• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.2 Kerangka Teori

2.2.2 Karangan Eksposisi

2.2.2.1 Metode dalam Karangan Eksposisi

Dalam membuat karangan eksposisi dibutuhkan metode yang digunakan untuk menyampaikan informasi- informasi sehingga dapat memperluas pandangan dan pengetahuan pembaca. Ada enam metode yang digunakan untuk menyampaikan informasi melalui karangan eksposisi, yaitu identifikasi, perbandingan, ilustrasi atau eksemplifikasi, klasifikasi, definisi, dan analisis. Berikut ini dipaparkan keenam metode tersebut (Keraf, 1982: 7).

1. Metode Identifikasi

Kata identifikasi diturunkan dari bahasa Latin, yaitu kata identificare yang berarti “menetapkan kesamaan; serupa dengan”. Dengan demikian, kata identifikasi sebagai bentuk pembedaan dari identificare berarti “proses membuat sesuatu menjadi sama; proses menetapkan kesamaan; atau proses menentukan kesatuan dan wujud suatu individualitas”. Dalam hal ini, makna yang tepat untuk membatasi kata identifikasi sebagai suatu metode eksposisi adalah proses menyebutkan unsur-unsur yang membentuk suatu hal atau objek sehingga ia dikenal sebagai objek tersebut (Keraf, 1995: 25).

Yudiono (1984: 26) menambahkan bahwa modal dasar yang perlu diperhatikan oleh seorang penulis dengan metode ini adalah menggali sejumlah ciri suatu objek penulisan untuk melatih kecermatan, ketelitian, dan memperluas wawasan pemikiran penulis. Identifikasi adalah suatu metode untuk menggarap sebuah eksposisi sebagai jawaban atas pertanyaan: Apa itu? Siapa itu? Berikut ini adalah contoh karangan eksposisi dengan menggunakan metode identifikasi.

Adas Pulowaras, Tumbuhan Ajaib Atasi Penyakit

Ensiklopedia Jawa menyebutkan bahwa tanaman ini termasuk tanaman yang aneh bin ajaib. Oleh karena itulah tanaman ini begitu dipercaya oleh nenek moyang, khususnya leluhur Jawa untuk mengobati berbagai macam penyakit.

Nama Jawanya Adas Pulowaras. Mempunyai nama komersial Foeniculum vulgare Mill dari keluarga Apiaccae (umbelliferae). Tanaman ini merupakan satu dari sembilan tumbuhan obat yang dianggap bermukjizat di Anglo-Saxon. Di Indonesia dibudidayakan dan kadang sebagai tanaman bumbu dan tanaman obat.

Tanaman ini termasuk tanaman Terna berumur panjang, tinggi 50cm-2m, tumbuh merumpun. Satu rumpun biasanya terdiri dari 3-5

batang. Batang hijau kebiru-biruan, beralur, beruas, berlubang, bila memar baunya wangi. Letak daun berseling, majemuk menyirip ganda dengan sirip-sirip yang sempit, berbentuk jarum, ujung dan pangkal runcing, tepinya rata, berseludang warna putih, seludang berselaput dengan bagian atasnya berbentuk topi.

Perbungaan tersusun sebagai bunga payung majemuk dengan 6-40 gagang bunga, panjang ibu gagang bunga 5-10 cm, panjang gagang bunga 2-5 mm, mahkota berwarna kuning, keluar dari ujung batang. Buah lonjong, berusuk, panjang 6-10 mm, lebar 3-4 mm, masih muda berwarna hijau setelah tua berwarna cokelat agak kuning sampai sepenuhnya cokelat. Namun, warna buahnya ini berbeda-beda tergantung negara asalnya. Buah yang sudah masak mempunyai bau khas aromatik, bila dicicipi rasanya relatif seperti kamfer.

Adas menghasilkan minyak yang merupakan hasil sulingan serbuk buah adas yang masak dan kering. Ada dua rasa macam minyak adas, manis dan pahit. Keduanya digunakan dalam industri obat-obatan. Adas juga dipakai untuk bumbu atau digunakan sebagai bahan memperbaiki rasa (corrigentia saporis) dan untuk mengharumkan ramuan obat. Biasanya adas digunakan bersama-sama dengan kulit batang pulosari.

Menurut penelitian dari BPPT yang dilansir dari internet, yang dapat digunakan untuk mengobati adalah buah yang sudah masak. Buah yang sudah masak dikumpulkan lalu dijemur sampai kering.

Kegunaan buah yang telah kering ini untuk mengatasi: sakit perut (mulas), perut kembung, rasa penuh di lambung, mual, muntah, diare, sakit kuning (jaundice), kurang nafsu makan, batuk berdahak, sesak nafas (asma), haid, nyeri haid, haid tidak teratur, air susu ibu sedikit, putih telur dalam kencing (proteinuria), susah tidur (insomnia), buah pelir turun (orchidoptosis), usus turun ke lipat paha (hernia inguinalis), pembengkakan saluran sperma (epididimis), penimbunan cairan di dalam kantung buah zakar (hidrokel testis), mengurangi rasa sakit akibat batu ginjal dan membantu menghancurkannya, rematik, dan keracunan tumbuhan obat atau jamur. Buah adas juga efektif untuk pengusir serangga (insect replleent).

Sementara daunnya berkhasiat untuk mengatasi batuk, perut kembung, kolik, rasa haus, dan meningkatkan penglihatan. Sedangkan minyak adas dapat digunakan untuk menggosok tubuh anak yang masuk angin.

Peneliti menyarankan agar menghindari penggunaan adas dalam dosis besar. Pemakaian buah adas kadang-kadang menyebabkan sering kentut dan bersendawa.

2. Metode Perbandingan

Karangan eksposisi dengan metode perbandingan berusaha memper- kenalkan objek ya ng dikerjakan melalui perbandingan dengan suatu objek lain yang telah dikenal. Metode perbandingan hanya dapat dilakukan dengan mengadakan identifikasi aspek-aspek yang akan dijadikan landasan perbandingan. Semakin cermat mengidentifikasi objek maka semakin kuat landasan untuk perbandingan.

Ada tiga tujuan metode perbandingan. Pertama, untuk menyampaikan informasi- informasi tentang suatu hal atau objek dengan menghubungkannya dengan hal atau objek lain yang sudah dikenal pembaca. Kedua, menyampaikan dua pokok persoalan atau lebih sekaligus dengan menghubungkan dengan prinsip-prinsip umum yang sudah dikenal pembaca. Ketiga, menyampaikan prinsip umum dengan mengemukakan dua pokok atau hal yang sudah dikenal pembaca (Keraf, 1995: 167-168). Berikut ini adalah contoh karangan eksposisi dengan menggunakan metode perbandingan.

Perbedaan Eksposisi dan Argumentasi

Karangan eksposisi dan karangan argumentasi sebagai bentuk wacana karya-karya ilmiah, mempunyai perbedaan-perbedaan yang signifikan. Perbedaan-perbedaan ini perlu dikemukakan mengingat sebagai karangan ilmiah, eksposisi dan argumentasi sering menggunakan metode-metode yang sama, walaupun berbeda dalam intensitasnya. Perbedaan-perbedaan utama meliputi enam segi yaitu tujuan, keputusan, rasa frustasi, gaya penyajian, gaya bahasa, dan fakta.

Tujuan karangan eksposisi adalah menjelaskan atau menerangkan suatu pokok persoalan tanpa usaha mempengaruhi pembaca. Sedangkan karangan argumentasi, penulis berusaha untuk

membuktikan suatu kebenaran dari suatu pokok persoalan agar pembaca mengubah sikap dan pendapatnya.

Keputusan dalam karangan eksposisi, penulis menyerahkan keputusannya kepada pembaca. Dalam karangan argumentasi, penulis ingin mengubah pandangan dan sikap pembaca. Karena itu penulis berusaha memaksakan atau mendesak pendapatnya kepada pembaca dan sekaligus membujuk pembaca untuk meninggalkan pendapat mereka yang lama dan menerima pendapat yang baru.

Rasa frustasi dalam karangan eksposisi, penulis tidak bermaksud mengundang reaksi. Ia sama sekali tidak bermaksud mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca. Keputusan diserahkan kepada pembaca. Dengan demikian penulis karangan eksposisi tidak merasa frustasi kalau pendapatnya tidak diikuti oleh pembaca. Lain halnya dengan tulisan argumentasi. Penulis mengharapkan atau mendesak sesuatu secara pasti; pembaca atau orang lain mengikuti pendapatnya. Karena itu akan timbul reaksi dari para pembaca, baik yang bersifat positif atau bersifat negatif. Reaksi yang negatif tanpa ada dukungan-dukungan yang positif dari pembaca akan mudah menimbulkan rasa frustasi yang mendalam pada penulis.

Gaya penyajian dalam karangan eksposisi lebih ke gaya informatif. Gaya ini hanya berusaha untuk menguraikan objek sejelas-jelasnya sehingga pembaca dapat menangkap informasinya dengan mudah. Sebaliknya, dengan karangan argumentasi, penulis berusaha meyakinkan para pembaca maka ia cenderung menggunakan gaya persuasif. Karangan tidak boleh menimbulkan kesan keragu-raguan mengenai persoalan yang dikemukakan.

Gaya penyajian dalam kedua jenis wacana mempengaruhi pula gaya bahasa yang digunakan. Gaya bahasa yang digunakan dalam karangan eksposisi adalah bahasa berita tanpa rasa subjektif dan emosional. Maksudnya, penulis sama sekali tidak menggunakan kata-kata yang tidak membangkitkan emosi para pembaca. Sebaliknya bahasa penulis karangan argumentasi bersifat rasional.

Perbedaan terakhir antara eksposisi dan argumentasi adalah menyangkut penggunaan fakta. Dalam karangan eksposisi fakta- fakta dipakai hanya sebagai alat konkretisasi, yaitu membuat rumusan, kaidah, atau kesimpulan yang dikemukakan itu menjadi lebih konkret. Karena berfungsi sebagai alat konkretisasi, maka fakta yang disajikan hanya secukupnya saja. Sebaliknya dalam karangan argumentasi, fakta merupakan evidensi atau alat bukti. Karena itu pertama-tama harus dibuktikan bahwa ia benar-benar fakta, kemudian dilakukan pangujian sebagai evidensi. Semakin banyak evidensi dikemukakan, semakin kuat argumentasinya. Sehingga kelemahan dalam menyodorkan fakta atau evidensi, dan kelemahan dalam mengaitkan evidensi yang satu dengan evidensi yang lain akan menggagalkan usaha penulis untuk mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca.

3. Metode Ilustrasi atau Eksemplifikasi

Metode ilustrasi atau eksemplifikasi adalah suatu metode untuk mengadakan gambaran atau penjelasan yang khusus dan konkret atas suatu prinsip umum. Metode ini merupakan metode yang paling sering dipergunakan dalam sebuah eksposisi karena ia tidak menampilkan hal- hal yang umum secara abstrak (Keraf, 1981: 26). Berikut ini adalah contoh karangan eksposisi dengan menggunakan metode ilustrasi.

Kebiasaan yang Penuh Anugerah

Seorang pria bepergian ke Kanada pada suatu musim semi ketika es dan salju meleleh membuatnya hampir tak mungkin mengendarai mobil lebih jauh. Ia sampai pada persimpangan jalan dan melihat tanda bertuliskan, ”Hati- hati dalam memilih jejak roda. Anda akan berada di jalur itu sejauh 40 km.” Itu adalah sebuah peringatan bijak untuk kita. Tanda itu tidak hanya berlaku saat kita mengemudi di jalan yang sulit saja.

Setiap kita sampai di persimpangan jalan kehidupan, pilihan apa yang kita buat? Dengan kata lain, arah mana yang akan dituju dan kebiasaan apa yang akan kita buat?

Kebiasaan adalah pola yang kita ikuti secara konsisten. Sambil berdoa, kita perlu memutuskan kebiasaan yang akan kita ambil. Akankah kebiasaan kita itu sekedar jejak rutinitas? Atau akankah kebiasaan itu menjadi kebiasaan yang penuh anugerah?

Kebiasaan untuk menjaga tubuh tetap sehat itu penting, tetapi disiplin rohani jauh lebih penting. Apakah kita memilih untuk mengembangkan kebiasaan doa, membaca Alkitab, dan melakukan perbuatan baik secara konsisten?

Kebiasaan adalah ”jejak roda” yang rutin. Namun, disiplin rohani yang baik dapat mengubah ”jejak roda” kita menjadi kebiasaan yang penuh anugerah.

(Branon, David,dkk., 2006: ”Kebiasaan yang Penuh Anugerah” dalam Renungan Harian. Yogyakarta: Yayasan Gloria )

4. Metode Klasifikasi

Metode klasifikasi merupakan suatu metode untuk menempatkan barang-barang dalam suatu sistem kelas sehingga dapat dilihat hubungannya

ke samping, ke bawah , dan ke atas (Keraf, 1981: 34 ). Misalnya pada waktu berbicara mengenai “puisi” dengan metode klasifikasi, dapat dilihat hubung-annya ke samping dengan “prosa” dan “drama”, sedangkan hubunghubung-annya ke atas, puisi adalah salah satu bentuk karya sastra. Dilihat dalam hubungan ke bawah, puisi masih dapat diklasifikasikan menjadi puisi lama dan puisi baru, dan seterusnya.

Ada tiga tujuan metode klasifikasi. Pertama, sebagai persiapan untuk mengerjakan sebuah tema. Kedua, unt uk menyajikan bagaimana unsur sebuah tema. Ketiga, untuk menyiapkan materi- materi penjelasan dalam mengembangkan suatu tema. Berikut ini adalah contoh karangan eksposisi dengan menggunakan metode klasifikasi.

Jenis-Jenis Drama

Kita telah mengenal drama tragedi dan drama komedi. Dua jenis drama ini merupakan pokok dalam pengelompokan drama berdasarkan bentuk dramatisnya.

Berdasarkan ragam bahasanya, kita dapat melihat adanya drama berbahasa Indonesia ragam umum dan drama berbahasa Indonesia ragam dialek. Kebanyakan drama kita menggunakan ragam bahasa Indonesia umum. Contoh yang berbahasa Indonesia ragam dialek: Nyai Dasima karya S.M. Ardan (dialek Jakarta) dan Lelakon Raden Beji Soerio Retno (1901) karya F. Viggers (dialek Melayu renda).

Berdasarkan bentuk sastra cakapannya, kita dapatkan drama prosa dan drama puisi (drama liris). Contoh drama liris Bebasari (1926) karya Roestam Effendi serta Prabu dan Putri (1950) karya K. Rustandi Kartakusuma.

Dari aspek jumlah pelaku, kita mengenal adanya drama dialog dan drama monolog. Drama dialoglah yang paling lazim dan umum dipertunjukkan. Drama monolog memang langka. Contohnya, Prita Istri Kita (1967) karya Arifin C. Noer, dan Boas (1989), karya Putu Wijaya.

Berdasarkan media pementasannya dapat ditemukan jenis drama radio (rekaman radio), drama televisi (rekaman video, sinetron, film), dan drama pentas (panggung). Selain itu, ada juga drama yang

lebih mementingkan gaya sastranya daripada nilai dramatiknya. Drama jenis ini disebut drama baca, hanya cocok untuk dibaca, tidak untuk dipentaskan.

(Hariyanto, 2000: 9-10)

5. Metode Definisi

Metode definisi ini dipergunakan apabila seorang penulis bermaksud menjelaskan sesuatu hal dengan tujuan agar pembaca me mperoleh pengertian yang jelas mengenai hal itu. Dengan kata lain, hanya untuk menunjuk satu pengertian tertentulah dipergunakan definisi (Yudiono, 1984: 32-33).

Secara umum, definisi mempunyai arti suatu pernyataan tentang apa yang dimaksud dengan suatu hal atau barang. Definisi dapat pula berarti suatu kata atau frasa yang mengungkapkan makna, keterangan, atau ciri-ciri dari suatu barang, hal, orang, proses, atau aktivitas (Keraf, 1995: 115). Berikut ini adalah contoh karangan eksposisi dengan menggunakan metode definisi.

Psikologi sebagai Ilmu

Secara harafiah psikologi umumnya dimengerti sebagai ”ilmu jiwa”. Pengertian ini didasarkan pada terjemahan kata Yunani: psyche dan logos. Psyche berarti ”jiwa” atau ”nyawa” ”alat untuk berpikir”. Logos berarti ”ilmu” atau ”yang mempelajari tentang”. Dengan demikian, psikologi diterjemahkan ilmu yang mempelajari jiwa.

Setelah psikologi berkembang luas dan dituntut mempunyai ciri-ciri sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan, maka ”jiwa” dipandang terlalu abstrak. Ilmu pengetahuan menghendaki objeknya bisa diamati, dicatat, dan diukur. Ini membawa para ahli, dipelopori oleh J.B. Matson (1878-1958), memandang psikologi sebagai ”ilmu yang mempelajari perilaku”. Perilaku dianggap lebih mudah diamati, dicatat, dan diukur.

Meskipun demikian, arti perilaku ini diperluas tidak hanya mencakup perilaku kasat mata seperti makan, membunuh, menangis, dan sebagainya; tetapi mencakup juga perilaku tidak kasat mata

seperti: fantasi, motivasi, atau proses yang terjadi pada waktu seseorang tidak bergerak (tidur) dan sebagainya.

( Irwanto, dkk, 1989: 1 )

6. Metode Analisis

Metode analisis dipergunakan untuk menguraikan suatu objek berdasarkan unsur-unsur atau komponen-komponen yang terkandung dalam objek itu. Dalam hal ini tidak perlu diciptakan unsur atau komponen baru yang sebenarnya tidak terkandung dalam objek yang bersangkutan. Berikut ini adalah contoh karangan eksposisi dengan menggunakan metode analisis.

Perkembangbiakan pada Manusia

Alat perkembangbiakan manusia hampir sama dengan alat perkembangbiakan hewan mamalia. Pada wanita terdapat ovarium yang jumlahnya sepasang, saluran telur (tabung Fallopi), rahim, vagina, dan vulva. Ovarium menghasilkan ovum. Siklus ovulasi umumnya terjadi setiap 28 hari. Biasanya, pada setiap ovulasi dihasilkan satu ovum.

Jika terjadi ovulasi, dinding dalam rahim menebal dan penuh dengan pembuluh darah. Tujuannya agar apabila terjadi kehamilan, embrio dapat menyerap zat makanan yang telah disiapkan. Akan tetapi jika tidak terjadi kehamilan, penebalan dinding dalam rahim harus dibuang. Dinding dalam rahim mengelupas, pembuluh darahnya terlepas dan terjadilah menstruasi. Menstruasi biasanya berlangsung selama satu minggu. Setelah itu dinding uterus utuh kembali.

Pada pria terdapat sepasang testis yang dibungkus oleh kulit skrotum. Sperma yang dihasilkan mengalir ke vas deferens, kemudian masuk ke kantong sperma. Sperma yang dikeluarkan melalui uretra yang terdapat pada penis. Dalam setiap mililiter cairan sperma manusia terkadung 120 juta sperma.

Pembuahan terjadi di saluran telur (tabung Fallopi). Zigot yang terbentuk menuju ke rahim (uterus), kemudian membelah diri menjadi dua, empat, delapan, enam belas, dan seterusnya. Sementara itu lapisan dalam dinding rahim menebal untuk memberi makanan embrio. Embrio memperoleh makanan dari tubuh induknya. Melalui ari-ari (plasenta). Selanjutnya makanan masuk ke embrio melalui tali pusat. Melalui tali pusat tersebut sisa-sisa metabolisme dan zat yang tidak berguna dialirkan kembali ke plasenta dan akhirnya ke tubuh ibunya.

Di dalam uterus, embrio dikelilingi oleh suatu cairan yang disebut cairan amnion atau ketuban. Cairan amnion berfungsi untuk melindungi embrio dari guncangan.

Pada usia 5 minggu, embrio telah mempunyai kepala, mata, tubuh, leher, ekor yang pendek, dan calon tangan serta kaki. Secara umum ciri embrio pada usia tersebut sama seperti embrio hewan bertulang belakang (vertebrata) lainnya. Sedangkan panjang embrio hampir mencapai 7 milimeter.

Pada usia 9 minggu, embrio telah menjadi bayi kecil yang sudah terbentuk. Ia mempunyai wajah dengan mata, telinga, hidung, mulut, dan lidah. Jari-jari kaki lebih besar dari badannya. Embrio pada usia ini sudah dapat menggerakkan tangan dan kakinya. Panjangnya kurang lebih 5,5 centimeter. Selain itu jenis kelamin bayi sudah dapat diketahui.

Pada usia 14 minggu, organ-organ tubuh yang dimilikinya sudah semakin berkembang. Panjang tubuh bayi kurang lebih 6 centimeter.

Pada usia 20 minggu, bayi memiliki panjang tubuh sekitar 19 centimeter dan beratnya kurang lebih 0,5 kilogram. Organ-organ tubuhnya sudah lebih berkembang. Tangan dan kakinya sudah dilengkapi dengan kuku, sudah memiliki alis mata dan bulu mata. Pada usia ini detak jantung bayi dapat terdeteksi dan bayi sangat aktif.

Ketika usia bayi mencapai 24 minggu pertumbuhan badannya sangat pesat. Pada saat bayi akan lahir, berat normalnya sekitar 3 kilogram, panjangnya sekitar 45 centimeter, lingkar kepala bayi sama dengan lingkar bahu atau pangkal pahanya. Setelah lahir, plasenta akan ikut keluar.

(Syamsuri, 2004: 76-78)

Dokumen terkait