• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADA PANTAI MUTUN MS TOWN DAN PULAU TANGKIL, KABUPATEN PESAWARAN, BANDAR LAMPUNG

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Metode Biaya Perjalanan (“ Travel Cost Method ”)

Travel Cost Method (TCM) merupakan metode tertua yang digunakan untuk pengukuran nilai ekonomi tidak langsung dan diturunkan dari pemikiran yang dikembangkan oleh Hotelling pada tahun 1931 yang kemudian secara formal diperkenalkan oleh Wood dan Trice (1958) serta Clawson dan Knetsch (1966).

19 Metode ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaan dengan mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation), seperti memancing, berburu, mendaki, dan sebagainya. Menurut Fauzi (2004), metode biaya perjalanan ini dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat:

 Perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi

 Penambahan tempat rekreasi baru

 Perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi

 Penutupan tempat rekreasi yang ada

Tujuan dasar TCM adalah ingin mengetahui nilai kegunaan (use value) dari sumber daya kriteria melalui pendekatan proxy, dengan kata lain biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumber daya alam digunakan sebagai

proxy untuk menentukan harga dari sumber daya tersebut. Asumsi mendasar yang digunakan pada pendekatan TCM adalah bahwa utilitas dari setiap konsumen terhadap aktivitas, misalnya rekreasi, bersifat dapat dipisahkan (separable). Haab dan McConel (2002) menyatakan bahwa dalam melakukan valuasi dengan metode TCM, ada dua tahap kritis yang harus dilakukan: pertama,

menentukan perilaku model itu sendiri, kedua, menentukan pilihan lokasi. Hipotesis yang dibangun adalah bahwa kunjungan ke tempat wisata akan sangat dipengaruhi oleh biaya perjalanan (travel cost) dan diasumsikan berkorelasi negatif, sehingga diperoleh kurva permintaan yang memiliki kemiringan negatif.

Tahapan dalam penelitian menurut Garrord dan Willis (1999) adalah: 1) Mengidentifikasi lokasi dan menggunakan survey kuesioner untuk

20 2) Menentukan perjalanan yang menghasilkan fungsi dan memperkirakan

model biaya perjalanan yang memperhitungkan pemotongan

3) Menentukan fungsi permintaan dan mendapatkan perkiraan surplus konsumen rumah tangga dengan mengintegrasikan dibawah kurva permintaan

4) Menghitung total surplus konsumen tehadap lokasi wisata

Agar penilaian terhadap sumber daya alam melalui TCM tersebut tidak bias, Haab dan McConnel (2002) menyatakan bahwa fungsi permintaan harus dibangun dengan asumsi dasar antara lain:

1. Biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga dari rekreasi

2. Waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas maupun disutilitas

3. Perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multitrips)

Meski dianggap sebagai suatu pendekatan yang praktis, menurut Fauzi (2004), TCM memiliki beberapa kelemahan, yakni:

1. Harus diingat bahwa TCM dibangun berdasarkan asumsi bahwa setiap individu hanya memiliki satu tujuan untuk mengunjungi tempat wisata yang dituju. Jadi dalam hal ini kita tidak menelaah aspek kunjungan ganda (multipurpose visit)

2. TCM tidak membedakan individu yang memang datang dari kalangan pelibur dan mereka yang dari wilayah setempat 3. Masalah pengukuran nilai dari waktu (value of time)

21

2.7 Surplus Konsumen

Salah satu hal krusial dalam penilaian ekonomi dari sumber daya alam adalah bagaimana surplus dari sumber daya alam dapat termanfaatkan secara optimal, untuk itu perlu pemahaman mengenai kurva permintaan dan kurva penawaran sehingga konsep surplus dapat diturunkan dengan lebih rinci. Menurut Fauzi (2004) dalam perspektif ekonomi neo-klasik, kurva permintaan dapat diturunkan dari dua sisi yang berbeda, pertama, kurva permintaan dapat diturunkan dari memaksimumkan kepuasan atau utilitas yang kemudian akan menghasilkan kurva permintaan biasa (ordinary demand curve) atau sering juga disebut sebagai kurva permintaan Marshall, kedua, kurva permintaan juga dapat diturunkan dari meminimisasikan pengeluaran yang akan menghasilkan kurva permintaan terkompensasi (compensated demand curve) atau sering juga disebut kurva permintaan Hicks.

Sementara kurva penawaran dari suatu barang dan jasa menggambarkan kuantitas dari barang (x) yang dapat ditawarkan produsen pada tingkat harga tertentu. Pada dasarnya konsep surplus menempatkan nilai moneter terhadap kesejahteraan masyarakat dari mengekstraksi dan mengkonsumsi sumber daya alam. Surplus juga merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain adalah selisih antara manfaat kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk mengekstraksi sumber daya alam. Kurva permintaan dapat ditunjukkan dalam Gambar 2 berikut.

22 Sumber : Djijono (2002)

Gambar 2. Total Surplus Konsumen

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan serta nilai ekonomi dan surplus konsumen dari objek wisata pada umumnya sudah banyak dilakukan. Beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan besar surplus konsumen yang diperoleh menggunakan metode biaya perjalanan pernah dilakukan oleh Aprilian (2009), Firandari (2009) dan Devina (2011). Secara sederhana matriks mengenai peneitian terdahulu disajikan dalam Tabel 4 berikut.

P

Q Surplus Konsumen

23

Tabel 4. Matriks Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian Rani Aprilian Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi

Permintaan Wisata dan Surplus Konsumen di Taman Wisata Alam Situ Gunung

Analisa dengan menggunakan metode biaya perjalanan dengan alat pengolahan data Stata 9

Ada tiga kriteria yang memepengaruhi jumlah kunjungan TWA Situ Gintung serta nilai surplus konsumen per individu Rp 46.847,00

Devina Marcia Rumanthy Sihombing

Penilaian Ekonomi dan Prospek Pengembangan Wisata Taman Wisata Alam Gunung Pancar

Analisa dengan menggunakan metode biaya perjalanan dengan alat pengolah data minitab 15

nilai surplus konsumen per individu sebesar Rp 297.777,778 dan nilai manfaat ekonomi lokasi sebesar Rp 5.142.622.222,00.

Firandari Analisis Permintaan dan Nilai Ekonomi Wisata Pulau Situ Gintung (PSG-3)

Analisa dengan menggunakan metode biaya perjalanan

Ada tiga faktor yang mempengaruhi kunjungan ke objek wisata PSG-3 yakni biaya perjalanan, lama mengetahui keberadaan PSG-3, dan jarak tempuh kemudian nilai ekonomi PSG-3 adalah sebesar Rp 3.373.130.755,00 .

Sumber : Penulis ( 2011 )

Aprilian (2009) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata dan surplus konsumen di Taman Wisata Alam Situ Gunung, dengan metode biaya perjalanan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan jumlah kunjungan wisatawan ke Taman Wisata Alam Situ Gunung adalah biaya perjalanan, waktu tempuh, dan daya tarik wisata. Nilai surplus konsumen total kunjungan per individu adalah sebesar Rp 277.477,00 sedangkan nilai surplus konsumen per kunjungan per individu adalah sebesar Rp 46.847,00. Nilai manfaat ekonomi yang diperoleh Taman Wisata Alam Situ Gunung adalah sebesar Rp 1.340.709.910,00.

Devina (2011) melakukan penelitian mengenai penilaian ekonomi dan prospek pengembangan Wisata Taman Wisata Alam Gunung Pancar dengan metode biaya perjalanan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa lima variabel yang

24 berpengaruh terhadap jumlah kunjungan secara signifikan adalah biaya perjalanan, tingkat pendidikan, jenis kelamin, waktu di lokasi dan lama mengetahui lokasi. Kemudian berdasar perhitungan diperoleh nilai surplus konsumen per individu sebesar Rp 297.777,778. Nilai manfaat ekonomi merupakan agregat atau penjumlahan Willingness To Pay sehingga dapat diperoleh nilai manfaat ekonomi lokasi sebesar Rp 5.142.622.222,00.

Firandari (2009) dalam penelitian analisis permintaan dan nilai ekonomi wisata Pulau Situ Gintung (PSG-3). Karakteristik pengunjung yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah factor demografi, frekuensi kunjungan, motivasi kunjungan, cara kedatangan dan lama kunjungan. Persepsi pengunjung adalah keindahan alam, kemudahan mencapai lokasi, aspek tata ruang, kelengkapan fasilitas, kondisi keamanan, dan kondisi kebersihan. Faktor-faktor yag mempengaruhi permintaan PSG-3 secara signifikan adalah faktor biaya perjalanan, lama mengetahui keberadaan PSG-3, dan jarak tempuh. Kemudian, surplus konsumen pengunjung Pulau Situ Gintung-3 sebesar Rp 28.985,51 per kunjungan dan nilai manfaat atau nilai ekonomi Pulau Situ Gintung-3 sebagai tempat wisata adalah sebesar Rp 3.373.130.755,00.

Beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan tersebut pada intinya memiliki kesamaan tujuan dengan penelitian yang dilakukan penulis yakni mengkaji mengenai faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan serta besar surplus konsumen dan estimesi harga tiket optimum yang diperoleh dengan menggunakan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method). Hal yang membedakan adalah penelitian terdahulu belum pernah ada yang mencoba membandingkan dua objek wisata yang berada dalam satu lokasi wisata yang

25 sama yakni Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil. Hal ini perlu dilakukan karena masing-masing objek wisata memiliki keunikan dan fasilitas serta kekurangan tersendiri meskipun berada di satu lokasi wisata yang sama, sehingga analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tidak dapat dilakukan secara bersamaan, perlu pendugaan secara terpisah untuk menghindari bias yang mungkin akan terjadi. Selain itu sebagai objek wisata yang baru berkembang, penelitian ini diperlukan agar bisa menjadi masukkan bagi pihak pengelola objek wisata dalam mengembangkan objek wisata ke depannya.

26

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis yang dikaji dalam penelitian ini ditekankan pada objek dan daya tarik wisata, teknik pengukuran manfaat wisata alam dan

surplus konsumen.

3.1.1 Objek dan Daya Tarik Wisata

Keindahan dan keunikan yang dimiliki setiap wilayah merupakan suatu hal yang apabila dapat dikelola dengan baik maka dapat menjadikan wilayah tersebut memiliki suatu objek wisata yang memiliki daya tarik wisata tertentu. Definisi mengenai daya tarik wisata menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Oleh karena itu, pengelolan terhadap suatu objek wisata dengan baik dapat mempertahankan daya tarik wisata yang dimiliki wilayah tersebut yang pada akhirnya dapat memberikan manfaat baik bagi pemerintah setempat maupun masyarakat sekitar.

Pengelolaan objek wisata terutama objek wisata alam merupakan suatu hal yang harus dilakukan secara hati-hati karena terkait dengan sifat objek wisata tersebut yang bersifat barang publik atau public goods yakni barang yang memiliki sifat non-rival dan non-exclusive. Hal ini berarti konsumsi atas barang tersebut oleh suatu individu tidak akan mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk dikonsumsi oleh individu lainnya; dan non-exclusive berarti semua orang

27 berhak menikmati manfaat dari barang tersebut3. Terkait dengan sifat-sifat tersebut maka manfaat ekonomi menjadi sulit diukur, hal ini dikarenakan tidak terdapatnya harga pasar yang mampu mencerminkan nilai dari sumberdaya tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan untuk mengukur berapa besar nilai ekonomi yang dihasilkan suatu sumberdaya alam.

3.1.2 Teknik Pengukuran Manfaat Wisata Alam

Berbagai akvitivas rekreasi yang berhubungan dengan wisata alam merupakan salah satu contoh dari jenis rekreasi di alam terbuka. Penilaian manfaat terhadap aktivitas wisata ini dapat menggunakan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method). Pada dasarnya metode biaya perjalanan merupakan bagian dari teknik pengukuran tidak langsung, yang dapat digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation). Metode biaya perjalanan memiliki beberapa teknik pendekatan dalam hal pelaksanaannya (Turner et al, 1993) yaitu:

1. Metode biaya perjalanan zonal, yaitu dengan membagi lokasi asal pengunjung untuk melihat jumlah populasi per zona, yang digunakan untuk mengestimasi per seribu orang

2. Metode biaya perjalanan individu, yaitu dengan mengukur tingkat kunjungan individu ke tempat rekreasi dan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu tersebut. Tujuannya adalah mengukur frekuensi kunjungan individu ke tempat rekreasi tersebut

3. Random Utility Approach atau pendekatan utilitas acak, yaitu pendekatan yang mengasumsikan bahwa individu akan berkunjung ke suatu tempat

3

28 berdasarkan preferensi mereka dan individu tersebut tidak menghubungkan atau mengaitkan antara kualitas tempat wisata dengan biaya perjalanan untuk mencari tempat tersebut. Oleh karena itu pendekatan ini memerlukan informasi tentang semua kemungkinan yang dapat mempengaruhi preferensi individu untuk memilih antara kualitas lingkungan atau biaya perjalanan untuk setiap lokasi rekreasi

Penelitian ini akan menggunakan teknik pendekatan metode biaya perjalanan individu atau Individual Travel Cost Method. Menurut Fauzi (2004) secara sederhana, fungsi permintaan dapat ditulis sebagai:

Vij = f ( Cij , Tij , Qij , Sij , Mi ) ………...(1) Dimana :

Vij = jumlah kunjungan oleh individu i ke tempat j

Cij = biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j

Tij = biaya waktu yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j

Qij = persepsi responden terhadap kualitas lingkungan dari tempat yang dikunjungi

Sij = karakteristik substitusi yang mungkin ada di tempat lain

Mi = pendapatan (income) dari individu i

Persamaan (1) di atas menggambarkan fungsi generik yang sering digunakan untuk melakukan studi TCM. Agar lebih operasional, fungsi permintaan TCM sering dibuat dalam bentuk linier, yakni:

V = α1+ α2C + α3S+ α4M+ α5T+ α6Q………(2)

Setelah mengetahui fungsi permintaan, kita dapat mengukur surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi. Surplus konsumen diukur melalui formula:

WTP ≈ CS2 = N2………...………(3) 2α1

Dimana N adalah jumlah kunjungan yang dilakukan oleh individu I. Biaya perjalanan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan menuju lokasi

29 wisata. Biaya tersebut meliputi biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya dokumentasi, biaya penginapan dan biaya-biaya lainnya. Adapun fungsi dari biaya perjalanan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

C = Bt + Bk + Bp + Bd + Bl……….………(4) Keterangan:

C = Biaya perjalanan (Rp/orang)

Bt = Biaya transportasi (Rp/orang)

Bk = Biaya konsumsi (Rp/orang/hari)

Bp = Biaya dokumentasi (Rp/orang)

Bd = Biaya penginapan (Rp/orang/hari)

Bl = Biaya lain-lain (Rp)

3.1.3 Surplus Konsumen

Menurut Samuelson dan Nordhaus (2003) surplus konsumen adalah kesenjangan antara utilitas total suatu barang dengan nilai total pasarnya. Sementara menurut Kardono-nuhfil (2004) suplus konsumen adalah kelebihan atau perbedaan kepuasan total (total utility) yang dinikmati konsumen dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu dengan pengorbanan totalnya untuk memperoleh sejumlah barang tersebut. Konsep ini dapat dijelaskan dengan Gambar 3 berikut. Rp . D Px B 0 A X Sumber: Kardono-nuhfil, 2004

Gambar 3. Surplus Konsumen

30 Menurut pendekatan Marginal Utility, kurva permintaan adalah kurva

marginal utility yang dinilai dengan uang. Jadi luas 0ABD adalah total utilitas yang diperoleh konsumen dari konsumsi barang X sebanyak 0A. Pengorbanan totalnya adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk memperoleh barang X sebanyak OA, yaitu OA kali harga OPx atau luas OPxBA. Surplus konsumen adalah selisih antara AOBD dengan OPxBA, yaitu PxDB.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Bandar Lampung merupakan salah satu bagian dari Pulau Sumatera yang sedang gencar mengembangkan dan menggalakkan industri pariwisata. Hal ini dikarenakan potensi Bandar Lampung untuk menjadi tujuan wisata utama bagi wisatawan ketika pertama memasuki Pulau Sumatera sangat didukung dengan melimpahnya berbagai jenis atraksi wisata baik wisata alam maupun keindahan seni tradisional lainnya. Potensi pariwisata di Bandar Lampung juga menunjukkan kontribusi yang cenderung meningkat terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah) tiap tahunnya, sehingga prospek pengelolaan dan pengembangan wisata di Bandar Lampung sangat potensial untuk dilakukan. Wisata alam termasuk di dalamnya wisata pantai merupakan salah satu pilihan wisata yang banyak diminati oleh wisatawan. Salah satu wisata yang berpotensi untuk terus dikembangkan adalah objek wisata Pantai Mutun MS Town. Objek wisata ini dianggap potensial karena tidak hanya terdiri dari pantai semata, objek wisata ini juga dilengkapi wisata Pulau Tangkil yang memiliki pulau dan pantai yang indah dan belum banyak dikunjungi oleh wisatawan serta berlokasi bersebrangan dengan Pantai Mutun MS Town, sehingga mampu memberikan pilihan baru dan menarik bagi pengunjung yang datang.

31 Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil merupakan bagian dari wisata alam yang memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri. Terkait dengan sifat kepemilikan dari pantai maupun pulau yang merupakan barang publik, maka pengelolaan dan pemanfaatan Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil ini harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan mempertimbangkan aspek sosial serta lingkungan dengan tujuan keberlanjutan pengelolaan. Potensi Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif rekreasi wisata sangat didukung oleh berbagai sarana dan prasarana di masing-masing objek wisata, sehingga setiap objek memiliki ciri khas dan perbedaan masing- masing. Namun permasalahan dalam hal prasarana muncul manakala perhatian serta perawatan terhadap berbagai fasilitas mulai menurun. Permasalahan dalam hal fasilitas dapat dibagi dalam fasilitas inti dan fasilitas penunjang. Permasalahan dalam fasilitas inti merupakan sesuatu yang sangat penting manakala tanpa adanya keberadaan fasilitas inti, kegiatan wisata tidak dapat berlangsung dengan maksimal serta mengakibatkan penurunan pengunjung, seperti minimnya tempat mandi dan WC umum, perahu atau alat penyebrangan menuju Pulau Tangkil dan sarana permainan yang tidak dirawat dengan baik, lokasi penginapan yang buruk serta minimnya restoran maupun tempat makan dan lain sebagainya. Sementara permasalahan dalam fasilitas penunjang merupakan permasalahan yang dimiliki objek wisata yang dapat mengakibatkan menurunnya kepuasan pengunjung terhadap objek wisata tersebut seperti minimnya lahan parkir, tempat ibadah, pos penjagaan, klinik kesehatan, serta toko souvenir dan tempat pembuangan sampah. Berbagai permasalahan tersebut jelas akan mempengaruhi tingkat kunjungan ke masing-masing objek wisata, sehingga estimasi terhadap masing-

32 masing objek wisata ini perlu dilakukan secara terpisah yang meliputi bagaimana deskripisi kondisi lokasi Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil melalui analisis deskriptif, perbandingan surplus konsumen dan estimasi terhadap masing- masing objek wisata secara terpisah dengan menggunakan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method), serta fungsi permintaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke objek wisata tersebut dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana perbandingan karakteristik dari dua objek wisata yakni Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil sekaligus berguna untuk memberi masukkan kepada pihak pengelola mengenai objek wisata yang tersedia, sehingga kebijakan yang diambil kedepannya akan lebih tepat sasaran dan mampu berkontribusi positif terhadap pengembangan objek wisata tersebut. Alur kerangka berfikir disajikan pada Gambar 4 berikut.

33

Pengelola Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil

Tingkat Kunjungan ke Masing-Masing Objek Wisata Permasalahan Fasilitas Rekreasi :

Rekreasi Wisata

Perlu Estimasi dan Perbandingan Terhadap Masing-Masing Objek Wisata Secara Terpisah

Fungsi Permintaan dan Faktor yang Mempengaruhinya Deskripsi kondisi lokasi wisata Analisis Deskriptif Regresi Berganda WTP Pengunjung terhadap Lokasi Rekreasi Surplus Konsumen

Estimasi tingkat retribusi optimum harga tiket di Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil Fasilitas Penunjang : Lahan parkir kurang memadai, sarana permainan tidak terawat, jalan menuju lokasi wisata rusak serta minim papan informasi Fasilitas Inti :

Tempat mandi (bilas), WC umum, sarana penyebrangan (perahu), lokasi penginapan, restoran atau

tempat makan

Pantai Mutun MS Town Pulau Tangkil

Fungsi Permintaan dan Faktor yang Mempengaruhinya Deskripsi kondisi lokasi wisata Analisis Deskriptif WTP Pengunjung terhadap Lokasi Rekreasi Surplus Konsumen Regresi Berganda Travel Cost Method

Rekomendasi pengelolaan dan pengembangan Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil

Sumber : Penulis 2012

34

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di objek wisata Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil yang terletak di Desa Mutun, Kecamatan Padang Cermin, Kelurahan Lempasing, Kabupaten Pesawaran. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa objek wisata Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil merupakan objek wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi objek wisata baru bagi wisatawan di Provinsi Lampung dan juga berlokasi tidak jauh dari pusat kota sehingga prospek pengelolaan dan pemanfaatan masih sangat menjanjikan. Pengambilan data di lapangan dilakukan mulai bulan Februari hingga Maret 2012. Data diperoleh melalui survey lapangan dan wawancara terhadap pengunjung dan pengelola objek wisata Pantai Mutun

MS Town dan Pulau Tangkil.

4.2 Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah pengunjung objek wisata yang berakal sehat, mampu berkomunikasi dengan baik, pernah mengunjungi objek wisata minimal satu kali serta berumur di atas 17 tahun (batas minimum potensial) karena pada usia tersebut seseorang dianggap sudah mampu dalam membuat keputusan mengenai rekreasi, memiliki kemampuan membayar dan dibedakan antara pengunjung Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil. Sampel adalah himpunan bagian dari populasi (Gujarati, 1998). Pengambilan sampel dilakukan secara non random sampling dengan menggunakan teknik accidental sampling, yaitu pengambilan responden yang kebetulan ditemui, memenuhi kriteria dan

35 bersedia diwawancara (Nasution,2003). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 50 pengunjung untuk masing masing objek wisata Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil.

4.3 Metode dan Prosedur Analisis

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka dilakukan proses pengumpulan data dan informasi melalui pendekatan sebagai berikut:

a. observasi langsung ke lapangan (direct observation) yang dimaksudkan untuk melihat secara langsung bagaimana kondisi objek penelitian dan melihat karakteristik pengunjung

b. wawancara (interview) dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai kualitas dan kuantitas pengunjung terkait dengan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan pengunjung

c. wawancara mendalam (in depth interview) dilakukan untuk mengetahui informasi lainnya secara lebih mendalam dengan mewawancarai informan yang memiliki pengetahuan terhadap objek wisata Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh dengan wawancara terhadap pengunjung dengan bantuan kuesioner serta wawancara mendalam dengan pihak pengelola objek wisata Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pihak pengelola dan dari studi literatur yang terkait dengan objek wisata Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil. Data yang diperoleh akan diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan untuk penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

36

Tabel 5. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Jenis Data Metode Pengambilan

Data

Metode Analisis Data 1 Memberikan deskripsi kondisi

objek wisata Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil

Persepsi pengunjung terhadap kondisi

Dokumen terkait