• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Analisis kadar air (AOAC, 1984)

Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan dinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Timbang dengan cepat kurang lebih 5 gram sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan. Tempatkan cawan ke dalam oven selama 6 jam. Untuk produk yang tidak mengalami dekomposisi dengan pengeringan yang lama, dapat dikeringkan selama 1 malam (16 jam). Pindahkan cawan ke desikator, lalu dinginkan. Setelah dingin, penimbangan dilakukan kembali. Keringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh bobot yang tetap.

% Kadar air (dry basis) = W3 x 100

W2

% Kadar air (wet basis) = W3 x 100 W1

Keterangan: W1: Bobot sampel sebelum dikeringkan (g) W2: Bobot sampel setelah dikeringkan (g) W3: W3-W1

2. Rendemen

Pengukuran rendemen pati umbi dihitung berdasarkan perbandingan bobot pati yang diperoleh terhadap bobot umbi tanpa kulit yang dinyatakan dalam persen (%).

Rendemen pati (%) = b × 100%

Keterangan:

a = bobot umbi setelah dikupas (g) b = bobot pati(g)

3. Uji daya cerna pati (di dalam: Muchtadi et al.,1992)

Enzim α-amilase dilarutkan di dalam buffer Na-Fosfat 0.05 M pH 7. Pereaksi dinitrosalisilat dibuat dengan melarutkan 1 gram 3,5-dinitrosalisilat, 30 gram Na-K tartarat dan 1,6 gram NaOH dalam 100 ml aquades. Larutan maltosa standar yang digunakan adalah 0-10 mg masing-masing dalam 10 ml aquades.

Sampel dibuat suspensi dalam aquades (1%), kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit pada suhu 900C kemudian didinginkan. Sebanyak 2 ml sampel dalam tabung ditambahkan 3 ml aquades dan 5 ml buffer Na-Fosfat 0.1 M, pH 7. Lalu diinkubasikan pada suhu 370C selama 15 menit. Selanjutnya ditambahkan larutan enzim α-amilase dan diinkubasi lagi pada suhu 370C selama 30 menit.

Sebanyak 1 ml sampel dipipet ke dalam tabung reaksi lain, ditambah 2 ml pereaksi dinitrosalisilat. Lalu dipanaskan pada suhu 1000C selama 10 menit. Warna merah oranye yang terbentuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Kadar maltosa campuran reaksi dihitung dengan menggunakan kurva standar maltosa murni yang diperoleh dengan mereaksikan larutan maltosa standar dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti di atas. Blanko dibuat untuk menghitung kadar maltosa awal (bukan hasil hidrolisis enzim). Prosedur pembuatan blanko sama seperti prosedur untuk sampel hanya saja tanpa sampel dan tidak ditambahkan larutan enzim α-amilase. Sebagai gantinya untuk blanko diganti buffer Na-fosfat 0.1 M pH 7.

4. Densitas kamba (Khalil, 1999)

Densitas kamba diukur dengan cara memasukkan sampel ke dalam gelas ukur sampai volume tertentu tanpa dipadatkan, kemudian berat ditimbang. Densitas kamba dihitung dengan cara membagi sampel dengan volume ruang yang ditempati. Densitas kamba dinyatakan dalam satuan g/ml.

5. Densitas padat (Khalil, 1999)

Densitas padat diukur dengan cara memasukkan sampel ke dalam gelas ukur dan dipadatkan sampai volumenya konstan, kemudian berat sampel ditimbang. Densitas padat dihitung dengan cara membagi berat sampel dengan volume ruang yang ditempati. Densitas padat dinyatakan dalam satuan g/ml.

6. Uji kelarutan dalam air (Muchtadi dan Sumartha, 1992)

Sejumlah 0.75 gram sampel dilarutkan dalam 150 ml air, kemudian disaring menggunakan corong buchner dan pompa vakum. Sebelumnya kertas saring dikeringkan terlebih dahulu dalam oven 100ºC selama 30 menit dan ditimbang (berat sudah diketahui). Kertas saring dan endapan yang tertinggal pada kertas saring dikeringkan dalam oven 100ºC selama 3 jam (sampai mencapai berat yang konstan), didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.

Kelarutan (%) = 100% a c) - (b - a × = 7. Derajat putih

Pengukuran untuk warna RS dan pati alami dilakukan dengan menggunakan alat whiteness meter. Standar yang digunkan adalah MgO/BaSO4. Sebelum digunakan alat dikalibrasi terlebih dahulu, kemudian sampel dimasukkan ke dalam wadah dan diukur warnanya.

8. Aktivitas air (aw)

Pengukuran aktivitas air (aw) dilakukan dengan menggunakan alat aw meter ”Shibaura aw meter WA-360”. Alat dikalibrasi dengan NaCl jenuh yang memiliki nilai aw 0.7547; 0.7529; dan 0.7509 yang berturut-turut pada suhu 20,25 dan 290C dengan cara memasukkan NaCl jenuh tersebut dalam wadah aw meter. Nilai aw dapat dibaca setelah ada tulisan “completed” di layar.Bila aw yang terbaca tidak tepat 0.750 maka bagian switch diputar sampai mencapai tepat 0.750. Pengukuran aw sampel dilakukan dengan cara yang sama dengan kalibrasi alat yaitu sampel dimasukkan dalam wadah aw meter.

Keterangan:

a = berat kering sampel (gram)

b = berat endapan dan kertas saring (gram) c = berat kertas saring (gram)

9. Uji amilograf

Uji amilograf bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi RS tipe III dan tipe IV. Sebanyak 45 gram sampel tepung (100 mesh) ditimbang dan dilarutkan dengan 450 ml air destilata, kemudian dimasukkan ke dalam bowl. Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam bowl dengan cara menurunkan head amilograf. Suhu awal termoregulator diatur pada suhu 200C atau 250C. Switch pengatur diletakkan pada posisi bawah sehingga jika mesin dihidupkan suhu akan meningkat 1.50C setiap menit.

Mesin amilograf dihidupkan. Begitu suspensi mencapai suhu 300C, pencatat diatur pada skala kertas amilogram. Setelah pasta mencapai suhu 950C, mesin dimatikan. Parameter analisis amilograf terdiri dari:

ƒ Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai naik

ƒ Suhu pada puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada saat nilai maksimum viskositas dapat dicapai

10.Kadar amilosa (Metode Juliano, 1971 yang dimodifikasi)

ƒ Pembuatan kurva standar

Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N lalu didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut dipipet masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak masing-masing 0.2; 0.4; 0.6; 0.8 dan 1 ml, lalu ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml. Setelah itu, larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm.

ƒ Penetapan sampel

Sebanyak 100 mg sampel (tanpa lemak) dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dan ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N lalu didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades. Pipet 5 ml larutan tersebut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dan ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Setelah itu, larutan ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung dengan persamaan:

Kadar amilosa (%) 100% W FP S A × × = Keterangan:

A = absorbansi sampel FP = faktor pengenceran = 0.002 S = slope atau kemiringan kurva W = berat sampel (gram)

11.Kadar RS (Kim, et al., 2003)

Pati (0.5g) dilarutkan ke dalam 0.08 M buffer fosfat (25 ml, pH 6.0) dan kemudian ditambahkan enzim α-amilase (stabil terhadap panas). Gelas piala yang digunakan dilapisi dengan alumunium foil dan diinkubasi ke dalam water bath pada suhu 950C selama 15 menit, sambil diaduk lembut setiap 5 menit sekali. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, pH larutan diatur hingga 7.5 dengan menambahkan 0.275 N larutan NaOH (5 ml) dan dilakukan penambahan enzim protease (0.05 ml, 50 mg/ml protease dalam buffer fosfat). Campuran larutan ini kemudian diinkubasi di dalam shakingwater bath pada suhu 600C selama 30 menit. Empat bagian etanol 95% ditambahkan dan campuran didiamkan selama satu malam pada suhu ruang. Endapan yang terkumpul kemudian dikumpulkan dalam kertas saring (Toyo No. 2). Residu yang tertinggal dicuci dengan etanol 78% (20 ml, 3 kali), etanol murni (10 ml, 2 kali), dan aseton (10 ml, 2 kali). Residu yang didapat dikeringkan di oven bersuhu 400C. Sampel kemudian ditambahkan dengan α-amilase (heat stable). Residu yang didapat dinyatakan tahan α-amilase (heat stable) dan disebut dengan (A-RS). Kadar RS dihitung dengan cara sebagai berikut:

RS (%) = Bobot residu (g) x100 Bobot sampel (g)

12.Analisis kadar gula pereduksi metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992) Analisa kadar gula dilakukan dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada metode ini, 25 ml sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera. Sebanyak 25 ml dari larutan ini dipipet ke dalam labu ukur 100 ml kemudian ditambah Pb-asetat setengah basa dan 30 ml Na-fosfat 10%. Larutan kemudian ditepatkan sampai tanda tera, disaring, dan dari larutan terakhir dipipet 5 ml ke dalam erlenmeyer 250 ml, ditambah 25 ml larutan Luff dan air suling sampai 50 ml.

kemudian dibubuhi 10-15 ml larutan KI 30% dan 25 ml asam sulfat 25% dan dititrasi dengan Na-tiosulfat 0.1 N memakai indikator pati 2-3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna, pada akhir titrasi sebaiknya pati ditambahkan pada saat titrasi hampir berakhir. Penetapan berat glukosa dilakukan dengan membandingkan volume Na-tiosulfat yang diperlukan dalam suatu daftar.

Perhitungan kadar gula dilakukan dengan memakai rumus: % Kadar gula = mg glukosa x pengenceran x 100%

mg sampel

13.Analisis Dietary Fiber (Hellendoorn, et al., 1975)

Sejumlah sampel yang akan dianalisis dihancurkan dengan blender. Kemudian ditambahkan beberapa tetes isoamil alkohol dan kristal timol. Suspensi yang diperoleh dijadikan 1 liter. Sebanyak 50 ml dari suspensi tersebut (mengandung tidak lebih dari 1 gram pati) dipipet ke dalam gelas piala 250 ml, lalu tambahkan 50 ml HCl 0.2 N dan 100 mg pepsin. Setelah diaduk dengan rata, campuran tersebut diinkubasikan pada suhu 40°C selama 18 jam. Setelah pencernan pepsin, campuran dinetralkan dengan larutan NaOH 4 N dan 50 ml larutan bufer pH 6.8. Kemudian ditambahkan 100 mg pankreatin dan 300 mg sodium dodesilsulfat. Campuran diinkubasikan pada suhu 40°C selama 1 jam sambil diaduk. Setelah pencernaan, campuran tersebut diasamkan dengan HCl 4 N sampai mencapai pH 4-5. Suspensi kemudian disentrifusi selama 30 menit. Supernatan disaring dengan filter gelas 1-G-3 yang berisi pasir setebal 15 mm. Endapan dicuci dengan air destilata dan disentrifusi kembali. Cuci residu yang diperoleh dan disaring dengan filter gelas 1-G-3. Bilas tiga kali dengan air dan tiga kali dengan aseton. Filter gelas yang mengandung residu dikeringkan pada suhu 105°C semalam. Berat residu kering menyatakan kandungan serat makanan dari sampel.

14.Analisis Asam Lemak Rantai Pendek (SCFA)

Sampel disaring dengan membran filter dan sampel diinjeksikan sebanyak 10 μl ke HPLC dengan kondisi fase gerak H2SO4 0.01 N, flow 0.5 ml/menit, kolom (organik couloum), suhu oven 50°C, detector UV 210 nm. Standar yang digunakan adalah asam format (0.236 %), asam asetat (0.257 %), asam propionat (0.3254 %) dan asam butirat (0.2139 %).

Dokumen terkait