• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

D. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah analisis jalur dengan menggunakan AMOS 18.

Analisis jalur merupakan pengembangan dari model regresi yang digunakan untuk kesesuaian (fit) dari matrik korelasi dari dua atau lebih model yang dibandingkan oleh peneliti. Model biasanya digambarkan dengan lingkaran dan anak panah yang menunjukkan hubungan kausalitas. Regresi dilakukan untuk setiap variabel dalam model. Nilai regresi yang diprediksi oleh model dibandingkan dengan matrik korelasi hasil observasi variabel dan nilai goodness of-fit dihitung. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai

goodness of fit (Imam Ghozali, 2008:21).

Analisis jalur merupakan pengembangan lebih lanjut dari analisis regresi berganda dan bivariate. Analisis jalur ingin menguji persamaan regresi yang

59 X1 X2 X3 Y1 e1

melibatkan beberapa variabel eksogen dan endogen sekaligus sehingga memungkinkan pengujian terhadap variabel mediating/intervening atau variabel antara. Disamping itu analisis jalur juga dapat mengukur hubungan langsung antar variabel dalam model maupun hubungan tidak langsung antar variabel dalam model. Hubungan langsung antara variabel eksogen terhadap variabel dapat dilihat pada koefisien beta. Hubungan tidak langsung adalah seberapa besar pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen melalui variabel intervening. Pengaruh total dapat diperoleh dengan menjumlahkan hubungan langsung dan tidak langsung (Imam ghozali, 2008:93).

Dilihat dari kerangka berfikir penelitian ini, maka dapat diperoleh 2 (dua) substruktur linier sebagai berikut:

Substruktur I :

Gambar 3.1

Hubungan Kausal X1, X2, X3 terhadap Y1

Y1 = Y1X1 + Y1X2 + Y1X3 +

ε

1 Keterangan : Y1 = FDR X1 = Inflasi X2 = SBIS X3 = PUAS

60 X1 X2 X3 Y1 Z e1 e2

ε

1 = Residual Error Substruktur II :

Gambar 3.2 Hubungan Kausal X1, X2, X3 dan Y1

terhadap Z Z = ZX1 + ZY1 + ZX2 + ZX3 +

ε

3 Keterangan : Z = ROA Y1 = FDR X1 = Inflasi X2 = SBIS X3 = PUAS

ε

3 = Residual Error

Selanjutnya dengan menggunakan model logaritma natural formulasinya dapat dibentuk lebih nyata sebagai berikut :

Substruktur I : Y1 = Y1X1 + Y1X2 + Y1X3 +

ε

1

61 Hair et. al (1998) dalam Imam Ghozali (2008:61) mengajukan tahapan pemodelan dan analisis persamaan structural menjadi 7 (tujuh) langkah yaitu: Langkah 1: Pengembangan Model Berdasar Teori

Model persamaan structural didasarkan pada hubungan kausalitas, dimana perubahan satu variabel diasumsikan akan berakibat pada perubahan variabel lainnya. Hubungan kausalitas dapat berarti hubungan yang ketat seperti ditemukan dalam proses fisik seperti dalam riset perilaku yaitu alasan seseorang membeli produk tertentu. Kuatnya hubungan kausalitas antara dua variable yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak pada metode analisis yang dia pilih, tetapi terletak pada justifikasi (pembenaran) secara teoritis untuk mendukung analisis. Jadi jelas bahwa hubungan antar variable dalam model merupakan dedukasi dari teori.

Langkah 2 dan 3: Menyusun Diagram Jalur dan Persamaan Struktural

Langkah berikutnya adalah menyusun hubungan kausalitas dengan diagram jalur dan menyusun persamaan strukturalnya. Ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menyusun model struktural yaitu menghubungkan antar model konstruk laten baik endogen maupun eksogen dan menyusun measurement model yaitu menghubungkan konstrak laten endogen atau eksogen dengan variabel indikator atau manifest.

Langkah 4: Memilih Jenis Input Matrik dan Estimasi Model yang Diusulkan Model persamaan strukturak berbeda dari teknik analisis multivariate lainnya, SEM hanya menggunakan data input berupa matrik varian/kovariabn atau matrik korelasi. Data mentah obesrvasi individu dapat dimasukkan dalam

62 program AMOS, tetapi program AMOS akan merubah dahulu data mentah menjadi matrik kovarian atau matrik korelasi. Analisis terhadap data outlier harus dilakukan sebelum matrik kovarian atau korelasi dihitung. Teknik estimasi model persamaan structural pada awalnya dilakukan dengan ordinary least square (OLS) regression, tetapi teknik ini mulai digantikan oleh

Maximum Likelihood Estimation (ML) yang lebih efisien dan unbiased jika asumsi normalitas multivariate dipenuhi. Teknik ML sekarang digunakan oleh banyak program komputer. Namun demikian teknik ML sangat sensitif terhadap non-normalitas data sehingga diciptakan teknik estimasi lain seperti

weight least square (WLS), generalized least square (GLS) dan

asymptotivally distribution free (ADF).

Langkah 5 : Menilai Identifikasi Model Struktural

Selama proses estimasi berlangsung dengan program komputer, sering didapat hasil estimasi yang tidak logis atau meaningless dan hal ini berkaitan dengan masalah identifikasi model structural. Problem identifikasi adalah ketidakmampuan proposed model untuk menghasilkan unique estimate. Cara melihat ada tidaknya problem identifikasi adalah dengan melihat hasil estimasi yang meliputi: (1) adanya nilai standar error yang bvesar untuk satu atau lebih koefisien, (2) ketidakmampuan program untuk invert information matrix, (3) nilai estimasi yang tidak mungkin misalkan error variance yang negatif , (4) adanya nilai korelasi yang tinggi ( > 0,90) antar koefisien estimasi.

63 Salah satu tujuan dari Analisis Jalur adalah menentukan apakah model

planusible (masuk akal) atau fit. Suatu model penelitian dikatakan baik, apabila memiliki model fit yang baik pula. Tingkat kesesuaian model dalam buku Imam Ghozali (2008) terdiri dari :

1. Absolute Fit Measure

Absolute fit measure mengukur model fit secara keseluruhan (baik model strultural maupun model pengukuran secara bersamaan).

a. LikeliHood-Ratio Chi-Square Statistic

Ukuran fundamental dari overall fit adalah likeliHood-ratio chi-square (

χ

2). Nilai chi-square yang tinggi relative terhadap degree of freedom menunjukkan bahwa matrik kovarian atau korelasi yang diobservasi dengan yang diprediksi berbeda secara nyata dan ini menghasilkan probabilitas (p) akan menghasilkan nilai probabilitas (p) yang lebih besar dari tingkat signifikansi (

α

) dan ini menunjukkan bahwa input matrik kovarian abtara prediksi dengan observasi sesungguhnya tidak berbeda secara signifikan. Dalam hal ini peneliti harus mencari nilai chi-square yang tidak signifikan (p ≥ 0.05) karena mengharapkan bahwa model yang diusulkan cocok atau fit dengan data observasi.

b. CMIN/DF

Adalah nilai chi-square dibagi dengan degree of freedom. Beberapa pengarang menganjurkan menggunakan ratio ukuran ini

64 untuk mengukur fit. Menurut Wheaton et. Al (1977) dalam Imam GHozali (2008) nilai ratio 5 (lima) atau kurang dari lima merupakan ukuran yang reasonable. Peniliti lainnya seperti Byrne (1988) mengusulkan nilai ratio ini < 2 merupakan ukuran fit.

c. Goodness of Fit Index (GFI)

Goodness of Fit Index (GFI) dikembangkan oleh Joreskog dan Sorbon (1984) yaitu ukuran non-statistik yang nilainya berkisar antar 0 (poor fit) sampai 1 (perfect fit). Nilai GFI tinggi menunjukkan fit yang lebih baik dan berapa nilai GFI dapat diterima sebagai nilai yang layak belum ada standarnya, tetapi banyak peneliti menganjurkan nilai di atas 90% sebagai ukuran good fit.

d. Root Mean Square Erorrs of Approximation (RMSEA)

Root mean square error of approximination (RMSEA) merupakan ukuran yang mencoba memperbaikia kecenderungan statistic chi-square menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA antara 0,05 sampai 0,08 merupakan ukuran yang dapat diterima. Hasil uji empiris RMSEA cocok untuk menguji model konfitmatori atau competing model strategy dengan jumlah sampel besar.

2. Incremental Fit Measures

Incremental fit measures membandingkan proposed model dengan baseline model sering disebut dengan null model. Null model merupakan model realistic dimana model-model yang lain harus diatasnya.

65 a. Adjusted Goodness of Fit Indes (AGFI)

Adjusted Goodnbess of Fit Index (AGFI) merupakan

pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan ratio degree of freedom untuk propsed model dengan degree of freedom untuk null model. Nilai yang direkomendasikan adalah ≥ 0,90.

b. Tucker-Lewis Index (TLI)

Tucker-Lewis Index atau dikenal dengan nonnormed fit index

(NNFI). Pertama kali diusulkan sebagai alat untuk mengevaluasi analisis faktor, tetapi sekarang dikembangkan untuk SEM. Ukuran ini menggabungkan ukuran parsimony kedalam indek komparasi antara proposal model dan null model dan nilai TLI berkisar dari 0 sampai 1.0. Nilai TLI yang direkomemdasikan adalah ≥ 0,90.

c. Normed Fit Index (NFI)

Normed Fit Index merupakan ukuran perbandingan antara proposed model dan null model. Nilai NFI akan bervariasi dari 0 (no fit at all) sampai 1.0 (perfect fit). Seperti halnya TLI tidak ada nilai absolute yang dapat digunakan sebagai standar, tetapi umumnya direkomendasikan ≥ 0,90.

3. Parsimony Fit Measures

Ukuran ini menghubungkan goodness-of-fit model dengan sejumlah koefisien estimasi yang diperlukan untuk mencapai level fit. Tujuan dasarnya adalah untuk mendiagnose apakah model fit telah tercapai

66 dengan “overfitting” data yang memiliki banyak koefisien. Prosedur ini mirip dengan “adjustment” terhadap nilai R2 didalam multiple regression. Namun demikian karena tidak ada uji statistic yang tersedia maka penggunaannya hanya terbatas untuk membandingkan model.

a. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI)

Parsimonious goodness-of-fit index (PGFI) memodifikasi GFI atas dasar parsimony estimated model. Nilai PGFI berkisar antara 0 sampai 1.0 debngan nilai semakin tinggi menunjukkan model lebih parsimony.

b. Parsimony Normed Fit Index (PNFI)

Parsimonious normal fit index (PNFI) merupakan modifikasi dari NFI. PNFI memasukkan jumlahb degree of freedom yang digunakan untuk mencapai level fit. Semakin tinggi nilai PNFI semakin baik. Kegunaan utama dari PNFI adalah untuk membandingkan model dengan degree of freedom yang berbeda. Digunakan untuk membandingkan model alternative sehingga tidak ada nilai yang direkomendasikan sebagai nilai fit yang diterima. Namun demikian jika membandingkan dua model maka perbedaan PNFI 0,60 sampai 0,90 menunjukkan adanya perbedaan model yang signifikan.

67 Tabel 3.1

Standar Penilaian Kesesuaian (Fit)

Laporan Statistik Nilai yang Direkomendasikan Imam Ghozali (2008)

Cut of value Keterangan

Absolut Fit

Probabilitas

χ

2 Tidak signifikan (p > 0.05) Model yang diusulkan cocok/fit dengan data observasi

2

χ

/df 5

< 2

- Ukuran yang reasonable - Ukuran fit RMSEA < 0.1 < 0.05 < 0.01 0.05 x 0.08 - good fit - very good fit - outstanding fit - reasonable fit

GFI > 0.9 good fit

Incremental Fit

AGFI 0.9 good fit

TLI 0.9 good fit

NFI 0.9 good fit

Parsimonious Fit

PNFI 0-1.0 lebih besar lebih baik PGFI 0-1.0 lebih besar lebih baik (Sumber : Imam Ghozali, 2008)

Langkah 7 : Interpretasi dan Modifikasi Model

Ketika model telah dinyatakan diterima, maka peneliti dapat mempertimbangkan dilakukannya modifikasi model untuk memperbaiki penjelasan teoritis atau goodness-of-fit. Modifikasi dari model awal harus dilakukan setelah dikaji banyak pertimbangan. Jika model dimodifikasi, maka model tersebut harus di cross-validated (diestimasi dengan data terpisah) sebelum model modifikasi diterima.

68 E. Operasional Variabel

1. Variabel Endogen a. FDR (Y1)

FDR disebut juga rasio pembiayaan terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk pembiayaan. Penyaluran pembiayaan merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Data FDR yang digunakan adalah jumlah FDR pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah periode Januari 2005 – Oktober 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah pada situs www.bi.go.id

a. ROA (Y2)

ROA adalah salah satu metode penilaian yang digunakan untuk mengukur tingkat rentabilitas sebuah bank, yaitu tingkat keuntungan yang dicapai oleh sebuah bank dengan seluruh dana yang ada di bank. ROA membandingkan laba terhadap total aset, yang dapat dicari dengan rumus berikut (Bank Indonesia, 2006) :

Data digunakan adalah perkembangan ROA yang terjadi pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah periode Januari 2005 – Oktober 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Keuangan dan Perbankan Indonesia pada situs www.bi.go.id.

69 2. Variabel Eksogen

b. Inflasi (X1)

Menurut Sukirno (2004:27) inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya, sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-harga pada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya. Data inflasi yang digunakan adalah perkembangan inflasi per bulan periode November 2004 - Oktober 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id.

c. Pasar Uang Antarbank Syariah (X2 )

Menurut Pasal 1 butir (4) Peraturan Bank Indonesia No. 2/8/PBI/2000, yang telah diubah menjadi No. 7/26/PBI/2005 pengertian PUAS adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antarpeserta pasar berdasarkan prinsip Mudharabah. Sedangkan penegrtian mudharabah pada Pasal 1 butir (5) PBI tersebut adalah ”perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan, dan keuntungan tersebut akan dibagikan kepada kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. (Wirdyaningsih dkk, 2005:142). Data PUAS yang digunakan adalah data volume transaksi pasar uang pada Bank syariah Indonesia periode November 2004 – Oktober 2010. Data tersebut diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah pada situs www.bi.go.id.

70 d. SBIS (X3)

Menurut Wirdyaningsih dkk(2005:149) Sertifikat Wadiah Bank Inonesia adalah sertifikat yang diterbitkan sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan mengunakan prinsip wadiah. Sedangkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh bank indonesia (Bank Indonesia, 2008). Data SWBI atau SBIS yang digunakan adalah data statistik perbankan per bulan periode November 2004 – Oktober 2010. Data tersebut diperoleh dari situs www.bi.go.id

71 BAB IV