• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOGRAFI AL-ALÛSI

D. Metode dan Corak Tafsir Al-Alûsi

Tafsir ini termasuk pada penggunaan metode tahlilî, di sini beliau menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur`an dari seluruh aspeknyam, dengan memberikan dan menguraikan arti kosakata serta lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki saran yang dituju dari kandungan ayat yaitu unsur I‘jaz,balâghah, dan keindahan susunan kalimat. Menjelaskan apa yang diinstinbatkan dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, aqidah atau tauhid, perintah atau larangan, janji dan ancaman, haqiqat, majaz,

14Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun,h. 335. Ali al-ridha adalah

ia lahir d Madinah pada 11dzulqa’dah 148H/765M) namun menurut Syaikh Sadûd (w,381H/991M) dalam kitab Uyûn al-Akhbâr al-ridhâ Alaihim al-Salâm disebutkan, bahwa ia lahir pada kamis, 11 Rabiul awal 153h/770M, lima tahun setelah wafatnya Imam ja’far al-Sâdiq, dan meninggal dunia pada 203H/817M. Ayahnya adalah Imam Mûsâ al-kâzim, sedangkan ibunya Taktamm, putri seorang budak yang dibeli ibu Mûsâ al-Kâzim. Ibu mûsâ sangat kagum kepada budaknya. Suatu hari ia berkata kepada putranya, “wahai anakku, sesungguhnya aku tidak pernah melihat seorang budak perempuan yang lebih utama daripada tahtamm ini, dan aku tidak merasa ragu bahwa Allah akan mengeluarkan nketurunannya jia dia (ditakdirkan) mempunyai keturunan.

Aku telah melah memberikan kepadamu maka berwasiatlah dengan kebaikan kepadanya”. Lihat

selengkapnya Azyumardi Azra dkkEnsiklopedi Tasawuf (Bandung:Angkasa 2008 Cet I Jilid I) h.219.

kinayah,isti’arah,serta mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surah sebelumnya.15

Kesamaan itu, dijelaskan dengan cara yang mudah dipahami dan dalam ungkapan Balaghah yang menarik berdasarkan syair-syair (puisi-puisi) ahli balaghah terdahulu, ucapan-ucapan ahli hikmah yang ‘arif, teori-teori ilmiah modern yang benar, kajian-kajian bahasa, atau berdasarkan pemahamannnya, dan hal yang lain yang dapat membantu untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an.

Metode tahlily adalah metode yang dipergunakan oleh kebanyakan para ulama pada masa dahulu. Kebanyakan para penafsir tahlily biasanya ada yang terlalu bertele-tele dan adapula yang sebaliknya, yang sederhana dan ringkas.

Sedangkan coraknya, dalam kitab tafsir ini al-Alûsi, mengemukakan bahwa apa yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sufi tentang al-Qur`an adalah termasuk pada bab isyarat terhadap pengertian-pengertian rumit yang berhasil diungkapkan oleh orang-orang yang menguasai cara yang harus ditempuh untuk sampai kepada Allah dan pengertian-pengertian itu dapat dipadukan dengan pengertian-pengertian tekstual yang dikehendaki.16 Hal ini termasuk kesempurnaan iman dan pengetahuan yang sejati, corak tafsir al-Alûsi adalah merupakan bagian dari tafsir sufi yang sarat dengan tafsir isyari, dimana tafsir ini menginginkan dan menghendaki maknanya makna batin.17

15Abdul Hayy al-Farmawi,

Metode Tafsir Maudu’I,(Jakarta:PT. Raja Garfindo Persada, 1996), Cet Ke-2, h.12

16Ali Hasan al-‘AridlPengantar Ilmu Tafsir,(Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992) Cet-2,

h.55

Lebih jauh lagi al-Alûsi berkata:”tidaklah seyogyanya bagi orang yang kemampuannya terbatas dan keimanannya belum mendalam bahwa al-Quran mempunyai bagian-bagian bathin yang dilimpahkan oleh Allah yang Maha pencipta dan maha melimpah kepadabathin-bathin hamba-Nya yang dikehendaki. Maka tak salah bahwa corak yang mewarnai tafsirnya merupakan bagian dari tafsir Sufi seperti apa yang penulis kemukakan di atas. Hal ini relevan dengan tafsirnya yang syarat dengan tafsir Isyari yang menginginkan adanya makna bathin dalam tafsir beliau.

23

Membicarakan pengetahuan sebagai hal yang sangat penting, sebenarnya sudah cukup jelas. Manusia tidak dapat hidup sebagai manusia tanpa pengetahuan. Agar manusia hidup sebagai manusia, maka ia memerlukan pengetahuan. Baik pengetahuan praktis maupun teoritis, baik pengetahuan sehari-hari yang masih bersifat pra-ilmiah maupun pengetahuan ilmiah.

Manusia tidak dapat hidup di dunia ini hanya berdasarkan instingnya saja. Pada manusia, pengetahuan yang didasarkan atas insting amatlah terbatas. Seandainya manusia hanya hidup dari instingnya, maka manusia akan menjadi binatang paling malang di dunia ini. Tetapi berkat akal budinya, manusia dapat memperoleh dan mengembangkan pengetahuan tentang segala macam hal, dan hal itu amat berpengaruh terhadap cara beradanya sebagai manusia.1

Dengan demikian, maka manusia perlu untuk mencari pengetahuan, selain dengan menggunakan indera dan potensi akalnya, juga dengan menggunakan akal budinya. Tetapi, itu semua perlu sebuah tindakan observasi atau penelitian sebagai langkah awal mendapat pengetahuan.

1

J. Sudarminta, “Epistemologi : Masihkah Kita Perlukan?”, dalam Diskursus : Jurnal Filsafat dan Teologi-Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Vol. 8, No. 2. Oktober 2009, (Jakarta: Lembaga Penelitian Filsafat dan Teologi, 2009), h. 151. Bandingkan dengan pendapat Nurcholish Madjid, menurutnya manusia memerlukan sesuatu yang lebih dari pada ilmu pengetahuan, yaitu ajaran-ajaran moral ataukalimat dari Tuhan yang bila diikuti akan menghindarkan manusia dari

kemungkinan terjatuh pada kesesatan dalam hidup. Lihat, Nurcholish Madjid, “Ilmu Pengetahuan Bukan Jaminan,” dalam Ahmad Gaus AF, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, jilid 2 (jakarta : Paramadina, 2006), h. 1003.

Dalam kerangka Epistemologi Islam, pengetahuan dapat diperoleh melalui dua cara: pertama melalui pemberian yang berupa wahyu, pengenalan langsung (ma‘rifah), penyingkapan spiritual (kasyf) dan kearifan spiritual (ilmu Al-laduniyy). Sedangkan cara yang kedua melalui usaha manusia dengan instrumen yang dimilikinya, seperti indra, akal, dan intuisi. Dengan alat-alat tersebut manusia melakukan pengamatan, penyelidikan, pemikiran, perenungan dan penyelaman hingga bisa memperoleh berbagai jenis pengetahuan dan kebenaran walaupun sifatnya nisbi dan relatif.2

Epistemologi merupakan sub system filsafat, pengertian epistemologi memiliki keragaman pandangan yang berbeda ketika mengungkapannya, sehingga menghasilkan pengertian-pengertian yang berbeda pula, bukan saja pada redaksinya, melainkan juga pada substansi persoalannya. Substansi persoalan menjadi titik sentral dalam upaya memahami pengertian suatu konsep, meskipun ciri-ciri yang melekat padanya juga tidak bisa di abaikan. Pengertian epistemologi memperlancar pembahasan. Seluk beluk yang terkait dengan epistemiologi itu. Mujamil Komar mengungkapkan beberapa pengertian epistemologi yang di ungkapkan para ahli yang dapat dijadikan dasar untuk menangkap pengertian epistemologi, seperti:

1. P. Hardono Hadi mengetakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope

2S. Hamdani, Epistemologi Islam Sebagai Epistemologi Alternatif : Jurnal Kajian

pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang di miliki.3

2. D.W. Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang bernuansa dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapat di andalkan sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.4

3. Dagobert D. Runes, mengatakan bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas sumber stuktur , metode dan validitas pengetahuan.5

4. Azumardi Azra memberi pengertian tentang epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, stuktuir, metode dan validitas ilmu pengetahuan.6

Dari pengertian-pengertian epistemologi di atas bisa di ambil kesimpulan bahwa epistemologi intinya adalah mengkaji pengertian secara mendasar dan mengkomprehensip baik subtansi pengetahuan maupun metode serta stukturnya sehingga mendapatkan teori pengetahuan yang utuh. Pengertian-pengertian epistemologi yang disebut di atas dapat menemukan benang merah tentang ruang lingkup epistemologi meliputi hakikat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlar Achmad merinci ruang lingkup epistemologoi menjadi enam aspek yaitu: hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan.7

3P.Hardono HadiEpistemologi Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta Kanisius, 1994), h. 5 4

D.W Hamlyn History Of Epistemology, dalam Paul Edwars, The Encylopedia Of Philosophy, vol.3 1967, h. 8-9.

5Dagobert D. Runes,Dictionary Of Philosophy, (New Jersey: Little Field Adams & CO,

1963), 49

6

Azumardi Azra Pendidikan Islam Tradisi Dan Moderenisasi Menuju Milinium Baru, (Bandung:Trigenda Karya,1994), 61

Dari penjelasan epistemologi tersebut ternyata kajian sangat luas sekali untuk mendapatkan pengetahuan sehingga teori pengetahuan yang meliputi hakikat, keorisinilan, sumber, stuktur metode, validitas, unsur, macam, tumpuan, batas, sasaran, dasar, pengandaian, kodrat, peranggungjawaban dan skope pengetahuan.

Dokumen terkait