• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.3 Metode Penelitian

3.3.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data pada penelitian ini yakni menggunakan metode formal dan juga metode informal.

Metode penyajian formal digunakan untuk menyajikan hasil penelitian dengan simbol dan angka-angka sedangkan metode penyajian informal digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 2015:241).

Dalam penelitian ini, metode formal akan digunakan untuk menyajikan data dalam rumusan masalah yang kedua, yakni mendeskripsikan tingkat kebergeseran dan kebertahanan leksikon yang disajikan dengan menggunakan angka, tabel, dan juga diagram. Sedangkan untuk metode informal digunakan untuk menyajikan data dalam rumusan masalah yang pertama, dengan mendeskripsikan leksikon nomina, leksikon verba, dan juga leksikon adjektiva bidang kepadian dalam bahasa Batak Toba, dan juga mendeskripsikan leksikon tersebut berdasarkan ketiga dimensi sosial dalam ekolinguistik.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2.1 Leksikon Kepadian dalam Bahasa Batak Toba

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Sipea-pea, Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah diperoleh 148 leksikon.

Leksikon tersebut diklasifikasikan kedalam tiga kelompok tahapan dalam kepadian yakni tahap pratanam, tanam, dan pascatanam dengan tujuan untuk mempermudah dalam penyajian dan juga analisis datanya. Setiap kelompok terbagi menjadi tiga kelompok kelas kata leksikon yakni leksikon nomina, leksikon verba, dan juga leksikon adjektiva. Leksikon pada kelas kata nomina terdiri atas 83 leksikon, pada kelas kata verba terdiri atas 55 Leksikon, dan pada kelas kata adjektiva terdiri atas 14 Leksikon. Ketiga kelompok leksikon dan tiga kelompok kelas kata leksikon tersebut diperoleh dan diuraikan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.1 Data Pengelompokan Leksikon Kepadian dalam Bahasa Batak Toba

No Nama Kelompok Leksikon Nomina Verba Adjektiva Total

1 Leksikon tahap pratanam 31 26 2 59

2 Leksikon tahap tanam 19 15 6 40

3 Leksikon tahap pascatanam 33 14 6 53

Jumlah 83 55 14 152

2.1.1 Leksikon Kepadian Tahap Pratanam

Tahap pratanam dalam kepadian dimulai dari tahap pembersihan lahan, mengolah tanah, merendam bibit/ benih padi, menyemai, sampai kepada tahap

siap tanam. Jangka waktu yang dibutuhkan pada tahap pratanam ini yakni selama satu bulan. Pada tahap ini, masyarakat yang tinggal di Desa Sipea-pea, Kecamatan Sorkam Barat melakukan tahap pembibitan padi dan juga penanaman dilakukan secara serentak hingga pada tahap panen.

Tabel 4.2 : Data Leksikon Kepadian Tahap Pratanam No Leksikon

mangengge merendam degar benih yang 8. gair-gair kuir manggairi mengumpul

kan sampah

mangkobet mengikat

ramos 23. samporot semprot manyampor

ot

menyempro t

Jumlah leksikon tahap pratanam yang ditemui di Desa Sipea-pea, Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah adalah berjumlah 59 leksikon yang terdiri atas, 31 leksikon nomina, 26 leksikon verba, dan 2 leksikon adjectiva.

Seluruh leksikon leksikon tersebut ada dan ditemui pada saat tahap pratanam padi.

Leksikon tersebut memiliki kaitan dengan masyarakat setempat, baik secara ideologis, biologis, maupun sosiologis masyarakat. Berikut akan dipaparkan berbagai leksikon tahap pratanam dengan ketiga dimensi praksis sosial dalam ekolinguistik di Desa Sipea-pea, Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah.

1. Boni ‘benih (padi)’

Leksikon boni (eme) dalam bahasa Indonesianya dikenal dengan benih padi.

Leksikon nomina boni menurunkan 4 leksikon verba dan 1 leksikon adjectiva yakni mangengge, mangangkat, mampatiris, mangalakkopi dan degar. Leksikon verba tersebut dibentuk oleh imbuhan –mang, dan –mam yang memiliki arti melakukan suatau kegiatan. Mangengge memiliki gloss yakni merendam bibit padi; mangangkat memiliki gloss mengangkat bibit padi yang telah direndam;

selanjutnya mampatiris memiliki gloss memiriskan bibit padi yang telah direndam, lalu mangalakkopi memiliki gloss menutupi bibit padi. Boni dalam masyarakat Batak Toba mengenal kata degar atau bisa disebut dengan keadaan bibit padi yang tercampur dengan bibit padi lain.

Leksikon boni memiliki kaitan dengan ketiga dimensi praksis sosial dalam masyarakat. Dilihat dari dimensi biologisnya, secara konseptual boni merupakan biji atau buah padi yang dipilih kualitasnya agar memperoleh benih yang unggul.

Dari sisi ideologisnya, masyarakat berdoa untuk benih padi mereka agar diberi berkat dan nantinya menjadi bibit yang menjamin hasil panen. Hal tersebut dapat dilihat dalam ungkapan atau doa yang diungkapkan petani saat menabur benih

yakni gabe na ni ula, horas na mangulahon!. Ungkapan gabe na ni ula tersebut berisi harapan atau doa yang diharapkan petani terhadap benih yang akan ditanam agar berhasil (gabe) dan menghasilkan padi yang banyak atau melimpah.

Selanjutnya horas na mangulahon yang memiliki harapan agar petani diberikan berkat dalam mengelola lahan pertaniannya. Kesuksesan dalam bertani bergantung pada kerja keras dari orang yang mangulaho yakni pertani itu sendiri, sedangkan dari sisi sosiologisnya, pada saat masyarakat mendoakan boni yang hendak mereka tanam, tidak dilakukan secara bersama dengan masyarakat setempat melainkan didoakan secara pribadi dengan harapan dan doa masing-masing oleh petani.

Leksikon verba mangengge (boni) merupakan kegiatan yang harus dilakukan petani saat hendak menanam padi. Secara biologis, kegiatan merendam bibit padi dilakukan dengan memasukkan bibit padi kedalam karung atau goni dengan jumlah yang sudah ditentukan sebelumnya, lalu direndam kedalam tali air ataupun tempat yang memungkinkan untuk merendam benih. Merendam padi dalam air dianggap mampu untuk mempercepat proses keluarnya tunas padi atau kecambah dari padi (ideologis). Karena hal tersebut, maka masyarakat selalu merendam padi dalam air sebelum ditanam dan dijadikan bibit padi (sosiologis).

Leksikon verba mangangkat (boni) dan mampatiris (boni) merupakan kegiatan yang dilakukan setelah boni direndam. Secara biologis, kegiatan mengangkat boni dari tempat rendaman dilakukan agar boni tersebut tidak banyak mengandung air yang dapat menyebabkan boni menjadi busuk dan menghitam.

Masyarakat percaya, dengan melalukan kegiatan mangangkat dan mampatiris

(boni) tersebut bibit padi menjadi bagus dan bisa untuk disemaikan dengan baik (sisi ideologis). Secara sosiologis, masyarakat masih melakukan kegiatan mangangkat dan mampatiris (boni) tersebut sampai saat ini.

2. Jetor ‘traktor’

Leksikon jetor merupakan alat pertanian modern untuk membajak sawah.

Penamaan jetor sendiri berasal dari merek hand tractor/ alat pertanian tersebut.

Leksikon jetor ini menurunkan satu leksikon verba, yakni manjetor. Leksikon verba manjetor dibentuk oleh imbuhan man- yang memiliki arti dalam bahasa Btak Toba yakni melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan. Leksikon manjetor memiliki gloss yakni kegiatan membajak sawah dengan menggunakan traktor.

Secara biologis, verba manjetor dilakukan untuk membajak sawah, yang dilakukan dengan cara memotong, membalik, memecah atau membongkar tanah, sehingga tanah dapat diolah untuk ditanami tanaman padi. Sampai saat ini, masyarakat masih melakukan kegiatan manjetor ini (dimensi sosiologis). Dilihat dari sisi ideologisnya, masyarakat meyakini dengan manjetor lahan pertanian, maka tanah yang ditanami padi akan menajadi lebih subur dan pastinya akan memperoleh hasil panen yang akan melimpah.

3. Ninggala ‘luku’

Leksikon ninggala atau dalam bahasa Indonesianya luku merupakan alat membajak atau menggemburkan tanah yang terbuat dari kayu ijor yang lalu ditarik oleh kerbau. Ninggala digunakan untuk menarik tanah bagian dalam yang biasanya lebih subur ke permukaan dan menjadi gembur agar menjadi media

tanam yang baik. Luku sendiri merupakan pengembangan dari cangkul dengan memanfaatkan tenaga hewan seperti sapi atau kerbau. Leksikon ninggala menurunkan satu leksikon verba, yakni maninggala. Leksikon verba maninggala dibentuk oleh imbuhan man- yang memiliki arti melakukan. Leksikon maninggala memiliki gloss yakni kegiatan membajak sawah dengan menggunakan luku.

Dilihat dari sisi ideologisnya, leksikon maninggala diyakini masyarakat dapat membantu menyuburkan tanah lahan pertanian. Secara biologisnya, leksikon maninggala dilakukan untuk menggemburkan tanah sebelum ditanam padi.

Namun, saat ini kegiatan maninggala kini sudah jarang bahkan tidak dapat ditemui lagi saat ini (sosiologis).

4. Pakkur ‘cangkul’

Leksikon pakkur atau dalam bahasa Indonesianya lebih dikenal dengan cangkul merupakan salah satu alat pertanian tradisional yang sangat membatu pekerjaaan para petani. Cangkul dapat digunakan untuk menggali, membersihkan tanah dari rumput, ataupun untuk meratakan tanah. Leksikon pakkur menurunkan sebuah leksikon verba yakni mamakkur. Leksikon mamakkur dibentuk oleh imbuhan ma- yang berarti melakukan suatu kegiatan. Leksikon mamakkur memiliki gloss yakni mencangkul. Secara biologis, mamakkur dilakukan untuk menggali, membersihkan tanah dari rumpuh dan bahkan juga untuk meratakan tanah. Secara sosiologisnya, masyarakat masih menggunakan alat cangkul dan juga melakukan kegiatan mencangkul hingga saat ini. Masyarakat dapat terbantu dengan hadirnya alat pertanian seperti cangkul ini (ideologis).

5. Tajak ‘tajak’

Leksikon tajak merupakan leksikon yang dapat ditemui pada saat pratanam. Leksikon tajak digunakan untuk mengikis rumput yang ada di sawah dengan menggunakan sebuah alat pertanian yang berbentuk seperti cangkul yang memiliki tangkai yang lurus. Leksikon tajak menurukan sebuah leksikon verba yakni manajak. Leksikon manajak dibentuk oleh imbuhan man- (+tajak), dengan fonem t melebur menjadi manajak. Leksikon manajak memiliki gloss yakni kegiatan mengikis rumput dengan menggunakan tajak. Secara biologis, tajak dapat membantu pekerjaan petani saat mencabut rumput liar yang tumbuh di sekitar tanaman padi dengan bantuan alat tajak. Dilihat dari sisi sosiologisnya, masyarakat masih menggunakan tajak untuk membersihkan lahan mereka dari rumput liar yang dapat merusak atau mengganggu pertumbuhan tanaman padi.

6. Guris ‘tajak dengan ukuran lebih kecil’

Leksikon guris atau dalam bahasanya lebih dikenal dengan tajak yang memiliki ukuran lebih kecil. Guris digunakan untuk membersihkan atau mengikis rumput liar yang ada di sawah. Leksikon guris menurunkan sebuah leksikon verba yakni mangguris. Leksikon mangguris dibentuk dengan imbuhan mang- yang memiliki arti melakukan suatu kegiatan. Verba mangguris dilakukan untuk mengikis pematang sawah dari tumbuhnya rumput liar. Secara biologis, mangguris berguna untuk memotong atau mengikis rumput liar di pematang sawah maupun di tempat penyemaian. Dilihat dari sisi ideologisnya, masyarakat meyakini dengan mengguris dapat membantu masyarakat dalam mencabut

tanaman liar. Dengan adanya bantuan alat tersebut, petani lebih terbantu dalam melakukan kegiatannya. Oleh karena itu, masyarakat masih melakukan kegiatan mangguris tersebut saat pratanam (sosiologis).

7. Gair-gair ‘kuir’

Leksikon gair-gair atau dalam bahasa Indonesianya lebih dikenal dengan kuir merupakan alat pertanian yang berbentuk sisir yang berguna untuk mengumpulkan sampah dengan mudah. Leksikon nomina gair-gair menurunkan satu leksikon verba yakni manggairi. Leksikon manggairi terbentuk oleh imbuhan awalan mang- dan diakhiri –i. Leksikon manggairi memiliki gloss yakni kegiatan mengumpulkan sampah dengan menggunakan kuir. Secara biologis, gair-gair memiliki bentuk seperti sisir yang diberi gagang sebagai pegangannya. Gair-gair digunakan untuk mengumpulkan sisa-sisa sampah yang telah di babat, kemudian di kumpulkan dengan menggunakan gair-gair. Secara sosiologis, leksikon alat tersebut sangat membantu pekerjaan para petani, khususnya pada saat mengumpulkan sampah-sampah yang telah dibabat terlebih dahulu.

8. Gadu-gadu ‘pematang sawah’

Leksikon gadu-gadu atau dalam bahasa Indonesianya dikenal dengan pematang sawah. Leksikon nomina gadu-gadu menurunkan sebuah leksikon verba yakni manggadui. Leksikon verba manggadui dibentuk oleh imbuhan mang- (+gadugadu) dan diakhiri akhiran –i. Leksikon manggadui memiliki gloss yakni kegiatan membuat pematang sawah. Secara biologis, gadu-gadu di buat di sawah dengan tujuan kelancaran budidaya padi untuk menahan atau menampung

air yang ada di petakan sawah. Dilihat dari sisi ideologisnya, masyarakat membuat gadu-gadu di sawah juga untuk memudahkan para petani saat mengatur kapasitas air yang ada di petakan sawah mereka. Selain itu petakan sawah berguna untuk sebagai pembatas antar petakan sawah. Sampai saat ini, masyarakat masih membuat gadu-gadu di sawah mereka (sosiologis).

9. Bontis ‘batas petakan sawah’

Leksikon bontis atau dalam bahasa Indonesianya dikenal dengan batas petakan sawah. Leksikon bontis menurunkan sebuah leksikon verba yakni mambontis. Leksikon mambontis dibentuk dari imbuhan mam- (+bontis).

Imbuhan mam- dalam bahasa Batak Toba memiliki arti yakni melakukan kegiatan. Sehingga, leksikon verba mambontis memiliki gloss yakni kegiatan membuat batas petakan di sawah. Secara biologis, bontis di sawah berupa sekat atau jarak yang dibuat antar tanaman padi yang satu dengan yang lainnya. Jarak yang dijadikan bontis biasanya 2 jengkal antar tanaman padi. Dilihat dari sisi ideologisnya, bontis dibuat untuk memudahkan petani saat melakukan penyemprotan manual, yang hanya dapat dijangkau 1 meter. Oleh karena itu, dengan adanya bontis maka petani dapat menjangkau seluruh padi dengan mudah.

Sampai saat ini, masyarakat masih membuat bontis di sawah mereka (sosiologis).

10. Same ‘semai’

Leksikon same dalam bahasa Batak Toba diartikan dengan semai.

Leksikon same menurunkan beberapa leksikon verba yakni marsame, manguppat, mangkobet, mangaritip, dan mamaspas. Leksikon verba tersebut terbentuk dari

imbuhan maN- yang diikuti oleh leksikon same, seperti marsame dengan gloss menyemai, manguppat same dengan gloss mencabut semai, mangkobet same dengan gloss mengikat semai, mangaritip same dengan gloss lancarnya yakni memotong ujung semai dengan rata, mamaspas same dengan gloss nya yakni memisahkan tanah dari akar bibit semai.

Leksikon mangaritip atau yang dalam bahasa Indonesianya yakni kegiatan memotong ujung daun bibit padi pada semai. Sebelum semai ditanam di sawah, ujung daun bibit padi semai terlebih dahulu dipotong sama rata. Ujung daun semai dipotong sesuai yang diharapkan. Biasanya masyarakat Desa Sipea-pea memotong ujung daun bibit semainya sekitar 1 -3 cm (biologis). Secara ideologis, ujung daun bibit semai tersebut dipotong untuk memancing kembali pertumbuhan bibit daun yang baru dari semai. Dilihat dari sisi sosiologisnya, sampai saat ini masyarakat masih melakukan kegiatan ini saat hendak menanamkan semai padi lahan. Kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan tangan kosong maupun dengan menggunakan parang.

11. Bondar ‘tali air’

Leksikon bondar dalam bahasa Indonesianya dikenal dengan tali air merupakan saluran tempat air atau irigasi. Leksikon bondar menurunkan sebuah leksikon verba yakni mambondar. Leksikon mambondar dibentuk oleh imbuhan mam- (+bondar) yang digabungkan menjadi mambondar. Secara biologis, leksikon bondar dijadikan sebagai alternatif untuk pengairan lahan pada musim kemarau. Dengan adanya bondar kondisi air yang ada pada lahan tersebut akan

menjadi stabil (tidak kekeringan dan juga tidak kelebihan air). Dilihat dari sisi ideologisnya, masyarakat meyakini dengan adanya bondar atau tali air dapat meningkatkan produksi hasil pertanian padi di tempat tersebut. Oleh karena itu, masyarakat masih membuat bondar di sawah mereka masing-masing (sosiologis).

12. Parsamean ‘tempat menyemai’

Leksikon parsamean dalam bahasa Batak Toba diartikan dengan tempat menyemai bibit padi. Parsamean biasanya dilakukan di dua tempat, ada yang di darat/ tanah kering dan ada juga yang di sawah/ tanah basah. Leksikon nomina parsamean membentuk sebuah leksikon verba yakni mampaias (parsamean).

Leksikon mampaias parsamean dalam bahasa Indonesianya yakni membersihkan tempat pembibitan atau semai. Kegiatan mampaias parsamean dilakukan sebelum bibit padi ditabur. Tempat pembibitan dapat dilakukan di darat dan juga di sawah.

Pada umumnya masyarakat yang tinggal di Desa Sipea-pea melakukan pembibitan di sawah dikarenakan pertumbuhan bibit semai yang dilakukan di sawah lebih bagus dibandingkan dengan di darat yang tanahnya kurang unsur hara. Secara biologis, mampaias parsamean dilakukakan dengan menggunakan tangan kosong yakni dengan lebih mengutamakan jari tangan sebagai alat untuk mengumpulkan sampah layaknya seperti garpu rumput. Masyarakat melakukan kegiatan ini untuk membersihkan area pembibitan semai dan juga mencegah tumbuhnya rumput liar di area pembibitan yang akan mengganggu pertumbuhan bibit padi (ideologis). Sampai saat ini, masyarakat masih melakukan kegiatan ini untuk menghindari cepatnya pertumbuhan rumput di area pembibitan padi (sosiologis).

13. Urat ‘akar’

Leksikon urat atau yang dalam bahasa Indonesianya dikenal dengan akar merupakan bagian dari tumbuhan yang memiliki peranan yang sangat penting bagi tanaman. Tanpa adanya akar maka, tanaman tersebut tidak akan dapat tumbuh dengan baik. Leksikon urat menurunkan sebuah leksikon verba yakni leksikon marurat. Leksikon marurat dibentuk oleh imbuhan mar- (+urat) yang berarti berakar atau memiliki akar. Secara biologis, urat bagi tanaman berfungsi sebagai alat penyokong pada tumbuhan agar dapat berdiri tegak, dan juga alat untuk menyerap air dan berbagai macam zat hara atau garam mineral dari dalam tanah. Secara ideologis, masyarakat meyakini apabila akar tanaman nya bagus maka hasil panen yang diperoleh juga akan bagus dan banyak.

4.1.2 Leksikon Kepadian Tahap Tanam

Leksikon tahap tanam yang diperoleh yakni leksikon yang dijumpai dalam kepadian mulai dari kegiatan padi ditanam di sawah hingga pada tahap padi siap untuk dipanen. Waktu yang dibutuhkan mulai dari siap tanam hingga siap panen yakni sekitar 3-4 bulan lamanya.

Tabel 4.3 Data Leksikon Kepadian Tahap Tanam

No Leksikon

pansapansa tempat

9. tinga-tinga serangga

17. samporot semprot manyamporot menyempro t

Jumlah total leksikon tahap tanam yang ditemui di Desa Sipea-pea, Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah yakni sebanyak 40 leksikon yang terbagi atas 19 leksikon nomina, 15 leksikon verba, dan 6 leksikon adjectiva. Seluruh leksikon tersebut dapat dijumpai pada saat tahap tanam dalam kepadian. Leksikon tersebut, memiliki hubungan dalam masyarakat, baik dalam sisi biologis, ideologis dan juga sosiologisnya. Berikut akan dipaparkan berbagai leksikon tahap tanam dengan ketiga dimensi praksis sosial dalam ekolinguistik di Desa Sipea-pea, Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah.

1. Ordang ‘tugal’

Leksikon ordang atau dalam bahasa Indonesianya dikenal dengan tugal merupakan tongkat kayu yang diruncingkan untuk membuat lubang tanah yang akan ditanam benih padi. Leksikon nomina ordang menurunkan sebuah leksikon verba yakni mangordang, yang dibentuk dari imbuhan mang- (+ordang) menjadi

mangordang. Leksikon mangordang memiliki arti menugal dalam bahasa Indonesianya. Kegiatan menugal merupakan kegiatan yang dilakukan dengan membuat lubang dengan menggunakan tugal. Dari sisi biologisnya, kegiatan menugal atau mangordang dilakukan agar akar dari bibit padi semai tersebut masuk kedalam tanah dengan baik. Masyarakat Desa Sipea-pea melakukan kegiatan mangordang dikarenakan struktur tanah nya tidak lembek dan juga tidak kering, oleh karena itu masyarakat Desa Sipea-pea masih melakukan kegiatan mangordang agar akar semai dapat tumbuh dengan baik (sosiologis). Masyarakat menganggap bahwa bibit semai akan tumbuh dengan baik apabila lahannya diordang terlebih dahulu dan juga untuk mencegah terjadinya lipatan pada akar padi pada saat menanam yang dapat menghambat pertumbuhan padi (ideologis).

2. Pupuk ‘pupuk’

Leksikon pupuk atau dalam bahasa Indonesianya juga pupuk merupakan bahan untuk membantu pertumbuhan tanaman padi atau membantu memberi hasil yang lebih baik dari tanaman. Leksikon nomina pupuk menurunkan sebuah leksikon verba yakni mamupuk. Leksikon verba mamupuk terbentuk dari imbuhan ma- (+pupuk) menjadi mamupuk. Secara biologis, pupuk yang digunakan masyarakat sangatlah bermacam, misalnya pupuk KCL, ZA, SP-36 dll. Macam-macam pupuk tersebut digunakan sesuai dengan kebutuhan dari tanaman padi.

Pupuk tersebut memiliki ciri karakteristik dan tujuan masing-masing dalam membantu pertumbuhan padi. Sampai saat ini masyarakat masih menggunakan pupuk untuk membantu pertumbuhan tanaman padi yang dapat dimulai saat padi berumur satu bulan. Dilihat dari sisi ideologisnya, masyarakat Desa Sipea-pea,

Kecamatan Sorkam Barat, Kabupaten Tapanuli Tengah menganggap dengan penggunaan pupuk dapat membantu pertumbuhan tanaman padi agar menjadi subur dan pasti akan memperoleh hasil yang maksimal.

3. Mamuro ‘ kegiatan mengusir burung di sawah’

Leksikon mamuro atau dalam bahasa Indonesianya dikenal dengan kegiatan mengusir burung di sawah. Kegiatan mamuro dilakukan untuk mengusir burung di ladang agar padi yang hendak dipanen tidak dimakan oleh konsumen tingkat pertama yakni burung (biologis). Secara sosiologis, masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Sipea-pea masih melakukan kegiatan mamuro tersebut dengan harapan agar hasil panen dari petani banyak atau melimpah. Masyarakat meyakini bahwa dengan melakukan mamuro hasil panen mereka pastinya bertambah dibandingkan dengan tidak sama sekali iburo (ideologis). Leksikon nomina yang dapat ditemui saat mamuro yakni hotor-hotor, pansa-pansa, pamuro. Leksikon hotor-hotor merupakan alat penghalau burung di sawah, yang terbuat dari kaleng bekas yang diisi dengan batu kerikil, dan apabila digoyang maka akan mengeluarkan suara yang keras dan dapat mengusir burung di ladang.

Leksikon pansa-pansa merupakan suatu tempat di ladang untuk mengusir burung.

Pansa-pansa biasanya diletakkan di tengah sawah yang dapat menjagkau seluruh petakan sawah dengan mudah. Dan leksikon pamuro merupakan orang yang menjaga tanaman padi dari burung.

4. Putas ‘racun hama’

Leksikon putas memiliki arti yakni racun hama. Racun hama merupakan bahan yang digunakan untuk membunuh berbagai jenis hama penyebab penyakit pada tanaman padi. Leksikon nomina putas menurunkan sebuah leksikon verba yakni mamutas. Leksikon mamutas dibentuk dari imbuhan ma- (+putas) menjadi mamutas, dengan fonem p berubah menjadi m. Leksikon mamutas memiliki gloss yakni meracuni/ memberi racun. Secara biologis, putas memiliki berbagai macam dan juga jenis berdasarkan hama yang hendak akan dibasmi (seperti hama daun, akar, batang dll). Putas dapat dijumpai dalam berbagai bentuk seperti cairan maupun dalam bentuk tepung. Dilihat dari sisi sosiologisnya, masyarakat masih menggunakan putas untuk melindungi tanaman padi mereka dari berbagai macam

Leksikon putas memiliki arti yakni racun hama. Racun hama merupakan bahan yang digunakan untuk membunuh berbagai jenis hama penyebab penyakit pada tanaman padi. Leksikon nomina putas menurunkan sebuah leksikon verba yakni mamutas. Leksikon mamutas dibentuk dari imbuhan ma- (+putas) menjadi mamutas, dengan fonem p berubah menjadi m. Leksikon mamutas memiliki gloss yakni meracuni/ memberi racun. Secara biologis, putas memiliki berbagai macam dan juga jenis berdasarkan hama yang hendak akan dibasmi (seperti hama daun, akar, batang dll). Putas dapat dijumpai dalam berbagai bentuk seperti cairan maupun dalam bentuk tepung. Dilihat dari sisi sosiologisnya, masyarakat masih menggunakan putas untuk melindungi tanaman padi mereka dari berbagai macam

Dokumen terkait