• Tidak ada hasil yang ditemukan

HARUT DAN MARUT DALAM AL- QUR AN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HARUT DAN MARUT DALAM AL- QUR AN"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh :

Bahagia Tanjung 1112034000085

JURUSAN TAFSIR-HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iii

ABSTRAK

Bahagia Tanjung

HARUT DAN MARUT DALAM AL- QUR’AN: (STUDI KOMPARATIF ANTARA

IMAM AL-THABARI DAN WAHBAH AL-ZUHAILI).

Hārūt dan Mārūt adalah figur sejarah yang fenomenal. Darinya muncul beberapa persoalan apakah mereka unsur dari manusia atau malaikat sampai tujuan mereka di turunkan ke muka bumi, dengan adanya sihir yang mampu mencerai beraikan hubungan suami istri. Menurut penafsiran Imam al-Thabari bahwa Hārūt dan Mārūt adalah malaikat yang diturunkan oleh Allah sebagai ujian dan cobaan bagi manusia saat itu. Hārūt dan Mārūt dikatakan dari unsur malaikat adalah disandarkan pada pemahaman bahwa kata malakain, dibaca fathah, sehingga membawa pengaruh dari penafsiran bahwa keduanya memang unsur dari malaikat.

Sedangkan menurut penafsiran Wahbah al-Zuhaili, bahwa Hārūt dan Mārūt adalah dua orang yang mempunyai kewibawaan dan keagungan di mana manusia memuliakan dan menghormatinya. Hārūt dan Mārūt dikatakan dari unsur manusia. Ini berdasarkan pembacaan malikain yang bererti dua raja atau orang yang dengan kekuatan batin serta amal shalehnya seolah-olah mereka adalah malaikat, karena dilihat dari prilaku dan pengetahuannya akan hal-hal yang gaib yang bersifat metafisika.

Sihir tidak bisa dilepaskan peran Hārūt dan Mārūt yang mengajarkannya kepada manusia. Keduanya sebagai pembeda dan penjelas bahwa Nabi Sulaiman tidaklah memperoleh kekuatan dan kenabiannya dengan sihir, melaikan murni karunia dari Allah yang berupa mukjizat. Dalam perkembangannya sihir memang mendapat tempat dalam hati manusia, karena ia bisa membuat dari sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, karena sifat sihir itu sendiri adalah memalingkan sesuatu dari hakekatnya. Semisal fungsinya untuk menceraikan suami istri. Sehingga melihat fungsinya menjadikan manusia banyak terobsesi untuk berburu terhadap sihir itu sendiri.

(6)

iv

KATA PENGANTAR

ِميِحهرلٱ ِن َٰ م ۡحهرلٱ ِ هللَّٱ ِم ۡسِب

Segala puji tiada lain yang paling berhak kecuali kepada Allah SWT. Karena atas kehendaknya kita dapat hidup berbarengan dengan makhluk-Nya yang lain di muka Bumi ini dan menjalankan aktifitas masing-masing. Atas kehendaknya pula akhirnya penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir kuliah berupa skripsi ini. Maka apakah ada yang bisa menolak kehendak-Nya jika Dia sudah berkehendak?.

Shalawat serta salam selalu saja tercurahkan kepada Makhluk terbaik-Nya bernama Muhammad Saw. yang telah menunjukkan kepada kita Tuhan itu Allah dan mengajarkan Syariat-Nya kepada seluruh umat untuk bisa tetap di jalan yang dikehendaki-Nya hingga akhirnya sampai ketempat yang abadi. Semoga semua orang yang mengenal dan mengaguminya mendapatkan syafa’atnya, di hari saat Matahari hanya beberapa senti dari ujung rambut.

Kalau saja skripsi ini ditakdirkan kun, fayakûn maka penulis tak akan mengetikkan kata pengantar ini. Namun Tuhan ternyata lebih mementingkan proses daripada hasil. Buktinya penulis mengetikkan kata pengantar ini, yakni sebagai salah satu wujud syukur kepada-Nya.

Berbagai cobaan tentunya dihidangkan Tuhan dalam penyusunan skripsi ini, tentunya tak akan disebutkan apa saja cobaanya, mengingat disini bukan tempat untuk curcol (curhat colongan), yang jelas ucapan terima kasih seyogyanya penulis utarakan sedalam-dalamnya kepada semua fihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Lilik Umi Kultsum, MA., selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis, Ibu Dra. Banun Binaningrum, selaku Sekertaris Jurusan Tafsir Hadis.

(7)

v

urusannya, Amin.

5. Segenap Dosen Fakultas Ushuluddin, Khususnya dosen-dosen Tafsir Hadits yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, Sehingga berkat merekalah penulis mendapat setetes dari samudra ilmu yang sangat bermanfaat.

6. Pimpinan dan segenap citivitas akademika fakultas Ushuluddin Uin sarif hidayatullah Jakata yang telah menyediakan referensi-referensi yang diperlukan dalam penulisan skrifsi ini

7. Ibunda Wahyuni Ritonga dan ayahanda Radat Tanjung yang tercinta yang sangat besar jasanya dalam mendidik dan memeberikan kasih sayang kepada penulis dari kecil hingga kini, abang-abagku Sobaruddin Tanjung, kakak-kakakku Tetti Tanjung, Nur Laila Tanjung, Kramat Tanjung, Ali Syahbana Tanjung dan yang tersayang adik-adikku ( Mariam Tanjung, Asra Tanjung) yang telah memberikan segala dukungan baik materil maupun immateril serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi S1.

8. H. Hasan Mahmud dan Siti Aisyah, yang telah memberikan segala dukungan baik materil maupun immateril serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi S1

9. Seluruh Himpunan Mahasiswa Labuhan Batu Raya Jakarta, Teman se-Kost, Yaitu: Ahmad Suheri Harahap, Janri Panjaitan yang selalu saling support demi kebaikan bersama, dan Sahabat sejatiku Manja Ali Taat siregar.

10. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Tafsir Hadis angkatan 2011, khususnya Muhammad Zahir, Sri Handayani, Ilham Saragih, Hujjatul Islamiyyah, dll. Terimakasih atas obrolannya guys.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka. Amin.

(8)

vi

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Disamping itu, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada yang tak mengenakkan di hati dalam skripsi ini, kiranya dimaafkan.

Jakarta, 10 Januari 2016

Penulis

(9)

vi 1. ا Tidak dilambangkan 2. ب B be 3. ت T te 4. ث Ts te dan es 5. ج J je

6. ح Ḥ h dengan titik bawah

7. خ Kh ka dan ha 8. د D de 9. ذ Dz de dan zet 10. ر R er 11. ز Z zet 12. س S es 13. ش Sy es dan ye

14. ص Ṣ s dengan titik bawah

15. ض Ḍ d dengan titik bawah

16. ط Ṭ t dengan titik bawah

17. ظ Ẓ z dengan titik bawah

18. ع „ Koma terbalik ke atas, menghadap

ke kanan

(10)

20. ف F ef 21. ق Q Ki 22. ك K Ka 23. ل L El 24. م M Em 25. ن N En 26. و W We 27. ه H Ha 28. ء „ Apostrof 29. ي Y Ye Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ـــَــــــ a Fatḥah

ــــِـــــ i Kasrah

ــــُـــــ u ḍummah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

(11)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ََاــ ā a dengan garis di atas

يــ ī i dengan garis di atas

وــ ū u dengan garis di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dalam bahasa Indonesia dialih aksarakan menjadi huruf “l”, baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun qamariyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl, al-dīwān bukan ad-dīwān.

Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya yang secara lisan berbunyi aḍ-ḍaruurah, tidak ditulis “aḍ-ḍarūrah”, melainkan “al-ḍarūrah”, demikian seterusnya.

Ta’ Marbūṭah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta’ marbūṭah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (lihat contoh 1 di bawah), hal yang sama juga berlaku jika ta’ marbūṭah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta’ marbūṭah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “t” (lihat contoh 3).

(12)

Contoh:

No. Kata Arab Alih Akasara

1. ةقيرط ṭarīqah

2. ةيملاسلإاَةعماجلا al-jāmi’ah al-islāmiyyah

3. دوجولاَةدحو waḥdat al-wujūd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat atau nama bulan, nama orang, dan lin-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal pada kata sandangnya. Contoh: Abū Ḥamīd al-Ghazāli bukan Abu Ḥamīd Al-Ghazāli, al-Kindi bukan Al-Kindi.

(13)

x ABSTRAK……… iii KATA PENGANTAR………. iv PEDOMAN TRANSLITERISASI………...vi DAFTAR ISI………...x BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……… 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 7

D. Tinjuan Kepustakaan………. 8

E. Metode Penelitian……….. 10

F. Sistematika Penulisan……….13

BAB II : PANDANGAN UMUM TENTANG IMAM AL-THABARI IMAM DAN WAHBAH AL-ZUHAILI A. Biografi Imam al-Thabari...……… 15

1. Kelahirannya………. 15

2. Perjalanan Intelektual Karirnya……….16

3. Metode dan corak penafsirannya………...21

B. Biografi Wahbah al-Zuhaili……….24

1. Kelahirannya………..24

(14)

xi

3. Metode dan corak penafsirannya………...29

BAB III : SEKILAS TENTANG SURAT AL-BAQARAH AYAT 102

A. Telaah Kebahasaan……….31 B. Asbabul al-Nuzul dan Komentar Para Ulama………...………37 C. Berbagai pandangan Para Ulama tentang Harut dan Marut………..40

a) Kisah Harut dan Marut menurut para Ulama……….43 b) Sihir menurut paraUlama………49

BAB IV : ANALISA KOMPARATIF IBN KATSIR DAN WAHABAH az-ZUHAILI A. Penafsiran Imam al-Thabari tentang Harut dan Marut………..58 B. Penafsiran Wahbah al-Zuhaili tentang Harut dan Marut………...77 C. Analisis komparatif tentang Harut dan Marut………83

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan………..88 B. Saran-Saran………..89

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah kitabullah yang dijadikan pedoman oleh umat manusia dalam kehidupannya. Al-qur’an diturunkan dalam bentuk global dan umum yang perlu penjelasan dan penjabaran. Oleh karena itu tafsir menduduki tempat yang tinggi didalam upaya memahami al-Qur’an sebagai pedoman hidup.1 Al-Qur’an diturunkan

Allah bukan hanya sekedar dokumen historis atau pedoman hidup dan tuntunan spiritual bagi umat manusia tetapi juga mitra dialog.2

Dari ayat-ayatnya terkandung dialog langsung dengan pembacanya agar menuntun, memperhatikan, merenungkan, dan menekuni kandungannya, kemudian menarik sebagai pelajaran untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu: melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.3 Di antara kandungan

al-Qur’an adalah perintah untuk mengimani kepada makhluk yang ghaib yang tidak dapat dilihat oleh mata, tidak dapat dirasakan oleh panca indera, yaitu jin, setan dan

1 Ahmad Mosthafa Adnan, Problematika Menafsirkan Al-Qur’an, CV. Toha Putra,

Semarang, Cet. I, 1993, hlm. 19.

2 M. Nastur Arsyad, Seputar Al-Qur’an, Hadits dan Ilmu, Al-Bayan, Bandung, 1992,

hlm.13

3 Ahmad Mosthafa Adnan, Problematika Menafsirkan Al-Qur’an, CV. Toha Putra, Semarang,

Cet. I, 1993, hlm. 9

(16)

2

malaikat.4 Jin, setan dan malaikat merupakan makhluk halus yang hidup di alam

ghaib.

Sumber pengetahuan manusia tentang makhluk-makhluk ghaib itu adalah petunjuk dari Allah melalui para Rasul-Nya oleh karena itu dasar yang pertama bagi usaha dalam mempelajari makhluk-makhluk ghaib itu adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya.5 Keimanan kepada makhluk-makhluk ghaib akan menimbulkan

kewaspadaan dan kehati-hatian yang tinggi, walaupun tidak ada manusia lain yang menyaksikan karena malaikat petugas Allah yang setia selalu mencatat dan merekam setiap amal perbuatan manusia serta iblis dan setan selalu pula berusaha menjerumuskan manusia kepada keinginannya dan kekafiran.

Di antara makhluk ghaib yang penting untuk dikaji adalah malaikat. Bukan saja karena makhluk ini secara khusus disebut sebagai salah satu dari rangkaian rukun iman, tetapi juga kerena malaikat memiliki keterlibatan dengan seluruh manusia tanpa kecuali, taat atau durhaka, sejak lahir hingga wafat, bahkan hingga kehidupan di akhirat kelak.

Beriman kepada malaikat merupakan salah satu rukun iman yang wajib diimani oleh setiap mukmin. Meyakini bahwa para malaikat adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Mereka tidak pernah melakukan kemaksiatan

4 Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqi, Al-Islam I, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang,

1999, hlm. 196

5 H.S. Zuardin Azzaino, Aqidah Ilahiah Ilmiah, Pustaka Hidayah, Jakarta, Cet. II, 1991,

(17)

(membangkang) kepada Allah dalam segala perintah yang diberikan kepada mereka, dan selalu melaksanakan segala perintah-Nya dan bahwasanya mereka adalah perantara-perantara yang menghubungkan antara Allah dengan para Rasul yang diutusnya kepada manusia. Allah menjadikan malaikat agar mereka mempunyai hubungan erat dengan manusia secara rohani maupun jasmani.

Para malaikat adalah bala tentara dan pembantu Allah yang mengatur kerajaan-Nya menurut kehendak dan kebijaksananya. Menurut al-Qur’an secara umum malaikat di dunia mempunyai dua fungsi yaitu menggerakan kekuatan alam untuk melaksanakan tugas masing-masing dan membimbing manusia untuk berbuat baik.

Ada sepuluh malaikat yang wajib diketahui oleh umat Islam yaitu Jibril (penyampai wahyu yang terpercaya), Mikail (pembagi rizqi dan hujan) Israfil (peniup terompet) Izrail (pencabut nyawa), Ridwan (penjaga surga) Malik (penjaga neraka), Munkar dan Nakir (penanya dalam kubur), Rakib dan Atib (penulis amal baik dan buruk setiap mukalaf).6

Lafadz malaikat disebutkan dalam al-Qur’an 68 kali bila dihitung dengan bentuk perubahan kata-kata malāikat, malakun, malakaini, malakan,

6 Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman,

Rukun Ihsan Secara Terpadu, Terj. Dr. Afif Muhammad M.A., Al-Bayan, Bandung, Cet. I, 1998, hlm. 114

(18)

4

malakin, seluruhnya: 88 kali.7Tetapi para mufasir berbeda pendapat berkaitan dengan

kata malakaini dalam surat al-Baqarah ayat 102 yaitu:























































































































































“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir) hanya syaitan-syaitanlah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya kitab Allah dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”8

7Departeman Agama Republik Indonesia, Ensiklopedi Islam di Indonesia, CV.

Anda Utama, Jakarta, 1992, hlm. 687

8 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Adi Grafika,

(19)

Para mufassir dalam membaca kata malakaini berbeda pendapat, ada yang membaca dengan kasrah lamnya yang berarti dua raja, ada yang membacanya dengan fathah lamnya yang berarti dua malaikat, sehingga dalam menafsirkan surat al-Baqarah ayat 102 pun berbeda. Ada 2 pendapat para mufasir tentang yang dimaksud dengan dua malaikat itu Ada yang berpendapat mereka betul-betul malaikat seperti pendapatnya Abdurrahman Ibn Kamal Jalal Din as-Suyuti dalam tafsir Durr Mantsur fi Tafsir bi Ma’tsur, Abi Qasim Jarullah Mahmud Ibn Umaar al-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf dan al- Alamah al-Sayyidi Muhammad Husain At-thabari dalam tafsir Jami al-Bayān an Ta’wil Ayi al-Qur’an, Mufasir yang berpendapat bahwa manusia yang memiliki sifat mulia sehingga diserupakan dengan malaikat seperti pendapatnya Wahbah Zuhaili dalam tafsir Munir, Muhammad Abduh dalam tafsir al-Manar dan Abdullah Yusuf Ali dalam tafsir Qur’an Terjemahan.9

Sedangkan mengenai mempelajari ilmu sihir, ada sebagian ulama yang membolehkan mempelajarinya dengan tidak menggunakannya, dan ada juga ulama yang mengharamkan mempelajari sihir apalagi mengamalkannya. Adanya perbedaan pendapat tentang penafsiran Harut dan Marut menjadikan persoalan bahwa: kalau memang benar Harut dan Marut itu malaikat maka ia merupakan malaikat yang mempunyai fungsi yang unik, di mana mereka mengajarkan sihir kepada manusia

9 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, PT. Ictiar Baru Van Voeve,

(20)

6

yang dapat menyebabkan madharat bagi manusia. Namun mereka mengajarkan sihir berdasarkan izin dari Allah.

Padahal malaikat sendiri selalu mengerjakan perintah Tuhan dan tidak pernah durhaka dan selalu dihubungkan dengan hal-hal manfaat bagi manusia. Tetapi apabila Harut dan Marut itu bukan malaikat, mengapa al-Qur’an menggunakan lafadz malakaini yang mempunyai arti dua malaikat. dan salah satu bentuk petunjuk al-Qur’an di antaranya adalah cerita tentag masa lalu, diantara kisah masa lalu yang belum ditemukan bukti kongkritnya adalah Harut dan Marut .

Alasan Penulis memilih penafsiran Imam al-Thabari adalah: Beliau seorang yang alim , Syaikh al-Mufassirun (guru para ahli tafsir) ahli hadits, ahli fiqih, ahli sejarah, dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Orang-orang eropa sendiri menyebutnya sebagai “Bapak sejarah islam”.10

Beliau adalah amat termashur ke ilmuannya sehingga tiada bandingan di zamannya. dan Wahbah al-Zuhaili adalah seorang Ulama paling produktip melahirkan karya pada abad ini Salah satunya adalah Tafsir al-Munir, sehingga dapat disamakan dengan al-Imam al-Syuyuti.11 Penulis akan membandingkan penafsiran klasik Imam al-Thabari yang menggunakan sumber Riwayah dengan penafsiran Modern Wahbah al-Zuhaili yang menggabungkan antara

10 Ahmad asy-Syirbasi, Sejarah Tafsir Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), terj. Pustaka

Firdaus, Cet. Ke-4,hlm. 81

11

Ardiyansyah . Pengantar penerjemah, dalam badi’ as-Sayyid al-Lahham, Syeikh prof. Dr. Wahbah a-Zuhaily: Ulama kharismatik kontemporer-sebuah Biografi, Bandung: Cita Pustaka, Media Perintis, 2010, hlm. 71

(21)

Riwayah (Ma’tsur) dan pemikiran (ra’yi) dan bagaimana penafsiran Imam al-Thabari dan Wahbah al-Zuhaili tentanh Harut dan Marut.

Uraian di atas menunjukkan adanya perbedaan pendapat di kalangan para mufasir dalam menafsirkan Harut dan Marut dalam surat al-Baqarah ayat 102. Berawal dari perbedaan dan ingin mengetahui siapa sebenarnya Harut dan Marut. Penafsiran tersebut penulis menganggap perlu menggali ulang petunjuk dan semangat al-Qur’an. Serta ingin mengetahui perbandingan penafsir klasik Imam al-Thabari dalam Tafsir Thabari, dengan penafsir modern Wahbah Zuhaili dalam Tafsir al-Munir.

B. Pembatasan Masalah dan perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas supaya pembahasan dalam tulisan ini bisa terarah maka penulis membatasinya dengan pembahasan pokok di bawah ini:

1. Bagaimana penafsiran al-Qur’an tentang Harut dan Marut yang terdapat dalam surah baqarah ayat 102 menurut Wahbah Zuhaili dan Imam al-Thabari?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian Skripsi

Penelitian skripsi ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu: a. Untuk Mengetahui perbandingan penafsiran modern Wahbah Zuhaili

(22)

8

b. Untuk penulisan skripsi yang merupakan syarat memproleh gelar sarjana S1.

2. Manfaat Penelitian Skripsi

Adapun manfaat yang diambil dari penelitian skripsi ini adalah

a. Peneliti dapat lebih meningkatkan apresiasi intelektual dan sikap kritis Terhadap hasil-hasil pemikiran terhadap para mufassir sehingga mampu memformulasikan sistensis baru.

b. Menambah khasanah keilmuan dalam bidang pemikiran Islam dan tafsir al-Qur’an di Fakultas Ushuluddin.

D. Tinjauan Pustaka

Malaikat merupakan makhluk ghaib yang wajib diimani oleh umat Islam dengan percaya bahwa Allah itu mempunyai makhluk yang dinamakan malaikat yang tidak pernah durhaka dan senantiasa taat menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Disamping merupakan penelitian ilmiah, skripsi inipun melakukan kajian pustaka, terhadap skrifsi-skrifsi yang pernah dahulu dibahas, penulis menemui topik yang membahas tentang Malāikat, yaitu:

1) Penafsiran Malaikat dalam Tafsīr al-Manār (Study atas Tafsir Q.S. al-Baqarah: 30- 34.)

Yang ditulis oleh: Susilo, yang mengutarakan bahwa menurut Tafsir al-Manar, arti penting pembahasan tentang hakikat Malaikat adalah hikmah yang ada di balik

(23)

dialog antara Tuhan dan Malaikat dalam penciptaan Adam. Ia lebih memaknai Malaikat sebagai potensi alamiah (al-quwā al-tabī’iyyah) daripada sebuah person atau makhluk yang terbuat dari cahaya. Jika Malaikat diartikan sebagai potensi dan hukum alamiah, maka hal ini Manusia bahwa diberikan kemampuan untuk memeberdayakan, potensi-potensi tersebut, sebagaimana disimbolkan sujudnya Malaikat kepada Adam. Dengan demikian arti penting iman kepada Malaikat dalam perspektip baru ini adalah memaksimalkan sinergitas antara manusia dan potensi serta hukum alamiah.

2) Malaikat dalam Perspektip al-Qur’an (Studi Komparatif Penafsiran Muhammad Husain Thabathaba’I dalam Tafsir al-mizan dan Fakhr al-Razy dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib).

Yang ditulis oleh: Khairun Nasikin, Yang mengutarakan bahwa pada hakikatanya malaikat adalah esensi nur begitu menurut Thabathaba’i meskipun mereka tetap menjadi satu ciptaan yang memiliki fungsi dan tugas prantara Allah dan alam semesta (alam musyahadah). Dengan kata lain penafsirannya tentang malaikat ditafsirinya dengan satu bentuk yang non materi (personal immaterial) Dan menurut ar-Razi malaikat bukanlah esensi yang bersifat ruhani bukan pula esensi jasmani atau bukan pula kedua-duanya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ar-Razi memberikan pengertian tentang malaikat sebagai satu watak/ keadaan/ atau karakter yang non materi (impersonal imaterial).

(24)

10

Kekhususan dari skripsi ini adalah mengkaji perbandingan penafsir klasik Imam al-Thabari dan penafsir Wahbah al-Zuhaili terhadap Harut dan Marut. Selain Skrifsi diatas, belum ditemukan tulisan ilmiah lainnya yang khusus membahas tentang Harut dan Marut. Perbedaan kajian ini, dengan skrifsi-skrifsi yang sudah ada tentang pembahasan malaikat menurut hemat penulis terletak pada ruang lingkupnya. Dimana kajiannya lebih difokuskan pada surat al-Baqarah ayat 102 tentang penafsiran Harut dan Marut studi analisis. Maka penulis merasa perlu meneliti dan berupaya mengungkap tentang Harut dan Marut dalam AlQur’an yang masih diperdebatkan oleh para mufasir. Khususnya perbandingan penafsir modern dan klasik.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini berusaha mengungkap Harut dan Marut dalam Qur’an menurut Wahbah al-Zuhaili dan Imam al-Thabari. Agar memperoleh karya ilmiah yang memenuhi kualitas dan kriteria yang ada maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Sumber Data

Penelitian ini bercorak (Library research) atau riset kepustakaan, dalam arti semua sumber datanya berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Adapun sumber data tersebut dibedakan menjadi dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder.

(25)

Sumber primer adalah sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama. Dalam penelitian ini sebagai sumber primernya adalah: Kitab tafsir al-Muniir Karya Wahbah al-Zuhaili dan Kitab tafsir al-Thabari karya Abu Jakpar Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Thabari.

Sumber sekunder adalah sumber yang mengutip dari sumber lain, tidak langsung merupakan dokumen historis yang murni ditinjau dari kebutuhan penyidikan.12 sumber sekunder merupakan sumber yang dapat melengkapi sumber primer. Adapun sumber data sekunder adalah buku-buku atau karya ilmiah lain yang terkait dengan tema yang akan dikaji dalam skripsi ini yaitu Tafsir surah al-Baqarah Ayat 102 penafsiran modern Wahbah al- Zuhaili dalam Tafsir Al- munir dan penafsir klasik Imam al-Thabari dalam Tafsir al-Thabari. Baik berupa buku-buku, jurnal, Mengumpul data dari internet, dan ensiklopedia.

2. Metode Pengumpulan data

Obyek studi penelitian ini termasuk riset kepustakaan yaitu penelitian data, sehingga cara yang ditempuh adalah menggali dan mengumpulkannya. Oleh karena itu, metode pengumpulan data yang diterapkan adalah dengan membaca sumber-sumber tersebut.

12 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Dasar Metode dan Tekhnik, Tarsito, Bandung,

(26)

12

3. Metode Analisis Data

1. Metode Tahlili (Analitis)

Yang dimaksud dengan metode tahlili (analitis) ialah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.13

2. Content Analisis

Yaitu analisis isi berdasarkan fakta dan data-data yang menjadi isi atau materi suatu buku/ (kitab).14 Dalam konteks ini penulis mengumpulkan data-data dari kitab-kitab tafsir kemudian penulis analisis secara obyektif.

3. Tehnik Penulisan

Tehnik penulisan skripsi ini mengacu kepada tehnik makalah dan skripsi di dalam pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin Tahun 2011/2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

13 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Pustaka Pelajar, (yogyakata), cet.

II, 2000, hlm. 151

14 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, UGM Press, Yogyakarta, cet. V,1991.

(27)

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini menggunakan sistematika penulisan skripsi yang dibagi dalam tiga bagian yaitu; pertama bagian formalitas, kedua isi skripsi dan ketiga bagian akhir skripsi atau pelengkap. Masing-masing bagiannya adalah sebagai berikut: Bagian pertama berisi halaman judul, nota pembimbing, lembar pengesahan, kata pengantar, daftar isi, dan transliterasi.

Bagian kedua yang merupakan isi skripsi yang terdiri dari empat bagian yang terbagi dalam lima bab yaitu bab pertama dalam skripsi ini adalah pendahuluan yang terdiri penelusuran masalah dan metodologi penulisan skripsi sebagai acuan dalam melakukan penelitian. Untuk sub-sub bab pembahasan dalam pendahuluan ini meliputi latar belakang masalah, sebagai kajian awal dalam penelusuran masalah.

Pokok pembahasan menjadi sub bab selanjutnya untuk mempertegas paparan dalam latar belakang, tujuan dan manfaat penulisan skripsi merupakan hasil yang diharapkan dapat diambil dari skripsi ini yang dilanjutkan dengan tinjauan pustaka dan metode penulisan skripsi sebagai acuan penulisan dalam mengkaji skripsi, bab ini diakhiri dengan pengaturan tentang sistematika penulisan skripsi.

Setelah penelusuran pada bab pertama, selanjutnya pada bab kedua berisi pandangan umum tentang kedua mufassir. Pandangan umum ini meliputi, kelahiran, perjalanan intelektual dan karirnya, metode dan corak penafsiran Wahbah al-Zuhaili dan Imam al-Thabari.

(28)

14

Selanjutnya pada bab ketiga, berisi tentang sekilas tentang surat al-baqarah ayat 102. sekilas tentang surat al-baqarah ayat 102 ini meliputi telaah kebahasaan, latar belakang turunnya ayat, berbagai pandangan ulama tentang harut dan marut.

Selanjutnya pada bab keempat, Analisa komparatif penafsiran Imam al-Thabari dan Wahbah Zuhaili analisa komparatif ini meliputi pandangan dua pengarang tentang tafsir surat: al-baqarah ayat 102. Analisis komparatif tentang Harut dan Marut.

Selanjutnya pada bab kelima, bagian ini merupakan dari kajian penulis seputar tafsir terhadap kajian penafsiran dalam pandangan Wahbah Zuhaili dan Imam al-Thabari yang berisikan kesimpulan dan saran-saran yang dapat disampaikan oleh penulis. Selanjutnya adalah bagian ketiga yang merupakan pelengkap dari skripsi yang berisi, daftar pustaka.

(29)

BAB II

PANDANGAN UMUM TENTANG KEDUA MUFASSIR

A. Biografi Imam al-Thabari

1. Kelahiran Imam al-Thabari

Imam al-Thabari Nama lengkapnya adalah Abu Jakpar Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib ath-thabari.1 Beliau dilahirkan di Amil Ibu kota Tabaristan pada tahun 224 hijriah.2 Beliau adalah seorang ilmuan yang sangat mengagumkan dalam kemampuannya mencapai tingkat tertinggi dalam berbagai disiplin ilmu, antara lain Fiqih (hukum islam) sehingga pendapat-pendaptnya yang terhimpun dinamai madzhab

al-Jaririyah.3 Dan beliaupun telah hapal al-Qur‟an ketika usianya sangat muda

yaitu dalam usia tujuh tahun.

Hal ini sebagaimana yang telah dikatakannya: “Aku telah menghapal al-Qur‟an ketika berusia tujuh tahun dan menjadi Imam shalat ketika aku

1 Abu Ja‟par Muhammad bin Jarir ath-thabari, Jami‟ Bayan An-ta‟wil Qur‟an, Dar

al-Fikri, Beirut, Libanon, 1998 hlm .3

2 M. Husain az-Dhahabi, al-Tafsir Wa al-Mufassirun, Dar al-Kutub, Cairo, 1976, hlm.205 3

M. Hasbi Ash-Shiddiqy, Ilmu-Ilmu al-Qur‟an, Bulan Bintang, Jakarta, 1972, hlm. 41 15

(30)
(31)

Kota yang pertama kali ditujunya adalah Ray dan daerah sekitarnya. Di sana ia mempelajari hadis dari Muhammad bin Humaid Razi dan al-Musanna bin Ibrahim al-Ibili. Di daerah ini pun, ia berkesempatan belajar sejarah kepada Muhammad bin Ahmad bin Hammad al-Daulabi. Selanjutnya ia menuju ke Baghdad untuk belajar kepada Imam Ahmab bin Hanbal, tetapi ketika sampai disana Imam Ahmad bin Hambal sudah wafat pada tahun 241 H. Di sana ia sempat belajar kepada murid-murid Imam Ahmad bin hambal. Pengaruh pemikiran Teologi imam Ahmad ibn Hambal dan murid-muridnya yang menganut faham sunni rupanya mendominasi pemikiran Imam al-Thabari yang sangat tidak setuju dengan pola pemikiran rasional Mu‟tazillah.6

Di kufah beliau belajar qira‟ah kepada Sulaiman al-Tulhi dan Hadits kepada Ibrahim Abi Kuraib Muhammad bin al-A‟la al-Hamdani, Hannad Ibn as-Sairi, dan Ismail ibn Musa. Setelah lama tinggal di Basrah dan Kufah ia kembali ke Bagdad dan belajar qira‟ah kepada Ahmad bin Yusuf at-Taglibi. Dalam bidang fiqh, khususnya madzhab Syafi‟iyyah, Imam al-Tabari belajar kepada al-Hasan ibn as-Sabbah al-Za‟farani dan Abi Salid al-Astakhari.7

Pada 253 H, Abu Ja‟par sampai di mesir. Namun sebelumnya beliau singgah di Beirut untuk belajar dan memperdalam qiraah kepada al-Abbas ibn

6Yaqut al-Hamawi, “ath-Tabari”, Mu‟jam al-Udaba, Beirut Dar al-Fikr, 1980, Jilid 18. Hlm.

50

7

Rassihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir ath-Tabari dan Tafsir Ibn Katsir,( Bandung : CV, Pustaka Setia, 1999), Cet I hlm.3

(32)

18

al-Walid al-Bairuni. Dimesir ia menyempatkn diri mempelajari mazhab Maliki di samping mempelajari Mazhab Syafi‟i dari murid-murid Imam Syaffi‟i sendiri, di anatara ar-Rabi ibn sulaiman al-Muradi, Muhammad ibn Abddullah ibn al-Halim, dan Isma‟il bin Ibrahim. Di sini aia juga bertemu dengan Yunus ibn Abdil al-A‟la al-Sadafi dan belajar qira‟ah Hamzah dan Waras kepadanya.8 Dan di Mesir pula ia bertemu dengan sejarawan Kenamaan Ibn Ishak. Dan atas jasanya Imam ath-Thabari mampu menyusun karya sejarahnya yang terbesar yaitu Tarikh al-Umam Wa al-Mulk. Selama di mesir semua ilmuan datang menemuinya sambil menguji kemampuannya sehingga Imam al-Thabari menjadi sangat terkenal di klangan intelektual pada masa itu.9

Berkat kecerdasan dan ketinggian Ilmunya, imam al-Thabari dapat menguasai dan menghapal ratusan ribu hadits. Hadits-hasits itu ada yang berkaitan dengan tafsir, fiqih, tauhid, sejarah, dan lain sebagainya. Dengan demikian imam al-Thabari adalah seorang ilmuan yang menguasai Multi disiplin ilmu. Pada awalnya ia menganut madzhab Syafi‟I, ia membentuk mazdhab sendiri yang oleh pengikutnya dinamakan madzhab fiqih jaririyah

8

Rassihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir ath-Tabari dan Tafsir Ibn Katsir,( Bandung : CV, Pustaka Setia, 1999), Cet I hlm. 18

9

Mahmud as-Syarif , at-Thabari wa Manhajuh FI at-Tafsir, (Jeddah: Dar al -Ukaz, 1984), hlm 45

(33)

yang diambil dari nama ayahnya.10 Hal itu terjadi sepuluh tahun setelah ia kembali dari Mesir. Akan tetapi madzhabnya kemudian kehilangan pamor dan akhirnya dilupakan orang karena dianggap bertentangan Madzhab Syafi‟I dan Madzhab al-Hambali.11

Beliau memilih Bagdad sebagai tempat pengabdiannya di bidang intelektual, dan Wafat di tempat yang sama pada tahun 310 H/ 924 M dalam usia 85 tahun dan keadaan masih membujang.12 Keluasan Ilmu yang dimiliki Imam ath-Thabari diakui oleh para ulama. Berikut komentar mereka:

a. Az-Zahabi : “ath-Thabari adalah seorang terpercaya, shadiq, hafiz, bapak tafsir, imam dalam bidang fiqih, banyak mengetahui sejarah dan peritwa-peristiwa yang terjadi pada ummat manusia,

mengetahui qiraah, bahasa, dan sebagainya”.13

b. Jalaluddin as-Suyuti: “ath-Thabari pemimpin mufassirin secara mutlak, seorang ulama multidisipliner yang tidak dimiliki para ulama semasanya, Ia hafal al-Qur‟an mengetahui makna-maknanya, faham hukum al-Qur‟an, mengetahui Sunnah dengan

10

Abdul Hamid Yunus , “ath-thabari” Dairatul Ma‟arif al-Islamiyyah, Juz 13, hlm. 68

11 Prof. Dr. Harun Nasution, “al-Thabari”. Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag RI,

1993), hlm. 1233

12

Rassihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir ath-Tabari dan Tafsir Ibn Katsir, (Bandung : CV, Pustaka Setia, 1999), Cet I hlm. 58

13

Abi al-Falah Abd al-Hafi bin al-Imad al-Hanbali, Syazarat az-Zahabi Fi Akhbar man Zahab, (Beirut: Dar al-Fikr,) JIlid 3, hlm.332

(34)

20

berbagai aspeknya, mengethui sejarah sahabat,thabi‟in dan

perjalanan ummad manusia lainnya”14

b) Karya-Karya Imam al-Thabari

Mengenai karya-karya imam al-Thabari, tidak semuanya sampai ketangan kita sekarang dan tidak banyak diperoleh informasi yang pasti berapa banyak buku yang pernah ditulisnya. Katsir banyak menulis karya terutama dalam bidang tafsir, bidang Qira‟ah, bidang hadits, bidang sejarah dan bidang fiqh, bidang ushuluddin. Al-tabari menulis karya dalam bidang tafsir Yaitu Tafsir Jami‟ al-Bayān Fi tafsir al-Qur‟an.15 Dalam bidang hadits menulis Kitab Tahzib Al-asar wa Tafsil as-Sabit‟an Rasūlillah min al-Akhbar

Dalam bidang sejarah al-Thabari menulis Kitab Tarikh al-Umam wa wa al-Mulk. Kitab ini dipandang puncak prestasi ilmiah Imam al-Thabari dalam menulis sejarah, dan selesai ditulis pada tahun 302 H. Dan kitab Zail al-Muzayyal. Kitab ini selesai ditulis beliau pada tahun 300 H, yang berisikan sejarah sahabat, tabi‟in dan pengikut-pengikut mereka sampai al-Thabari. Di dalamnya pun disebutkan sejarah para sahabat yang terbunuh dan semasa rasulullah. Selanjutnya Kitab Fadā‟il „Ali bib abi Thalib. Bagian awal kitab ini membeberkan berita-berita yang shahih di sekitar peristiwa Ghadir Khum.

14

Jalaluddin as-Suyuti, Thabaqat al-Mufassirin, (Beirut Dar Al-Kutub al-Ilmiya, 1982). Hlm. 82

15

(35)

Setelah itu diikuti keutaman-keutamaan Imam „Ali abi Thalib. Selanjutn Kitab

Fadā‟il Abu Bakr wa „Umar, dan Kitab Fadāi‟il al-„Abbas.16

3. Metode dan Corak Penafsiran

Tafsir sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan maksud dan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an, telah mengalami perkembangan yang cukup bervariasi, sebagai hasil karya manusia, terjadinya keanekaragaman dalam corak dan metode penafsiran adalah hal yang tidak dapat dihindarkan. Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya keragaman tersebut , antara lain: perbedaan kecendrungan, motivasi mufassir, perbedaan misi yang diemban, perbedaan kedalaman ilmu yang dikuasainya, perbedaan masa dan lingkungan yang mengitari, perbedaab situasi dan kondisi yang dihadapi dan lain sebagainya. Sebelum melangkah lebih jauh, sebaiknya diketahui metodologi al-Thabari dalam menafsirkan al-Qur‟an.

Metode penafsiran yang paling utama ialah penafsiran al-Qur‟an dengan al-Qur‟an. Ayat yang bersifat mujmal (general) pada suatu tempat akan diperinci pada tempat lain. Apabila metode itu tidak dapat dilakukan, maka dengan al- Sunnah karena ia merupakan penjelasan bagi al-Qur‟an. Hal ini sesuai dengan uangkapan al-Syafi‟i yang mengatakan bahwa semua

16

Drs. Rosihan Anwar, M.ag. Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Thafsir ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV Pustaka Setia,1999), hlm 62-63

(36)

22

perkara yang ditetapkan Rasulullah Saw merupakan bagian dari apa yang dipahaminya dari al-Qur‟an.” Allah berfirman:

































“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”. (QS.AL-nisa‟ 4, 105).

Oleh karena itu, Rasulullah Saw bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya aku diberi al-Qur‟an dan sesuatu yang serupa dengannya (yaitu as-Sunnah).” Apabila tidak menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Sunnah maka penafsir biasa merujuk kepada pendapat para sahabat. Mereka lebih mengetahui hal itu sebab mereka melihat fakta dan kondisi kejadian Sunnah. Mereka memiliki pemahaman yang sempurna, ilmu yang shahih dan amal shaleh. Apabila tidak menemukan penafsiran al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, as-Sunnah, dan pendapat para sahabat, maka seorang penafsir itu mencari penafsiran itu dealam pendapat para tabi‟in.17

Apabila dibaca dan dikaji kitab tafsir Jami al-bayān fi tafsīr al-Qur‟an ini menunjuk kepada metode tahlili.18 sesuatu metode tafsir yang bermaksud

17 Muhammmad Nasin ar-Rifa‟i, Kemudahan dari Allah ringkasan tafsir Ibn Katsir, jilid I,

(Jkarta; Gman Insani Pres, Juni 1999) Jilid I, hlm.42.

18

Manna‟ Khalil al-Qaththan, study ilmu al-Qur‟an, Pt. Pustaka Litera Antar Nusa, Jakarta, 1994, hlm 526-527

(37)

menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dan seluruh aspeknya. Ia menuntut ayat sesuai susunan dalam mushaf, mengemukakan arti kosa-kata, penjelasan arti global ayat, mengemukakan munasabah dan membahas asbābul al-Nuzūl, disertakan sunnah rasul, pendapat sahabat, tabi‟in dan pendapat penafsir itu sendiri sesuai latar belakang pendidikannya, dan sering juga bercampur baur dengan pembahasan lain yang membantu dalam memahami al-Qur‟an tersebut.19

Al-Thabari menggunakan aspek kosa-kata dan penjelasan global. Aspek tersebut digunakan untuk menjelaskan satu ayat atau menjelaskan kosa-kata sedangkan yang lain dijelaskan arti global karena mengandung suatau istilah, bahkan dijelaskan secara terperinci dengan memperlihatkan penggunaan istilah itu pada ayat-ayat yang lainnya. Tafsir al-Thabari disepakati termasuk dalam tafsir al-Ma‟tsur. Corak al- Ma‟tsur yaitu menggunakan penafsiran ayat dengan ayat, penafsiran ayat demgan hadits Nabi, yang menjelaskan makna sebagian ayat yang dirasa sulit untuk ditafsirkan, atau penafsiran dengan cara ij‟tihad para sahabat, atau ijtihad para tabi‟in.20

19 Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode tafsir maudhui‟y, Penerjemah suryan A. Jamrah, (

Jakarta, Rajawali Pers, 1994). Hlm. 10-11.

20Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode tafsir maudhui‟y, Penerjemah suryan A. Jamrah, ( Jakarta,

(38)

24

B. Biografi Wahbah al-Zuhaili

1. Kelahiran Wahbah al-Zuhaili

Nama lengkapnya adalah Wahbah Mustafa al-Zuhaili, namun bisa dipanggil wahbah al-Zuhaili. Beliau dilahirkan di desa Dir „Athiyyah, daerah Qalmun, Damaskus, Suriah pada tanggal 6 bulan Maret tahun 1932 M/ 1351 H.21 Bapaknya bernama Mustafa Zuhaili, seorang yang terkenal dengan kesalehan dan ketakwaannya serta hafiz al-Qur‟an. Dan Wafat pada tanggal 8 agustus tahun 2015 M / 1436 H.22 Beliau juga seorang petani yang mendorong putranya untuk menuntut ilmu.

Wahbah al-Zuhaili dibesarkan di lingkungan ulama-ulama mazhab Hanafi, yang membentuk pemikirannya dalam mazhab fiqih. Walaupun bermazhab Hanafi, namun beliau tidak fanatik terhadap fahamnya dan senantiasa menghargai pendapat-pendapat mazhab lain. Hal ini, dapat dilihat dari bentuk penafsirannya ketika mengupas ayat-ayat yang berkaitan dengan fiqih.23

21

Wahbah Zuhaili, al-Tafsīr al-Munīr fi al-„Aqīdat wa al-Syari‟at wa al-Manhāj. Juz xv (Damaskus: Dar al-fikr, 2005) hlm. 888.

22http://m.hidayatullah.com/berita/internasional di akses 21 oktober 2015, jam 16.00 wib. 23 Muhammad „Ali Ayazi, Mufassirūn Hayātuhum wa Manāhijuhum (Teheran Wizanah

(39)

2. Perjalanan Intelektual dan Karir

a) Pendidikan dan karir Wahbah al-Zuhaili

Wahbah al-Zuhaili mendapat pendidikan dasar di desanya, pada tahun 1946. Pada tingkat menengah, beliau masuk pada jurusan syariah di damaskus selama 6 tahun. Pada tahun 1952, beliau mendapat ijazah menengahnya, yang di jadikan modal awal masuk pada fakultas Syari‟ah dan Bahasa Arab di Azhar dan fakultas Syariah di Universitas „Ain Syam dalam waktu yang bersamaan.24 Ketika itu Wahbah Zuhaili memperoleh tiga ijazah antara lain:

1) Ijazah B.A dari fakultas Syari‟ah Universitas al-Azhar pada tahun 1956.

2) Ijazah Takhassus pendidikan dari fakultas Bahasa Arab Universitas al-Azhar pada tahun 1957.

3) Ijazah B.A dari fakultas Syari‟ah Universitas „Ain syam pada tahun 1957.

Setelah mendapatkan tiga ijazah, beliau meneruskan jenjang pendidikannya ke tingkat pasca sarjana di Universitas kairo yang di tempuh selama dua tahun dan memperoleh gelar MA dengan tesis yang berjudul: “ al-Zira‟i fi al-Siyasat al-Syar‟iyyāt wa al-Fiqh al-Islām”. Beliau belum merasa

24Muhammad „Ali Ayazi, Mufassirūn Hayātuhum wa Manāhijuhum (Teheran Wizanah

(40)

26

puas dengan pendidikannya, sehingga melanjutkan pendidikannya ke doktoral yang diselesaikannya pada tahun 1963 dengan judul desertasi “Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Islami” di bawah bimbingan Dr. Muhammad Salam Madkur.

Pada tahun 1963, beliau di angkat sebagai dosen di fakultas Syariah universitas Damaskus dan secara berturut-turut menjadi wakil dekan, kemudian dekan dan ketua jurusan fiqh al-islami wa madzāhibīn fakultas yang sama. Beliau mengabdi selama lebih dari tujuh tahun dan dikenal alim dalam bidang fiqih, Tafsir dan Dirasah Islamiyah.25

b) Para Guru Wahbah al-Zuhaili

Adapun guru-gurunya ialah Muhammad Hasyim al-khatib as-Syafi‟i, (w. 1958) seorang khatib di masjid Umawi. Beliau belajar darinya fikih imam Syafi‟i, mempelajari ilmu fiqih Abd. Al-Razaq al-Hamasi (w. 1969 M), ilmu Hadits dari Mahmud Yassin (w. 1948 M), ilmu Faraid (waris) dan wakaf dari Judad al-Mardini (w. 1957 M), Hassan ash-shati (w. 1962 M), ilmu Tafsir dari Hassan Habnakah al-madani (w. 1978 M), ilmu Bahasa Arab dari Muhammad Shaleh Farfur (w. 1986 M), ilmu Ushul Fiqh dan Musthalah Hadits dari Muhammad Lufi al-Fayumi (w. 1990 M), ilmu Akidah dan Kalam dari Mahmud al-Rankusi.

(41)

Sementara selama di Mesir, beliau berguru pada Muhammad Abu Zuhrah, (w. 1395), Mahmud Shaltut (w.1963), Abdul Rahman Taj Isa Manun (1379) Ali Muhammad Khafif (w.1978 M), Jada ar-Rabb Ramadhan (w.1994 M), Abdul Ghani Abdul Khaliq (w. 1983) dan Muhammad Hafidz Ghanim. Di samping itu, beliau amat terkesan dengan buku-buku tulisan Abdul Rahman „Azam, seperti, “al-Risalat al-Khalidat” dan buku karangan Abu Hassan Nadwi yang berjudul “madza khasira „Alam bi Inkhithat al-Muslimin”.26

c) Karya-Karya Wahbah al-Zuhaili

Wahbah al-Zuhaili menulis buku, paper, dan artikel dalam berbagai ilmu Islam. Buku-bukunya melebihi 133 buah buku dan jika di campur dengan risalah-risalah kecil lebih dari 500 makalah. Satu usaha yang jarang di lakukan oleh ulama masa kini, seolah-olah dia merupakan imam as-suyuti kedua (as-suyuti al-Tsani) pada zaman ini. Diantara buku-bukunya/ karya-karyanya yang terpenting adalah sebagai berikut:

Al-Tafsîr al-Munîr fi al-Aqidah wa al-Syari‟ah wa al-Manhaj, (16 jilid), Dar al-Fikr, Damsiyq, 1991. Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Islami, Dirasat

muqaranah, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1963, îAl-Wasit fi usul al-Fiqh, Universitas

Damsyiq, 1966. Al-Fiqh al-Islami fi Uslub al-Jadid, Maktabah al-Haditshah,

26 http://www.abim.org.my/minda_madani/user info.php?uid, di akses 21 oktober 2015 jam

(42)

28

Damsyiq, 1967. Al-Nazhariat al-Darurat al-Syar‟iyyah, Maktabah al-Farabi, Damsyiq, 1969. Al-Nazhariat al-Damman, Dar al-Fikr, Damsyiq 1970.Al-Usul al-Ammah li Wahdah al-Din al-Haq, Maktabah al-Abassiyah, Damsyq, 1972 . Al-„Alaqat al-Dauliah fi al-Islam, Muassasah al-Risalah, Beirut, 1981. Al-Fiqh Islami wa Adilatuh, (8 jilid), Dar Fikr, Damsyiq, 1984. Ushui al-Fiqh al-Islami, (dua jilid), Dar al-Fikr, Damsyiq, 1986.

Mayoritas kitab menyangkut fikih dan ushul fikih. Tetapi, ia juga banyak menulis kitab tafsir seperti: al-Qur‟an syari‟ah al-mujtama‟.27 Tafsir

al-Wajiz.28 Al-Qissat al-Qur‟aniyyat: al- Hidayāt wa al-Bayān, Dar al-Khair,

Damsyq, 1992.29 Hal ini menyebabkan Syaikh Wahbah layak disebut ahli tafsir. Bahkan ia juga menulis tentang akidah, sejarah, pembaharuan pemikiran islam, ekonomi lingkungan hidup dan bidang lainnya. Jadi, Syaikh Wahbah bukan hanya seorang ulama fikih, tetapi ia juga seorang ulama dan pemikir Islam peringkat dunia.30

27

Saiful Amin Ghafur, profil para mufassir al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.) hlm. 175.

28

Ahmad al-Kaf Hudaya, Hawa dan Nafsu menurut al-Qur’an kajian Tafsir al-Munir, 2006, hlm.14

29 Ayurahayu2010.wordpress.com/tafsir

al-munir-fi-al-„aqidah-wa-asy-syari‟ah-wa-al-manhaj-Wahbah-az-zuhayli, di akses 21 oktober 2015 jam 20 wib

30

Syabra Syatila dalam sebuah artikel “Syaikh Wahbah al-Zuhaili” di

(43)

3. Metode dan Corak Penafsirannya

Dengan mengamati beberapa metode yang terdapat dalam beberapa kitab „Ulum al-Qur‟an‟ secara metodis sebelum memasuki bahasan ayat, Wahbah al-Zuhaili pada setiap awal surat selalu mendahulukan penjelasan tentang keutamaan dan kandungan surat tersebut, dan sejumlah tema yang terkait dengannya secara garis besar. Setiap tema yang diangkat dan dibahas mencakup aspek bahasa, dengan menjelaskan beberapa istilah yang termaktub dalam sebuah ayat, dengan menerangkan dari segi-segi balaghat dan gramatika bahasanya.

Sehingga dengan demikian metode penafsiran yang dipakai adalah metode Tahlilli.31 karena beliau menafsirkan al-Qur‟an dari surat al-Fatihah sampai surat an-Nas dan memberi tema dalam setiap kajian ayat yang sesuai dengan kandungannya, seperti dalam menafsirkan surat al-Baqarah ayat satu sampai lima, beliau memberi tema sifat-sifat orang mukmin dan balsan bagi orang-orang yang bertakwa. Dan seterusnya sampai surat an-Nas selalu memberi tema bahasan di setiap kelompok ayat yang saling berhubungan.

Dan corak penafsirannya adalah al-Adabi, al-„Ijtima‟i (sastra dan sosial kemasyarakatan) serta al-Fiqh (hukuk-hukum islam). Hal ini dikarenakan Wahbah al-Zuhaili mempunyai basic keilmuan dalam bidang

31 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Muniir fi al- aqadat wa al-Syari‟at wa al-Manhaj, juz I

(44)

30

fiqh. Namun, dalam tafsirnya beliau menyajikan dengan gaya bahasa dan redaksi yang sangat teliti, penafsirannya juga sangat disesuaikan dengan situas yang berkembang dan dibutuhkan ditengah-tengah masyarakat. Sedikit sekali dia menyebutkan tafsir al-„Ilmi, karena sudah disebutkan Dalam penulisan tafsirnya bahwa dia akan mengcounter beberapa penyimpangan tafsir kontemporer.

(45)

BAB III

SEKILAS TENTANG SURAT AL-BAQARAH AYAT 102

A. Telaah Kebahasaan

Surat Al-Baqarah ayat 102 berisi tentang kisah hārūt dan mārūt. Hārūt berasal dari kata harata yang berarti mencela, dan mencerca, menjadi luas, orang yang tak dapat menyimpan rahasia, dan berkata keji serta yang lebar sudut bibirnya. Sedangkan mārūt berasal dari kata al-Martu yang berarti tanah lapang yang tak bertumbuh-tumbuhan, tanah yang tak bertumbuh-tumbuhan serta badan yang tak berambut.1 Al-Quran menyebut hārūt dan mārūt hanya dalam surat Al-Baqarah ayat 102, yaitu:























































































































































1 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Pustaka Progressif,

Surabaya, 1997, hlm. 1322 & 1499

(46)

32

“Dan Mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) denga istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka memperlajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya ( kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.

Ibnu Saiyidah menyatakan bahwa kata hārūt dan mārūt mengandung makna kehormatan. Ibnu Muqbal menambahkan bahwa ketika membentuk kata hurta mempunyai makna manusia yang lebar mulutnya. Ketika membentuk kata harit mempunyai makna orang yang tak dapat menyimpan rahasia serta berkata jelek. Sedangkan kata Harut sendiri ada dua kemungkinan, yaitu nama suatu malaikat dan raja Adapun pendapat yang lebih popular adalah malaikat.

Adapun kata mārūt sendiri dari kata al-martu yang berarti kebahagiaan tanpa hasil atau tanah gersang (tanah yang tidak ada tumbuh-tumbahan sama sekali) maupun badan yang tak berambut/berbulu. Sedangkan kata Marut sendiri termasuk nama non Arab. Kata al-Marmarit sendiri mempunyai arti bala’, musibah atau bencana yang hebat. Artinya Marut adalah orang yang membawa bencana yang besar.2

2

(47)

Al-Ashfahani sendiri mengemukakan bahwa hārūt dan mārūt terdapat dua pendapat, yaitu dua malaikat, sedangkan mufasir lainnya mengatakan sebagai suatu nama setan. Pendapat terakhir didukung oleh Abu Muslim Ashfahani serta al-Qurthubi. Hal tersebut berkaitan dengan anggapan orang-orang Yahudi yang mengemukakan bahwa Allah telah menurunkan Jibril dan Mikail dengan membawa sihir, akhirnya Allah menampik tuduhan tersebut.

Dilihat dari struktur kalimat ayat tersebut susunannya adalah dan tidaklah Sulaiman kafir serta apa yang dibawa oleh kedua orang tersebut, akan tetapi yang kafir adalah setan yang mengajarkan manusia tentang sihir di Babil. Adapun hārūt dan

mārūt adalah pengganti (substitute) dari setan.3

Berbeda dengan pendapat di atas, Muhammad Ali sebagaimana yang dikutip oleh Umar Hasyim menyatakan bahwa dhamir (kata ganti) huma kepada dua masalah, yaitu pertama kepada Nabi Sulaiman dan Jin „ifrit dan kedua kembali kepada malaikat Harut dan Marut. Sedangkan huruf mā, adalah mā nāfi, jadi berarti bahwa “ilmu sihir itu tidak diturunkan kepada kedua malaikat Harut dan Marut”.4

Hal senada juga disampaikan Muhyiddin al-Darwisyi bahwa “wa mā unzila ‘ala al-malakain” adalah athaf (mengikuti) obyek “yu’allimūna‟, yaitu sihir. Sedangkan Babil adalah suatu kota lama di sebelah timur Baghdad. Adapun Harut Marut merupakan badal (kata ganti) dari kata al-malakain. Lebih lanjut ia mengatakan

3 Al-Ashfahani, Mufradat Alfadh al-Qur’an, Dar al-Hadits, Washington Amerika Serikat,

t.th., hlm 145.

4 Umar Hasyim, Syetan Sebagai Tertuduh dalam Masalah Sihir, Tahayul, Pedukunan dan

(48)

34

bahwa ayat 102 dari surat al-Baqarah merupakan bagian dari ragam balaghah yang menunjukkan kepastian suatu ilmu, yaitu sihir serta adanya jimat-jimat, walaupun pada akhirnya Allah menegaskan Sulaiman serta melarang beredarnya ilmu tersebut. Artinya pada dasarnya. semua ilmu adalah Allah yang menurunkan dan boleh dilaksanakan, kecuali sihir yang sudah mendapatkan perintah sebagai suatu ilmu yang dilarang.5

Oleh karenanya apa yang dibawa oleh kedua orang tersebut (Harut dan Marut) adalah benar-benar sihir yang telah diajarkan kepada manusia di mana kegunaannya telah dibuktikan. Artinya kedatangan Nabi adalah untuk membersihkan praktek-praktek sihir tersebut. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan al-Qur‟an yang mengatakan bahwa Nabi Sulaiman tidaklah kafir, akan tetapi yang ingkar adalah setan (dalam hal ini sebagai kata ganti setan tersebut adalah kedua orang yang disebut Qur‟an, yaitu Harut dan Marut).

Adapun wujud sihir sendiri tidak terbantahkan oleh akal sehat manusia karena dilihat dari kenyataanya memang orang banyak mengatakan ada. Hal tersebut tidak lepas dari peran Harut dan Marut yang mengajarkan sihir kepada manusia, terutama pada masa Sulaiman yang sampai pada masa kejayaan Paris dan Rum banyak menganut serta mempraktekkan sihir, terutama dari masyarakat Kildanin serta Suryani.

5 Muhyiddin al-Darwisyi, I’rab al-Qur’an al-Karim wa Bayanuhu, Dar al-Irsyad li al-Syu’un

(49)

Sihir lebih detail dijelaskan bahwa ia dapat diperoleh dengan melakukan latihan-latihan, yaitu dengan memusatkan perhatian pada bintang, setan dengan segenap upacara-upacara agung, ritual, merendahkan diri serta sujud kepada selain Allah. Oleh karenanya perilaku sihir adalah termasuk kufur atau ingkar.6

Adapun cerita yang menerangkan bahwa ada keterlibatan seorang wanita yang menjerumuskan kedua orang yang taat beribadah yaitu Harut dan Marut dengan cara menggoda serta berzina yang pada akhirnya kedua orang tersebut mengucapkan ism al-a’dham kepada wanita tersebut. Akhirnya wanita tersebut membacanya dan langsung dapat terbang serta menjadi bintang yang gemerlapan di langit adalah hasil-hasil dari cerita Israiliyat yang tidak diketahui otentisitasnya. Karena dari banyak kritikus hadits menyatakan bahwa dari jalur periwayatan hadits banyak kelemahan, sehingga riwayat yang menerangkan keberadaan serta keterlibatan wanita tersebut masih dipertanyakan dan lebih mengarah pada lemahnya hadits.7

Al-Zamakhsyari berpendapat bahwa lafadh harut marut adalah mengikuti (athaf) lafadh sebelumnya, yaitu sihir, sehingga keduanya merupakan badal (pengganti) dari lafadh al-malakain. Ada juga yang menyatakan bahwa al-malakain

6 Al-Qanuji, Abjad al-Ulum, Abu al-Nur, Damaskus dalam Dar al-Hadits, Washington

Amerika Serikat, t.th., hlm 120.

7 Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Dar al-Hadits, Washington Amerika Serikat, t.th.,

(50)

36

adalah athaf pada wa ittaba’u. Ini artinya mempelajarinya akan tetapi tidak untuk diamalkan, maka orang tersebut masuh dalam kondisi mukmin.8

Al-Thaba‟thabai juga berpendapat bahwa lafadh mā unzila terdapat dua pemahaman. Pertama: kata mā merupakan isim maushul serta athaf, yaitu kata benda yang menghubungkan antara satu obyek dengan obyek yang lain. Ini berarti kedua orang tersebut (Harut dan Marut) memang mengajarkan sihir kepada manusia. Kedua: kata ma adalah nafi/ negasi (ingkar), yang berarti dan tidak diturunkan sihir kepada kedua orang tersebut.

Lebih lanjut al-Thaba‟thabi lebih cenderung kepada pendapat bahwa lafadh al-malakain dibaca fathah. Hal tersebut disandarkan pada kalimat sesudahnya, yaitu innamā nahnu fitnatun falā takfur. Jadi kedua malaikat tersebut hanya menjalankan tugas dari Allah, yaitu sebagai ujian kepada manusia.9

Itulah keragaman pemahaman lafadzh harut dan marut, yang tidak terlepas dari kata sebelumnya yaitu al-malakain. Pemahaman inilah yang melandasi perbedaan dalam menafsirkan harut dan marut, apakah keduanya merupakan dari jenis manusia, atau malaikat.

8Abu al-Qasim Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari al-Khawarizy, al-Kasysyaf, Dar al-Fikr,

Beirut, t.th., hlm. 301

9 Muhammad Husain, al-Thaba‟thab‟i, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, tp., Beirut, t.th., Juz I,

(51)

B. Asbab al-Nuzul dan Komentar Para Ulama

Islam dalam menanggapi permasalahan klasik yang selalu mencuat baik dalam agama Yahudi maupun Nasrani yang dikatakan bahwa mereka adalah malaikat yang durhaka dan mengajarkan sihir kepada manusia adalah dengan adanya ayat yang telah diturunkan Allah dalam surat al-Baqarah: 102.

Ayat tersebut secara jelas menyatakan bahwa posisi dan tugas dari kedua malaikat yang diturunkan ke negeri Babil adalah sebagai ujian belaka, yang membawa pengetahuan akan ilmu sihir, yang di antara fungsinya adalah mampu mencerai-beraikan hubungan suami istri. Sehingga dengan adanya cerita yang mengatakan bahwa Harut dan Marut adalah malaikat yang memberontak, adalah tidak berdasar sama sekali.10

Hal ini disebabkan malaikat tidak diberi nafsu syahwat dan karena manusia dikaruniai kemauan (syahwat) serta pengetahuan di mana malaikat tidak memiliknya, maka manusia lebih tinggi dari pada malaikat, keunggulan manusia ini dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa malaikat disuruh bersujud kepada manusia.

Al-Qur‟an menyebut kata Harut dan Marut hanya pada satu tempat, yaitu pada surat al-Baqarah ayat 102. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Syahr bin Hausab, ayat tersebut turun berkaitan dengan pertanyaan orang-orang Yahudi yang menuduh Nabi Muhammad yang mencampur-baurkan antara yang hak dan

10 Maulana Muhammad Ali, Islamologi (Din al- Islam), Terj R. Kaelani & Bachrun.,Ichtiar

Referensi

Dokumen terkait

(menatap Rifan dengan sorot mata sedih bercampur emosi) Kalau Ibuk mati, kamu bisa mendoakan ibuk jika masuk Pondok.. Permintaan Ibuk itu saja, kamu mondok kalau masih sayang

Sedangkan daging domba yang disimpan pada suhu 10°C selama 7 hari, nilai kemerahan (a) warna dagingnya lebih baik dan sangat berbeda nyata dengan lama simpan 0 hari dan 6 hari,

Gunakan bahan yang tidak mudah terbakar seperti vermikulit, pasir atau tanah untuk menyerap produk ini dan.. tempatkan dalam kontainer untuk

Salah satu perusahaan pada industri AMDK yang memanfaatkan pangsa pasar tersebut adalah PT Syahid Global International yang baru mulai beroperasi pada pertengahan

d) Daya larut refrigeran pada temperature kerja terendah.. Penjelasan dari empat karakteristik tersebut adalah sebagai berikut. Normal boiling point dari komponen

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disusun pengendalian hama terpadu (PHT) lalat buah pada tanaman cabai dengan komponen pengendalian sebagai berikut, penggunaan tanaman

b) Melakukan montoring target di bawah ini sesuai dengan Lampiran I: setidaknya 95% hewan dipingsankan dengan efektif pada kali pertama proses pemingsanan. • Lakukan

Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah proses mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam