• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS). PLS adalah model persamaan Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis komponen atau varian. Menurut Ghozali (2015:6), PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian.

71 SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kausalitas atau teori sedangkan PLS lebih bersifat predictive model. PLS merupakan metode analisis yang powerfull (Ghozali, 2015:5), karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Misalnya data tidak harus terdistribusi normal, sampel tidak harus besar. Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan formatif.

Menurut Ghozali (2015:7) tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk tujuan prediksi. Model formalnya mendefinisikan variabel laten adalah linear agregat dari indikator-indikatornya. Weight estimate untuk menciptakan komponen skor variabel laten didapat berdasarkan bagaimana

inner model (model struktural yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model pengukuran yaitu hubungan antara indikator dengan konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel dependen.

Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama, adalah weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. Kedua, mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten denga indikatornya (loading). Ketiga, berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi 3 tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama,

72 menghasilkan weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk

inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means

dan lokasi (Ghozali, 2015:11-12). 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness

(kemencongan distribusi) (Ghozali, 2013:19). 2. Uji Model Pengukuran atau Outer Model

Suatu konsep dan model penelitian tidak dapat diuji dalam suatu model prediksi hubungan relasional dan kausal jika belum melewati tahap purifikasi dalam model pengukuran (Hartono dan Abdilah, 2014:58). Model pengukuran digunakan untuk menguji validitas konstruk dan reliabilitas instrumen. Uji validitas dilakukan untuk mengukur kemampuan isntrumen penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur (Cooper dan Schindler, 2006 dalam Hartono dan Abdillah, 2014:58). Uji validitas konstruk dalam PLS dilakukan mellaui Uji Convergent Validity, Discriminant Validity, dan Average Variance Extracted (AVE). Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur dalam mengukur konsep atau dapat juga digunakan untuk mengukur konsistensi responden dalam menjawab instrumen. Instrumen dikatakan andal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji

73 reliabilitas dalam PLS dapat menggunakan metode composite reliability dan cronbach’s alpha (Hartono dan Abdillah, 2014:62).

a. Convergent Validity

Model pengukuran dengan model reflektif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score atau component score

dengan construct score yang dihitung dengan software SmartPLS. Ukuran reflektif dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan kosntruk yang ingin diukur. Namun demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,50 sampai 0,60 dianggap cukup (Chin, 1998 daalam Ghozali, 2015:74).

b. Discriminant validity

Model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka akan menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok yang lebih baik daripada ukuran blok lainnya. Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah membandingkan nilai square root of Average Variance Extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antar konstruk dengan konstruk

74 lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik. Pengukuran ini dapat digunakan untuk mengukur reabilitas component score variabel laten dan hasilnya lebih konservatif dibandingkan dengan composite reliability. Direkomendasikan nilai AVE harus lebih besar dari 0,50 (Fornnel dan Larcker, 1981 dalam Ghozali, 2015:75).

c. Reliability

Mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan dua macam ukuran yaitu Composite Reliability dan Cronbacah’s Alpha (Ghozali, 2015:75). Composite reliability mengukur nilai sesungguhnya reliabilitas suatu kontruk dan lebih baik dalam mengestimasi konsistensi internal suatu kontruk (Salisbury et al,

2002 dalam Hartono dan Abdillah, 2014:62). Cronbach’s alpha mengukur batas bawah nilai reliabilitas suatu kontruk. Konstruk dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi jika mempunyai

Composite Reliability di atas 0,70 dan mempunyai Cronbach Alpha di atas 0,60.

3. Uji Model Struktural atau Inner Model

Inner model (inner relation, structural model dan substantive theory) menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada teori substantif. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan

75

predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural.

a. R-Square

Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat

R-square untuk setiap variabel laten dependen. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan nilai R-square

dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif (Ghozali, 2015:78). Nilai R-Square 0,75, 0,50, 0,25 dapat disimpulkan bahwa model kuat, moderat dan lemah, hasil dari PLS R-Square mempresentasi jumlah variance

dari konstruk yang dijelaskan oleh model (Ghozali, 2015:78).

b. Q-Square

Q-Square mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-Square > 0 menunjukkan model memiliki predictive relevance, sebaliknya jika nilai Q-square < 0 menunjukkan model kurang memiliki predictive relevance (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2015:79). Besaran Q-Square memiliki nilai dengan rentang 0 < Q2

< 1, dimana semakin mendekati 1 berarti model semakin baik. Besaran Q2 ini setara dengan koefisien determinasi total pada analisis jalur (path analysis). Nilai Q-Square 0,02, 0,15, 0,35 dapat

76 disimpulkan bahwa nilai predictive relevance lemah, moderate dan kuat. Perhitungan Q-Square dilakukan dengan rumus:

Q2= 1 – ( 1 – R12) ( 1 – R22) ... ( 1- Rp2)

Dimana R12, R22... Rp2 adalah R-square variabel endogen. c. Goodness of Fit (GoF)

GoF untuk overall fit index dapat digunkan kriteria

goodness of fit index yang dikembangkan oleh Tenenhaus et al (2014) dalam Ghozali (2015:82) dengan sebutan GoF Index. Index ini dikembangkan untuk mengevaluasi modle pengykuran dan model struktural dan disamping itu menyediakan pengukuran sederhana untuk keseluruhan dari prediksi model. Nilai GoF index ini diperoleh dari average communalities index dikalikan dengan nilai R2 model. Nilai GoF ini terbentang antara 1-0 dengan interpretasi nilai ini adalah 0,1 (GoF Kecil), 0,25 (GoF Moderat) dan 0,36 (GoF Besar) (Wetzels et al, 2009 dalam Yamin, 2011:22). Formula GoF Index yaitu:

GoF =√Com x R2

Com bergaris atas adalah average communalities dan R2 bergaris atas adalah rata-rata model R2.

77 d. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh suatu konstruk terhadap konstruk lainnya dengan melihat koefisien parameter dan nilai t-statistik (Ghozali, 2011). Dasar yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah nilai yang terdapat pada Path Coefficient untuk menguji model struktural. Hasil hipotesis yang diajukan, dapat dilihat dari besarnya t-statistik. Nilai t-statistik dibandingkan dengan t-tabel yang ditentukan dalam penelitian ini dimana diketahui df didapat dari jumlah sampel dikurangi dua df = (n-2) dan signifikansi sebesar 0,05.

4. Uji Efek Intervening

Di dalam penelitian ini terdapat variabel intervening yaitu kompetensi bukti. Menurut Baron dan Kenny (1986) dalam Ghozali (2013) suatu variabel disebut variabel intervening jika variabel tersebut ikut mempengaruhi hubungan antara variabel prediktor (independen) dan variabel kriterion (dependen).

Efek intervening menunjukkan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen melalui penghubung atau

intervening. Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen tidak secara langsung terjadi tetapi melalui proses transformasi yang diwakili oleh variabel intervening (Baron dan Kenny, 1986 dalam Hartono dan Abdillah, 2009).

78 Prosedur pengujian efek intervening dilakukan dengan dua langkah (Baron dan Kenny, 1986 dalam Sholihin, 2014) yaitu :

1) Melakukan estimasi pengaruh langsung variabel independen pada variabel dependen, koefisien jalur c harus signifikan (Gambar 3.1)

Gambar 3.1

Model Pengaruh Langsung

C

2) Melakukan estimasi pengaruh tidak langsung secara simultan dengan trianggle PLS-SEM Model, koefisien jalur a dan b harus signifikan (Gambar 3.2)

Gambar 3.2 Model Intervening c’’ a(+) b(+) Variabel Independen Variabel Dependen Variabel Independen Variabel Dependen Variabel Intervening

79 Pengambilan kesimpulan tentang efek intervening (Baron dan Kenny, 1986 dalam Sholihin, 2014) adalah:

1) Jika koefisien jalur c‟‟ dari hasil estimasi langkah kedua tetap signifikan dan tidak berubah (c‟‟=c) maka tidak terdapat

efek intervening.

2) Jika koefisien jalur c‟‟ nilainya turun (c‟‟<c) tetapi tetap

signifikan maka bentuk intervening adalah intervening

sebagian (partial intervening).

3) Jika koefisien jalur c‟‟ nilainya turun (c‟‟<c) dan menjadi

tidak signifikan maka bentuk intervening adalah intervening

penuh (full intervening).

Selain melalui kedua langkah di atas, pengujian efek

intervening dapat dilakukan dengan menggunakan teknik regresi tetapi pada model yang komplek atau hipotesis model, maka teknik regresi menjadi tidak efisien (Hartono dan Abdillah, 2009:118). Metode Variance Accounted For (VAF) yang dikembangkan oleh Preacher dan Hayes (2008) serta bootstrapping dalam distribusi pengaruh tidak langsung dipandang lebih sesuai karena tidak memerlukan asumsi apapun tentang distribusi variabel sehingga dapat diaplikasikan pada ukuran sampel kecil. Pendekatan ini paling tepat untuk PLS yang menggambarkan metode resampling dan

80 mempunyai statical power yang lebih tinggi dari metode Sobel (Hair

et al, 2013 dalam Sholihin, 2014:81).

Langkah pertama dalam prosedur pengujian intervening

adalah pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen harus signifikan. Langkah kedua, pengaruh tidak langsung harus signifikan, setiap jalur yaitu variabel independen terhadap variabel intervening dan variabel intervening terhadap variabel dependen harus signifikan untuk memenuhi kondisi ini. Pengaruh tidak langsung ini diperoleh dengan formula pengaruh variabel independen pada variabel intervening dikalikan dengan pengaruh variabel intervening pada variabel dependen (Hair et al, 2013 dalam Sholihin, 2014:82). Apabila pengaruh tidak langsung signifikan, maka hal ini menunjukkan bahwa variabel intervening mampu menyerap atau mengurangi pengaruh langsung pada pengujian pertama. Ketiga, menghitung VAF dengan formula (Hair et al, 2013 dalam Sholihin, 2014:82) sebagai berikut:

VAF= pengaruh tidak langsung

pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung

Jika nilai VAF di atas 80%, maka menunjukkan peran Y sebagai intervening penuh (full intervening). Y dikategorikan sebagai intervening parsial apabila nilai VAF berkisar antara 20%

81 sampai dengan 80%, namun jika nilai VAF kurang dari 20% dapat disimpulkan bahwa hampir tidak ada efek intervening.

Dokumen terkait