• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

4.4 Metode Analisis Data

4.4.2 Metode Peramalan

4.4.2.2. Metode Box Jenkins (ARIMA)

Metode ini tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu supaya model dapat bekerja dengan baik. Sugiarto dan Harijono (2000) menyebutkan bahwa Metode Box Jenkins (ARIMA) menggunakan pendekatan interatif dalam mengidentifikasi suatu model yang paling tepat dalam berbagai alternatif model yang ada. Model yang telah terpilih dilakukan pengujian kembali. Model dianggap sudah memadai apabila residual terdistribusi secara random, kecil dan independen satu sama lain. Model Box Jenkins secara umum dinotasikan sebagai berikut : ARIMA (p, d, q)

Dimana : p menunjukan orde /derajat autoregressive (AR) d menunjukan orde /derajat differencing (pembedaan) q menunjukan orde /derajat movong average (MA)

Model AR menggambarkan bahwa variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri pada peiode-periode yang sebelumnya. Perbedaan dengan model MA adalah pada jenis variabel independennya. Variabel independen pada model AR adalah nilai sebelumnya (lag) dan variabel dependen

(Yt) itu sendiri sedangkan pada model MA adalah nilai residual pada periode sebelumnya.

Simbol-simbol yang digunakan dalam model dapat juga dinyatakan dalam bentuk lain, seperti MA (2) sama artinya dengan ARIMA (0,0,2), AR (1) sama artimya dengan ARIMA (1,0,0) dan ARMA (2) sama artinya dengan ARIMA (1,0,2).

Menurut Sugiarto dan Harijono (2002), dalam ARIMA terbagi atas model MA (moving average), AR (autoregressive), ARMA (autoregressive movingaverage). Persamaan model tersebut adalah :

a. Model AR

Yt = bo + b1+ Yt-1 + b2 Yt-2 +...+ bq Yt-q + et dimana : Yt = nilai series yang stasioner Yt-1, Yt-2 = nilai sebelumnya

b0,b1 dan b2 = konstanta dan koefisien model

et = kesalahan peramalan

b. Model MA

Yt = ao+ et – a1et-1 - a2 et-2 -...- aq et-q

dimana : Yt = nilai series yang stasioner et-1, et-2 = kesalahan peramalan masa lalu a0,a1 dan a2 = konstanta dan koefisien model

et = kesalahan peramalan

c. Model ARMA, apabila data asli yang dikumpulkan bersifat stasioner. Yt = bo + b1+ Yt-1 + b2 Yt-2 +...+ bp Yt-p + et - a1et-1 - a2 et-2 -...- aq et-q dimana : Yt = nilai series yang stasioner

bo, b1, bp ,a1, aq = konstanta dan koefisien model

et = kesalahan peramalan

d. Model ARIMA, apabila data asli yang dikumpulkan bersifat non stasioner. (1 - öñB) (1 - ÔñBs) (1 - Bd) (1 - Bs) Yt = (1 - èqB) (1 - •QBs) et

Dimana : (1 - öñB) = AR (p) tidak musiman (1 - ÔñBs) = AR (P) musiman

(1 - Bd) = pembedaan tidak musiman (1 - Bs) = pembedaan musiman (1 - èqB) = MA (q) tidak musiman (1 - •qBs) = MA (Q) musiman

Langkah-langkah dalam metode Box Jenkins (ARIMA) adalah sebagai berikut : 1. Penstasioneran data

Model Box Jenkins mengansumsikan data yang menjadi input berasal dari data stasioner. Untuk melihat kestasioneran data, dapat dilakukan dengan melihat nilai autokorelasinya (plot ACF). Apabila data yang menjadi input model tidak stasioner, perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu metode yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing). Data yang telah ditransformasi tersebut digunakan sebagai inputnya. Pemakaian data sebagai input akan menentukan notasi dari ARIMA.

2. Identifikasi Model

Secara umum prinsip yang digunakan dalam mengidentifikasi model adalah sebagai berikut :

a. Jika koefisien autokorelasi menurun secara eksponensial menuju nol, pada umumnya terjadi proses AR (autoregressive). Estimasi orde AR dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi parsial yang berbeda secara signifikan dari nol.

b. Jika koefisien autokorelasi parsial menurun secara eksponensial menuju nol, pada umumnya terjadi proses MA (moving average). Estimasi orde AR dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi yang berbeda secara signifikan darai nol.

c. Jika koefisien autokorelasi maupun autokorelasi parsial menurun secara eksponensial menuju nol, berarti terjadi proses ARIMA (gabungan AR dan MA). Orde MA atau AR dapat dilihat dari jumlah koefisien autokorelasi dan autokorelasi parsial yang berbeda secara signifikan dari nol.

3. Estimasi parameter dari model sementara

Setelah model sementara terpilih, maka parameter dari model harus diestimasi. Teknik Box Jenkins akan memilih parameter yang menghasilkan kesalahan yang kecil.(MSE terkecil)

4. Diagnosa untuk menentukan apakah model memadai

Pengujian kelayakan model dapat dilakukan dengan dua cara : a. Menguji residual (error term)

Setelah nilai residual tersebut diketahui, dilakukan perhitungan nilai koefisien autokorelasi dari nilai residual untuk berbagai time lag tidak berbeda nyata dari nol.

Jika nilai Q lebih kecil dari nilai pada table Chi-Square dengan derajat bebas m-p-q dimana p dan q masing-masingmenunjukkan orde AR dan MA, model dianggap memadai dan begitu juga sebaliknya. Apabila hasil pengujian menunjukkan model belum memadai, maka proses diulang lagi mulai dari langkah dua.

5. Menggunakan model terpilih untuk peramalan

Setelah diperoleh model yang memadai, maka peramalan untuk satu atau beberapa periode ke depan dapat dilakukan. Evaluasi ulang terhadap model perlu dilakukan terhadap model yang dipilih karena terdapat kemungkinan pola data berubah (Mulyono, 2000).

Secara teoritis metode ARIMA merupakan metode yang canggih terutama untuk peramalan jangka pendek, akan tetapi secara praktis terdapat beberapa kelemahan diantaranya :

1. Apabila terdapat data baru yang tersedia, seringkali parameter dari model harus diestimasi ulang, hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya revisi total terhadap model yang sudah dibuat.

2. Waktu yang dibutuhkan cukup lama untuk mencari model yang tepat

4.4.3. Analisis Faktor

Pengolahan data pada analisis ini menggunakan alat bantu program spss 12.0. dalam penelitian ini diamati 12 variabel yang diduga mempengaruhi kunjungan Little Farmers. Dengan analisis ini dihasilkan variabel-variabel yang mempunyai variasi cukup besar, sehingga dapat diketahui variabel-variabel apa

saja yang dominan berpengaruh terhadap kunjungan ke Little Farmers. Pengurutan variabel yang dominan tersebut didasarkan pada besarnya nilai

communility. Semakin besar nilai communality dari suatu variabel, maka semakin dominan pengaruh variabel tersebut. Variabel-variabel yang diamati tersebut adalah :

X1 = Umur responden (Tahun); 1 = 15-30, 2 = 31-50, 3 = > 51 X2 = Jenis Kelamin ; laki-laki = 0, perempuan = 1

X3 = Status perkawianan ; belum menikah = 0, sudah menikah = 1

X4 = Pendidikan tertinggi ; 1 = SD, 2 = SMP, 3 = SMU, 4 = PT/Akademik

X5 = Pekerjaan ; 1 = Pelajar/Mahasiswa, 2 = Pegawai Negeri/BUMN, 3 = Pengusaha, 4 = Pegawai swasta, 5 = guru/Dosen, 6 = lain-lain

X6 = Pendapatan rata-rata dalam sebulan (rupiah/bulan) X7 = Aksesibilitas ; 1= sulit, 2 = mudah, 3 = sangat mudah

X8= Daya tarik Little Farmers; 1 = tidak menarik, 2 = Cukup, 3 = menarik X9 = Biaya rekreasi (rupiah)

X10 =Fasilitas; 1= kurang memadai, 2 = memadai, 3 = sangat memadai

X11 = Motivasi; 1 =Program sekolah/Fieltrip; 2 = Rekreasi/berlibur; 3 = Ingin tahu X12 = Informasi; mendapatkan informasi sebelum berkunjung = 1, tidak = 0

Model analisi faktor dapat ditulis :

X - µ = L F + å

(pxl) (pxl) (pxm) (mxl) (pxl)

dimana

p = Jumlah peubah yang diamati l = Bobot faktor

m = Jumlah faktor yang digunakan X1 = Peubah amatan ke-i

µ1 = Nilai tengah peubah ke-i

F1 = Faktor bersama (commonfactor) ke –j

L1 = Bobot dari peubah ke-i pada faktor ke-j (loadingfactor)

å 1 = Sisaan dari peubah ke-i (unique fator)

Faktor bersama (Common Factor) adalah faktor yang keragamannya menyebar pada beberapa peubah amatan, sedangkan definisi faktor unik (unique faktor) adalah faktor yang keragamannya berada pada satu peubah amatan saja. Faktor unik ini merupakan penjumlahan dari dua bagian yang tidak saling berkolerasi yaitu faktor spesifikasi dan galat.

Keragaman dan peubah X1 yang telah distandarisasi menghasilkan

Óxi2 = h1 + Ø1

Sehingga : hi2 = 1 - Ø1

Komponen hi2 disebut sebagai komunalitas (communlities) yang menunjukkan proporsi ragam dari peubah Xi yang diterangkan oleh m faktor bersama sedangkan komponen Øi merupakan proporsi ragam dari peubah Xi yang disebabkan oleh faktor spesifik

Metode Faktor Utama (AFU)

Untuk mengetahui jumlah faktor yang terbentu, digunakan metode faktor utama. Penyelesaian model ini adalah melalui model komponen utama. Penentuan faktor bersama diperoleh dari akar ciri yang nilainya lebih dari rataan ragam bersama (besar dari satu).

Pendugaan bobot faktor dari faktor bersama diperoleh berdasarkan pasangan akar ciri dan vektor ciri terbesar dari matriks kolerasi contoh, secara umum dapat ditulis :

[

a a mam

]

L= λ1 1 λ2 2 λ

Pendugaan ragam spesifik dihasilkan dari :

= − = Ψ m j ij i I 1 2 1

Sedangkan pendugaan komunalitas adalah:

•i2 = •i21 + •i22 +………….+ •i2m

Proporsi keragaman total contoh yang diterangkan oleh faktor ke-j dapat dituliskan sebahai berikut:

p Fi = λj

Dengan sisaan sebagai berikut :

R – ÅÅ - Ø

Rotasi Faktor Varimax

Setelah diperoleh faktor bersama melalui faktor utama, maka dilakukan rotasi terhadap matriks bobot tersebut. Hal ini dilakukan untuk mempermudah interpretasi hasil.

Dokumen terkait