• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan perikanan termasuk dinamika upaya penangkapan berlangsung tidak secara parsial yang menyangkut salah satu jenis alat tangkap tetapi seluruh alat tangkap. Karena kegiatan penangkapan dilakukan di kawasan perairan yang sama maka bila terjadi perubahan jumlah suatu alat tangkap tertentu, yang terjadi adalah perubahan pada seluruh konstelasi perikanan. Dengan dasar ini maka model analisis data yang digunakan adalah model SUR (Seemingly Unrelated Regression) dimana seolah-olah alat tangkap yang beroperasi di perairan yang sama tidak berhubungan atau berinteraksi namun sesungguhnya mereka saling berinteraksi. Alasan bahwa alat tangkap yang digunakan saling berinteraksi adalah : (1) menangkap sumberdaya ikan yang sama; (2) berlokasi di perairan yang sama; dan (3) sifat ekstrabilitas dan

indivisibilitas sumberdaya ikan. Oleh karena itu asumsi yang digunakan dalam model ini adalah : (1) investasi adalah tetap yang berarti tidak ada penambahan atau pengurangan investasi (misalnya kapal, alat tangkap, dan lain-lain) dalam suatu kawasan perairan yang dilakukan simulasi model, dan (2) kondisi awal perairan sudah mengalami overfishing.

Model yang digunakan adalah model SUR yang dimodifikasi dari Tai and Heaps (1996) sebagai berikut:

dE

jt

/d

t

= ¿

j

. [ ï

jt

/ E

jt

- ã

j

] (1)

dimana :

j = alat tangkap ke-j yaitu : 1 = payang (jala lompo) 2 = pukat pantai (panambe) 3 = pukat cincin (gae)

4 = jaring insang hanyut (puka’) 5 = jaring lingkar (rengge) 6 = jaring klitik (p. doang) 7 = jaring insang tetap (lanra) 8 = bagan perahu (bagan lopi) 9 = bagan tancap (bagan menteng) 10 = rawai tetap (rawe)

11 = pancing tonda 12 = sero

13 = bubu (pakkaja)

Keterangan : identifikasi unit penangkapan (perahu dan alat tangkap) mengacu kepada buku panduan Balai Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) Tahun 2000 dan Tahun 2003.

t = indeks tahun, 1979 – 2003

E = alat tangkap yang telah distandarisasi, dengan jaring lingkar sebagai alat standar

dE

jt

/d

t = perubahan jumlah alat j setiap tahun

¿

j = parameter respons yang menunjukkan besar pengaruh kebijakan tertentu terhadap keuntungan, yang pada akhirnya mempengaruhi dinamika perubahan jumlah alat tangkap

Dalam penelitian ini, skenario kebijakan adalah :

(1) kenaikan BBM (solar) menjadi Rp 4.300; Rp 6.000; dan Rp 6.300,- (2) kenaikan harga ikan 20% dan 30%

(3) biaya bunga 14% dan 16%

(4) kenaikan upah (bagi hasil nelayan) 10%

ã

j = biaya/ pendapatan oportunitas yang merupakan variabel yang diduga dari dalam model (endogenous variable). Biaya oportunitas adalah alternatif terbaik yang dikorbankan atau harus dipertimbangkan oleh setiap pengguna alat tangkap dengan adanya skenario kebijakan yang diambil.

Dengan melakukan ekspansi persamaan (1) maka :

dE

jt

/d

t

= ¿

j

. ï

jt

/ E

jt

- ¿

j

ã

j

(2)

Format persamaan (2) ini yang diestimasi dengan pendekatan SUR, terdiri dari 13 persamaan untuk masing-masing skenario kebijakan. Karena itu dengan adanya 8 skenario kebijakan maka persamaan yang diestimasi sebanyak 104 persamaan.

Dari persamaan (1), dapat dihitung bahwa :

Bila

ï

j >

ã

j

maka

d E

t

> 0

(positif)

Bila

ï

j <

ã

j

maka

d E

t

< 0

(negatif)

Bila

ï

j =

ã

j

maka

d E

t

= 0

(stabil)

Estimasi pendapatan per alat tangkap adalah sebagai berikut :

Ï

j t

=

i

(P

i t

.H

i j t

) + BC

j t

– c

j

– Y

j t

– FC

j t

(3)

dimana :

P

i t = harga ikan i di tingkat nelayan padat tahun t

BC

j t = penerimaan hasil tangkap sampingan pada tahun t

c

j

= biaya operasi alat tangkap j

Estimasi

Y

j t , porsi bagi hasil nelayan adalah sebagai berikut :

Y

j t

= [

i

P

i t

. H

i j t

+ BC

j t

- c

j ] . SH j (4)

dimana : SH j = bagian atau persentase hasil nelayan

Pendapatan Ï jt menurut persamaan (3) untuk tahun 2003 dihitung

berdasarkan data primer yang diperoleh melalui wawancara responden. Sementara pendapatan pada tahun-tahun sebelumnya diestimasi melalui pendeflasian pendapatan tahun 2003 dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Makassar pada setiap tahun. Estimasi alat tangkap yang telah distandarisasi adalah sebagai berikut :

Ej t =

P

j t .

A

j t (5)

= (

U

j t /

U

s t ) .

A

j t (6)

dimana :

Ej t = jumlah alat tangkap yang telah distandarisasi

P

j t = indeks upaya penangkapan j pada tahun t

A

j t = jumlah alat tangkap j pada tahun t

U

j t = produktivitas alat tangkap j pada tahun t

U

s t = produktivitas alat tangkap standar tahun t, dengan jaring lingkar sebagai

alat tangkap standar

3.4.2 Analisis kebijakan prioritas pengembangan perikanan

Analisis kebijakan prioritas pengembangan perikanan bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai prioritas kebijakan di sektor kelautan dan perikanan yang meliputi kebijakan di sub sektor perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan serta usaha non perikanan guna pengembangan usaha perikanan di wilayah padat tangkap. Hasil analisis ini berguna bagi para pengambil keputusan di sektor kelautan dan perikanan sesuai dengan daerah lokasi penelitian. Hasil analisis ini digunakan untuk melengkapi analisis dinamika pengembangan perikanan yang dilakukan dengan model SUR.

Alat analisis yang digunakan adalah SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) dan AHP (Analytical Hierarchy Process). Analisis SWOT merupakan analisis yang menggabungkan unsur internal yakni Stregth (kekuatan) dan Weakness (kelemahan) serta unsur eksternal yakni Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman). Penentuan komponen SWOT tersebut didasarkan atas pendapat pakar yang berkompeten.

Analisis SWOT selanjutnya digunakan pada AHP. AHP merupakan suatu proses yang memasukkan berbagai pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis, yang bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah dan pada logika. Software yang digunakan dalam mengolah data dengan metode AHP ini adalah expert choice.

Berdasarkan kedua analisis tersebut tersusun suatu hirarki seperti pada Gambar 14. Hirarki tersebut dituangkan ke dalam kuesioner dan dilakukan penilaian prioritas oleh responden dengan menggunakan skala Saaty seperti yang terlihat pada Tabel 8.

Gambar 14. Hirarki Penentuan Kebijakan Pengembangan Perikanan di Wilayah Padat Tangkap

PENENTUAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN DI WILAYAH PADAT TANGKAP

STRENGTHS WEAKNESSES OPPORTUNITIES THREATS

a b e f g l n o p PERIKANAN BUDIDAYA USAHA NON- PERIKANAN PENGOLAHAN PERIKANAN m h c PERIKAN AN d i j k Level 1 Fokus Level 2 Komponen SWOT Level 3 Faktor SWOT Level 4 Alternatif Kebijakan

Tabel 8. Skala Perbandingan Saaty

Intensitas/

Pentingnya Definisi Keterangan

1 Atribut yang satu dengan yang lainnya sama penting

Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan

3 Atribut yang satu sedikit lebih penting (agak kuat) dari atribut yang lainnya.

Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu lebih disukai daripada yang lain

5 Sifat lebih pentingnya atribut yang satu dengan lain kuat

Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain.

7 Menunjukkan sifat sangat penting satu atribut dengan atribut lain

Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan 9 Satu atribut ekstrim penting dari

atribut lainnya

Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai.

2, 4, 6, 8 Nilai tengah diantara dua penilaian

Diperlukan kesepakatan (kompromi) Resiprokal Jika aktivitas i, dibandingkan

dengan j, mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i, mempunyai nilai kebalikannya

Asumsi yang masuk akal

Rasional Rasio yang timbul dari skala Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks

Dokumen terkait