keterikatan Kerja pada Karyawan Level Staff di PT. Industri Karet Deli

Hipotetik Empirik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD Keterikatan Kerja 0 84 42 14 12 84 57.94 13.33

Vigor 0 24 12 4 0 24 15.61 4.26

Dedication 0 42 21 7 6 42 29.62 7.77

Absorption 0 18 9 3 5 18 12.71 3.62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Berdasarkan tabel 4.17, diperoleh mean empirik keterikatan kerja sebesar 57.94 dengan standar deviasi sebesar 13.33. Sedangkan mean hipotetik sebesar 42 dengan standar deviasi sebesar 14. Dari perbandingan antara mean empirik dengan mean hipotetik skor keterikatan kerja, terlihat bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik (57.94 > 42). Begitu pula pada ketiga aspek keterikatan kerja, yaitu vigor, dedication dan absorption, juga terlihat bahwa mean empirik lebih besar daripada mean hipotetik. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat keterikatan kerja pada subjek penelitian lebih tinggi dibanding rata-rata tingkat keterikatan kerja pada populasi penelitian.

Selanjutnya berdasarkan nilai mean dan standar deviasi dilakukan kategorisasi berdasarkan nilai hipotetik seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.18

Kategorisasi Skor Keterikatan Kerja

Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

Keterikatan Kerja X > 56 Tinggi 118 58.7%

28 < X < 56 Sedang 79 39.3%

X < 28 Rendah 4 2%

Total 201 100%

Berdasarkan kategorisasi pada tabel 4.18, dapat dilihat bahwa sebagian besar karyawan tetap level staff di PT. Industri Karet Deli memiliki tingkat keterikatan kerja yang tergolong tinggi yaitu sebanyak 118 orang (58.7%).

86

Sementara yang tergolong rendah hanya sebanyak 4 orang (2%) dan sisanya tergolong dalam kategori sedang yaitu sebanyak 79 orang (39.3%).

Untuk melihat gambaran yang lebih detil terkait skor keterikatan kerja pada karyawan tetap level staff di PT. Industri Karet Deli, berikut ialah kategorisasi skor pada setiap aspek keterikatan kerja :

Tabel 4.19

Kategorisasi Skor pada Aspek Vigor

Aspek Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

Vigor X > 16 Tinggi 94 46.8%

8 < X < 16 Sedang 95 47.2 %

X < 8 Rendah 12 6 %

Total 201 100%

Pada aspek vigor, berdasarkan tabel 4.19 dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian berada pada kategori sedang yaitu sebesar 47.2%.

Selanjutnya, 46.8% berada pada kategori tinggi dan 6% berada pada kategori rendah

Tabel 4.20

Kategorisasi Skor pada Aspek Dedication

Aspek Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

Dedication X > 28 Tinggi 122 60.7%

14 < X < 28 Sedang 70 34.8%

X < 14 Rendah 9 4.5%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Total 201 100%

Pada aspek dedication, berdasarkan tabel 4.20 dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian berada pada kategori tinggi yaitu sebesar 60.7%.

Selanjutnya, 34.8% berada pada kategori sedang dan 4.5% berada pada kategori rendah.

Tabel 4.21

Kategorisasi Skor pada Aspek Absorption

Aspek Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

Aspek Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

Dokumen terkait