• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.5 Odds Ratio

 

TN TP FN FP

FP

APER FN (2.21)

Untuk menentukan Ketepatan Klasifikasi adalah 1- APER.

2.1.5 Odds Ratio

Odds Ratio menunjukkan perbandingan peluang muncul-nya suatu kejadian dengan peluang tidak munculmuncul-nya kejadian tersebut. Berdasarkan Tabel 2.2 didapat persamaan Odds Ratio seperti pada persamaan 2.22 (Hosmer dan Lemeshow).

15

Tabel 2.2 Model Regresi Untuk Variabel Prediktor Biner Pembeda Variabel Prediktor (X)

X=1 X=0

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu utama upaya peningkatan status gizi masyarakat yang paling erat kaitannya dengan pembangunan pertanian. Situasi produksi pangan dalam negeri serta ekspor dan impor pangan akan menentukan keter-sediaan pangan yang selanjutnya akan memengaruhi kondi-si ketahanan pangan di tingkat wilayah. Sementara ketahanan pa-ngan pada tingkat rumah tangga, akan ditentukan pula oleh daya beli masyarakat terhadap pangan. Ketahanan pangan pada da-sarnya terdiri dari ketersediaan pangan (food availabilitas), sta-bilitas harga pangan (food price stability), dan keterjangkauan pangan (food accesbility). Tujuan ketahanan pangan adalah pe-menuhan hak atas pangan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan ketahanan pangan nasional. Berjalannya sistem tahanan pangan tersebut sangat tergantung pada dari adanya ke-bijakan dan kinerja sektor ekonomi, sosial dan politik (Rustanti, 2015).

2.3 Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) , sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru,

tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus, yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan, tubuh kuman ini dapat dorman atau tertidur selama beberapa tahun. TB (Suryo, 2010). TB diklasifikasikan berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) menjadi dua, yaitu Tuberkulosis paru BTA (+) dan Tuberkulosis paru BTA (-) (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

1. Tuberkulosis paru BTA (+)

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menun-jukkan hasil BTA positif

b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

2. Tuberkulosis BTA (-)

a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif

b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan Mycobacterium tuberculosis.

17 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer sesuai dengan Lampiran 1. Data primer diperoleh secara langsung dengan melakukan survey langsung terhadap kepala rumah tangga penderita TB dengan surat ijin pada Lampiran 6 dan sesuai dengan kuisioner pada Lampiran 7. Data sekunder berupa alamat penderita TB yang melakukan pemeriksaan pada bulan Januari 2017 sampai bulan Desember 2017 yang diperoleh dari puskesmas di masing-masing kecamatan yang terletak diwilayah non pesisir Kota Surabaya.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yang meliputi variabel respon dan variabel prediktor adalah sebagai berikut. Variabel penelitian yang digunakan adalah variabel yang digunakan pada penelitian sebelumnya, yaitu mengenai Pe-modelan Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga Penderita Penyakit TB Paru Menggunakan Metode Regresi Logistik Biner di Wilayah Pesisir Surabaya Oleh Ayu Febriana Dwi Rositawati.

a. Variabel Respon

Variabel respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah status ketahanan pangan dari Rumah Tangga dengan Penderita TB adalah sebagai berikut.

Y = 1 : rumah tangga rawan pangan Y = 2 : rumah tangga tahan pangan Keterangan :

Rumah tangga dikatakan rawan jika tidak memenuhi salah satu dari 4 indikator ketahanan pangan yaitu kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta kualitas/keamanan pangan. Jika Rumah

telah memenuhi semua indikator ketahanan pangan, maka dikatakan rumah tangga tahan pangan.

b. Variabel Prediktor

Variabel yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat dari rumah tangga dengan penderita TB, dimana definisi dari masing-masing variabel prediktor adalah sebagai berikut.

1. Usia (X1)

Usia adalah lama waktu hidup (dalam tahun) penderita TB sejak lahir sampai waktu datang ke puskesmas untuk melakukan pemeriksaan.

2. Jenis Kelamin (X2)

Jenis kelamin penderita yaitui laki-laki atau perempuan 3. Pendidikan Kepala Rumah Tangga (X3)

Pendidikan formal kepala rumah tangga terakhir yang pernah ditempuh meliputi SD, SMP, SMA, Diploma, Sarjana, Pasca sarjana.

4. Pendidikan Isteri (X4)

Pendidikan formal isteri terakhir yang pernah ditempuh meliputi SD, SMP, SMA, Diploma, Sarjana, Pasca sarjana.

5. Pekerjaan Kepala Rumah Tangga (X5)

Pekerjaan kepala rumah tangga yang menjadi sumber pendapatan keluarga dapat berupa pekerjaan tetap atau tidak tetap sesuai dengan bidang dan keahlian.

6. Status Pekerjaan Isteri (X6)

Pekerjaan isteri yang menjadi sumber pendapatan keluarga dapat berupa pekerjaan tetap atau tidak tetap sesuai dengan bidang dan keahlian.

7. Status Kependudukan (X7)

Status kependudukan asal dari keluarga dengan penderita TB yang terbagi menjadi dua yaitu penduduk asli dan penduduk pendatang.

8. Jumlah Anggota Keluarga (X8)

19

Jumlah anggota keluarga yang hidup serumah yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya.

9. Jumlah Anak Balita (X9)

Jumlah anak balita yaitu anak usia dibawah lima tahun dalam keluarga yang hidup serumah.

10. Jumlah Anak Sekolah (X10)

Jumlah anak dalam keluarga yang masih menempuh pendidikan formal meliputi SD, SMP dan SMA Sederajat, Perguruan Tinggi yang menjadi tanggungan penderita.

11. Pendapatan Keluarga (X11)

Pendapatan keluarga adalah jumlah uang yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dari orang tua dan anggota keluarga lainnya yang dinyatakan dalam rupiah perkapita perbulan.

12. Status kepemilikan rumah(X12)

Status kepemilikan rumah penderita yang terdiri dari milik sendiri, kontrak, sewa/kos dan lainnya.

13. Jenis Lantai Terluas (X13)

Jenis lantai terluas dari rumah penderita yang merupakan bagian bawah/dasar/alas suatu ruangan, baik terbuat dari marmer, keramik, granit, tegel/teraso, semen, kayu, tanah dan lainnya seperti bamboo.

14. Jenis Dinding Terluas (X14)

Jenis dinding terluas dari rumah penderita yang merupakan sisi luar/batas dari suatu bangunan atau penyekat dengan bangunan fisik lain yang terbuat dari kayu, bambu/rumbia maupun dinding dalam bentuk tembok.

15. Ventilasi Rumah (X15)

Ventilasi/Lubang Angin adalah tempat keluar/masuk udara/sinar dari luar rumah ke dalam ruangan yang biasanya tidak tertutup rapat

16. Jenis Atap Terluas (X16)

Jenis atap terluas dari rumah penderita yang merupakan penutup bagian atas suatu bangunan sehingga krt/art yang

mendiami di bawahnya terlindung dari terik matahari, hujan dan sebagainya. Untuk bangunan bertingkat, atap yang dimaksud adalah bagian teratas dari bangunan tersebut.

17. Kepemilikan WC/Toilet/Jamban (X17)

Kepemilikan WC/Tolilet/Jamban di rumah tangga tempat penderita tinggal

18. Tempat Pembuangan Sampah (X18)

Tempat pembuangan sampah yang digunakan oleh keluarga

19. Tempat Pembuangan Limbah (X19)

Tempat pembuangan limbah yang digunakan oleh keluarga.

20. Sumber Air Bersih (X20)

Sumber air bersih yang digunakan oleh rumah tangga untuk kebutuhan sehari-hari. Sumber air minum diIndonesia dibagi dua,yaitu Air tanah/sumur dan air PAM.

21. Sumber Penerangan (X21)

Sumber penerangan listrik , Sumber penerangan di In-donesia dibedakan menjadi tiga, yaitu berasal dari listrik PLN, listrik Non PLN, Petromak dan berasal dari pelita/sentir/obor.

Berikut merupakan variabel prediktor yang disajikan dalam bentuk Tabel 3.2

Tabel 3.1 Variabel Penelitian

Variabel Keterangan Kategori Skala

X1 Usia Kepala Rumah Tangga ... Tahun Rasio

X2 Jenis Kelamin 1 = Laki-laki

2 = Perempuan Nominal X3 Pendidikan Kepala RT 1 = < SMA

2 = ≥ SMA Ordinal X4 Pendidikan Istri 1 = < SMA

2 = ≥ SMA Ordinal

21

Lanjutan Tabel 3.1

Variabel Keterangan Kategori Skala

X5 Pekerjaan Kepala RT

1 = Penduduk Surabaya 2 =Bukan Penduduk

Surabaya

X11 Penghasilan/Bulan Rp... Rasio

X12

1 = Keramik/porselen 2 = Selain keramik/

porselen

Nominal

X14 Jenis Dinding 1 = Batu Bata

2 = Selain batu bata Nominal

X15 Ventilasi Rumah

1 = Luasnya <10% Luas X17 Kepemilikan

WC/Toilet/Jamban

Lanjutan Tabel 3.1

Variabel Keterangan Kategori Skala

X19 c. Indikator Ketahanan Pangan

Menetukan status rumah tangga tahan pangan atau rawan pangan dilihat dari indikator ketahanan pangan dengan melihat dari aspek Kecukupan Ketersediaan Pangan, Stabilitas Ketersediaan Pangan, Aksesibilitas terhadap Pangan, Kualitas dan Keamanan Pangan menurut (Puslit Kependudukan-LIPI, 2009) dan telah sesuai dengan Lampiran 2 dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.2 Indikator Ketahanan Pangan

Indikator Keterangan Kategori Skala

Kecukupan Katersediaan Pangan

Persediaan Makanan Pokok Beras Selama Satu Bulan

1 = Tidak Berhutang Nominal

Kualitas atau Tidak Ada Sama Sekali

1 = Hewani dan Nabati atau Hewani Saja

Nominal

23

Keterangan :

1. Kecukupan Ketersediaan Pangan

Indikator kecukupan ketersediaan pangan diukur berdasarkan kemampuan rumah tangga untuk membeli atau menyediakan makanan pokok beras selama satu bulan.

2. Stabilitas Ketersediaan Pangan

Indikator stabilitas ketersediaan pangan ditentukan berda-sarkan gabungan antara kecukupan ketersediaan makanan pokok selama satu bulan dengan frekuensi makan dalam sehari.

3. Aksesibilitas terhadap Pangan

Indikator aksesibilitas terhadap pangan dilihat berdasarkan empat akses yaitu lokasi pasar, jumlah ART, tingkat pen-didikan KRT dan cara memperoleh makanan pokok. Jika salah satu dari keempat akses tersebut tidak terpenuhi maka disebut memiliki aksesibilitas pangan buruk.

4. Kualitas atau Keamanan Pangan

Indikator kualitas atau keamanan pangan dilihat berdasar-kan protein yang dikonsumsi oleh rumah tangga.

Berdasarkan kententuan yang telah ditetapkan oleh LIPI, jika rumah tangga yang tidak memenuhi salah satu dari keempat indikator ketahanan pangan tersebut, maka rumah tangga tersebut dikatakan rawan pangan, namun jika memenuhi keempat indi-kator ketahanan pangan, maka rumah tangga tersebut dikatakan tahan pangan. Struktur data pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.3 Struktur Data Responden Kecu

kupan

Stabi

litas Aksesibilitas Kualitas Y Variabel X X1 ... X21

3.3 Metode Pengambilan Sampling

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini meng-gunakan rancangan Simple Random Sampling (SRS) dengan populasi adalah rumah tangga penderita TB di Wilayah non pesisir Kota Surabaya, jumlah sampel yang akan diamati diperoleh menggunakan rumus SRS dibawah ini (Mendenhall, 2012).

p adalah proporsi jumlah penderita TB BTA(+) terhadap suspect TB di wilayah non pesisir Surabaya yaitu sebesar 0.1502.

Dengan menggunakan batas kesalahan estimasi (B) sebesar 6.5%

karena nilai D bervariasi antara 0,01 sampai dengan 0,25 (Dahlan,2009), maka diperoleh jumlah sampel (n) sebanyak 111 sampel yang dijabarkan dari perhitungan sebagai berikut.

 

Jumlah sampel yang dialokasikan di setiap Puskesmas dihitung secara proporsional terhadap jumlah penderita TB masing-masing dengan menggunakan rumus pada Persamaan (3.2).

N n

ncNc  (3.2)

Dimana

N = Ukuran seluruh rumah tangga penderita TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya

Nc = Ukuran populasi rumah tangga penderita TB di wilayah Puskesmas ke i, i =1,2,3,..., 40

(3.1)

25

nc = Ukuran sampel rumah tangga penderita TB di wilayah Puskesmas ke i, i =1,2,3,..., 40

Berikut adalah contoh perhitungan sampel untuk Kecamatan Tanjung sari menggunakan Persamaan (3.2).

2 nTanjungsari NTanjungsari

Sesuai dengan perhitungan diatas berikut adalah rincian populasi dan sampel untuk setiap puskesmas di tiap kecamatan dengan populasi yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Tabel 3.4 Jumlah Populasi dan Sampel pada Tiap Puskesmas

No Nama Puskesmas Populasi Sampel

1 PUSKESMAS TANJUNGSARI 41 2

Lanjutan Tabel 3.5

No Nama Puskesmas Populasi Sampel

29 PUSKESMAS JAGIR 64 3

30 PUSKESMAS WONOKROMO 48 2

31 PUSKESMAS NGAGELREJO 32 1

32 PUSKESMAS KEDURUS 76 4

33 PUSKESMAS DUKUH KUPANG 48 3

34 PUSKESMAS WIYUNG 57 3

35 PUSKESMAS BALAS KLUMPRIK 9 1

36 PUSKESMAS GAYUNGAN 14 1

37 PUSKESMAS JEMURSARI 25 1

38 PUSKESMAS SIDOSERMO 36 1

39 PUSKESMAS SIWALANKERTO 11 1

40 PUSKESMAS KEBONSARI 33 1

TOTAL 2308 111

3.4 Metode Analisis

Analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah menggunakan regresi logistik biner dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Melakukan analisis statistika deskriptif untuk mengetahui karakteristik gambaran ketahanan pangan dari rumah tang-ga dentang-gan penderita TB.

2. Memodelkan seluruh variabel prediktor terhadap variabel respon dengan metode regresi logistik biner.

a) Mengestimasi parameter

b) Melakukan uji serentak seluruh variabel prediktor ter-hadap variabel respon.

c) Melakukan uji parsial masing-masing variabel pre-diktor terhadap variabel respon.

d) Melakukan pembentukan model.

e) Melakukan interpretasi nilai odds ratio yang dipero-leh dari model terbaik yang didapatkan dengan analisis regresi logistik biner.

f) Menguji kesesuaian model yang telah terbentuk.

g) Melakukan ketepatan klasifikasi.

3. Mengambil kesimpulan dari hasil analisis.

27

Langkah-langkah diatas dapat disajikan secara visual dalam bentuk diagram alir pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram Alir Mendeskripsikan Data

Estimasi Parameter

Pengujian Serentak

Ya

Interpretasi Odds Ratio

Ketepatan Klasifikasi Tidak

Tidak Pengujian

Parsial Ya

Kesimpulan Mulai

Selesai Pengumpulan Data

Variabel yang tidak signifikan

dikeluarkan

Halaman ini sengaja dikosongkan

29 BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab analisis dan pembahasan akan membahas hasil analisis yang telah dilakukan. Analisis yang digunakan meliputi karak-teristik rumah tangga penderita penyakit TB dan analisis regresi logistik biner untuk memodelkan faktor-faktor yang mempengaruhi status ketahanan pangan rumah tangga pen-derita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya.

4.1 Karakteristik Rumah Tangga Penderita Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya

Analisis karakteristik meliputi kasus rumah tangga pende-rita penyakit TB, status ketahanan pangan rumah tangga pendepende-rita TB dan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya.

4.1.1 Karakteristik Kasus Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya

Berikut merupakan analisis karakteristik dilakukan menge-nai kasus penyakit TB, status ketahanan pangan rumah tangga dan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya. Jumlah wilayah pada penelitian ini adalah wilayah non pesisir Kota Surabaya dengan 20 Kecamatan dan 40 puskesmas. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, sebesar 2308 yang merupakan populasi rumah tangga penderita TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya pada tahun 2017. Berdasarkan Gambar 4.1 persentase penderita TB tertinggi pada tahun 2017 adalah Kecamatan Simokerto yaitu sebesar 0,2 % yaitu 162 orang dari jumlah penduduk sebesar 79.319 jiwa (BPS,2017), sedangkan jumlah penderita TB terendah dimiliki oleh Kecamatan Tenggilis Mejoyo, yaitu sebesar 0,03 % yaitu 23 orang dari jumlah penduduk sebesar 72.467 jiwa (BPS,2017), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Perentase Penderita Penyakit TB Menurut Jumlah Penduduk per Kecamatan di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya Tahun 2017

Penderita TB di wilayah Surabaya non pesisir menun-jukkan bahwa jenis TB BTA positif lebih banyak, dengan persentase sebesar 69 % dibandingkan penderita dengan jenis BTA negatif dengan persentase sebesar 31%, hal ini dapat diliha pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Persentase Penderita Penyakit TB Menurut Jenis TB Berdasarkan Gambar 4.3 menunjukkan lama pengobatan penyakit TB dimana masa pengobatan kurang dari atau sama dengan enam bulan memiliki persentase yang lebih banyak diban-ding dengan penderita yang masa pengobatannya lebih dari enam bulan yaitu sebesar 77 %, hal ini dapat diliha pada Gambar 4.3.

69%

31%

Positif Negatif

31

Gambar 4.3 Persentase Penderita Penyakit TB Berdasarkan Lama Pengobatan

4.1.2 Karakteristik Ketahanan Pangan Rumah Tangga Penderita Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya

Berikut merupakan analisis karakteristik Ketahanan Pangan Rumah Tangga Penderita Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya berdasarkan status ketahanan pangan rumah tangga penderita TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya yang meliputi empat indikator dari FAO (Food and Agriculture Organization) yaitu kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, serta kualitas atau keamanan pangan.

Gambar 4.4 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Kecukupan Pangan

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang dilihat dari indikator kecukupan ketersediaan pangan dapat diketahui bahwa sebesar 40% rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya memiliki ketersediaan

23%

77%

> 6 Bulan ≤ 6 Bulan

60% 40%

Cukup Tidak Cukup

pangan yang cukup sedangkan rumah tangga lainnya yaitu sebe-sar 60% memiliki ketersediaan pangan yang tidak cukup.

Selanjutnya dilihat dari frekuensi makan yang ditunjukkan pada gambar 4.5 sebagai berikut.

Gambar 4.5 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Frekunesi Makan Berdasarkan Gambar 4.5 menunjukkan bahwa rumah tangga penderita TB memiliki frekuensi makan lebih atau sama dengan tiga kali yaitu sebesar 80% sedangkan sisanya memiliki frekuensi makan kurang dari tiga kali dalam sehari yaitu sebesar 20 %. Selanjutnya dilihat dari indikator stabilitas pangan pada gambar 4.6.

Gambar 4.6Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Stabilitas Pangan

Selanjutnya Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa rumah tangga memiliki ketersediaan pangan yang stabil lebih kecil yaitu sebesar 32% Sedangkan persentase rumah tangga yang memiliki ketersediaan pangan yang tidak stabil yaitu sebesar 68%.

Penentuan kecukupan dan kestabilan ketersediaan pangan, juga dilihat dari indikator aksesibilitas atau keterjangkauan terha-dap pangan. Rumah tangga terha-dapat dikatakan memiliki akses yang

80%

20%

≥ 3 Kali < 3 Kali

68%

32%

Tidak Stabil Stabil

33

baik terhadap pangan jika lokasi pasar berada ≤ 2 km, jumlah anggota rumah tangga < 7 orang, tingkat pendidikan kepala rumah tangga minimal SD, serta cara memperoleh makanan po-kok dengan tidak berhutang/tunai. Berikut merupakan persentase rumah tangga berdasarkan akses fisik, akses sosial, dan akses ekonomi.

Gambar 4.7 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Akses Fisik, Akses Sosial, dan Akses Ekonomi

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga penderita TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya memi-liki akses fisik, sosial dan ekonomi yang baik karena pada gambar tersebut persentase jumlah keluarga yang kurang dari tujuh sebesar 91 %, kepala rumah tangga yang bersekolah sebesar 88

%,sebagian besar lokasi pasar berada kurang dari dua kilometer sebesar 77 % dan sebagain besar cara memperoleh ma-kanan pokok dengan tidak berhiutang sebesar 95 %, sehingga da-pat dikatakan sebagian besar rumah tangga memiliki aksesibilitas pangan yang baik.

Selain indikator kecukupan ketersediaan pangan dan sta-bilitas ketersediaan pangan, indikator yang lain adalah ak-sesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, serta kualitas

atau keamanan pangan. Indikator Aksesibilitas atau ke-terjangkauan terhadap pangan, dilihat dari aksesibilitas pangan dan kontinyuitas ketersediaan pangan. Berikut merupakan gambar Indikator Aksesibilitas pangan.

Gambar 4.8 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Aksesibilitas Pangan

Gambar 4.8 menunjukkan terdapat 67% rumah tangga me-miliki aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan yang baik. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 33% rumah tangga memi-liki aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan yang buruk, selanjutnya berikut merupakan gambar persentase konti-nyuitas ketersedian pangan.

Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Kontinyuitas Ketersediaan Pangan

Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa persentase rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya

67%

33%

Baik Buruk

16%

84%

Kontinyu Tidak Kontinyu

35

dilihat dari kontinyuitas ketersediaan pangan terdapat 16% rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya memiliki ketersediaan pangan yang kontinyu, sedang-kan rumah tangga memiliki ketersediaan pangan yang tidak kontinyu yaitu sebesar 84%. Selanjutnya indikator yang terakhir yang digunakan untuk mengukur status ketahanan pangan adalah dilihat dari jenis protein pada bahan makanan sehari-hari yang dikonsumsi dalam rumah tangga. Berdasarkan kriteria ini rumah tangga dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu rumah tangga dengan kualitas pangan baik dan rumah tangga dengan kualitas pangan tidak baik. Berikut merupakan diskripsi persen-tase rumah tangga berdasarkan indikator kualitas atau keamanan pangan.

Gambar 4.10 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Kualitas atau Keamanan Pangan

Gambar 4.10 menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga memiliki kualitas pangan yang baik yaitu sebesar 87%

rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya mengkonsumsi bahan makanan berupa protein hewani dan nabati atau protein hewani saja. Sedangkan 13 % rumah tangga memiliki kualitas pangan yang tidak baik atau dapat dikatakan rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya mengkonsumsi bahan makanan berupa protein nabati saja atau tidak ada protein sama sekali. Empat indikator ketahanan pangan yaitu kecukupan ketersediaan pangan,

87%

13%

Baik Tidak Baik

stabilitas ketersediaan pangan, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, serta kualitas atau keamanan pangan akan menghasilkan status ketahanan pangan suatu rumah tangga. Ru-mah tangga dikatakan tahan pangan apabila ruRu-mah tangga memi-liki ketersediaan pangan yang kontinyu dan kualitas pangan yang baik. Keempat indikator ketahanan pangan tersebut digunakan untuk menentukan rumah tangga tahan pangan atau rawan pa-ngan, berikut merupakan diskripsi persentase rumah tangga tahan pangan dan rawan pangan.

Gambar 4.11 Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga Gambar 4.11 menunjukkan persentase rumah tangga pen-derita TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya yang rawan pangan lebih besar dibandingkan dengan persentase rumah tangga yang tahan pangan yaitu sebesar 84% rumah tangga rumah tangga penderita TB paru di wilayah non pesisir Kota Surabaya me-rupakan rumah tangga rawan pangan, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16% merupakan rumah tangga tahan pangan dengan rincian di Kecamatan Sawahan yang paling banyak responden dengan rumah tangga rawan pangan yaitu terdapat 13 rumah tangga yang rawan pangan. Pada gambar 4.12 dapat dilihat bahwa persentase paling tinggi adalah di kecamatan Sawahan yaitu rumah tangga tahan pangan sebesar 13,9% dan rumah tangga rawan pangan sebesar 16,6% , sedangkan di kecamatan Gayungan

16%

84%

Tahan Pangan Rawan Pangan

37

dan Jambanagan persentase rumah tangga tahan pangan adalah 0%, persentase rumah tangga rawan pangan sebesar 1,07 %.

Gambar 4.12 Analisis Ketahanan Pangan Per Kecamatan

4.1.3 Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga Penderita Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya yang dilihat

4.1.3 Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga Penderita Penyakit TB di Wilayah Non Pesisir Kota Surabaya Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga penderita penyakit TB di wilayah non pesisir Kota Surabaya yang dilihat

Dokumen terkait