• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

2. Metode Demonstrasi

Demonstrasi merupakan salah satu metode yang cukup efektif karena

membantu peserta didik untuk mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan

fakta atau data yang benar. Metode demonstrasi merupakan metode penyajian

pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukan kepada peserta didik tentang

suartu proses, situasi, atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar

a. Langkah-Langkah Menggunakan Metode Demonstrasi (1) Tahap Persiapan

(a) Merumuskan tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik setelah

proses demonstrasi berakhir

(b) Menyiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan

dilakukan

(c) Melakukan uji coba demonstrasi.

(2) Tahap Pelaksanaan

(a) Langkah Pembukaan

(b) Mengatur tempat duduk yang memungkinkan semua peserta didik

dapat memerhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan

(c) Mengemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh peserta didik

(d) Mengemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh peserta

didik

(3) Langkah Pelaksanaan Demonstrasi

(a) Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang

peserta didik untuk berpikir

(b) Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana

yang menegangkan

(c) Yakinkan bahwa semua peserta didik mengikuti jalannya demonstrasi

(d) Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk secara aktif

memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses

demonstrasi itu

(3) Langkah Mengakhiri Demonstrasi

Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu

diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan

pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini

diperlukan untuk meyakinkan apakah peserta didik memahami proses

demonstrasi itu atau tidak. Selain memberikan tugas yang relevan, ada baiknya

guru dan peserta didik melakukan evaluasi bersama tentang jalannya proses

demonstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya.

b. Kelebihan dan Kelemahan Metode Demonstrasi

Sebagai suatu metode pembelajaran, demonstrasi memiliki beberapa

kelebihan di antaranya sebagai berikut :

1. Melalui metode demonstrasi, terjadinya verbalisme akan dapat dihindari

karena siswa disuruh langsung memerhatiakn bahan pelajaran yang

dijelaskan

2. Proses pembelajaran akan lebih menarik karena peserta didik tak hanya

mendengar, tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi

3. Dengan cara mengamati secara langsung, peserta didik akan memiliki

kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan. Dengan

Selain beberapa kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki

beberapa kelemahan di antaranya :

1. Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang karena

tanpa persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat

menyebabkan metode ini tidak efektif lagi. Untuk menghasilkan

pertunjukan suatu proses tertentu, guru harus beberapa kali mencobanya

terlebih dahulu sehingga dapat memakan waktu yang banyak

2. Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang

memadai yang berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan

yang lebih mahal dibandingkan dengan ceramah

3. Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang

khusus sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih profesional. Di

samping itu, demonstrasi juga memerlukan kemauan dan motivasi guru

yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa (Majid, 2016)

3. Konsep

a. Definisi konsep

Banyak ahli mendefinisikan arti dari konsep secara umum konsep adalah

suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa,

atau fenomena lainnya.

Menurut Sri Jumaini (2017: 198) mengatakan bahwa konsep merupakan

klarifikasi pengetahuan yang terdapat dalam sebuah materi pelajaran. Pengetahuan

yang bersifat konsep yaitu pengetahuan yang mengacu pada pengertian, definisi,

Menurut Lusiana (2016: 6) konsep adalah satuan arti yang mewakili

sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep

mampu mengadakan abstraksi terhadap objek yang dihadapi, sehingga objek

ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek dihadirkan dalam kesadaran orang

dalam bentuk representasi mental tak berperaga.

Sedangkan menurut Wahyuni (2018: 238) Konsep adalah Bagian dari

struktur ilmu fisika yang berupa ide atau pengertian yang diabstrakkan dari

peristiwa konkret ataupun gambaran mental dari suatu objek atau proses yang

dianggap benar oleh para ahli fisika dan digunakan oleh akal budi untuk

memahami hal-hal lain.

Dari pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsep

merupakan suatu gambaran yang digunakan sebagai ciri-ciri untuk memahami hal

lain berupa objek-objek, kejadian-kejadian, atau situasi-situasi.

b. Konsepsi

Nawati (2017: 33) menjelaskan bahwa konsepsi didefinisikan sebagai

pendapat/paham yang telah ada didalam fikiran meskipun dalam pelajaran sains

kebanyakan konsep memiliki arti yang jelas, tetapi konsepsi pembelajaran

berbeda-beda. Ada konsepsi ilmuan, konsepsi guru, dan konsepsi peserta didik.

Menurut Wahyuni (2018: 238) konsepsi adalah suatu hasil pemikiran

seseorang berdasarkan interaksi struktur pengetahuan, ide, dan aktivitas penalaran

ketika seseorang dihadapkan pada persoalan. Persoalan yang dihadapi peserta

didik dapat berupa persolan konsep fisika, dapat juga berupa persoalan konteks

pada suatu penjelasan yang secara umum dianggap benar/objektif , maka konsepsi

lebih bersifat pemahaman individual yang bisa saja berbeda dengan pemahaman

para ilmuan.

Pada umumnya konsepsi ilmuan merupakan konsepsi yang paling lengkap,

paling masuk akal dan paling banyak dimanfaatkan dibandingkan konsep lainnya,

sehingga konsepsi ilmuan dianggap paling banyak diterima. Jadi seseorang dapat

memiliki konsep yang berbeda dengan konsepsi yang dimiliki orang lain karena

pengalaman hidup dan penafsiran yang berbeda.

4. Miskonsepsi

a. Definisi miskonsepsi

Tafsiran perorangan terhadap konsep sangat mungkin berbeda-beda.

Misalnya penafsiran konsep massa jenis, atau konsep hambatan, atau konsep

gesekan, dapat berbeda untuk setiap orang. Jika konsepsi peserta didik terhadap

suatu konsep sama dengan konsepsi para ilmuan, maka dapat dikatakan peserta

didik tersebut mempunyai konsepsi yang benar. Jika konsepsi peserta didik

tentang suatu konsep berbeda dengan konsepsi para ilmuan, dikatakan peserta

didik tersebut mengalami miskonsepsi. (Muna,2016:312)

Menurut Suparno (2013: 4) miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada

suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah, yang diterima para

pakar bidang itu, kemudian dikatakan bahwa miskonsepsi sebagai suatu kesalahan

dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Sedangkan menurut Alfian

(2015: 29) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan miskonsepsi adalah

nama, salah dalam mengklasifikasi contoh-contoh konsep, keraguan terhadap

konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan berbagai macam

konsep yang berlebihan atau kurang jelas.

Menurut Anisa dkk (2016: 22). berpendapat bahwa “jenis miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah bukan pengertian yang salah selama proses belajar

mengajar, tetapi suatu konsep awal (prakonsep) yang dibawa peserta didik ke kelas formal.”

Jadi dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi peserta didik adalah perbedaan

konsep yang melekat pada ingatan peserta didik dan diyakini itu benar ternyata

tidak sesuai dengan konsepsi yang dipegang oleh para ilmuan.

b. Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi disebabkan oleh beberapa hal, Suparno (2013: 53)

menjelaskan ada lima faktor yang merupakan penyebab miskonsepsi pada peserta

didik yaitu: 1) peserta didik, 2) guru, 3) buku teks, 4) konteks, dan 5) metode

mengajar.

1) Peserta didik

Miskonsepsi yang berasal dari peserta didik dapat dikelompokkan dalam

delapan kategori, sebagai berikut :

a. Prakonsepsi atau konsep awal. Banyak peserta didik yang sudah mempunyai

konsep awal sebelum mereka mengikuti pelajaran disekolah. Prakonsepsi

sering bersifat miskonsepsi karena penalaran seseorang terhadap suatu

b. Pemikiran asosiatif yaitu pemikiran yang mengasosiasikan atau menganggap

suatu konsep selalu sama dengan konsep yang lain. Asosiasi peserta didik

terhadap istilah yang ditemukan dalam pembelajaran dan kehidupan sehari

hari sering menimbulkan salah penafsiran.

c. Pemikiran humanistik yaitu memandang semua benda dari pandangan

manusiawi. Tingkah laku benda dipahami sebagai tingkah laku mahluk hidup

sehingga tidak cocok.

d. Penalaran yang tidak lengkap. Akibatnya peserta didik akan menarik

kesimpulan yang ada dan menimbulkan miskonsepsi.

e. Intuisi yang salah yaitu, suatu perasaan yang salah dari diri seseorang yang

secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasan tentang sesuatu tanpa

penelitian secara objektif dan nasional. Pola fikir instuitif sering dikenal

dengan pola fikir yang spontan.

f. Tahap perkembangan kognitif peserta didik. Secara umum, peserta didik yang

dalam proses perkembangan kognitif akan sulit memahami konsep yang

abstrak. Dalam hal ini, peserta didik baru belajar pada hal-hal yang kongkrit

yang dapat dilihat dengan indera.

g. Kemampuan peserta didik. peserta didik yang kurang mampu dalam

mempelajari fisika akan menemukan kesulitan dalam memahami

konsep-konsep yang diajarkan. Secara umum, peserta didik yang tingkat matematika

logisnya tinggi akan mengalami kesulitan dalam memahami konsep fisika,

h. Minat belajar. peserta didik yang memiliki minat belajar fisika yang benar

akan sedikit mengalami miskonsepsi di banding yang tidak berminat.

2) Guru

Guru terkadang menyampaikan konsep fisika yang kompleks secara

sederhana dengan tujuan mempermudah pemahaman peserta didik.

Kadang-kadang guru mengutamakan penyampaian rumusan matematis sedangkan

penyampaian konsep fisisnya dikesampingkan. Pola pengajaran guru masih

terpaku pada papan tulis, jarang melakukan eksperimen dan penyampaian masalah

yang menantang proses berfikir peserta didik.

Miskonsepsi peserta didik akan semakin kuat apabila guru bersikap otoriter

dan menerapkan metode ceramah dalam mengajar. Hal ini mengakibatkan

interaksi yang terjadi hanya satu arah. Sehingga semakin besar peluang

miskonsepsi guru ditransfer lansung pada peserta didik.

3) Buku teks

Menurut Suparno (2013: 44) buku teks yang dapat mengakibatkan

munculnya miskonsepsi peserta didik adalah buku teks yang bahasanya sulit

untuk dimengerti dan penjelasnya tidak benar. Buku teks yang terlalu sulit bagi

level peserta didik yang sedang belajar dapat menimbulkan miskonsepsi karena

mereka sulit menangkap isinya.

4) Konteks.

Konteks yang dimaksud disini adalah pengalaman Bahasa sehari-hari,

pertama sangat mempengaruhi adanya miskonsepsi karena bahasa mengandung

banyak penafsiran.

5) Metode mengajar

Menurut Suparno (2013: 50) metode mengajar guru yang tidak sesuai

dengan konsep yang dipelajari akan menimbulkan miskonsepsi guru yang hanya

menggunakan suatu metode pembelajaran untuk semua konsep akan memperbesar

peluang peserta didik terjangkil miskonsepsi. Metode ceramah yang tidak

memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya dan juga untuk

mengungkapkan gagasannya sering kali meneruskan dan mengikis miskonsepsi.

Metode praktikum yang sangat membantu dalam proses pemahaman, juga

dapat menimbulkan miskonsepsi karena peserta didik hanya dapat menangkap

konsep dari data-data yang diperoleh selama praktikum. Metode diskusi juga

dapat berperan dalam menciptakan miskonsepsi.

c. Identifikasi Miskonsepsi

Kesalah pahaman konsep (miskonsepsi) yang telah terjadi pada diri

peserta didik bila tidak segera diidentifikasi dan diatasi akan mengganggu didalam

penguasaan konsep materi selanjutnya. Identifikasi miskonsepsi diartikan sebagai

suatu cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi belajar peserta didik yang

diperkirakan mengalami kesalah pahaman konsep, dalam hal ini adalah konsepsi

peserta didik berbeda dengan apa yang di maksudkan dengan konsepsi para ahli.

Djono (2017:76) memberikan langkah-langkah dalam mengidentifikasi

kesulitan belajar atau miskonsepsi siswa dengan langkah-langkah seperti “bahwa

belajar, mengetahui lokasi atau letak dimana peserta didik mengalami kesulitan

atau miskonsepsi itu terjadi dan menetapkan latar belakang kesulitan belajar atau miskonsepsi” Ketiga langkah tersebut di atas dapat dilakukan dengan cara pemberian test diagnostik.

Menurut Suke (2016:157), bahwa “Sasaran utama test diagnostik adalah

menemukan kekeliruan-kekeliruan atau kesalahan konsep dan kesalahan proses

yang terjadi dalam diri peserta didik saat mempelajari suatu topik belajar tertentu”. Tes diagnostik dikaji bagaimana proses belajar dialami atau melalui peserta didik, sehingga berhasil atau gagal dalam belajarnya, dengan Tes

diagnistik ditelusuri proses mental yang berlangsung pada waktu peserta didik

menjawab soal. Proses ini tidak dapat di amati, namun dapat diketahui atau

disimpulkan melalui jawaban soal-soal tes. Apabila ditemukan, maka dapat

diupayakan perbaikan baik pada cara guru mengajar maupun pada peserta didik

belajar.

Tes diagnostik menjaring informasi tentang mengapa peserta didik

menjawab salah pada suatu soal. Perhatian lebih dipusatkan pada jawaban peserta

didik sampai memberikan jawaban salah itu. Ada bermacam-macam cara tes

diagnostik yang digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi, antara lain adalah

dengan wawancara, peta konsep dan tes obyektif beralasan.

Tes obyektif beralasan adalah suatu cara yang ditempuh antara lain

dengan mengontrol suatu item, menggunakan item yang lain dimana keduanya

mempersoalkan hal sama atau mengontrol lewat pilihan alasan. Dengan cara ini

benar. Tes obyektif beralasan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan

peserta didik dalam memahami suatu materi dalam arti dapat mengetahui jalan

pikiran peserta didik untuk sampai pada jawaban yang benar. Dengan

memperhatikan alasan yang dipilih merupakan dasar untuk dapat memilih

jawaban yang benar, sehingga apabila peserta didik belum betul-betul paham

materi yang di ujikan maka peserta didik tersebut tidak mempunyai kemungkinan

untuk menebak.

d. Miskonsepsi dalam Fisika

Miskonsepsi terdapat dalam semua bidang sains seperti biologi, kimia,

fisika dan astronomi. Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Wandersee,

Mintzes dan Novak (dalam Suparno, 2013: 9-11) dalam artikelnya mengenai

Research on Alternative conceptions in science, menjelaskan bahwa konsep alternative terjadi dalam semua bidang fisika. Dari 700 studi mengenai konsep

alternative bidang fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi dalam

mekanika ; 159 tentang listrik; 70 tentang panas, optik, dan sifat-sifat materi; 35

tentang bumi dan antariksa; serta 10 studi mengenai fisika modern.

Tabel 2.1 berikut cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di urutan

teratas dari bidang-bidang fisika yang mengalami miskonsepsi. Menurut Suparno

(2013: 140) dalam bidang mekanika fluida terjadi beberapa miskonsepsi pada

peserta didik. Antara lain, beberapa peserta didik beranggapan bahwa suatu benda

tenggelam dalam air karena benda itu lebih berat dari pada air, padahal kapal

berfikir bahwa gas tidak mempunyai massa. Beberapa bahwa tekanan fluida hanya

mengarah ke bawah.

Tabel 2.1. Miskonsepsi Fisika Peserta Didik Dalam Materi Mekanika Fluida Mekanika Fluida Ditemukan pada level

Miskonsepsi yang ada SMP SMA 1. Adesi sama dengan kohesi 2. Benda melayang di air karena lebih

ringan dari pada air

3. Benda tenggelam di air karena lebih besar dari pada air

4. Cairan yang mempunyai viskositas tinggi, selalu mempunyai densitas yang lebih tinggi

5. Kayu melayang dan logam tenggelam di dalam air

6. Memanaskan udara hanya membuatnya lebih panas

7. Tekanan dan gaya itu sinonim 8. Tekanan fluida hanya berlaku

kebawah

Sumber: (Suparno, 2013: 140)

Dokumen terkait