• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.4 Metode Analisis

Analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah menggunakan regresi logistik biner dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Melakukan analisis statistika deskriptif untuk mengetahui karakteristik gambaran ketahanan pangan dari rumah tang-ga dentang-gan penderita TB.

2. Memodelkan seluruh variabel prediktor terhadap variabel respon dengan metode regresi logistik biner.

a) Mengestimasi parameter

b) Melakukan uji serentak seluruh variabel prediktor ter-hadap variabel respon.

c) Melakukan uji parsial masing-masing variabel pre-diktor terhadap variabel respon.

d) Melakukan pembentukan model.

e) Melakukan interpretasi nilai odds ratio yang dipero-leh dari model terbaik yang didapatkan dengan analisis regresi logistik biner.

f) Menguji kesesuaian model yang telah terbentuk.

g) Melakukan ketepatan klasifikasi.

3. Mengambil kesimpulan dari hasil analisis.

27

Langkah-langkah diatas dapat disajikan secara visual dalam bentuk diagram alir pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram Alir Mendeskripsikan Data

Estimasi Parameter

Pengujian Serentak

Ya

Interpretasi Odds Ratio

Ketepatan Klasifikasi Tidak

Tidak Pengujian

Parsial Ya

Kesimpulan Mulai

Selesai Pengumpulan Data

Variabel yang tidak signifikan

dikeluarkan

Halaman ini sengaja dikosongkan

29 BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab analisis dan pembahasan akan membahas hasil analisis yang telah dilakukan. Analisis yang digunakan meliputi karak-teristik rumah tangga penderita penyakit TB dan analisis regresi logistik biner untuk memodelkan faktor-faktor yang mempengaruhi status ketahanan pangan rumah tangga pen-derita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya.

4.1 Karakteristik Rumah Tangga Penderita Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya

Analisis karakteristik meliputi kasus rumah tangga pende-rita penyakit TB, status ketahanan pangan rumah tangga pendepende-rita TB dan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya.

4.1.1 Karakteristik Kasus Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya

Berikut merupakan analisis karakteristik dilakukan menge-nai kasus penyakit TB, status ketahanan pangan rumah tangga dan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya. Jumlah wilayah pada penelitian ini adalah wilayah non pesisir Kota Surabaya dengan 20 Kecamatan dan 40 puskesmas. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, sebesar 2308 yang merupakan populasi rumah tangga penderita TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya pada tahun 2017. Berdasarkan Gambar 4.1 persentase penderita TB tertinggi pada tahun 2017 adalah Kecamatan Simokerto yaitu sebesar 0,2 % yaitu 162 orang dari jumlah penduduk sebesar 79.319 jiwa (BPS,2017), sedangkan jumlah penderita TB terendah dimiliki oleh Kecamatan Tenggilis Mejoyo, yaitu sebesar 0,03 % yaitu 23 orang dari jumlah penduduk sebesar 72.467 jiwa (BPS,2017), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Perentase Penderita Penyakit TB Menurut Jumlah Penduduk per Kecamatan di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya Tahun 2017

Penderita TB di wilayah Surabaya non pesisir menun-jukkan bahwa jenis TB BTA positif lebih banyak, dengan persentase sebesar 69 % dibandingkan penderita dengan jenis BTA negatif dengan persentase sebesar 31%, hal ini dapat diliha pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Persentase Penderita Penyakit TB Menurut Jenis TB Berdasarkan Gambar 4.3 menunjukkan lama pengobatan penyakit TB dimana masa pengobatan kurang dari atau sama dengan enam bulan memiliki persentase yang lebih banyak diban-ding dengan penderita yang masa pengobatannya lebih dari enam bulan yaitu sebesar 77 %, hal ini dapat diliha pada Gambar 4.3.

69%

31%

Positif Negatif

31

Gambar 4.3 Persentase Penderita Penyakit TB Berdasarkan Lama Pengobatan

4.1.2 Karakteristik Ketahanan Pangan Rumah Tangga Penderita Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya

Berikut merupakan analisis karakteristik Ketahanan Pangan Rumah Tangga Penderita Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya berdasarkan status ketahanan pangan rumah tangga penderita TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya yang meliputi empat indikator dari FAO (Food and Agriculture Organization) yaitu kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, serta kualitas atau keamanan pangan.

Gambar 4.4 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Kecukupan Pangan

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang dilihat dari indikator kecukupan ketersediaan pangan dapat diketahui bahwa sebesar 40% rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya memiliki ketersediaan

23%

77%

> 6 Bulan ≤ 6 Bulan

60% 40%

Cukup Tidak Cukup

pangan yang cukup sedangkan rumah tangga lainnya yaitu sebe-sar 60% memiliki ketersediaan pangan yang tidak cukup.

Selanjutnya dilihat dari frekuensi makan yang ditunjukkan pada gambar 4.5 sebagai berikut.

Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Frekunesi Makan Berdasarkan Gambar 4.5 menunjukkan bahwa rumah tangga penderita TB memiliki frekuensi makan lebih atau sama dengan tiga kali yaitu sebesar 80% sedangkan sisanya memiliki frekuensi makan kurang dari tiga kali dalam sehari yaitu sebesar 20 %. Selanjutnya dilihat dari indikator stabilitas pangan pada gambar 4.6.

Gambar 4.6Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Stabilitas Pangan

Selanjutnya Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa rumah tangga memiliki ketersediaan pangan yang stabil lebih kecil yaitu sebesar 32% Sedangkan persentase rumah tangga yang memiliki ketersediaan pangan yang tidak stabil yaitu sebesar 68%.

Penentuan kecukupan dan kestabilan ketersediaan pangan, juga dilihat dari indikator aksesibilitas atau keterjangkauan terha-dap pangan. Rumah tangga terha-dapat dikatakan memiliki akses yang

80%

20%

≥ 3 Kali < 3 Kali

68%

32%

Tidak Stabil Stabil

33

baik terhadap pangan jika lokasi pasar berada ≤ 2 km, jumlah anggota rumah tangga < 7 orang, tingkat pendidikan kepala rumah tangga minimal SD, serta cara memperoleh makanan po-kok dengan tidak berhutang/tunai. Berikut merupakan persentase rumah tangga berdasarkan akses fisik, akses sosial, dan akses ekonomi.

Gambar 4.7 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Akses Fisik, Akses Sosial, dan Akses Ekonomi

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga penderita TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya memi-liki akses fisik, sosial dan ekonomi yang baik karena pada gambar tersebut persentase jumlah keluarga yang kurang dari tujuh sebesar 91 %, kepala rumah tangga yang bersekolah sebesar 88

%,sebagian besar lokasi pasar berada kurang dari dua kilometer sebesar 77 % dan sebagain besar cara memperoleh ma-kanan pokok dengan tidak berhiutang sebesar 95 %, sehingga da-pat dikatakan sebagian besar rumah tangga memiliki aksesibilitas pangan yang baik.

Selain indikator kecukupan ketersediaan pangan dan sta-bilitas ketersediaan pangan, indikator yang lain adalah ak-sesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, serta kualitas

atau keamanan pangan. Indikator Aksesibilitas atau ke-terjangkauan terhadap pangan, dilihat dari aksesibilitas pangan dan kontinyuitas ketersediaan pangan. Berikut merupakan gambar Indikator Aksesibilitas pangan.

Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Aksesibilitas Pangan

Gambar 4.8 menunjukkan terdapat 67% rumah tangga me-miliki aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan yang baik. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 33% rumah tangga memi-liki aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan yang buruk, selanjutnya berikut merupakan gambar persentase konti-nyuitas ketersedian pangan.

Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Kontinyuitas Ketersediaan Pangan

Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa persentase rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya

67%

33%

Baik Buruk

16%

84%

Kontinyu Tidak Kontinyu

35

dilihat dari kontinyuitas ketersediaan pangan terdapat 16% rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya memiliki ketersediaan pangan yang kontinyu, sedang-kan rumah tangga memiliki ketersediaan pangan yang tidak kontinyu yaitu sebesar 84%. Selanjutnya indikator yang terakhir yang digunakan untuk mengukur status ketahanan pangan adalah dilihat dari jenis protein pada bahan makanan sehari-hari yang dikonsumsi dalam rumah tangga. Berdasarkan kriteria ini rumah tangga dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu rumah tangga dengan kualitas pangan baik dan rumah tangga dengan kualitas pangan tidak baik. Berikut merupakan diskripsi persen-tase rumah tangga berdasarkan indikator kualitas atau keamanan pangan.

Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Kualitas atau Keamanan Pangan

Gambar 4.10 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga memiliki kualitas pangan yang baik yaitu sebesar 87%

rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya mengkonsumsi bahan makanan berupa protein hewani dan nabati atau protein hewani saja. Sedangkan 13 % rumah tangga memiliki kualitas pangan yang tidak baik atau dapat dikatakan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya mengkonsumsi bahan makanan berupa protein nabati saja atau tidak ada protein sama sekali. Empat indikator ketahanan pangan yaitu kecukupan ketersediaan pangan,

87%

13%

Baik Tidak Baik

stabilitas ketersediaan pangan, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, serta kualitas atau keamanan pangan akan menghasilkan status ketahanan pangan suatu rumah tangga. Ru-mah tangga dikatakan tahan pangan apabila ruRu-mah tangga memi-liki ketersediaan pangan yang kontinyu dan kualitas pangan yang baik. Keempat indikator ketahanan pangan tersebut digunakan untuk menentukan rumah tangga tahan pangan atau rawan pa-ngan, berikut merupakan diskripsi persentase rumah tangga tahan pangan dan rawan pangan.

Gambar 4.11 Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga Gambar 4.11 menunjukkan persentase rumah tangga pen-derita TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya yang rawan pangan lebih besar dibandingkan dengan persentase rumah tangga yang tahan pangan yaitu sebesar 84% rumah tangga rumah tangga penderita TB paru di wilayah non pesisir Kota Surabaya me-rupakan rumah tangga rawan pangan, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16% merupakan rumah tangga tahan pangan dengan rincian di Kecamatan Sawahan yang paling banyak responden dengan rumah tangga rawan pangan yaitu terdapat 13 rumah tangga yang rawan pangan. Pada gambar 4.12 dapat dilihat bahwa persentase paling tinggi adalah di kecamatan Sawahan yaitu rumah tangga tahan pangan sebesar 13,9% dan rumah tangga rawan pangan sebesar 16,6% , sedangkan di kecamatan Gayungan

16%

84%

Tahan Pangan Rawan Pangan

37

dan Jambanagan persentase rumah tangga tahan pangan adalah 0%, persentase rumah tangga rawan pangan sebesar 1,07 %.

Gambar 4.12 Analisis Ketahanan Pangan Per Kecamatan

4.1.3 Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga Penderita Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya yang dilihat berdasarkan usia kepala rumah tangga, usia istri, penghasilan rumah tangga per bulan dan pengeluaran rumah tangga per bulan.

Tabel 4.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga Penderita Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya

Variabel Rata-rata Varians Minimum Maksimum

Usia KRT 50,35 146,27 23,00 90,00

Usia Istri 46,08 154,93 22,00 90,00 Penghasilan 2699545 6,12443*1012 500000 20000000 Pengeluaran 1430180 8,26558*1011 300000 5000000

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rata-rata usia kepala rumah tangga lebih besar dari rata-rata usia istri , kemudian va-riansi/keragaman usia istri lebih besar dari keragaman usia kepala rumah tangga dengan usia minimum kepala rumah tangga adalah sebesar 23 tahun dan usia istri sebesar 22 tahun, sedangkan untuk usia maksimum kepala rumah tangga adalah 90 tahun, usia maksimum istri juga 90 tahun. Karakteristik penghasilan rumah tangga per bulan lebih besar dari rata-rata pengeluaran rumah tangga per bulan dengan keragaman penghasilan lebih kecil dari keragaman pengeluaran. Penghasilan minumum adalah sebesar 500.000 rupiah dan pengeluaran minumum adalah sebesar 300.000 rupiah, sedangkan untuk penghasilan maksimum yaitu sebesar Rp. 20.000.000 dan pengeluaran maksimum adalah sebesar Rp. 5.000.000.

4.2 Analisis Regresi Logistik Biner

Analisis regresi logistik biner digunakan untuk me-modelkan dan mencari variabel yang berpengaruh signifikan ter-hadap status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB paru di wilayah pesisir Kota Surabaya yang terdiri dari dua kategori yaitu rumah tangga tahan pangan dan rumah tangga rawan pangan. Berikut adalah langkah langkah analisis regresi logistik biner pada penelitian ini.

4.2.1 Estimasi Parameter

Signifikansi parameter digunakan untuk mengetahui variabel mana saja yang berpengaruh signifikan dengan meng-gunakan uji serentak dan uji parsial. Berikut merupakan hasil sig-nifikansi parameter status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya dengan memasukkan semua variabel yang diduga berpengaruh.

a. Uji Serentak Model dengan Semua Variabel Bebas Uji serentak dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel prediktor terhadap status ketahanan pangan rumah tangga secara serentak dengan memasukkan semua variabel yang diduga berpengaruh.

39

Hipotesis :

H0 : 12 42 0

H1 : Minimal ada 1 j 0dengan j =1,2,...42 Taraf signifikan : = 0,15

Statistik uji : 2hitung = 37, 860

Daerah kritis : Tolak H0 apabila 2hitung > dari pada2(α,db) atau p-value < α. Berdasarkan daerah penolakan tersebut, sesuai dengan lampiran 3a dan sesuai pada persamaan 2.14 menunjukkan bahwa keputusan uji serentak pada status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya dengan faktor-faktor yang diduga mem-pengaruhinya adalah tolak H0,karena nilai 2 hitung sebesar 37,860 lebih besar dari pada nilai 2(0,15;24) sebesar 31,13246 dan p-value sebesar 0,036 lebih kecil dari α sebesar 0,15, sehingga dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu dari variabel prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya.

b. Uji Parsial

Uji serentak yang telah dilakukan menghasilkan ke-simpulan bahwa minimal ada satu dari variabel prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Su-rabaya. Oleh karena itu, dilakukan uji parsial untuk mengetahui variabel mana yang signifikan dengan memasukkan semua variabel. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.

Hipotesis : H0 : j 0

H1 : j 0, untuk j=1,2,...24 Taraf signifikan : = 0,15

Statistik uji : 2hitung diberikan pada Tabel 4.2.

Daerah kritis : Tolak H0 apabila hitung2 > (?,2db))atau p-value < α.

Tabel 4.2 Hasil Uji Parsial dengan Memasukkan Seluruh Variabel Prediktor Variabel 2hitung db 2(α,db) P-Value

Usia KRT 2,663 1 2,072252 0,103

Jenis Kelamin (1) 0,003 1 2,072252 0,953

Pend. KRT (1) 1,429 1 2,072252 0,232

Pend. Istri (1) 0,059 1 2,072252 0,809

Pekerjaan KRT 4,462 2 3,79424 0,107

Pekerjaan KRT (1) 1,552 1 2,072252 0,213

Pekerjaan KRT (2) 4,133 1 2,072252 0,042

Pekerjaan Istri (1) 0,044 1 2,072252 0,833 Status Kependudukan (1) 0,617 1 2,072252 0,432 Jumlah Keluarga (1) 0,000 1 2,072252 0,999

Jumlah Balita (1) 4,800 1 2,072252 0,028

Jumlah Anak Sekolah (1) 0,006 1 2,072252 0,936

Penghasilan 0,791 1 2,072252 0,374

Status Kepemilikan Rumah 5,116 3 5,317048 0,163 Status Kepemilikan Rumah

(1) 4,202 1 2,072252 0,040

Status Kepemilikan Rumah (2) 0,236 1 2,072252 0,627 Status Kepemilikan Rumah (3) 0,011 1 2,072252 0,918

Jenis Lantai (1) 3,605 1 2,072252 0,058

Jenis Dinding (1) 0,000 1 2,072252 0,998

Ventilasi (1) 0,000 1 2,072252 0,998

Jenis Atap (1) 2,888 1 2,072252 0,089

Kepemililkan MCK (1) 0,327 1 2,072252 0,567

Tempat Pembuangan Sampah

(1) 0,000 1 2,072252 0,999

Tempat Pembuangan Limbah

(1) 0,000 1 2,072252 1,000

Sumber Air (1) 2,487 1 2,072252 0,115

Sumber Listrik (1) 1,179 1 2,072252 0,278

41

Tabel 4.2 menunjukkan hasil uji parsial dengan memasuk-kan semua variabel. Berdasarmemasuk-kan hasil tersebut yang sesuai dengan lampiran 3 b dan sesuai pada persamaan 2.15 diketahui bahwa terdapat tujuh variabel yang memiliki nilai

2 hitung >

2(α,db) dan P-Value < α (0,15). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel usia KRT, pekerjaan KRT, pekerjaan KRT (2), jumlah balita (1), status kepemilikan rumah (1), jenis lantai (1), jenis atap (1) dan sumber air (1) berpengaruh signifikan terhadap status ketahanan pangan rumah tangga penderita pe-nyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya. Setelah me-lakukan pengujian parsial, terdapat variabel yang tidak signifikan, maka akan dilakukan pengujian serentak dengan memasukkan tujuh variabel yang signifikan, dan membuangan variabel yang tidak signifikan. Tuk memastikan variabel yang mempengaruhi, maka dilakukan kembali pengujian serentak untuk model dengan menggunakan tujuh variabel yang signifikan di atas.

c. Uji Serentak Model dengan Tujuh Variabel Bebas Uji serentak dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel prediktor terhadap status ketahanan pangan rumah tangga secara serentak dengan memasukkan tujuh variabel yang diduga berpengaruh.

Hipotesis :

H0 : 15 9 12 13 16 21 0

H1 : Minimal ada satu j 0dengan j = 1,5,9,12,13,16,21 Taraf signifikan : = 0,15

Statistik uji :

2hitung = 18, 886

Daerah kritis : Tolak H0 apabila

2hitung > dari pada

2(α,db) atau p-value < α. Berdasarkan daerah penolakan tersebut, sesuai dengan lampiran 3c dan persamaan 2.14 menunjukkan bahwa keputusan uji serentak pada status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya

adalah tolak H0,karena nilai

2 hitung sebesar 18,886 lebih besar dari pada nilai

2(0,15;10) sebesar 14,53394 dan p-value sebesar 0,042 lebih kecil dari α sebesar 0,15, sehingga dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu dari variabel prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya.

d. Uji Parsial

Uji parsial untuk mengetahui variabel mana yang signifikan dengan memasukkan tujuh variabel yang diduga berpengaruh.

Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.

Hipotesis : H0 : j 0

H1 : j 0, untuk j=1,5,9,12,13,16,21 Taraf signifikan :  = 0,15

Statistik uji :

2hitung diberikan pada Tabel 4.3.

Daerah kritis : Tolak H0 apabila

2hitung >

2(α,db) atau p-value < α. .

Tabel 4.3 Hasil Uji Parsial dengan Memasukkan Tujuh Variabel Prediktor

Variabel

2hitung db

2(α,db) P-Value

Usia KRT 0,218 1 2,0722515 0,640

Pekerjaan KRT 3,057 2 3,79424 0,217

Pekerjaan KRT (1) 0,993 1 2,0722515 0,319

Pekerjaan KRT (2) 2,875 1 2,0722515 0,090

Jumlah Balita (1) 2,834 1 2,0722515 0,092

Status Kepemilikan Rumah 4,181 3 5,317048 0,243 Status Kepemilikan Rumah (1) 2,461 1 2,0722515 0,117 Status Kepemilikan Rumah (2) 0,526 1 2,0722515 0,468 Status Kepemilikan Rumah (3) 0,042 1 2,0722515 0,838

Jenis Lantai(1) 3,306 1 2,0722515 0,069

Jenis Atap (1) 2,598 1 2,0722515 0,107

Sumber Air (1) 1,1143 1 2,0722515 0,155

43

Tabel 4.3 menunjukkan hasil uji parsial dengan memasuk-kan tujuh variabel. Berdasarmemasuk-kan hasil tersebut sesuai dengan persamaan 2.15 dan lampiran 3d diketahui bahwa terdapat lima variabel yang memiliki nilai

2 hitung >

2(α,db) dan P-Value <

α (0,15). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pekerjaan KRT (2), jumlah balita, status kepemilikan rumah (1), jenis lantai dan jenis atap berpengaruh signifikan terhadap status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya. Setelah melakukan pengujian parsial, terdapat variabel yang tidak signifikan, maka akan dilakukan pe-ngujian serentak dengan memasukkan lima variabel yang sig-nifikan, dan mem-buangan variabel yang tidak signifikan. Berikut adalah hasil signifikansi parameter status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya dengan memasukkan lima variabel yang diduga berpengaruh.

e. Uji Serentak Model dengan Lima Variabel Bebas Berikut merupakan pengujian serentak yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel prediktor terhadap status ketahanan pangan rumah tangga secara serentak dengan dari memasukkan lima variabel yang diduga berpengaruh.

Hipotesis :

H0 : 5 9 12 13 16 0

H1 : Minimal ada 1 j 0dengan j = 5,9,12,13,16 Taraf signifikan : = 0,15

Statistik uji :

2hitung = 17,293

Daerah kritis : Tolak H0 apabila

2hitung > dari pada

2(α,db) atau p-value < α. Berdasarkan daerah penolakan tersebut, sesuai dengan lampiran 4a dan pada persamaan 2.14 menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa keputusan uji serentak terhadap variabel yang digunakan dalam pembentukan model adalah tolak H0, karena nilai

2hitung sebesar 17,293 lebih besar dari

2(α,db)

sebesar 12,02707 dan nilai P-Value sebesar 0,027 lebih kecil dari α (0,15) sehingga dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu dari variabel pekerjaan KRT (2), jumlah balita,status kepemilikan rumah (1), jenis lantai dan jenis atap yang berpengaruh signifikan terhadap status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB paru di wilayah non pesisir Kota Surabaya.

f. Uji Parsial

Selanjutnya dilakukan uji parsial dengan memasukkan lima variabel untuk mengetahui apakah kedua variabel yang digunakan dalam pembentukan model ter-sebut memberikan pengaruh signifikan terhadap status ketahanan pangan rumah tangga secara parsial. Adapun hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.

Hipotesis : H0 : j 0

H1 : j 0, untuk j=5,9,12,13,16 Taraf signifikan :  = 0,15

Statistik uji :

2hitung tampak pada Tabel 4.4.

Daerah kritis : Tolak H0 apabila

2hitung >

2(α,db) atau p-Value < α

Tabel 4.4 menunjukkan hasil uji parsial terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam pembentukan model regresi logistik biner. Berdasarkan hasil tersebut, sesuai dengan lampiran 4b dan persamaan 2.15 diketahui bahwa ketiga variabel yang digunakan memiliki nilai

2hitung >

2

(α,db) atau p-Value < α (0,15). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pekerjaan KRT (2), jumlah balita (1), status kepemilikan rumah (2), jenis lantai (1), dan jenis atap (1) berpengaruh signifikan terhadap status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB paru di wilayah pesisir Kota Surabaya.

45

Tabel 4.4 Hasil Uji Parsial terhadap Variabel yang Digunakan dalam Pembentukan Model

Variabel

2hitung db

2(α,db) P-Value Pekerjaan KRT 3,501 2 3,79424 0, 174 Pekerjaan KRT (1) 1,185 1 2,07225 0,276 Pekerjaan KRT (2) 3,216 1 2,07225 0,073 Jumlah Balita (1) 2,701 1 2,07225 0,100 Status Kepemilikan

Rumah

4,658 1 2,07225 0,199 Status Kepemilikan

Rumah (1) 1,701 1 2,07225 0,192

Status Kepemilikan

Rumah (2) 2,288 1 2,07225 0,130

Status Kepemilikan

Rumah (3) 0,097 1 2,07225 0,756

Jenis Lantai (1) 3,333 1 2,07225 0,068 Jenis Atap (1) 3,524 1 2,07225 0,060

4.2.2 Model Logit pada Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga Penderita Penyakit TB Paru di Wilayah Pesisir Kota Surabaya

Model logit (model akhir) dibentuk berdasarkan hasil uji parsial dan mendapatkan lima variabel yang signifikan, maka model logit dalam analisis regresi logistik biner pada status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB paru di wilayah non pesisir Kota Surabaya. Maka model adalah :

       

       

5 5 9 12

12 12 13 16

ˆ( ) -1,502-0,748X 1 -1,412X 2 +1,209X 1 +1,196X 1 -1,78X 2 -0,285X 3 -2,220X 1 +1,150X 1

g x

Berdasarkan model logit tersebut, maka dilakukan per-hitungan nilai peluang untuk dua kategori variabel respon. Be-rikut adalah nilai peluang yang didapat pada kategori tertentu, ru-mah tangga dengan pekerjaan KRT sebagai pedagang/wiraswasta, tidak memiliki balita,status kepemilikan rumah adalah kontrak,

jenis lantai keramik/porselen, dan jenis atap genting, maka rumah tangga dengan kategori tersebut memiliki peluang untuk menjadi rumah tangga tahan pangan sebesar 0,741. Sedangkan peluang untuk menjadi rumah tangga rawan pangan adalah sebesar 0,987776 sesuai dengan persamaan 2.5 hasil perhitungan berikut.

   

4.2.3 Uji Kesesuaian Model Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga Penderita Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya

Uji kesesuaian model digunakan untuk melihat apakah model yang didapatkan telah sesuai atau tidak. Berikut merupakan hasil dari uji kesesuaian model status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya.

Hipotesis:

H0: Model sesuai (tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pengamatan dengan kemungkinan hasil prediksi model)

H1: Model tidak sesuai (terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pengamatan dengan kemungkinan hasil prediksi model)

47

Uji kesesuaian model status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya sesuai dengan lampiran 4c dan sesuai dengan persamaan 2.20.

Tabel 4.5 Hasil Uji Kesesuaian Model

2hitung db

2 (0,15,7) P-Value

3,857 7 10,7479 0,796

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa keputusan uji kesesuaian model status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya adalah gagal tolak H0, karena

2hitung sebesar 3,857<

2 (0,15,7) (10,7479) dan P-Value (0,796) lebih besar dari  (0,15) sehingga dapat disimpulkan bahwa model status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya telah sesuai atau tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil pengamatan

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa keputusan uji kesesuaian model status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya adalah gagal tolak H0, karena

2hitung sebesar 3,857<

2 (0,15,7) (10,7479) dan P-Value (0,796) lebih besar dari  (0,15) sehingga dapat disimpulkan bahwa model status ketahanan pangan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya telah sesuai atau tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil pengamatan

Dokumen terkait