• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode dan corak penafsirannya

Dalam dokumen HARUT DAN MARUT DALAM AL- QUR AN (Halaman 14-38)

BAB II : PANDANGAN UMUM TENTANG IMAM AL-THABARI IMAM DAN

A. Biografi Imam al-Thabari

3. Metode dan corak penafsirannya

3. Metode dan corak penafsirannya………...29

BAB III : SEKILAS TENTANG SURAT AL-BAQARAH AYAT 102

A. Telaah Kebahasaan……….31 B. Asbabul al-Nuzul dan Komentar Para Ulama………...………37 C. Berbagai pandangan Para Ulama tentang Harut dan Marut………..40

a) Kisah Harut dan Marut menurut para Ulama……….43 b) Sihir menurut paraUlama………49

BAB IV : ANALISA KOMPARATIF IBN KATSIR DAN WAHABAH az-ZUHAILI A. Penafsiran Imam al-Thabari tentang Harut dan Marut………..58 B. Penafsiran Wahbah al-Zuhaili tentang Harut dan Marut………...77 C. Analisis komparatif tentang Harut dan Marut………83

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan………..88 B. Saran-Saran………..89

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah kitabullah yang dijadikan pedoman oleh umat manusia dalam kehidupannya. Al-qur’an diturunkan dalam bentuk global dan umum yang perlu penjelasan dan penjabaran. Oleh karena itu tafsir menduduki tempat yang tinggi didalam upaya memahami al-Qur’an sebagai pedoman hidup.1 Al-Qur’an diturunkan Allah bukan hanya sekedar dokumen historis atau pedoman hidup dan tuntunan spiritual bagi umat manusia tetapi juga mitra dialog.2

Dari ayat-ayatnya terkandung dialog langsung dengan pembacanya agar menuntun, memperhatikan, merenungkan, dan menekuni kandungannya, kemudian menarik sebagai pelajaran untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu: melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.3 Di antara kandungan al-Qur’an adalah perintah untuk mengimani kepada makhluk yang ghaib yang tidak dapat dilihat oleh mata, tidak dapat dirasakan oleh panca indera, yaitu jin, setan dan

1 Ahmad Mosthafa Adnan, Problematika Menafsirkan Al-Qur’an, CV. Toha Putra, Semarang, Cet. I, 1993, hlm. 19.

2 M. Nastur Arsyad, Seputar Al-Qur’an, Hadits dan Ilmu, Al-Bayan, Bandung, 1992, hlm.13

3 Ahmad Mosthafa Adnan, Problematika Menafsirkan Al-Qur’an, CV. Toha Putra, Semarang, Cet. I, 1993, hlm. 9

2

malaikat.4 Jin, setan dan malaikat merupakan makhluk halus yang hidup di alam ghaib.

Sumber pengetahuan manusia tentang makhluk-makhluk ghaib itu adalah petunjuk dari Allah melalui para Rasul-Nya oleh karena itu dasar yang pertama bagi usaha dalam mempelajari makhluk-makhluk ghaib itu adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya.5 Keimanan kepada makhluk-makhluk ghaib akan menimbulkan kewaspadaan dan kehati-hatian yang tinggi, walaupun tidak ada manusia lain yang menyaksikan karena malaikat petugas Allah yang setia selalu mencatat dan merekam setiap amal perbuatan manusia serta iblis dan setan selalu pula berusaha menjerumuskan manusia kepada keinginannya dan kekafiran.

Di antara makhluk ghaib yang penting untuk dikaji adalah malaikat. Bukan saja karena makhluk ini secara khusus disebut sebagai salah satu dari rangkaian rukun iman, tetapi juga kerena malaikat memiliki keterlibatan dengan seluruh manusia tanpa kecuali, taat atau durhaka, sejak lahir hingga wafat, bahkan hingga kehidupan di akhirat kelak.

Beriman kepada malaikat merupakan salah satu rukun iman yang wajib diimani oleh setiap mukmin. Meyakini bahwa para malaikat adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Mereka tidak pernah melakukan kemaksiatan

4 Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqi, Al-Islam I, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1999, hlm. 196

5 H.S. Zuardin Azzaino, Aqidah Ilahiah Ilmiah, Pustaka Hidayah, Jakarta, Cet. II, 1991, hlm. 102

(membangkang) kepada Allah dalam segala perintah yang diberikan kepada mereka, dan selalu melaksanakan segala perintah-Nya dan bahwasanya mereka adalah perantara-perantara yang menghubungkan antara Allah dengan para Rasul yang diutusnya kepada manusia. Allah menjadikan malaikat agar mereka mempunyai hubungan erat dengan manusia secara rohani maupun jasmani.

Para malaikat adalah bala tentara dan pembantu Allah yang mengatur kerajaan-Nya menurut kehendak dan kebijaksananya. Menurut al-Qur’an secara umum malaikat di dunia mempunyai dua fungsi yaitu menggerakan kekuatan alam untuk melaksanakan tugas masing-masing dan membimbing manusia untuk berbuat baik.

Ada sepuluh malaikat yang wajib diketahui oleh umat Islam yaitu Jibril (penyampai wahyu yang terpercaya), Mikail (pembagi rizqi dan hujan) Israfil (peniup terompet) Izrail (pencabut nyawa), Ridwan (penjaga surga) Malik (penjaga neraka), Munkar dan Nakir (penanya dalam kubur), Rakib dan Atib (penulis amal baik dan buruk setiap mukalaf).6

Lafadz malaikat disebutkan dalam al-Qur’an 68 kali bila dihitung dengan bentuk perubahan kata-kata malāikat, malakun, malakaini, malakan,

6 Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan Secara Terpadu, Terj. Dr. Afif Muhammad M.A., Al-Bayan, Bandung, Cet. I, 1998, hlm. 114

4

malakin, seluruhnya: 88 kali.7Tetapi para mufasir berbeda pendapat berkaitan dengan kata malakaini dalam surat al-Baqarah ayat 102 yaitu:























































































































































“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir) hanya syaitan-syaitanlah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya kitab Allah dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”8

7Departeman Agama Republik Indonesia, Ensiklopedi Islam di Indonesia, CV. Anda Utama, Jakarta, 1992, hlm. 687

8 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Adi Grafika, Semarang, 1994, hlm. 28

Para mufassir dalam membaca kata malakaini berbeda pendapat, ada yang membaca dengan kasrah lamnya yang berarti dua raja, ada yang membacanya dengan fathah lamnya yang berarti dua malaikat, sehingga dalam menafsirkan surat al-Baqarah ayat 102 pun berbeda. Ada 2 pendapat para mufasir tentang yang dimaksud dengan dua malaikat itu Ada yang berpendapat mereka betul-betul malaikat seperti pendapatnya Abdurrahman Ibn Kamal Jalal Din as-Suyuti dalam tafsir Durr Mantsur fi Tafsir bi Ma’tsur, Abi Qasim Jarullah Mahmud Ibn Umaar al-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf dan al- Alamah al-Sayyidi Muhammad Husain At-thabari dalam tafsir Jami al-Bayān an Ta’wil Ayi al-Qur’an, Mufasir yang berpendapat bahwa manusia yang memiliki sifat mulia sehingga diserupakan dengan malaikat seperti pendapatnya Wahbah Zuhaili dalam tafsir Munir, Muhammad Abduh dalam tafsir al-Manar dan Abdullah Yusuf Ali dalam tafsir Qur’an Terjemahan.9

Sedangkan mengenai mempelajari ilmu sihir, ada sebagian ulama yang membolehkan mempelajarinya dengan tidak menggunakannya, dan ada juga ulama yang mengharamkan mempelajari sihir apalagi mengamalkannya. Adanya perbedaan pendapat tentang penafsiran Harut dan Marut menjadikan persoalan bahwa: kalau memang benar Harut dan Marut itu malaikat maka ia merupakan malaikat yang mempunyai fungsi yang unik, di mana mereka mengajarkan sihir kepada manusia

9 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, PT. Ictiar Baru Van Voeve, Jakarta, 1993, hlm. 89

6

yang dapat menyebabkan madharat bagi manusia. Namun mereka mengajarkan sihir berdasarkan izin dari Allah.

Padahal malaikat sendiri selalu mengerjakan perintah Tuhan dan tidak pernah durhaka dan selalu dihubungkan dengan hal-hal manfaat bagi manusia. Tetapi apabila Harut dan Marut itu bukan malaikat, mengapa al-Qur’an menggunakan lafadz malakaini yang mempunyai arti dua malaikat. dan salah satu bentuk petunjuk al-Qur’an di antaranya adalah cerita tentag masa lalu, diantara kisah masa lalu yang belum ditemukan bukti kongkritnya adalah Harut dan Marut .

Alasan Penulis memilih penafsiran Imam al-Thabari adalah: Beliau seorang yang alim , Syaikh al-Mufassirun (guru para ahli tafsir) ahli hadits, ahli fiqih, ahli sejarah, dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Orang-orang eropa sendiri menyebutnya sebagai “Bapak sejarah islam”.10

Beliau adalah amat termashur ke ilmuannya sehingga tiada bandingan di zamannya. dan Wahbah al-Zuhaili adalah seorang Ulama paling produktip melahirkan karya pada abad ini Salah satunya adalah Tafsir al-Munir, sehingga dapat disamakan dengan al-Imam al-Syuyuti.11 Penulis akan membandingkan penafsiran klasik Imam al-Thabari yang menggunakan sumber Riwayah dengan penafsiran Modern Wahbah al-Zuhaili yang menggabungkan antara

10 Ahmad asy-Syirbasi, Sejarah Tafsir Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), terj. Pustaka Firdaus, Cet. Ke-4,hlm. 81

11

Ardiyansyah . Pengantar penerjemah, dalam badi’ as-Sayyid al-Lahham, Syeikh prof. Dr. Wahbah a-Zuhaily: Ulama kharismatik kontemporer-sebuah Biografi, Bandung: Cita Pustaka, Media Perintis, 2010, hlm. 71

Riwayah (Ma’tsur) dan pemikiran (ra’yi) dan bagaimana penafsiran Imam al-Thabari dan Wahbah al-Zuhaili tentanh Harut dan Marut.

Uraian di atas menunjukkan adanya perbedaan pendapat di kalangan para mufasir dalam menafsirkan Harut dan Marut dalam surat al-Baqarah ayat 102. Berawal dari perbedaan dan ingin mengetahui siapa sebenarnya Harut dan Marut. Penafsiran tersebut penulis menganggap perlu menggali ulang petunjuk dan semangat al-Qur’an. Serta ingin mengetahui perbandingan penafsir klasik Imam al-Thabari dalam Tafsir Thabari, dengan penafsir modern Wahbah Zuhaili dalam Tafsir al-Munir.

B. Pembatasan Masalah dan perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas supaya pembahasan dalam tulisan ini bisa terarah maka penulis membatasinya dengan pembahasan pokok di bawah ini:

1. Bagaimana penafsiran al-Qur’an tentang Harut dan Marut yang terdapat dalam surah baqarah ayat 102 menurut Wahbah Zuhaili dan Imam al-Thabari?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian Skripsi

Penelitian skripsi ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu: a. Untuk Mengetahui perbandingan penafsiran modern Wahbah Zuhaili

8

b. Untuk penulisan skripsi yang merupakan syarat memproleh gelar sarjana S1.

2. Manfaat Penelitian Skripsi

Adapun manfaat yang diambil dari penelitian skripsi ini adalah

a. Peneliti dapat lebih meningkatkan apresiasi intelektual dan sikap kritis Terhadap hasil-hasil pemikiran terhadap para mufassir sehingga mampu memformulasikan sistensis baru.

b. Menambah khasanah keilmuan dalam bidang pemikiran Islam dan tafsir al-Qur’an di Fakultas Ushuluddin.

D. Tinjauan Pustaka

Malaikat merupakan makhluk ghaib yang wajib diimani oleh umat Islam dengan percaya bahwa Allah itu mempunyai makhluk yang dinamakan malaikat yang tidak pernah durhaka dan senantiasa taat menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Disamping merupakan penelitian ilmiah, skripsi inipun melakukan kajian pustaka, terhadap skrifsi-skrifsi yang pernah dahulu dibahas, penulis menemui topik yang membahas tentang Malāikat, yaitu:

1) Penafsiran Malaikat dalam Tafsīr al-Manār (Study atas Tafsir Q.S. al-Baqarah: 30- 34.)

Yang ditulis oleh: Susilo, yang mengutarakan bahwa menurut Tafsir al-Manar, arti penting pembahasan tentang hakikat Malaikat adalah hikmah yang ada di balik

dialog antara Tuhan dan Malaikat dalam penciptaan Adam. Ia lebih memaknai Malaikat sebagai potensi alamiah (al-quwā al-tabī’iyyah) daripada sebuah person atau makhluk yang terbuat dari cahaya. Jika Malaikat diartikan sebagai potensi dan hukum alamiah, maka hal ini Manusia bahwa diberikan kemampuan untuk memeberdayakan, potensi-potensi tersebut, sebagaimana disimbolkan sujudnya Malaikat kepada Adam. Dengan demikian arti penting iman kepada Malaikat dalam perspektip baru ini adalah memaksimalkan sinergitas antara manusia dan potensi serta hukum alamiah.

2) Malaikat dalam Perspektip al-Qur’an (Studi Komparatif Penafsiran Muhammad Husain Thabathaba’I dalam Tafsir al-mizan dan Fakhr al-Razy dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib).

Yang ditulis oleh: Khairun Nasikin, Yang mengutarakan bahwa pada hakikatanya malaikat adalah esensi nur begitu menurut Thabathaba’i meskipun mereka tetap menjadi satu ciptaan yang memiliki fungsi dan tugas prantara Allah dan alam semesta (alam musyahadah). Dengan kata lain penafsirannya tentang malaikat ditafsirinya dengan satu bentuk yang non materi (personal immaterial) Dan menurut ar-Razi malaikat bukanlah esensi yang bersifat ruhani bukan pula esensi jasmani atau bukan pula kedua-duanya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ar-Razi memberikan pengertian tentang malaikat sebagai satu watak/ keadaan/ atau karakter yang non materi (impersonal imaterial).

10

Kekhususan dari skripsi ini adalah mengkaji perbandingan penafsir klasik Imam al-Thabari dan penafsir Wahbah al-Zuhaili terhadap Harut dan Marut. Selain Skrifsi diatas, belum ditemukan tulisan ilmiah lainnya yang khusus membahas tentang Harut dan Marut. Perbedaan kajian ini, dengan skrifsi-skrifsi yang sudah ada tentang pembahasan malaikat menurut hemat penulis terletak pada ruang lingkupnya. Dimana kajiannya lebih difokuskan pada surat al-Baqarah ayat 102 tentang penafsiran Harut dan Marut studi analisis. Maka penulis merasa perlu meneliti dan berupaya mengungkap tentang Harut dan Marut dalam AlQur’an yang masih diperdebatkan oleh para mufasir. Khususnya perbandingan penafsir modern dan klasik.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini berusaha mengungkap Harut dan Marut dalam Qur’an menurut Wahbah al-Zuhaili dan Imam al-Thabari. Agar memperoleh karya ilmiah yang memenuhi kualitas dan kriteria yang ada maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Sumber Data

Penelitian ini bercorak (Library research) atau riset kepustakaan, dalam arti semua sumber datanya berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Adapun sumber data tersebut dibedakan menjadi dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder.

Sumber primer adalah sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama. Dalam penelitian ini sebagai sumber primernya adalah: Kitab tafsir al-Muniir Karya Wahbah al-Zuhaili dan Kitab tafsir al-Thabari karya Abu Jakpar Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Thabari.

Sumber sekunder adalah sumber yang mengutip dari sumber lain, tidak langsung merupakan dokumen historis yang murni ditinjau dari kebutuhan penyidikan.12 sumber sekunder merupakan sumber yang dapat melengkapi sumber primer. Adapun sumber data sekunder adalah buku-buku atau karya ilmiah lain yang terkait dengan tema yang akan dikaji dalam skripsi ini yaitu Tafsir surah al-Baqarah Ayat 102 penafsiran modern Wahbah al- Zuhaili dalam Tafsir Al- munir dan penafsir klasik Imam al-Thabari dalam Tafsir al-Thabari. Baik berupa buku-buku, jurnal, Mengumpul data dari internet, dan ensiklopedia.

2. Metode Pengumpulan data

Obyek studi penelitian ini termasuk riset kepustakaan yaitu penelitian data, sehingga cara yang ditempuh adalah menggali dan mengumpulkannya. Oleh karena itu, metode pengumpulan data yang diterapkan adalah dengan membaca sumber-sumber tersebut.

12 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Dasar Metode dan Tekhnik, Tarsito, Bandung, 1980, hlm. 134

12

3. Metode Analisis Data

1. Metode Tahlili (Analitis)

Yang dimaksud dengan metode tahlili (analitis) ialah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.13

2. Content Analisis

Yaitu analisis isi berdasarkan fakta dan data-data yang menjadi isi atau materi suatu buku/ (kitab).14 Dalam konteks ini penulis mengumpulkan data-data dari kitab-kitab tafsir kemudian penulis analisis secara obyektif.

3. Tehnik Penulisan

Tehnik penulisan skripsi ini mengacu kepada tehnik makalah dan skripsi di dalam pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin Tahun 2011/2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

13 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Pustaka Pelajar, (yogyakata), cet. II, 2000, hlm. 151

14 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, UGM Press, Yogyakarta, cet. V,1991. Hlm. 63.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini menggunakan sistematika penulisan skripsi yang dibagi dalam tiga bagian yaitu; pertama bagian formalitas, kedua isi skripsi dan ketiga bagian akhir skripsi atau pelengkap. Masing-masing bagiannya adalah sebagai berikut: Bagian pertama berisi halaman judul, nota pembimbing, lembar pengesahan, kata pengantar, daftar isi, dan transliterasi.

Bagian kedua yang merupakan isi skripsi yang terdiri dari empat bagian yang terbagi dalam lima bab yaitu bab pertama dalam skripsi ini adalah pendahuluan yang terdiri penelusuran masalah dan metodologi penulisan skripsi sebagai acuan dalam melakukan penelitian. Untuk sub-sub bab pembahasan dalam pendahuluan ini meliputi latar belakang masalah, sebagai kajian awal dalam penelusuran masalah.

Pokok pembahasan menjadi sub bab selanjutnya untuk mempertegas paparan dalam latar belakang, tujuan dan manfaat penulisan skripsi merupakan hasil yang diharapkan dapat diambil dari skripsi ini yang dilanjutkan dengan tinjauan pustaka dan metode penulisan skripsi sebagai acuan penulisan dalam mengkaji skripsi, bab ini diakhiri dengan pengaturan tentang sistematika penulisan skripsi.

Setelah penelusuran pada bab pertama, selanjutnya pada bab kedua berisi pandangan umum tentang kedua mufassir. Pandangan umum ini meliputi, kelahiran, perjalanan intelektual dan karirnya, metode dan corak penafsiran Wahbah al-Zuhaili dan Imam al-Thabari.

14

Selanjutnya pada bab ketiga, berisi tentang sekilas tentang surat al-baqarah ayat 102. sekilas tentang surat al-baqarah ayat 102 ini meliputi telaah kebahasaan, latar belakang turunnya ayat, berbagai pandangan ulama tentang harut dan marut.

Selanjutnya pada bab keempat, Analisa komparatif penafsiran Imam al-Thabari dan Wahbah Zuhaili analisa komparatif ini meliputi pandangan dua pengarang tentang tafsir surat: al-baqarah ayat 102. Analisis komparatif tentang Harut dan Marut.

Selanjutnya pada bab kelima, bagian ini merupakan dari kajian penulis seputar tafsir terhadap kajian penafsiran dalam pandangan Wahbah Zuhaili dan Imam al-Thabari yang berisikan kesimpulan dan saran-saran yang dapat disampaikan oleh penulis. Selanjutnya adalah bagian ketiga yang merupakan pelengkap dari skripsi yang berisi, daftar pustaka.

BAB II

PANDANGAN UMUM TENTANG KEDUA MUFASSIR

A. Biografi Imam al-Thabari

1. Kelahiran Imam al-Thabari

Imam al-Thabari Nama lengkapnya adalah Abu Jakpar Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib ath-thabari.1 Beliau dilahirkan di Amil Ibu kota Tabaristan pada tahun 224 hijriah.2 Beliau adalah seorang ilmuan yang sangat mengagumkan dalam kemampuannya mencapai tingkat tertinggi dalam berbagai disiplin ilmu, antara lain Fiqih (hukum islam) sehingga pendapat-pendaptnya yang terhimpun dinamai madzhab

al-Jaririyah.3 Dan beliaupun telah hapal al-Qur‟an ketika usianya sangat muda

yaitu dalam usia tujuh tahun.

Hal ini sebagaimana yang telah dikatakannya: “Aku telah menghapal al-Qur‟an ketika berusia tujuh tahun dan menjadi Imam shalat ketika aku

1 Abu Ja‟par Muhammad bin Jarir ath-thabari, Jami‟ Bayan An-ta‟wil Qur‟an, Dar al-Fikri, Beirut, Libanon, 1998 hlm .3

2 M. Husain az-Dhahabi, al-Tafsir Wa al-Mufassirun, Dar al-Kutub, Cairo, 1976, hlm.205

3

M. Hasbi Ash-Shiddiqy, Ilmu-Ilmu al-Qur‟an, Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm. 41 15

Kota yang pertama kali ditujunya adalah Ray dan daerah sekitarnya. Di sana ia mempelajari hadis dari Muhammad bin Humaid Razi dan al-Musanna bin Ibrahim al-Ibili. Di daerah ini pun, ia berkesempatan belajar sejarah kepada Muhammad bin Ahmad bin Hammad al-Daulabi. Selanjutnya ia menuju ke Baghdad untuk belajar kepada Imam Ahmab bin Hanbal, tetapi ketika sampai disana Imam Ahmad bin Hambal sudah wafat pada tahun 241 H. Di sana ia sempat belajar kepada murid-murid Imam Ahmad bin hambal. Pengaruh pemikiran Teologi imam Ahmad ibn Hambal dan murid-muridnya yang menganut faham sunni rupanya mendominasi pemikiran Imam al-Thabari yang sangat tidak setuju dengan pola pemikiran rasional Mu‟tazillah.6

Di kufah beliau belajar qira‟ah kepada Sulaiman al-Tulhi dan Hadits kepada Ibrahim Abi Kuraib Muhammad bin al-A‟la al-Hamdani, Hannad Ibn as-Sairi, dan Ismail ibn Musa. Setelah lama tinggal di Basrah dan Kufah ia kembali ke Bagdad dan belajar qira‟ah kepada Ahmad bin Yusuf at-Taglibi. Dalam bidang fiqh, khususnya madzhab Syafi‟iyyah, Imam al-Tabari belajar kepada al-Hasan ibn as-Sabbah al-Za‟farani dan Abi Salid al-Astakhari.7

Pada 253 H, Abu Ja‟par sampai di mesir. Namun sebelumnya beliau singgah di Beirut untuk belajar dan memperdalam qiraah kepada al-Abbas ibn

6Yaqut al-Hamawi, “ath-Tabari”, Mu‟jam al-Udaba, Beirut Dar al-Fikr, 1980, Jilid 18. Hlm. 50

7

Rassihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir ath-Tabari dan Tafsir Ibn Katsir,( Bandung : CV, Pustaka Setia, 1999), Cet I hlm.3

18

al-Walid al-Bairuni. Dimesir ia menyempatkn diri mempelajari mazhab Maliki di samping mempelajari Mazhab Syafi‟i dari murid-murid Imam Syaffi‟i sendiri, di anatara ar-Rabi ibn sulaiman al-Muradi, Muhammad ibn Abddullah ibn al-Halim, dan Isma‟il bin Ibrahim. Di sini aia juga bertemu dengan Yunus ibn Abdil al-A‟la al-Sadafi dan belajar qira‟ah Hamzah dan Waras kepadanya.8 Dan di Mesir pula ia bertemu dengan sejarawan Kenamaan Ibn Ishak. Dan atas jasanya Imam ath-Thabari mampu menyusun karya sejarahnya yang terbesar yaitu Tarikh al-Umam Wa al-Mulk. Selama di mesir semua ilmuan datang menemuinya sambil menguji kemampuannya sehingga Imam al-Thabari menjadi sangat terkenal di klangan intelektual pada

Dalam dokumen HARUT DAN MARUT DALAM AL- QUR AN (Halaman 14-38)

Dokumen terkait