• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis sistem adalah studi mengenai sistem atau organisasi dengan menggunakan asas-asas metode ilmiah, sehingga dapat dibentuk konsepsi dan

model yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan untuk mengadakan perubahan-perubahan struktur dan metode serta menentukan kebijakan,

strategi, dan teknik.

Manetsch and Park (1976) membatasi sistem sebagai seperangkat elemen yang saling berkaitan, yang dirancang dan diorganisir untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Sistem dapat merupakan suatu proses yang sangat rumit yang ditandai oleh sejumlah lintasan sebab akibat. Gasperz (1992) mengemukakan, sistem adalah sekumpulan elemen-elemen yang saling berhubungan melalui berbagai bentuk interaksi dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang berguna.

Berdasarkan definisi sistem tersebut, dapat dirumuskan ciri-ciri atau karakteristik sistem sebagai berikut :

(1) terdiri dari elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan sistem; (2) adanya tujuan dan saling ketergantungan;

(3) adanya interaksi antar elemen;

(4) mengandung mekanisme, kadang-kadang disebut juga dengan transformasi; (5) adanya lingkungan yang mengakibatkan dinamika sistem.

Dari karakteristik sistem, maka keberadaan sistem harus dilandasi prinsip- prinsip adanya elemen-elemen, adanya kesatuan, adanya hubungan fungsional, adanya tujuan yang berguna, serta memiliki lingkungan. Ketiadaan salah satu karakteristik sistem seperti yang dikemukakan, maka pernyataan itu tidak dapat dikatakan sebagai sistem (Gasperz , 1992).

Simulasi merupakan salah satu kegiatan dalam analisis sistem yang secara garis besarnya meliputi tiga kegiatan, yaitu (1) merumuskan model yang menggambarkan sistem dan proses yang terjadi didalamnya (2) melakukan eksperimen, dan (3) menggunakan model dan data untuk memecahkan masalah.

2.6.2 Pendekatan sistem

Setiap aspek dalam pengeloaan sumberdaya perikanan dipengaruhi oleh banyak faktor dan permasalahan yang satu sama lain saling mempengaruhi. Mengingat kompleksnya masalah yang dihadapi dalam penelitian ini, maka untuk melakukan analisis digunakan pendekatan sistem (system approach).

Pendekatan sistem adalah suatu metodologi pemecahan persoalan yang dimulai dengan (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi masalah (3) formulasi permasalahan, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial, dan politik, dan (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. Langkah ke- 1 sampai ke-6 dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal dengan analisis sistem (Eriyatno, 1998).

Sistem adalah kumpulan dari komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling terkait dan terorganisir untuk mencapai tujuan. Dalam pendekatan sistem terdapat dua sifat yang sangat berperan yaitu : (a) menentukan semua faktor yang penting untuk pemecahan masalah yang baik, dan (b) menggunakan model kuantitatif

yang cocok untuk membantu membuat keputusan yang rasional pada beberapa tingkat keputusan (Manetsch and Park, 1976). Tahapan kerja pendekatan sistem dapat dilihat pada Gambar 7.

K e b u tu h a n D a s a r A n a ls is K e b u tu h a n a b s a h ? le n g k a p ? P e rn ya ta a n k e b u tu h a n F o rm u la s i p e rm a s a la h a n c u k u p ? Id e n tifik a s i S is te m D ia g ra m L in g k a r D ia g ra m K o ta k G e la p L e n g k a p ? IN P U T -O U T P U T p a ra m e te r ra n c a n g b a n g u n R e k a ya s a A w a l M o d e l O K ? D ia g ra m A lir D e s k rip tif Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya

2.6.3 Analisis kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan tahapan yang penting dalam pendekatan sistem karena sistem yang dirancang dalam operasionalisasinya harus mampu memenuhi kebutuhan setiap aktor yang terlibat dan terkait dalam pembangunan sistem pengelolaan perikanan di suatu wilayah. Berdasarkan penelaahan kondisi empiris, studi literatur, dan batasan permasalahan maka telah diidentifikasi beberapa aktor utama yang terlibat dalam sistem pengelolaan perikanan di daerah padat tangkap yaitu : (1) nelayan; (2) Pemerintah (Pusat dan Daerah); (3) Konsumen; dan (4) Lembaga Keuangan/ perbankan

Kebutuhan dari masing-masing aktor tersebut adalah sebagai berikut : (1) Nelayan (tradisional dan perusahaan skala besar) :

• hasil tangkapan (produksi) meningkat • pendapatan dan kesejahteraan meningkat • sarana penangkapan ikan memadai

• teknologi penangkapan yang dapat dikuasai/dikerjakan • usaha berkembang (kepastian/jaminan pasar)

(2) Pemerintah (Pusat dan Daerah) :

• sumberdaya ikan dan lingkungan perairan lestari • devisa ekspor hasil perikanan meningkat

• pendapatan dan kesejahteraan nelayan meningkat • pemanfaatan sumberdaya ikan optimal

• pungutan/PAD meningkat

• penyerapan tenaga kerja meningkat (3) Konsumen/ masyarakat :

• kebutuhan ikan terpenuhi dalam jumlah dan waktu yang tepat • harga ikan yang pantas

• mutu ikan yang baik

(4) Lembaga Keuangan atau perbankan : • jumlah nasabah meningkat

2.6.4 Formulasi permasalahan

Permasalahan yang sering muncul dalam pengelolaan perikanan adalah ketidakseimbangan dalam pemenuhan tujuan yang ingin dicapai oleh masing-

masing aktor yang terlibat. Pengelolaan perikanan melibatkan berbagai komponen yang terkait satu sama lain. Keterkaitan ini ditunjukkan oleh adanya interaksi antar respon yang terjadi setiap aktor untuk memenuhi kebutuhan baik yang bersifat saling mendukung ataupun bersifat saling melemahkan. Keberhasilan pembangunan perikanan dalam suatu wilayah

sangat ditentukan oleh harmonisasi tingkat kepentingan setiap aktor yang terlibat.

Berdasarkan analisis kebutuhan dari masing-masing aktor teridentifikasi kebutuhan yang bersifat kontradiktif (konflik) baik antar aktor ataupun antar tujuan. Sebagai contoh, kebutuhan nelayan untuk selalu meningkatkan hasil penangkapan ikan (dengan cara meningkatkan effort atau upaya penangkapan) menjadi terkendala oleh kebijakan pemerintah tentang konservasi sumberdaya ikan dan lingkungannya atau oleh kebijakan penangkapan yang ramah lingkungan (environment-friendly), meskipun dalam jangka panjang kebijakan pemerintah tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan nelayan juga. Perilaku para nelayan (besar maupun kecil) yang selalu memaksimalkan rent economic atau nilai keuntungan jangka pendek adalah bertolak belakang dengan perilaku pemerintah yang orientasi keuntungannya lebih bersifat jangka panjang. Upaya untuk meningkatkan produksi ikan, penyerapan tenaga kerja serta pendapatan nelayan terbatasi oleh kemampuan dukungan stok sumberdaya ikan. Sementara itu isu otonomi daerah yang semakin mengemuka telah memacu Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD, termasuk PAD yang berasal dari pemanfaatan sumberdaya perikanan. Besar kecilnya kontribusi ekonomi dari kegiatan perikanan akan mempengaruhi laju pembangunan sektor kelautan dan perikanan, termasuk pembangunan sarana dan prasarana perikanan.

Untuk melihat secara skematis sistem pengelolaan perikanan dalam suatu wilayah secara global maka dibentuk suatu diagram lingkar sebab-akibat (causal-loop diagram) seperti diperlihatkan pada Gambar 8. Pembentukan Causal-loop diagram merupakan salah satu tahapan dalam konseptualisasi model yang bermanfaat untuk menunjukkan prediksi dan hipotesis tentang dinamika dan perilaku sistem yang dirancang.

Stok Sumber Daya Ikan Populasi Nelayan Upaya Penangkapan (effort) Produksi Perikanan Eksploitasi s.d. pesisir/laut Kebutuhan Pendapatan Pendapatan Nelayan Kerusakan lingkungan perairan/laut Permintaan Ikan Kualitas Hasil Tangkapan Kredit Perbankan Sarana/Prasarana Perikanan + - + + + + + + + + + + + - - - + Kontribusi Pendapatan Pemerintah + +

Berdasarkan causal-loop diagram tersebut teridentifikasi 3 (tiga) diagram lingkar utama yaitu : (1) populasi meningkat menyebabkan upaya penangkapan, produksi ikan, dan pendapatan juga meningkat dan berdampak positif terhadap penambahan populasi; (2) peningkatan populasi dan upaya penangkapan menyebabkan stok ikan berkurang, pendapatan menjadi berkurang dan berpengaruh negatif kepada penambahan populasi; (3) besarnya stok ikan menyebabkan daya tarik untuk melakukan upaya penangkapan sehingga produksi ikan dan pendapatan dapat meningkat serta eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir lain menjadi berkurang, akibatnya kelestarian lingkungan terjaga yang berpengaruh positif kepada penambahan stok ikan. Diagram lingkar (1) merupakan suatu positive feedback yang bersifat membangun, berbeda dengan diagram lingkar (2) dan (3) yang merupakan negative feedback yang bersifat mengontrol. Realitas yang terjadi di alam adalah positive feedback selalu diimbangi oleh negative feedback sehingga tercapai keseimbangan atau harmonisasi.

Penetapan sistem perikanan di wilayah padat tangkap sebagai suatu sistem tertutup memberikan fasilitas adanya mekanisme pengendalian (kontrol) terhadap timbulnya suatu output sistem yang tidak dikehendaki. Berdasarkan konseptualisasi sistem dalam bentuk causal-loop diagram dan kaitannya dengan tujuan dari perancangan sistem maka identifikasi sistem dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram input-output yang menggambarkan masukan (input) dan keluaran (output) serta kontrol dari sistem (Gambar 9).

SISTEM MANAJEMEN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP

INPUT LINGKUNGAN • Peraturan/Kebijakan Pemerintah

• WTO, GATT, AFTA, NAFTA, dll

• Preferensi Konsumen

INPUT TAK TERKENDALI

• Kondisi fisik/biologi Lingkungan Perairan

• Harga ikan

• Dinamika sumberdaya ikan

INPUT TERKENDALI • Upaya penangkapan (effort)

• Sarana dan prasarana perikanan

• Mutu hasil perikanan

• Produksi

OUTPUT DIKEHENDAKI

• Produksi ikan meningkat

• Kelestarian SDI terjaga

• Pendapatan/kesejahteraan nelayan meningkat

• Pendapatan daerah naik

• Penyerapan tenaga kerja naik

OUTPUT TAK DIKEHENDAKI

• Penurunan stok ikan

• Kerusakan lingkungan dan sumberdaya pesisir/lautan

• Kerugian usaha penangkapan

MANAJEMEN PENGENDALIAN

2.6.6 Pemodelan

Pemodelan (modelling) adalah suatu teknik untuk membantu konseptualisasi dan pengukuran dari suatu sistem yang kompleks, atau untuk memprediksi konsekuensi (response) dari sistem terhadap tindakan manusia. Hasil dari pemodelan disebut sebagai model.

Model adalah abstraksi dan penyederhanaan dari sistem yang sebenarnya. Model merupakan alat untuk memprediksi perilaku dari suatu entitas yang kompleks dan sedikit dipahami (atas dasar perilaku dari bagian-bagian yang telah diketahui dengan baik). Model tidak pernah terdiri dari semua aspek realitas atau sistem sebenarnya, melainkan hanya karakteristik yang esensial sesuai dengan konteks pemecahan masalah yang hendak dilakukan (Hall and Day, 1977).

Penggunaan model akan sangat bermanfaat jika diterapkan pada suatu sistem yang rumit. Pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap melibatkan banyak faktor yang saling terkait, sehingga penggunaan model dalam sistem ini akan banyak membantu. Dalam Kaitannya dengan rekayasa model pengelolaan perikanan dengan menggunakan pendekataan sistem, kedudukan model adalah sebagai informasi dasar untuk menunjang proses pengambilan keputusan secara tepat.

Model harus merupakan gambaran yang sahih dari sistem yang nyata, realistik, dan informatif. Model yang tidak sahih akan memberikan hasil simulasi yang menyimpang dari kenyataan sehingga akan memberikan informasi yang tidak tepat.

Dalam analisa sistem, pada hakekatnya pusat perhatian tertuju pada model simbolik (model matematik) sebagai perwakilan dari realitas yang dikaji. Format Model dapat berupa angka, simbol, dan rumus. Model lain yang biasa digunakan adalah model analog (model diagramatik) seperti kurva permintaan, kurva distribusi frekuansi, dan diagram alir; serta model ikonik (model fisik) seperti foto, peta, dan lain-lain (Eriyatno, 1998).

Selanjutnya menurut Eriyatno (1998) tahapan dari pemodelan adalah :

(1) Tahap seleksi Konsep, yaitu melakukan alternatif-alternatif dari hasil tahap evaluasi kelayakan. Seleksi dilakukan untuk menentukan

alternatif-alternatif mana yang bermanfaat dan bernilai cukup untuk dilakukan permodelan abstraksi dan juga sebagai pertimbangan biaya dan penampakaan dari sitem yang dihasilakan.

(2) Tahap Rekayasa Model, dimulai dari menetapkan jenis model abstraksi yang akan diterapkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik sistem. Kegiatan lain yang termasuk dalam tahap ini adalah penelaahan yang teliti dengan asumsi model, konsistensi internal pada struktur model, data input untuk pendugaan parameter, hubungan fungsional antar peubah kondisi aktual, dan memperbandingkan model dengan kondisi aktual sejauh mungkin. Hasil dari tahap ini adalah deskripsi dari model abstrak yang telah melalui uji permulaan atas validitasnya.

(3) Tahap Implementasi Komputer, pada tahap ini model abstrak diwujudkan dalam berbagai bentuk persamaan, diagram alir, dan diagram blok dengan menggunakan bahasa program/komputer.

(4) Implementasi Model. Setelah program komputer dibuat maka dilakukan tahap pembuktian (vertifikasi) bahwa model komputer tersebut mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji.

(5) Tahap Validasi, adalah usaha untuk menyimpulkan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi adalah suatu proses iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai penyempurnaan model komputer. Uji statistik (misalnya perhitungan koefisien determinasi, pengujian hipotesis, dan lain-lain) juga dapat dilakukan pada tahap ini. Suatu model mungkin telah mencapai status validasi (absah) walaupun masih menghasilkan kekurangbenaran output. Suatu model adalah absah karena konsistennya, dimana hasilnya tidak bervariasi lagi.

(6) Tahap Analisis Sensitivitas, tujuan utama pada analisis ini adalah untuk menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting untuk ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Analisis ini mampu menghilangkan faktor yang kurang penting sehingga pemusataan tadi lebih dapat ditekankan pada peubah

keputusan kunci serta menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan.

(7) Tahap Analisis Stabilitas, dalam sistem dinamik sering ditemukan prilaku tidak stabil yang destruktif untuk nilai beberapa nilai parameter sistem. Perilaku tidak stabil ini dapat berupa fluktuasi random yang tidak mempunyai pola ataupun nilai output yang eksplosif sehingga besarnya tidak realistis lagi. Analisis stabilitas dapat menggunakan teknik analisis berdasarkan teori stabilitas, atau menggunakan simulasi secara berulang kali untuk mempelajari batasan stabilitas sistem. Tingkat stabilitas tersebut sering ditentukan adanya time-lag, dan fungsi ordo tinggi terhadap waktu untuk mendeteksi perubahan dinamik.

(8) Aplikasi Model, dalam tahap ini model dioperasikan untuk mempelajari secara mendetail kebijakan yang dipermasalahkan. Hasil dari permodelan abstraksi ini adalah gugusan mendetail dari spesifikasi manajemen. Informasi yang timbul setelah proses ini dapat merupakan indikasi akan kebutuhan untuk pengulangan kembali proses analisis sistem dan permodelan sistem. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa pendekatan sistem dalam lingkungan dinamik adalah suatu proses yang berkesinambungan, mencakup penyesuaian dan adaptasi melalui lintasan waktu. Secara skematis tahap-tahap pemodelan sistem diuraikan pada Gambar 10.

K o n e s p - k o n s e p y a n g la y a k S e le k s i K o n s e p T e r b a ik K o n s e p P ilih a n P e r m o d e la n d a r i k o n s e p L e n g k a p ? I m p le m e n t a s i K o m p u t e r R e a lis t ik ? M o d e l K o m p u t e r V a lid a s i D it e r im a ? M o d e l y a n g d p t d ig u n a k a n A n a lis is s e n s it iv it a s L e n g k a p ? P a r a m e t e r d a n in p u t t e r k o n t r o l y g s e n s it if A B Tidak Tidak Tidak Tidak A n a lis is S ta b ilita s L e n g k a p ? K o n d is i u n tu k s ta b ilita s A p lik a s i M o d e l T e r b a ik ?

S p e s ifik a s i & k e b ija k a n y a n g b a ik & te rb a ik A B Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Dokumen terkait