• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. BAHAN DAN METODE

3.3. Metode

3.3.1. Pembuatan Ekstrak Batang Sipatah-patah (ESP)

Pembuatan ESP dilakukan di Laboratorium Biofarmaka IPB Taman Kencana, Bogor. Bagian batang tanaman sipatah-patah dipotong-potong dengan panjang sekitar 1 cm, lalu diangin-anginkan sehingga menjadi kering. Bagian tanaman yang sudah kering dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60°C selama 48 jam. Setelah kering kemudian dihaluskan dengan penggilingan sehingga menjadi serbuk. Selanjutnya proses pembuatan ekstrak dari serbuk dilakukan di Laboratorium Farmasi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, FKH IPB. Proses pembuatan ESP secara rinci ada di Lampiran 3.

3.3.2. Analisis Kandungan Kalsium dan Fosfat, Bahan Aktif dan Analisis Senyawa Fitokimia Batang Sipatah-patah

Analisis kandungan mineral kalsium dan fosfor sipatah-patah dilakukan dengan uji proksimat berdasarkan metode AOAC (1980) (Lampiran 4). Analisis bahan aktif sipatah-patah menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrophotometry (GC-MS) FAMES1 M) dilakukan di Laboratorium Pemeriksaan Doping dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta (Lampiran 5).

3.3.3 Pembagian Kelompok Tikus

Penelitian ini dilakukan dengan membagi tikus percobaan menjadi dua kelompok yaitu: 1). Kelompok tikus nonovariektomi (NOV) untuk meneliti kemampuan ESP terhadap pencegahan osteoporosis pada masa prepubertas, 2). Kelompok tikus ovariektomi (OV) untuk meneliti aktivitas ESP terhadap pengobatan osteoporosis pada tikus betina yang diovariektomi. Masing-masing kelompok diberi ekstrak sipatah-patah dengan dosis 750 mg/kg bb/hari/per oral sesuai penelitian Shirwaikar et al. (2003).

3.3.4 Kelompok Tikus Nonovariektomi (NOV)

Penelitian pada kelompok tikus nonovariektomi ini bertujuan untuk meneliti kemampuan ESP untuk memperbaiki kondisi tulang sehingga dapat mencegah terjadinya osteoporosis di kemudian hari. Sebelum percobaan dimulai, semua tikus diadaptasikan di lingkungan kandang percobaan selama

40

10 hari untuk tiap-tiap kelompok perlakuan. Setelah masa adaptasi, hewan coba dibagi secara acak dalam lima grup perlakuan dan masing-masing diberi ekstrak sipatah-patah setiap hari selama penelitian. Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus betina (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley umur 20 hari dengan bobot badan 95-100 g sebagai hewan coba. Tikus diberi pakan standar dan air minum ad libitum. Hewan coba ditempatkan di dalam kandang individu dan diadaptasikan terhadap pakan dan lingkungan selama 10 hari.

Tikus-tikus pada grup kontrol diberi larutan karboksimetil selulosa (CMC) 1 % sebagai plasebo (NOV-0), sedangkan tikus grup perlakuan diberi ESP mulai umur 30 hari (NOV-1), 60 hari (NOV-2), 90 hari (NOV-3), dan 120 hari (NOV-4). Pada tikus-tikus grup perlakuan ESP diberikan per oral dengan feeding tube sebanyak satu mililiter ESP satu hari sekali yaitu pagi hari (jam 08.00 wib) dengan dosis 750 mg/kgBB/hari selama masa penelitian. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap 15 hari sekali. Pengambilan darah kurang lebih 2 ml dilakukan setiap 30 hari sekali melalui vena coccygeae. Darah dikoleksi pada tabung reaksi dan selanjutnya dianalisis kadar kalsium dan fosfor. Analisis kadar kalsium dan fosfor dilakukan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, dengan mengunakan Atomic Absorbance Spectrophotometry (AAS) (Hitachi® 5000) untuk kalsium, sedangkan untuk analisis kadar fosfor menggunakan metode spectrophotometry dengan alat Spectronic Camspecs®

Pada akhir masa perlakuan (pada umur tikus 180 hari), semua tikus dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher. Kemudian dilakukan nekropsi untuk pengambilan kerangka tulang dan organ untuk diamati secara histologis . Pengamatan selanjutnya adalah pemeriksaan radiografi terhadap kondisi tulang yang dilakukan setelah organ visceral dikeluarkan. Semua organ termasuk tulang diambil dan difiksasi dengan larutan formalin 10 %. untuk proses pembuatan sediaan histologi. Selanjutnya ossa radius-ulna kiri serta ossa vertebrae lumbalis II-V diambil untuk dianalisis kadar kalsium dan fosfat. Ossa tibia-fibula kanan, ginjal, hati, dan kelenjar paratiroid diambil untuk pembuatan sediaan histologis. Sampel tulang tibia-fibula difiksasi dalam larutan pengawet paraformaldehid 4 % dan dilakukan dekalsifikasi dalam larutan asam nitrat 5 %, selanjutnya tulang diproses dengan metode histokimia standar (Humason 1967) dan ditanam dalam blok parafin. Sayatan jaringan ginjal, hati, dan kelenjar paratiroid serta ossa tibia-fibula diwarnai dengan pewarnaan HE (Humason 1967) dan pewarnaan MT (Kiernan 1990) (Lampiran 8).

41

3.3.5 Kelompok Tikus Ovariektomi (OV)

Penelitian pada kelompok tikus ovariektomi bertujuan untuk meneliti pengaruh ESP dalam pengobatan osteoporosis pada tikus yang diovariektomi. Ovariektomi adalah tindakan pembedahan pengambilan ovarium bilateral untuk menginduksi osteoporosis. Sebelum percobaan dimulai semua tikus diadaptasikan di lingkungan kandang percobaan selama 10 hari. Percobaan mengunakan 20 ekor tikus betina. Tikus-tikus tersebut dibagi ke dalam lima grup perlakuan masing-masing terdiri atas empat ekor tiap grup yaitu: tikus sham yang hanya dilakukan sayatan kulit lalu ditutup kembali (OV-0), tikus perlakuan ovariektomi tanpa diberikan ESP (OV-1), dan tikus perlakuan ovariektomi dengan pemberian ESP mulai umur 90 selama 120 hari (OV-2), umur 120 selama 90 hari (OV-3), dan umur 150 hari selama 60 hari (OV-4). Tahapan perlakuan dilakukan selama 180 hari (Gambar 11). Pemberian ESP diberikan per oral dengan feeding tube sebanyak satu mililiter ESP satu hari sekali yaitu pagi hari (jam 08.00 wib). Selama perlakuan, 15 hari sekali tikus ditimbang dan diambil darahnya kurang lebih 2 ml setiap 30 hari sekali melalui vena coccygeae. Darah dikoleksi pada tabung reaksi dan didiamkan selama satu hari, selanjutnya dianalisis kalsium dan fosfor.

Pada akhir masa perlakuan (umur tikus 210 hari), semua tikus dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher. Kemudian dilakukan nekropsi untuk pengambilan kerangka tulang dan melihat perubahan patologi anatomi pada organ hati, ginjal, dan kelenjar paratiroid yang mungkin terjadi. Pengamatan selanjutnya adalah pemeriksaan radiografi terhadap kondisi tulang yang dilakukan setelah organ visceral dikeluarkan. Semua organ termasuk tulang diambil dan difiksasi dengan larutan formalin 10 %, untuk proses

pembuatan sediaan histologi. Selanjutnya ossa radius-ulna kiri dan serta ossa vertebrae lumbales II-V diambil untuk dianalisis kadar kalsium dan fosfor.

Ossa tibia-fibula kanan, ginjal, hati, dan kelenjar paratiroid diambil untuk pembuatan sediaan histologis. Sampel ossa tibia-fibula difiksasi dalam larutan pengawet paraformaldehid 4 % dan dilakukan dekalsifikasi dalam larutan asam nitrat 5 %, selanjutnya tulang diproses dengan metode histokimia standar (Humason 1967) dan ditanam dalam blok parafin. Sayatan jaringan ginjal, hati, dan kelenjar paratiroid serta ossa tibia-fibula diwarnai dengan pewarnaan HE (Humason 1967), selanjutnya ossa tibia-fibula juga diwarnai dengan pewarnaan MT (Kiernan 1990) (Lampiran 8).

42

Dokumen terkait