• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

1.7.1 Metode dan Teknik Penyediaan Data

Penyediaan data dilakukan dengan metode cakap dan metode simak (Mahsun, 1995:94-101). Metode cakap dilakukan dengan teknik cakap semuka, yaitu mendatangi setiap lokasi penelitian dan melakukan percakapan bersumber pada pancingan yang berupa daftar pertanyaan. Metode simak dilakukan dengan teknik sadap diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat dan rekam. Teknik sadap berarti peneliti menyadap penggunaan bahasa informan. Selanjutnya dilakukan teknik catat, yaitu mencatat berian tentang daftar tanyaan, cerita-cerita rakyat, atau hal-hal yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Catatan berian dilakukan dengan transkripsi fonetis. Dalam hal ini transkripsi fonetis yang digunakan berpedoman pada The International Phonetic Association (1991:8—10).

Dalam wawancara digunakan bahasa Indonesia untuk menanyakan sejumlah kosakata dan kalimat yang terdapat dalam daftar tanyaan. Namun, bentuk pertanyaan tidak selamanya secara lugu dibacakan. Terkadang pertanyaan kosakata dapat diberikan dalam bentuk penyajian gambar, penyajian gerakan, peniruan bunyi, atau dalam bentuk pertanyaan seperti untuk memancing tuturan suatu kalimat. Contoh untuk menanyakan kalimat Tolong ambilkan baju saya dalam bahasa Ciacia dinyatakan dalam bentuk pancingan pertanyaan seperti, ”Kalau Bapak menyuruh

seseorang untuk mengambilkan baju Bapak, apa yang Bapak katakan?” Hal ini penting untuk menghindari penerjemahan secara harafiah oleh informan karena struktur bahasa Indonesia tidak sama dengan struktur bahasa Ciacia. Dalam contoh pertanyaan tersebut kita akan memperoleh jawaban Culungiau alasiau bajuu yang jika diterjemahkan secara harafiah ke dalam bahasa Indonesia adalah Tolong saya ambil saya baju. Jadi, untuk memperoleh data kalimat seperti di atas, tidak digunakan pertanyaan seperti Tolong ambilkan saya baju, jika diterjemahkan ke bahasa Ciacia bagaimana?

Pada saat wawancara berlangsung digunakan pula jawaban atau pancingan dari peneliti diharapkan dapat menimbulkan gairah dan semangat para informan, misalnya, oooo begitu ya Pak/Bu? wah bagus sekali!. Selain itu, digunakan juga model pertanyaan ulang untuk memperjelas lafal mereka, misalnya, maaf, apa Pak/Bu? atau maaf, bisa diulangi lagi Pak/Bu?

Wawancara terhadap para informan dalam satu daerah pengamatan (DP) dilakukan secara serentak di balai desa atau rumah salah satu informan (satu DP terdiri atas satu informan utama dan dua informan pembanding). Pemilihan salah satu rumah informan dimaksudkan untuk menciptakan suasana santai bagi informan sehingga mereka bebas menyatakan pendapat mereka. Adapun cara yang serentak dimaksudkan untuk memperkuat berian yang ada karena informan pendamping dapat menyepakati atau mempermasalahkan berian yang diungkapkan oleh informan utama. Di samping itu, di beberapa DP di lokasi wawancara biasanya wawancara ramai dihadiri oleh beberapa tetangga yang kebetulan berkunjung ke rumah informan.

Selain menggunakan metode penelitian lapangan, penelitian ini juga menggunakan metode pustaka untuk mendapatkan informasi-informasi yang berkaitan dengan objek penelitian. Informasi pustaka ini selain diperoleh dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai bahasa Ciacia, juga dari tulisan-tulisan mengenai wilayah bahasa Ciacia yang dapat diperoleh di kabupaten, kecamatan, atau pun desa, di Biro Pusat Statistik, sejarah kerajaan Buton, dan lain-lain.

a. Penetapan Daerah Pengamatan

a.1. Populasi Titik Pengamatan

Satuan unit penelitian sebagai satu titik pengamatan di dalam penelitian ini adalah desa. Di Kota Baubau jumlah desa penutur bahasa Ciacia terdiri atas dua desa. Di Kabupaten Buton jumlah desa penutur bahasa Ciacia terdiri atas tujuh puluh tujuh desa. Di Kabupaten Wakatobi jumlah desa penutur bahasa Ciacia terdiri atas tujuh desa di Pulau Binongko. Dengan demikian populasi titik pengamatan penutur bahasa Ciacia berjumlah delapan puluh enam desa.

a.2 Percontoh Titik Pengamatan

Mempertimbangkan perbedaan yang terdapat dalam bahasa Ciacia, maka dalam penelitian ini dipilih dua puluh tiga desa (sekitar 25 % dari keseluruhan populasi) yang berdasarkan informasi awal tokoh masyarakat Ciacia memiliki perbedaan antarwilayah bahasa Ciacia.

Penetapan daerah pengamatan dilakukan dengan memilih desa atau dusun sesuai dengan kriteria daerah pengamatan yang diajukan oleh Mahsun (2007:138), yaitu: terletak jauh dari kota besar, mobilitas penduduknya rendah, dan berusia

minimal 30 tahun. Penelitian ini mengambil tiga lokasi administratif yang berbeda sebagai daerah sebaran penggunaan bahasa Ciacia, yang menurut informasi awal dari masyarakat Sulawesi Tenggara penggunaan bahasa Ciacia dapat dijumpai di Kota Baubau, Kabupaten Buton, dan Pulau Binongko, di Kabupaten Wakatobi. Selain lokasi tutur bahasa Ciacia, penelitian ini menambahkan enam lokasi tutur yang masing-masing mewakili bahasa Muna, bahasa Wolio, bahasa Busoa, bahasa Lasalimu, bahasa Kamaru, dan bahasa Wakatobi. Lokasi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Desa Gonda Baru, Kecamatan Sorowolio, Kota Baubau, Pulau Buton 2. Desa Karya Baru, Kecamatan Sorowolio, Kota Baubau, Pulau Buton 3. Desa Kaisabu Baru, Kecamatan Sorowolio, Kota Baubau, Pulau Buton 4. Desa Baadia, Kecamatan Baadia, Kota Baubau, Pulau Buton

5. Desa Busoa, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton, Pulau Buton 6. Desa Bola, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton, Pulau Buton

7. Desa Poogalampa, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton, Pulau Buton 8. Desa Masiri, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton, Pulau Buton

9. Desa Jaya Bakti, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton, Pulau Buton 10. Desa Tira, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton, Pulau Buton

11. Desa Sandang Pangan, Kecamatan Sampolawa, Kabupaten Buton, Pulau Buton

12. Desa Warinta, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, Pulau Buton 13. Desa Takimpo, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, Pulau Buton 14. Desa Kancinaa, Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, Pulau Buton

16. Desa Wabula, Kecamatan Wolowa, Kabupaten Buton, Pulau Buton 17. Desa Wasampela, Kecamatan Wolowa, Kabupaten Buton, Pulau Buton

18. Desa Lapandewa Makmur, Kecamatan Lapandewa, Kabupaten Buton, Pulau Buton

19. Desa Burangasi, Kecamatan Lapandewa, Kabupaten Buton, Pulau Buton 20. Desa Wolowa, Kecamatan Wolowa, Kabupaten Buton, Pulau Buton 21. Desa Matanauwe, Kecamatan Siontapina, Kabupaten Buton, Pulau Buton 22. Desa Kumbewaha, Kecamatan Siontapina, Kabupaten Buton, Pulau Buton 23. Desa Ambuau Indah, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton, Pulau

Buton

24. Desa Wacuala, Kecamatan Batu Atas, , Kabupaten Buton, Pulau Batuatas, Pulau Buton

25. Desa Lasalimu, Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton, Pulau Buton 26. Desa Kamaru, Kecamatan Lasalimnu, Kabupaten Buton, Pulau Buton 27. Desa Wali, Kecamatan Binongko, Kabupaten Wakatobi, Pulau Binongko 28. Desa Rukuva, Kecamatan Binongko, Kabupaten Wakatobi, Pulau Binongko 29. Desa Lahontohe, Kecamatan Tongkuno, Kabupaten Muna, Pulau Muna

Dengan demikian, wilayah tutur bahasa Ciacia yang digunakan dalam penelitian ini ada 23 wilayah, 4 wilayah berada di luar wilayah mayoritas penggunaan bahasa Ciacia dan 19 wilayah yang berada di wilayah mayoritas penggunaan bahasa Ciacia. Pemilihan wilayah tersebut dengan pertimbangan wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah tutur bahasa Ciacia yang sudah bertahun-tahun lamanya. Selain itu, kedua puluh wilayah tersebut sering disebut-sebut masyarakat sebagai

wilayah-wilayah pengguna tiga kelompok dialek Ciacia, yaitu: Ciacia Kapara’e, Ciacia Mbahae, dan Ciacia (Alirman, 2010) . Oleh karena itu, diharapkan dari lokasi-lokasi tersebut dapat ditemukan karakteristik dialek-dialek bahasa Ciacia, baik yang berada di lokasi pusat penutur bahasa Ciacia maupun di luar pusat lokasi. Selanjutnya ditambahkan lagi enam wilayah tutur yang masing-masing mewakili enam bahasa yang termasuk dalam subkelompok bahasa Muna-Buton sehingga jumlah keseluruhan daerah pengamatan dalam penelitian ini adalah dua puluh sembilan.

Dari dua puluh tiga wilayah tutur bahasa Ciacia tersebut, berdasarkan hasil penelitian kekerabatan dan pemetaan bahasa-bahasa di Sulawesi Tenggara oleh Pusat Bahasa (tahun 2008), diperoleh gambaran bahwa dua wilayah tutur yang tidak tergolong dalam bahasa Ciacia, yaitu Desa Kaisabu Baru merupakan wilayah pakai bahasa Wolio. Sebaliknya, dari hasil penelitian SIL (2006) terdapat dua wilayah tutur yang tidak tergolong dalam bahasa Ciacia, Desa Kaisabu Baru dan Desa Kumbewaha.

PETA WILAYAH TUTUR BAHASA CIACIA

Dokumen terkait