METODOLOGI PENELITIAN
D. Metode Analisis
1. Uji Stasioneritas
Langkah pertama sebelum melakukan uji GARCH, terlebih dahulu
dilakukan uji stasioneritas data pada semua variabel yang digunakan.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data time series. Data
time series dikatakan stasioner jika rata-rata, varian dan kovarian pada
setiap lag adalah tetap sama pada setiap waktu. Jika data time series tidak
memenuhi kriteria tersebut maka data dikatakan tidak stasioner. Dengan
kata lain data time series dikatakan tidak stasioner jika rata-ratanya
maupun variannya tidak konstan, berubah-ubah sepanjang waktu
(Widarjono, 2007:340-341). Variabel-variabel ekonomi yang terus
menerus meningkat sepanjang waktu adalah contoh dari variabel non
stasioner dalam persamaan mengakibatkan standar error yang dihasilkan
menjadi bias. Adanya bias ini menyebabkan kriteria konvensional yang
biasa digunakan untuk menjustifikasi kausalitas antara dua variabel
menjadi tidak valid. Dalam ekonometri dikenal dengan beberapa pengujian
unit root dan data ekonomi makro umumnya adalah data time series yang
rentan dengan ketidakstasioneran, untuk itu sebelumnya dilakukan uji
44
Ide dasar untuk menguji ada tidaknya masalah akar unit
dengan mengestimasi persamaan:
∆Yt-1 = Yt-1 + et... (3.1) Dengan hipotesis nul =0 maka ρ=1 sehingga data Y mengandung akar unit yang berarti data time series Y adalah tidak stasioner. Jika nilai
koefisien =0 maka bisa disimpulkan bahwa data Y adalah tidak stasioner. Tetapi jika  negatif maka data Y adalah stasioner karena agar  tidak sama dengan nol maka nilai ρ harus lebih kecil dari satu (Widarjono, 2007:342-343).
Dalam penelitian ini uji stasioner yang digunakan adalah uji
Augmented Dickey Fuller (ADF) pengujian ini dapat dilakukan untuk
mengetahui kestasioneran data. Formulasi uji ADF sebagai berikut:
∆Yt = α0 + Yt-1 +
p
i 2
i ∆Yt-1 +1 + et... (3.2) Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak
dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai
kritisnya distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF
lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan
stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari
nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Apabila data yang diperoleh
45
membuat data menjadi stasioner melalui proses diferensi data. Uji
stasioner data melalui proses diferensi ini disebut dengan uji derajat
integrasi. Formulasi uji derajat integrasi dari ADF sebagai berikut:
∆βYt = α0 + ∆Yt-1 +
p
i 2
i ∆βYt-1+1 + et ... (3.3) Jika nilai absolut dari statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya
pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat
satu. Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu
dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi, sehingga diperoleh data yang
stasioner (Widarjono, 2007:344-349).
2. Uji GARCH
Setelah dilakukan uji stasioneritas data pada seluruh variabel dan
diyakini bahwa seluruh variabel tersebut sudah stasioner, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan uji GARCH untuk menjelaskan pengaruh
variabel-variabel yang digunakan dan berapa besar pengaruhnya. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series. Data time
series terutama data di sektor keuangan atau finansial, sangat tinggi tingkat
volatilitasnya. Volatilitas yang tinggi ini ditunjukkan oleh suatu fase
dimana fluktuasinya relatif tinggi dan kemudian diikuti fluktuasi yang
rendah dan kembali tinggi. Dengan kata lain, data ini mempunyai rata-rata
46
Adanya volatilitas yang tinggi ini tentunya menyulitkan
para peneliti untuk membuat estimasi dan prediksi pergerakan
variabel tersebut. Oleh karena itu, di dalam menganalisis perilaku
data runtut waktu (time series) untuk sektor finansial misalnya
harga saham, nilai tukar rupiah, suku bunga dan sebagainya,
peneliti seringkali menemukan bahwa kemampuan atau presisi
peramalan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Misalnya, pada satu
periode, peramalan mengalami kesalahan yang kecil tetapi di
waktu lain mengalami kesalahan yang cukup besar dan kemudian
kesalahan kembali mengecil. Variabilitas ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa variabel ekonomi seperti kebijakan moneter dan
fiskal, maupun variabel non ekonomi seperti ketidakstabilan politik
bahkan yang sifatnya sekedar rumor (Widarjono, 2007:319).
Dengan tingginya volatilitas data maka perlu dibuat suatu
model pendekatan untuk mengukur masalah residual. Salah satu
model estimasi yang membahas perilaku data dengan volatilitas
tinggi tersebut adalah model GARCH (Widarjono, 2007:319).
Model GARCH merupakan model perkembangan dari
model ARCH. Model ARCH (Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity) dikembangkan oleh Robert Engle (1982) dan
dimodifikasi oleh Mills (1999), selanjutnya Tim Bollerslev (1986
47
disebut GARCH. GARCH ini dimaksudkan untuk memperbaiki
ARCH (Wing Wahyu Winarno, 2007:8.1).
Untuk menjelaskan model GARCH dapat menggunakan
model regresi sedehana sebagai berikut (Widarjono, 2007:327):
Yt= 0+ 1Xt +et ...(3.4 )
Dimana: Y = Variabel dependen
X = Variabel independen
e = residual
Model residual dalam persamaan (3.3) disebut model GARCH
(1,1) karena varian residual hanya dipengaruhi oleh residual periode
sebelumnya dan varian residual periode sebelumnya. Secara umum model
GARCH yakni GARCH (p,q) dapat dinyatakan melalui persamaan sebagai
berikut:
σt2= α0 + α1et2-1+ ...+ αpet2-p+ λ1σt2-1 + ...+λqσt2-q... (3.5)
Dimana p menunjukkan unsur ARCH dan q unsur GARCH
(Widarjono, 2007:328).
Dalam model ARCH GARCH, ada beberapa bentuk lain model
ARCH GARCH antara lain:
a. ARCH in mean (M-ARCH)
b. Threshold ARCH (TARCH)
c. Eksponential ARCH/GARCH (E-GARCH)
48
Penulis akan mencari model GARCH yang paling layak untuk
menjelaskan pengaruh variabel-variabel aksi jual-beli asing, kurs, SBI,
inflasi, Produk Domestik Bruto dan indeks Hang Seng terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan dan berapa besar pengaruhnya.
Untuk memilih model yang paling layak, maka dilakukan proses
trial dan error atau mencoba beberapa kemungkinan model, sehingga
menghasilkan model yang terbaik (Nachrowi, 2007:424).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memilih model
terbaik, yaitu (Wing Wahyu, 2007:8.21):
a. Melihat nilai R2. Model paling tinggi nilai R2-nya berarti model
paling baik, karena dapat menjelaskan hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen lebih baik dibanding model
lain yang R2-nya lebih rendah.
b. Melihat koefisien AIC (Akaike Info Criterion) dan SIC (Schwarz
Info Criterion). Model yang paling rendah nilai AIC dan SIC-nya
adalah model yang paling baik.
c. Masukkan nilai data ke dalam persamaan. Model yang paling baik
adalah model yang angka prediksinya mendekati kenyataan.
Dalam penelitian ini untuk pengolahan data menggunakan
49